Anda di halaman 1dari 7

4.3.

6 Intervensi Fisioterapi

Fakta dilapangan, pasien dengan pneumonia diberikan intervensi

fisioterapi yaitu, Nebulizer, pasive range of motion exercise, mobilisasi,

segmental costal breathing, postural drainage dan clapping. Menurut teori ,

pasien dengan pneumonia diberikan intervensi fisioterapi berupa Nebulizer

(Pryor, 2008), pasive range of motion exercise(Kisner, 2007), mobilasasi

(Pryor,2008), segmental costal breathing (Kisner, 2007 ), postural drainage

(Kisner,2007), vibration (Kisner,2007), clapping (Pryor, 2008), active ctycle

beathing techninque (ACBT) (Harden, 2009), breathing control (Pryor, 2008:137)

dan batuk efektif (LeMone, 2012:87). Antara fakta dan teori terdapat perbedaan

yaitu tidak dilakukan nebulizer karena sudah dilakukan oleh petugas perawat.

vibration tidak dilakukan karena memiliki fungsi yang sama dengan clapping

yaitu untuk merontokan sputum atau memindahkan sputum ke saluran udara yang

lebih besar. Active ctycle breathing techninque (ACBT), breathing control dan

batuk efektif tidak dilakukan karena pasien tidak koperatif.

1). Pasive range of motion exercise

Faktanya dilapangan diberikan pasive range of motion exercise untuk

melancarkan sirkulasi serta meminimalkan terjadinya kontraktur otot. Menurut

teori pasive range of motion exercise dapat membantu mengurangi komplikasi

yang mungkin terjadi ketika imobilisasi lama, membantu klien menjaga kesadaran

klien akan gerakan, melancarkan sirkulasi serta meminimalkan terjadinya

kontraktur otot (Kisner, 2007:44). Antara fakta dan teori ada kesamaan yaitu

pasien dengan imobilisasi lama akan beresiko terjadi kontraktur karena

menurunnya ROM sehingga pasien diberikan pasive range of motion untuk


menjaga mobilitas sendi dan jaringan lunak serta menjaga fleksibilitas jaringan

agar mencegah terjadinya kontraktur sendi.

Pelaksanaan pasive range of motion exercise pasien dalam posisi tidur

terlentang kemudian fisioterapis memberi bantuan untuk menggerakan AGA dan

AGB yang bertujuan untuk mengurangi kontraktur otot, melancarkan sirkulaasi

serta menjaga agar tidak ada komplikasi lanjut. Dilakukan sebanyak 10 kali

repetisi selama satu sesi setiap regio. Menurut teori sebelum terapi, fisioterapis

memposisikan klien dengan nyaman saat latihan pasive range of motion exercise.

Fisioterapis melakukan gerakan sesuai dengan kebutuhan klien dengan memegang

ujung sendi untuk mengontrol gerakan. Lakukan gerakan secara perlahan dan

berirama , dengan 5 sampai 10 kali repetisi dengan pengulangan sesuai dengan

tujuan dan kondisi klien (Kisner, 2007:46). Antara fakta dan teori ada kesamaan

dikarena pasien dalam posisi bed rest sehingga diberikan dalam posisi nyaman

klien yaitu dengan posisi tidur terlentang dan di gerakan pada seluruh sendi untuk

lebih memudahkan menjaga terjadinya kontraktur pada setiap sendi.

2). Mobilisasi

Faktanya dilapangan diberikan mobilisasi bertujuan untuk meningkatkan

transport oksigen untuk otot dan organ lain . Menurut teori mobilisasi bertujuan

meningkatkan transport oksigen untuk otot dan organ lain serta meningkatkan

intensitas mobilisasi atau stimulus latihan (Pryor,2008). Antara fakta dan teori ada

kesamaan yaitu mobilisasi diberikan secara bertahap untuk meningkatkan

transport oksigen dan mencegah terjadinya komplikasi serta untuk meningkatkan

cardiac output. Mobilisasi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah

komplikasis akibat tirah baring lama.


Pelaksanaan mobilisasi pasien dalam posisi tidur terlentang, terapis

memposisikan tempat tidur pasien posisi 45o. Keluarga pasien meminta untuk

melihat terapi yang dilakukan terapis agar dapat melakukannya setelah posisi

postural dranaige. Menurut teori Pelaksanaan mobilisasi dilakukan secara pasif

dan aktif. Mobilisasi dilakukan dengan cara meminta pasien perpindah posisi ,

seperti berdiri. Program latihan yang dapat diberikan adalah latihan dasar,

pemanasan, latihan di tempat dan pendinginan (Pryor, Jennifer & Prasad,

2008:124-129). Antara fakta dan teori ada perbedaan yaitu pasien dilakukan

mobilisasi hanya dengan posisi tidur terlentang dan head up 45o yang dikarenakan

klien masih bed rest, sehingga yang dapat dilakukan dalam posisi tidur terlentang.

3). Segmental breathing

Faktanya dilapangan diberikan segmental breathing bertujuan untuk

meningkatkan pengembangan paru. Menurut teori segmental breathing tujuannya

mengajarkan pasien untuk pengembangan paru-paru dan memvasilitasi otot untuk

kontraksi (Kisner, 2007). Antara fakta dan teori ada kesamaan yaitu pada pasien

terdapat penurunan pengembangan paru sehingga diberikan segmental breathing

karena saat melakukan segmental breathing ada penekanan pada tulang rusuk

yang mengakibatkan permukaan dada menjadi luas serta dapat meningkatkan

pengembangan paru.

Pelaksanaan segmental breathing fisioterapis meletakan tangan pada area

lobus bagian tengah berikan tekanan dan tahanan. Minta klien untuk ekspirasi dan

saat klien inspirasi terapis memberikan penekanan pada bagian lobus, atas, tengah

dan bawah. Dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Menurut teori pelaksanaan

segmental breathing fisioterapis letakan tangan pada area lobus bagian tengah
berikan tekanan dan tahanan , saat pasien ekspirasi dan saat pasien inspirasi

fisioterapi memberikan penekanan pada bagian lobus tengah (Kisner, 2007:864).

Segmental breathing dilakukan dengan 3 kali repetisi untuk meningkatkan

ventilasi dan jika lebih dari 3 kali repetisi akan menyebabkan hiperventilasi pada

paru-paru klien. Antara fakta dan teori ada kesamaan yaitu pelaksanaan di lakukan

dengan cara mengikuti pengembangan dada klien lalu diberi tekanan dan tahanan.

Dosis yang diberikan 3 kali repetisi, sehingga permukaan dada menjadi luas serta

dapat meningkatkan pengembangan paru

4). Postural drainage

Faktanya dilapangan diberikan postural drainage bertujuan untuk

membersihkan sputum pada lobus yang terkena. Menurut teori postural drainage

bertujuan untuk membersihkan jalan nafas. Antara fakta dan teori ada kesamaan

yaitu pasien diberikan postural drainage untuk pembersihan jalan nafas dengan

memposisikan sesuai pasien dengan letak sputum hal ini terjadi karena saat

memposisikan pasien sesuai arah gravitasi sehingga sputum mengalir dari jalan

napas yang sempit ke arah jalan nafas yang lebih besar.

Pelaksanaan postural drainage terapis tentukan segmen paru mana yang akan

dilakukan postural drainage lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan suara

napas, pada pasien diposisikan dengan posisi anterior apical segmen paru

kanan. Pastikan pasien dalam posisi nyaman dan serileks mungkin, fisioterapis

memposisikan pasien duduk tegak di bed. Postural drainage dilakukan sekitar 10

menit selama terapi dan juga dilakukan mengevaluasi kondisi klien. Menurut

teori pelaksanaan postural drainage yang dilakukan mentukan segmen paru mana

yang akan dilakukan postural drainage, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan
suara napas pada pasien. posisikan pasien sesuai dengan segmen yang akan di

drainage, pastikan dalam posisi nyaman dan serileks mungkin, postural drainage

di lakukan setiap hari atau selama seminggu tergantung tipe dan klien. Jika sekresi

kental dan berlebihan, dua sampai empat kali per hari sampai sekresi keluar. Jika

pasien sedang dalam perawatan programnya berkurang mungkin sekali sehari atau

beberapa hari dalam seminggu. Pertahankan setiap posisi selama 5 hingga 10

menit. Antara fakta dan teori ada kesamaan yaitu pasien di posisikan tidur

terlentang dengan head up 65o dihari keempat dan 80o di hari kelima , hal ini

karena tanda-tanda vital pada klien baru srabil di hari keempat dan kelima serta

letak sputum yang dikeluarkan sesuai arah gravitasi dan sesuai dengan posisi

lobus yang terdapat sputum.

5). Clapping dada

Faktanya dilapangan diberikan clapping bertujuan untuk mengeluarkan

sputum dengan cara di tepuk menggunakan tangan pada daerah dada. Menurut

teori Clapping yang bertujuan untuk mengeluarkan sputum dengan cara

memposisikan tangan seperti mangkok dan di gerakan pada dada dan punggung

(Pryor, 2008). Antara fakta dan teori ada kesamaan yaitu pasien pneumonia

diberikan clapping untuk mengeluarkan sputum karena adanya tekanan dari luar

secara ritmis pada dada dan punggung.

Pelaksanaan clapping dada posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis

menepuk pada dada dan punggung pasien kemudian dilakukan dengan

menggunakan bentuk tangan yang cupped lalu gerakan tangan secara fleksi,

ekstensi dengan ritmis. Dilakukan 10 kali repetisi. Menurut teori pelaksanaan

clapping dada dengan cara tangan menepuk pada dada dan punggung kemudian
dilakukan dengan menggunakan bentuk tangan yang cupped lalu gerakan tangan

dengan fleksi dan ekstensi secara ritmis (Pryor, 2008:147). Antara fakta dan teori

ada kesamaan yaitu clapping dada dilakukan karena dapat meningkatkan tekanan

thorak pada klien sehingga sputum mampu untuk keluar.

4.3.7 Tingkat keberhasilan intervensi fisioterapi pada klien dengan pneumonnia di

Rumah Sakit X Surabaya.

Klien pneumonia diberikan intervensi antara lain pasive range of motion

exercise , mobilisasi, segmental breathing, postural drainage dan clapping,

berdasarkan fakta evaluasi dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

Auskultasi dada, sputum, tanda-tanda vital, ekspansi dada, mobilitas sangkar

thorak dan EMS sebanyak 5x pada tanggal 11, 12, 13, 14 dan 15 februari 2019.

Evaluasi berhasil saat didapatkan hasil auskultasi masih ada bunyi crackles pada

paru kanan bagian anterior lobus atas tetapi pada paru kiri sudah tidak ada bunyi

crackles, hasil sputum masih berwarna kuning kental dan hasil respiratory rate

mengalami penurunan dari 22 kali per menit menjadi 17 kali per menit. Menurut

teori evaluasi dikatakan berhasil ketika hasil auskultasi suara tidak menunjukan

suara napas bronkial pada daerah yang terjadi konsolidasi (Mutaqqin, 2014:103),

warna pada sputum mulai memudar atau tidak berwarna (Mutaqqin, 2014:103),

dan nafas pasien menjadi 12-20 kali per menit. Antara fakta dan teori ada

kesamaan yaitu pemberian terapi menggunakan intervensi postural drainage

yang bertujuan untuk pembersihan jalan napas dengan memposisikan klien sesuai

arah gravitasi sehingga sputum mengalir dari jalan napas yang sempit ke arah

yang jalan napas yang lebih besar dan clapping yang bertujuan untuk

mengeluarkan sputum dengan cara meposisikan tangan seperti mangkok dan di


gerakan pada dada dan punggung agar dapat meningkatkan tekanan thorak

sehingga sputum dapat berkurang dalam saluran pernapasaan dan kebutuhan

oksigen didalam alveolus berkurang dan nafas menjadi normal serta.

Evaluasi belum berhasil saat didapatkan hasil ekspansi dada menurun,

mobilitas thorak menurun, dan elderly mobility scale menurun. Menurut teori

evaluasi dikatakan berhasil ketika peningkatan ekspansi dada, (Wilkins, 2010),

mobilitas thorak ada pengembangan paru (Westerdah, 2011), dan peningkatan

elderly mobility scale (Lopez, 2012). Antara fakta dan opini tidsak relevan karena

saat diberikan intervensi pasien merupakan seorang lansia dan pasien juga tidak

dapat berkomunikasi sehingga dalam pemberian intervensi tidak maksimal

sehingga perlu dilakukan re-evaluasi kembali dengan memperhatikan kondisi

umum pasien.

Anda mungkin juga menyukai