Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah


Brazil, Vietnam dan Indonesia mampu memproduksi sedikitnya 748.000 ton,
jumlah ini mencapai 6,6% dari produksi kopi dunia pada tahun 2012. Jumlah
tersebut mencakup produksi kopi robusta yang mencapai lebih dari 601.000 ton
dan produksi kopi arabika mencapai lebih dari 147.000 ton. Luas lahan
perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta hektar (ha) dengan luas lahan
perkebunan kopi robusta mencapai 1 juta ha dan luas lahan perkebunan kopi
arabika mencapai 0,30 ha (Hidayat, 2013).
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi
produsen komoditi kopi untuk di ekspor. Luas lahan perkebunan kopi yang telah
dikembangkan pada tahun 2013, 2014, dan 2015 yaitu 42.565 ha, 42.510 ha dan
41.229 ha dengan produksi kopi yaitu sebanyak 32.559 ton, 30.929 ton dan
31.904 ton. Produktivitas kopi pada 3 tahun terakhir yaitu 764 kg/ha, 727 kg/ha
dan 773 kg/ha. Untuk produktivitas tanaman kopi di Indonesia yaitu mencapai
967 kg/ha. Dari data tersebut, maka produksi kopi di Sumatera Barat masih
rendah karena belum mencukupi angka produktivitas tanaman kopi (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2014).
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memprioritaskan pengembangan
perkebunan kopi jenis arabika. Kabupaten Solok merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Sumatera Barat yang telah mengembangkan lahan pertanaman kopi
yaitu 11.701 ha, dimana areal pertanaman kopi untuk jenis Arabika dan Robusta
yaitu 3.207 ha dan 8.494 ha. Produksi kopi di Kabupaten Solok di tahun 2011,
2012 dan 2013 yaitu sebanyak 1.530 ton, 8.708 ton dan 8.754 ton (BPS Sumbar,
2014; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Kopi Arabika ditanam di dataran tinggi Kabupaten Solok dan diusahakan
secara tradisional oleh petani Solok. Kopi Arabika di Kabupaten Solok ini dikenal
dengan “Kopi Minang Solok” yang memiliki aroma unik yaitu rempah. Jenis kopi
Arabika memiliki kualitas tinggi dan cita rasa yang lebih halus serta kadar kafein
2

yang rendah dibandingkan dengan kopi Robusta sehingga harganya lebih mahal.
Beberapa varietas kopi Arabika yang dibudidayakan di Kabupaten Solok yaitu
Kartika, Sigarar Utang, Lini-S dan Andungsari. Varietas Kartika dan Sigarar
Utang yang telah banyak dibudidayakan dan dikembangkan dibanding varietas
lainnya.
Rendahnya produktivitas dan mutu kopi salah satunya disebabkan adanya
serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) diantaranya hama penggerek
buah kopi/PBKo (Hypothenemus hampei Ferr) (Kadir et al., 2003). Hama ini
dapat menyerang buah kopi yang masih muda ataupun yang sudah tua yang
ditandai dengan adanya lubang bekas gerekan disekitar diskus pada ujung buah.
Syarat mutu kopi yang umum yaitu dilihat dari ukuran biji, kadar air dan
persentase cacat. Warna biji yang hitam, hitam sebagian, hitam pecah, biji
berlubang satu dan biji berlubang lebih dari satu yang disebabkan oleh hama dan
penyakit merupakan nilai cacat (defect system) yang harus diperhatikan dalam
pengeksporan kopi. Cacat biji kopi akan berpengaruh pada mutu dan juga
terhadap cita rasa kopi.
Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini sangat nyata karena secara
langsung menurunkan produksi kopi baik secara kuantitas maupun mutu/kualitas
yang berakibat penurunan harga biji kopi yang dihasilkan. Pada tingkat serangan
di lapangan sekitar 20%, penurunan produksi diperkirakan mencapai sekitar 10%,
kondisi ini belum termasuk penurunan kualitas karena banyaknya biji berlubang
akibat serangan penggerek buah kopi (Yahmadi, 2000; Kirom, 2005 dan Sailan,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian Silitonga (2015) di Kabupaten Tapanuli
Utara, Sumatera Utara menunjukkan bahwa kepadatan populasi hama penggerek
buah kopi berpengaruh terhadap tingkat serangan hama penggerek buah kopi.
Kepadatan populasi tertinggi adalah pada stadia larva dengan rata-rata jumlah
populasi berkisar antara 2,1-11,2 ekor dan terendah terdapat pada stadia pupa
dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 0,88-4,45 ekor. Penelitian Purba
et al., (2015) di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara juga menyatakan bahwa
kepadatan populasi hama PBKo pada buah kopi Arabika berwarna merah
memiliki hubungan yang nyata terhadap persentase kehilangan hasil pada buah
3

warna merah, tetapi persentase serangan tidak memiliki hubungan yang nyata
terhadap kepadatan populasi dan persentase kehilangan hasil. Persentase serangan
PBKo tertinggi sebesar 46,78% terdapat di Desa Dolok Huluan dan yang terendah
yaitu 5,42% terdapat di Desa Bangun Saribu. Persentase kehilangan hasil tertinggi
sebesar 17,25% terdapat di Desa Simpang Hinalang dan terendah yaitu 8,45%
terdapat di Desa Bosi Sinombah. Kepadatan populasi PBKo tertinggi sebesar
17,80 terdapat pada buah berwarna merah. Beberapa varietas kopi Arabika
memiliki reaksi ketahanan yang beragam terhadap hama dan penyakit. Hulupi et
al., (2013) menyatakan bahwa varietas Borbor menunjukkan reaksi lebih tahan
terhadap serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dan nematoda parasit
dibanding varietas Timtim Aceh. Penelitian Rismayani et al., (2013) juga
melaporkan bahwa populasi kutu tempurung (C. viridis) dan kutu daun (A.
gossypii) paling banyak ditemukan pada kopi arabika varietas Kartika
dibandingkan dengan varietas Sigarar Utang dan S795.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Kecamatan Lembah Gumanti
dan Danau Kembar, Kabupaten Solok terdapat serangan hama PBKo. Berdasarkan
masalah tersebut dan belum adanya informasi tingkat serangan PBKo untuk
varietas tertentu pada pertanaman kopi Arabika di Kabupaten Solok, maka telah
dilakukan penelitian dengan judul “Tingkat Serangan Penggerek Buah Kopi
Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Pada Kopi Arabika (Coffea
arabica L) Varietas Kartika Dan Sigarar Utang Di Kabupaten Solok”.

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh


perbedaan 2 varietas kopi Arabika yaitu Kartika dan Sigarar Utang terhadap
tingkat serangan PBKo di Kabupaten Solok.

B. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini di harapkan dapat dijadikan dasar untuk upaya teknik
pengendalian yang tepat terhadap serangan PBKo di Kecamatan Danau Kembar
dan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.

Anda mungkin juga menyukai