MAKALAH PANCASILA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
dan rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pancasila sebagai etika politik” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Rahmatullah,S.IP.,MSi. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila, tugas yang
telah di berikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami mengenai bagaimana
rasa keadilan sebagai cita-cita dalam penegakan hukum.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap
berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu,
diharapkan kritik dan saran untuk makalah ini dengan harapan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah berikutnya.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pada hakikatnya, Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai
yang bersumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma sosial, maupun
norma kenegaraan lainnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memberikan
dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia, baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut sifatnya praksis atau nyata
dalam masyarakat, bangsa maupun negara, yang kemudian dijabarkan dalam suatu
norma- norma yang jelas hingga menjadi suatu pedoman. Jadi sila-sila Pancasila
merupakan suatu sistem nilai- nilai etika yang merupakan sumber norma yang pada
gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral, maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
Politik secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mencapai
cita-cita yang berhubungan dengan kekuasaan. Pancasila sebagai dasar negara, menjadi
pedoman tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dipahami, dihayati dan
diamalkan dalam tata kehidupan berpolitik. Oleh karena itu, setiap warga Negara dan
penyelenggara Negara harus mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan
Pancasila Dalam segala bidang kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat,
karena Pancasila Merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai, karena
etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”, sifat seseorang dikatakan susila atau
bijak apabila ia melakukan kebaikan, sebaliknya seseorang dikatakan tidak susila apabila
ia melakukan kejahatan.
III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari nilai, norma, dan moral.
2. Untuk mengetahui pengertian etika
3. Untuk mengetahui pengertian politik
4. Untuk mengetahui apa itu etika politik
5. Untuk mengetahui peranan Pancasila sebagai etika politik di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian,maka
nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-
kenyataan lainnya. Dalam kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat
dikelompokkan kepada tiga macam, yaitu :
1. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan
tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam
prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat,
esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan objektif dari
segala sesuatu. Contohnya, hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk
lainnya. Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada
suatu benda, kuantitas, aksi, ruang dan waktu, nilai itu dapat juga
disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang
praktis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran
norma tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa
Indonesia adalah nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Nilai Instrumental
3. Nilai Praksis
B. Norma
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi,
pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa
peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika,
moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan
yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan
negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak
dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah
perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu
tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang
kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar. Sedangkan
pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang
biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan
perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat
baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.
Menurut K. Bertens, 3 pengertian etika, yaitu yang pertama, etika adalah nilai
moral dan norma yang menjadi pedoman, baik bagi suatu individu maupun suatu
kelompok, dalam mengatur tindakan atau perilaku. Dengan kata lain, pengertian ini
disebut juga sebagai sistem nilai di dalam hidup manusia, baik perorangan maupun
bermasyarakat. Kedua, etika berarti ilmu mengenai baik dan buruknya manusia
(moral). Ketiga, etika juga diartikan sebagai kumpulan nilai moral dan asas (kode
etik). Wilfridus. J. S Poerwadarminta, salah satu tokoh sastra Indonesia,
mengemukakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan terkait perbuatan dan perilaku
manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya yang ditentukan oleh manusia pula.
Istilah etika sendiri berasal dari bahasa Perancis yakni "etiquete; yang
mempunyai arti tata pergaulan yang baik antara manusia atau peraturan/ketentuan
yang menetapkan tingkah laku yang baik dalam hubungan dengan orang lain. Istilah
yang sepadan dengan etika seperti tata krama, tata sopan santun, norma sopan santun,
tata cara bertingkah laku yang baik, perilaku yang baik dan menyenangkan. Kata tata
krama berasal dari kata tata yang berarti adat aturan atau norma, sedangkan kata
krama berarti sopan santun, kelakuan, tindakan dan perbuatan, sedangkan kata
pergaulan menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain. Dengan demikian
pengertian etika dan tatakrama pergaulan berarti sopan santun atau, tata sopan santun
antar sesama manusia. Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu:
A. Etika Keutamaan
B. Etika Teleologi
Etika teleologi berasal dari bahasa kata Yunani telos, yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos berarti perkataan. Teleologi adalah ajaran yang
menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu.
Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa diartikan sebagai
pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan.
C. Etika Deontologis
Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani
‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan,
deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang’.
1. Klasik
2. Kelembagaan
Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis
formal yang statis. Negara dianggap memiliki hak monopoli kekuasaan fisik yang
utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara yang
sudah ada diferensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas
wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.
3. Kekuasaan
4. Fungsionalisme
David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif
berdasarkan kewenangan dan mengikat suatu masyarakat. Sedangkan menurut
Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when gets dan how gets
nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan
kebijakan umum.
5. Konflik
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku
etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian "moral"
senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa
dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa, maupun negara. Dasar ini lebih
menguatkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
Etika politik merupakan sebuah cabang dan ilmu etika yang membahas
hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai
dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat
manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma
digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas
ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan
ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia
melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi
kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai
objektif juga) hasil kesepakatan awal Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode
kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam
menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa etika politik
hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh
karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.
3. Persatuan Indonesia
keutuhan negara dan kebaikan bersama. Oleh karena itu sila ketiga in juga
berkaitan dengan legitimasi moral.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan
yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal
muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada
rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik
praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif,
konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain har memiliki "legitimasi
demokratis".
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif,
yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi
hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-
nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering
terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan,
pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan
dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaitan dengan bidang
kehidupan politik, politik juga memiliki makna dan bermacam-macam kegiatan,
dalam sistem politik negara dan politik lainnya harus berpedoman dan mengacu pada
butir- butir yang terdapat dalam Pancasila, dengan tujuan demi kepentingan Negara
dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan semata-mata untuk kepentingan
pribadi atau individu. Dalam hubungan dengan etika politik bahwa pengertian politik
harus dipahami secara lebih luas yaitu yang menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut Negara dan Masyarakat. Dalam
kapasitas berhubungan dengan moral, maka kebebasan manusia dalam menentukan
tindakan harus bisa dipertanggungjawabkan, sesuai aturan yang telah ditetapkan dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekelilingnya. Sifat serta ciri khas
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualitas ataupun
sosialistis melainkan segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta arah dari tujuan
politik harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
II. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Pureklolon, Thomas Tokan. 2020. Pancasila Sebagai Etika Politik dan Hukum Negara
Indonesia. Law Review Volume XX, No. 1 – Juli 2020
Sabilla Febriany, F., & Anggraeni Dewi, D. . (2021). Nilai-Nilai Pancasila dan Dinamika
Etika Politik Indonesia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(4), 690–695.
Yanto, Dwi. 2017. Etika Politik Pancasila. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan
Volume 15 No.27 April 2017
Weruin, Urbanus Ura. 2019. Teori-Teori Etika Dan Sumbangan Pemikiran Para Filsut Bagi
Etika Bisnis. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Issn 2579-6224 (Versi Cetak)
Vol. 3, No. 2, Oktober, 2019: Ilm 313-322