Anda di halaman 1dari 18

lOMoARcPSD|17333421

Makalah Pancasila sebagai Etika Politik

Pancasila (Universitas Hasanuddin)

StuDocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)
lOMoARcPSD|17333421

MAKALAH PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
dan rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pancasila sebagai etika politik” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Rahmatullah,S.IP.,MSi. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila, tugas yang
telah di berikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami mengenai bagaimana
rasa keadilan sebagai cita-cita dalam penegakan hukum.

Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap
berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu,
diharapkan kritik dan saran untuk makalah ini dengan harapan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah berikutnya.

Makassar, 12 Mei 2022

Kelompok 4

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Pengertian Nilai, Norma dan Moral........................................................................3


B. Pengertian Etika.......................................................................................................6
C. Pengertian Politik.....................................................................................................7
D. Etika Politik.............................................................................................................9
E. Pancasila Sebagai Etika Politik...............................................................................10

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 15

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pada hakikatnya, Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai
yang bersumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma sosial, maupun
norma kenegaraan lainnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memberikan
dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia, baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut sifatnya praksis atau nyata
dalam masyarakat, bangsa maupun negara, yang kemudian dijabarkan dalam suatu
norma- norma yang jelas hingga menjadi suatu pedoman. Jadi sila-sila Pancasila
merupakan suatu sistem nilai- nilai etika yang merupakan sumber norma yang pada
gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral, maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

Politik secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mencapai
cita-cita yang berhubungan dengan kekuasaan. Pancasila sebagai dasar negara, menjadi
pedoman tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dipahami, dihayati dan
diamalkan dalam tata kehidupan berpolitik. Oleh karena itu, setiap warga Negara dan
penyelenggara Negara harus mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan
Pancasila Dalam segala bidang kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat,
karena Pancasila Merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai, karena
etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”, sifat seseorang dikatakan susila atau
bijak apabila ia melakukan kebaikan, sebaliknya seseorang dikatakan tidak susila apabila
ia melakukan kejahatan.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan nilai, norma, dan moral?
2. Apa yang dimaksud dengan etika?
3. Apa yang dimaksud dengan politik?
4. Apa yang dimaksud dengan etika politik?
5. Bagaimana peranan Pancasila sebagai etika politik di Indonesia

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari nilai, norma, dan moral.
2. Untuk mengetahui pengertian etika
3. Untuk mengetahui pengertian politik
4. Untuk mengetahui apa itu etika politik
5. Untuk mengetahui peranan Pancasila sebagai etika politik di Indonesia

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

BAB II

PEMBAHASAN

I. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral


A. Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian,maka
nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-
kenyataan lainnya. Dalam kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat
dikelompokkan kepada tiga macam, yaitu :

1. Nilai Dasar

Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan
tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam
prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat,
esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan objektif dari
segala sesuatu. Contohnya, hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk
lainnya. Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada
suatu benda, kuantitas, aksi, ruang dan waktu, nilai itu dapat juga
disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang
praktis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran
norma tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa
Indonesia adalah nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila.

2. Nilai Instrumental

Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan


dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila
nilai

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

dasar tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran


yang jelas dan konkret. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai tersebut
akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan kebijakan atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar, sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai-nilai
instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam
kehidupan ketatanegaraan kitam nilai instrumental itu dapat kita
temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang
merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-
nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna
yang konkret dalam praktek ketatanegaraan kita.

3. Nilai Praksis

Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental


dalam kehidupan yang lebih nyata. Dengan demikian, nilai praksis
merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai
instrumental. Berhubung fungsinya sebagai penjabaran dari nilai dasar
dan nilai instrumental, maka nilai praksis dijiwai oleh nilai-nilai dasar
dan instrumental dan sekaligus tidak bertentangan dengan nilai-nilai
dasar dan instrumental tersebut. Nilai praksis dalam kehidupan
ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organic, yaitu
semua perundang-undangan yang berada dibawah UUD 1945 sampai
kepada peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh pemerintah. Apabila
dikaitkan dengan nilai-nilai yang dibahas diatas, maka nilai-nilai dasar
terdapat dalam UUD 1945, yaitu dalam pembukaannya, sedangkan
nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan
juga dalam ketetapan MPR. Nilai praksis dapat ditemukan dalam
peraturan perundang-undangan berikutnya, yaitu dalam Undang-udang
sampai kepada peraturan dibawahnya.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

B. Norma

Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam


kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan
religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki
oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya
dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum,
dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang
dikenal dengan sanksi, misalnya:

● Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan


● Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan penyesalan
terhadap diri sendiri.
● Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa dikucilkan dalam
pergaulan masyarakat.
● Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau
denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
C. Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi,
pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa
peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika,
moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.

Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan
yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan
negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.

II. Pengertian Etika

Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak
dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah
perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu
tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang
kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar. Sedangkan
pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang
biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan
perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat
baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat.

Menurut K. Bertens, 3 pengertian etika, yaitu yang pertama, etika adalah nilai
moral dan norma yang menjadi pedoman, baik bagi suatu individu maupun suatu
kelompok, dalam mengatur tindakan atau perilaku. Dengan kata lain, pengertian ini
disebut juga sebagai sistem nilai di dalam hidup manusia, baik perorangan maupun
bermasyarakat. Kedua, etika berarti ilmu mengenai baik dan buruknya manusia
(moral). Ketiga, etika juga diartikan sebagai kumpulan nilai moral dan asas (kode
etik). Wilfridus. J. S Poerwadarminta, salah satu tokoh sastra Indonesia,
mengemukakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan terkait perbuatan dan perilaku
manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya yang ditentukan oleh manusia pula.

Istilah etika sendiri berasal dari bahasa Perancis yakni "etiquete; yang
mempunyai arti tata pergaulan yang baik antara manusia atau peraturan/ketentuan
yang menetapkan tingkah laku yang baik dalam hubungan dengan orang lain. Istilah
yang sepadan dengan etika seperti tata krama, tata sopan santun, norma sopan santun,
tata cara bertingkah laku yang baik, perilaku yang baik dan menyenangkan. Kata tata
krama berasal dari kata tata yang berarti adat aturan atau norma, sedangkan kata
krama berarti sopan santun, kelakuan, tindakan dan perbuatan, sedangkan kata
pergaulan menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain. Dengan demikian
pengertian etika dan tatakrama pergaulan berarti sopan santun atau, tata sopan santun
antar sesama manusia. Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu:

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

A. Etika Keutamaan

Etika Keutamaan atau etika kebajikan yang mempelajari tentang keutamaan


yang berarti perbuatan baik, atau buruknya seorang manusia. Etika ini akan
mengarahkan bagaimana seseorang harus berperilaku semestinya.

B. Etika Teleologi

Etika teleologi berasal dari bahasa kata Yunani telos, yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos berarti perkataan. Teleologi adalah ajaran yang
menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu.
Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa diartikan sebagai
pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan.

C. Etika Deontologis

Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani
‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan,
deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang’.

III. Pengertian Politik

Politik berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam-


macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses
penentuan tujuan–tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu.
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan
para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan
aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh
unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
Pengertian secara sederhana tentang Politik adalah, Suatu kegiatan untuk mencapai
cita-cita yang berhubungan dengan kekuasaan.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

Menurut teori klasik Aristoteles, pengertian politik adalah usaha yang


ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Miriam Budiardjo
menyebutkan pengertian politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem
itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Beberapa konsep politik, yaitu:

1. Klasik

Pada pandangan klasik, politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu


kebaikan bersama yang dianggap memiliki nilai moral yang lebih tinggi.
Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai
ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan, kebenaran dan kebahagiaan.
Pandangan klasik dianggap kabur seiring banyaknya penafsiran tentang
kepentingan umum itu sendiri.

2. Kelembagaan

Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis
formal yang statis. Negara dianggap memiliki hak monopoli kekuasaan fisik yang
utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara yang
sudah ada diferensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas
wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.

3. Kekuasaan

Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan mempertahankan


kekuasaan ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan sendiri adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik pikiran maupun
perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang
mempengaruhi. Kelemahan dari konsep ini adalah tidak dapat dibedakannya
konsep beraspek politik dan yang non politik dan juga kekuasaan hanya salah satu
konsep dalam ilmu politik, masih ada konsep ideologi, legitimasi dan konflik.

4. Fungsionalisme

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif
berdasarkan kewenangan dan mengikat suatu masyarakat. Sedangkan menurut
Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when gets dan how gets
nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan
kebijakan umum.

5. Konflik

Pandangan konflik mendeskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan untuk


mempengaruhi perumusan dan kebijaksanaan umum dalam rangka usaha untuk
mempengaruhi, mendapatkan dan mempertahankan nilai. Oleh karena itu sering
terjadi perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan
pihak yang mempertahankan nilai. Kelemahan konsep ini adalah tidak semua
konflik berdimensi politik

IV. Etika Politik

Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku
etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang
pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian "moral"
senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa
dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa, maupun negara. Dasar ini lebih
menguatkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.

Etika politik merupakan sebuah cabang dan ilmu etika yang membahas
hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai
dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat
manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma
digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas
ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan
ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia
melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.

Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi
kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

objektif juga) hasil kesepakatan awal Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode
kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam
menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa etika politik
hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh
karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat


teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan
secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah
ideologis dapat dijalankan secara objektif.

Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik.


Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai
lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan
manusia (makhluk individu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah
legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat
berhak untuk menuntut pertanggungjawaban. Legitimasi etis mempersoalkan
keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi in muncul
dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik legislatif maupun eksekutif dapat
dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Moralitas kekuasaan lebih banyak
ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

V. Pancasila Sebagai Etika Politik

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism,


karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun
Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah
diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-
nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila
adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat
legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang
termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bag kehidupan


kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia
bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi
religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi
religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun
Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara
moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu
asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral.

2. Kemanusinan yang Adil dan Beradab

Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan


negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup
secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip
hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan
penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum Dalam kehidupan negara
kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang
diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas
kemanusinan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam
penyelenggaraan negara.

3. Persatuan Indonesia

Persatuan berarti utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung


pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi
satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural yang
memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang
rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat persatuan sehingga tidak
muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan dan

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

keutuhan negara dan kebaikan bersama. Oleh karena itu sila ketiga in juga
berkaitan dengan legitimasi moral.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan dan Perwakilan

Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan
yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal
muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada
rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik
praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif,
konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain har memiliki "legitimasi
demokratis".

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu


prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena u
keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam
kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan,
kewenangan serta pembagian senantiasa harus berdasarkan hukum yang
berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan
akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara. Pola pikir
untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak
dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana
dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan dengan penuh
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu Etika politik
Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk meneliti perilaku politik Negara,
terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau shah sebuah
kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan
tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif,
yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi
hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-
nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering
terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan,
pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan
dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaitan dengan bidang
kehidupan politik, politik juga memiliki makna dan bermacam-macam kegiatan,
dalam sistem politik negara dan politik lainnya harus berpedoman dan mengacu pada
butir- butir yang terdapat dalam Pancasila, dengan tujuan demi kepentingan Negara
dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan semata-mata untuk kepentingan
pribadi atau individu. Dalam hubungan dengan etika politik bahwa pengertian politik
harus dipahami secara lebih luas yaitu yang menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut Negara dan Masyarakat. Dalam
kapasitas berhubungan dengan moral, maka kebebasan manusia dalam menentukan
tindakan harus bisa dipertanggungjawabkan, sesuai aturan yang telah ditetapkan dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekelilingnya. Sifat serta ciri khas
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualitas ataupun
sosialistis melainkan segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta arah dari tujuan
politik harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

II. Saran

Pancasila hendaknya disosialisasikansecara mendalam sehingga dalam


kehidupanberbangsa, bernegara dan bermasyarakat sertaberpolitik dalam berbagai
segi kegiatan dapat terwujud dengan baik dan lancar. Untuk Mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur, pemerintah selaku pemegang amanat rakyat dan
penyelenggara Negara harus mentaati peraturan yang telah ditetapkan, karena
kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut,
pemerintah yang didukung penuh oleh rakyat, karena kedaulatan tertinggi berada di
tangan dan rakyat merupakan bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)


lOMoARcPSD|17333421

DAFTAR PUSTAKA

Nambo, Abdulkadir B. Paluhuluwa, Muhammad Rusdiyanto. 2005. Memahami Tentang


Beberapa Konsep Politik (Suatu Telaah dari Sistem Politik). Volume XXI No. 2 April
± Juni 2005 : 262 - 285

Pureklolon, Thomas Tokan. 2020. Pancasila Sebagai Etika Politik dan Hukum Negara
Indonesia. Law Review Volume XX, No. 1 – Juli 2020

Sabilla Febriany, F., & Anggraeni Dewi, D. . (2021). Nilai-Nilai Pancasila dan Dinamika
Etika Politik Indonesia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(4), 690–695.

Yanto, Dwi. 2017. Etika Politik Pancasila. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan
Volume 15 No.27 April 2017

Weruin, Urbanus Ura. 2019. Teori-Teori Etika Dan Sumbangan Pemikiran Para Filsut Bagi
Etika Bisnis. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Issn 2579-6224 (Versi Cetak)
Vol. 3, No. 2, Oktober, 2019: Ilm 313-322

Downloaded by Akhmad Efendi (fendik285@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai