Anda di halaman 1dari 6

Perkenalkan, aku Tuan yang dipuja karena janji pada rakyat.

Perkenalkan, aku Puan, tokoh perempuan andalan senayan.


Perkenalkan, namaku Jelata, penghuni neraka kemiskinan kota.
Perkenalkan, namaku Duafa, pemilik wajah kusam penuh luka.
Perkenalkan, ini aku Sang Pejuang, yang hina di mata pemerintah, mulia di mata rakyat.
Lalu aku? Aku Si Apatis.

Dan inilah....

‘DIALOG PETANG HARI’

Permisi... (Jelata)
Yah, pada siapa aku berbicara? (Tuan)
Pada jasad baru yang belum kau kuburkan Tuan (Jelata)
Jasad yang mana? (Tuan)

Yang tersungkur di depan kantormu itu adalah jasad kawanku Tuan (Duafa)
Si Jelata yang tak kau kehendaki adanya (Duafa)
Apa atau mungkin siapa gerangan yang membunuhnya? (Duafa)
Sehabis kawanku, sekarang aku yah Tuan? (Duafa)

Pilu merambat, negeriku berubah jadi pemakaman umum (Pejuang)


60 ribu jasad itu tak sendiri di kiang lahat yang kian sempit
Ikut terkubur di dalamnya, hukum, keadilan, hak (Pejuang)
Rasanya semua sudah mati sedari dulu. Diterkam ketamakan. (Pejuang)

Tapi toh tidak ada yang peduli (Apatis)


Berita artis penikmat narkoba itu terdengar lebih seru (Apatis)
Tren di tiktok itu lebih menarik (Apatis)

Menarik adalah ketika kau menyepelekan virus asal wuhan itu (Tuan)
Menarik adalah ketika kau tutup telinga saat kami berpidato (Puan)
Menarik adalah ketika kau tutup mata saat kami berlaku adil (Tuan)
Adil yang mana Tuan? (Jelata)
Pada rakyat yang kuwakili (Puan)
Rakyat yang mana tuan? (Duafa)

Komprador asing, investor, para pemangku jabatan dan si tua bergigi emas. (Pejuang)
Itu rakyatmu? Bukan kami tuan, bukan kami rakyatmu. (Pejuang)

Rakyatnya adalah kau (Apatis)


Yang berteriak lantang soal reformasi (Apatis)
Seolah cinta dan peduli (Apatis)
Padahal aslinya bisu dan tuli (Apatis)

Petang itu, hujan rinai (Duafa)


Harum kemenyan dan aroma tanah saling mendominasi (Duafa)
Ironis, jasadku tersirap ‘Bukan virus itu yang membunuhku Tuan!’ ‘Sungguh rupanya ada
yang lebih mematikan Puan’ ‘Namun kenapa aku kau bungkam?!’ (Jelata)

Ku minta bicara kau diam, (Tuan)


ku minta diam kau berontak, (Puan)
pantaslah kau ku bungkam! (Tuan & Puan)

Bungkam! Bungkam saja tuan (Pejuang)


Bungkam kami para pejuang (Pejuang)
Runtuhkan harapan para rakyat kecil (Pejuang)

Aku kelaparan, (Duafa)


Tapi kenyang dengan berita di layar televisi itu. (Duafa)
Kenyang dengan diskon wisata (Jelata)
Dengan vaksin berbayar (Jelata)
Dengan data palsu (Duafa)
Dengan pilkada (Jelata)
Dengan omnibus (Duafa)
Kenyang dengan kesengsaraan (Jelata)

Wow
Jangan dilawan nak! Mereka berduit (Apatis)
Kau diam saja, redam suaramu (Apatis)

Gawat tuan, gawat (Jelata)


Kantong-kantong bansos kami raib (Jelata)
Ada yang diam-diam mencuri beras di lumbung kami yang kosong. (Jelata)
Nurani bangsa ini sungguh naas (Jelata)
Dimakan, ditusuk, diinjak-injak (Jelata)

Gawat Tuan, gawat (Duafa)


Tersungkur seorang rakyat (Duafa)
Bukan karena virus, (Duafa)
Karena kelaparan, karena perut kurus kering kerontang (Duafa)

Satu dua berteriak, sepuluh dua puluh berbisik (Tuan)


Jutaan sisanya diam tak mau tahu (Tuan)
Barangkali kami benar, kalian hanyalah kuda yang ditunggangi anti rezim (Tuan)
Dasar si Miskin yang bodoh! Jadi budak konspirasi (Puan)
Memerangi negerinya, merontokkan buminya sendiri. (Puan)

Kami tidak bodoh, (Jelata)


Tapi dibodohkan! (Pejuang)
Kami tidak positif, (Duafa)
Tapi dipositifkan! (Pejuang)

Hei! Kalian berisik sekali. (Apatis)


Kalian bukan penduduk senayan, diam saja. (Apatis)
Kemari, temani aku memilih barang luar negeri (Apatis)

Diamlah ketika kau tak paham (Tuan)


Jangan belagak heroik (Tuan)
Sedang diawal menganggap penyakit ini lelucon garing (Tuan)
Dunia ini serakah, (Puan)
Pagebluk itu nyata. (Puan)
Aku pun calon korban. (Puan)
Yang tak berhenti berjuang demi kemakmuran. (Puan)

Jangan cerita perihal kemakmuran Puan. (Pejuang)


Sebab kemakmuran hanya untuk hewan peliharaan Tuan dan Puan (Pejuang)

Jiwaku Pancasila Tuan! Tapi kenapa nyawaku milik pemerintah? (Jelata)


Kewargaanku Indonesia Tuan! Tapi anak-anakku tak punya ponsel untuk sekolah? (Duafa)
Tanah airku Indonesia Yang Mulia! Tapi jualanku digusur siapa? (Duafa)

Lihatlah Tuan (Jelata)


Bagaimana mungkin hukum menerkam makhluk busuk lantas menjunjung si agung? (Jelata)
Bagaimana mungkin virus pilih kasih, menghabisi rakyat kecil lantas tak bisa membunuh
pejabat (Jelata)
Apa yang sebenarnya terjadi? (Duafa)
Mengapa neraca keadilan berat sebelah? (Duafa)
Apa yang kau isikan? (Duafa)
Mengapa kawanku si Jelata binasa? Apa benar karena virus? Ataukah karena.. Sungguh
takut aku mengatakannya, apa karena… (Duafa)

Uang! Hahaha (Apatis)


Durjana menertawakanmu wahai Duafa (Apatis)
Satu korban berarti segepok dollar (Apatis)
Tapi sudahlah, jangan munafik (Apatis)
dibalik layar pun kau sama gilanya dengan Tuan dan Puan (Apatis)

Yah, Tuanmu ini hilang akal (Tuan)


Yah, Puanmu ini manusia serakah (Puan)
Tapi izinkan aku bertanya, (Tuan)
Adakah yang mulia rakyat mengapresiasi kerja kami? (Puan)

Jasadku tengah dikuburkan Tuan (Jelata)


Terlalu tertatih untuk memujamu (Jelata)
Kelewat letih untuk mengharapkanmu (Jelata)
Kita, kita ini sedang berduka Puan (Duafa)
Puluhan ribu berguguran (Duafa)
Ada yang tenggelam.. (Duafa)
Bukan, ini bukan tentang kapal selam Nanggala 402 (Duafa)
Kali ini, keadilan yang tenggelam (Duafa)

Tidak! Jangan biarkan tenggelam (Pejuang)


Jangan pernah Tuan, Jangan pernah Puan. (Pejuang)
Jangan biarkan karam,tidak juga mati. (Pejuang)
Jangan pernah Jelata. Jangan pernah duafa. (Pejuang)

Tuan dan Puan terhormat, tegakkan keadilan di bumi pertiwi ini Tuan. (Pejuang)
Jelata dan Duafa terkasih, satukan diri dan mari berjuang bersama di pandemi ini. (Pejuang)
Kebenaran itu tak akan lagi keluh bersama lidah (Pejuang)
Keadilan itu tak akan lagi tenggelam bersama kita (Pejuang)

Kepada siapa keadilan berpihak?


Pada tuan dan puan kah?
Pada rakyat jelata dan kaum duafa kah?
Tidak. Bukan. Bukan hanya salah seorang di antara kamu yang ku sebutkan tadi.
Keadilan tak mestinya pilih kasih
Sisi yang ringan diberatkan
Sisi yant berat diringankan
Agar seimbang timbangan itu
Kebenaran tak mestinya bermata satu
Semua diperlakukan seragam
Yang salah tetap disalahkan
Yang benar haruslah dibenarkan
Tak bertiang langit kejujuran
Ia dibangun dengan kearifan
Dengan mata pedang keadilan
Keyakinan berdiri di atas kebenaran
Karena...

“Dormiunt aliquando leges nunquam moriuntur” (SEMUA)


Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati. (SEMUA)

Anda mungkin juga menyukai