Anda di halaman 1dari 11

Inseminasi buatan merupakan salah satu teknologi reproduksi yang dapat meningkatkan mutu

genetik dan menghindari terjadinya inbreeding serta penyakit penularan (Hafez, 2000a dan Juhani,
2009). Inseminasi buatan dapat meningkatkan efisiensi reproduksi (Hafez, 2000a). Teknologi reproduksi
IB sudah lama diperkenalkan dan diterapkan pada peternakan di Indonesia (Wulan et al., 2005)

Berhasilnya suatu program Inseminasi buatan (IB) pada ternak tergantung pada kualitas dan
kuantitas semen yang diejakulasikan seekor pejantan, kesanggupan untuk mempertahankan kualitas,
dan memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak betina akseptor yang bisa diinseminasi.
Inseminasi buatan adalah suatu cara untuk memasukkan semen beku (sperma beku) yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari organ reproduksi ternak yang disaluran ke
organ reproduksi betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun.
Inseminasi buatan merupakan cara paling berhasil dan dapat diterima secara luas oleh masyarakat
Indonesia (Solihati dan Kune, 2009)

Penggunaan teknik inseminasi buatan berkaitan erat dengan kualitas semen. Kualitas semen
dipengaruhi oleh faktor internal (umur, bangsa dan genetik) dan faktor eksternal (pakan, lingkungan dan
pengencer yang digunakan). Semen yang umum digunakan untuk melakukan inseminasi yaitu semen
beku dan semen cair namun semen beku memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan
semen cair (Wijayanti dan Simanjuntak, 2006).

Untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi dibutuhkan bahan pengencer semen
yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses pendinginan, pembekuan, maupun
pada saat pencairan (thawing) (Aboagla dan Terada, 2004a). Bahan pengencer semen beku harus
mengandung sumber nutrisi, bahan penyangga (buffer), bahan anti cekaman dingin (cold shock),
antibiotik, dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pembekuan dan
thawing. Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah karbohidrat terutama fruktosa yang
paling mudah dimetabolisasi oleh spermatozoa (Toelihere, 1993). Buffer atau penyangga berfungsi
sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa
metabolisme spermatozoa, buffer yang umum digunakan adalah tris (hydroxymethyl) aminomethan
yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam
konsentrasi yang tinggi (Steinbach dan Foote, 1967). Bahan anti cekaman dingin atau cold shock yang
umum ditambahkan adalah kuning telur atau ekstrak kacang kedelai (Aboagla dan Terada, 2004b), yang
dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan
ke suhu ekuilibrasi (5oC).
Masalah utama yang sering dihadapi pada bahan pengencer yaitu belum adanya informasi yang
cukup untuk bahan pengencer yang mudah diperoleh secara cepat, mudah dan murah namun mampu
mempertahankan kualitas spermatozoa lebih lama. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat
memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan kualitas spermatozoa sehingga
pada akhirnya dapat memperpanjang lama waktu penyimpanannya pasca pengenceran (Solehati dan
Kune, 2009)

Teknologi pengenceran semen di Indonesia banyak menggunakan tris kuning telur dengan
kuning telur sebagai bahan utama, karena bahan ini relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Aboagla
dan Terada, (2004b), kuning telur adalah bahan anti cold shock sehingga mampu menekan kematian
spermatozoa pada saat proses pembekuan, maka dari itu kualitas telur dari penyimpanan dan komposisi
kimia juga harus diperhatikan karena hal tersebut berkorelasi dengan kualitas semen yang akan
dibekukan

REVERENSI

http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1373/1/BAB%20I.pdf
Inseminasi buatan adalah teknik reproduksi bantuan yang bertujuan untuk
membantu sperma mencapai rahim/saluran indung telur dengan cara
memasukkan sperma langsung ke dalam rahim/saluran indung telur pada masa
ovulasi wanita, melalui kateter kecil, sehingga membantu terjadinya pembuahan
yang berujung dengan kehamilan. Sekitar 2 minggu sesudah dilakukan
inseminasi, maka akan dilakukan tes kehamilan untuk mengetahui keberhasilan
inseminasi.

Angka keberhasilan inseminasi intra uterine (IIU) berkisar antara 8-12% per
siklus. Sebuah penelitian melaporkan bahwa angka kehamilan pada IIU per
pasien adalah 10-20%, dimana angka terendah adalah 5%. Menurut penelitian
lain, tingkat keberhasilan kehamilan menggunakan terapi inseminasi buatan
dapat mencapai 37,9 persen. Hal tersebut persentasenya sudah cukup  besar
dan banyak wanita yang berhasil hamil dengan teknik inseminasi tersebut.
Namun, hal ini tidak sama antara satu wanita dengan yang lainnya. Keberhasilan
kehamilan dengan teknik inseminasi buatan bervariasi tergantung kepada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya antara lain ; usia
pasien, jenis masalah kesuburan yang dimiliki pasien, kualitas sperma yang
digunakan, penggunaan obat kesuburan, dan faktor lainnya. Di samping itu, agar
program hamil tersebut berhasil, pasien perlu mengiimbangi dengan
menerapkan pola hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi yang dapat
meningkatkan kesuburan.

Indikasi Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi-kondisi berikut ini:

 Memiliki masalah infertilitas, baik yang diketahui penyebabnya atau yang tidak diketahui

 Memiliki lendir serviks terlalu kental yang menghalangi jalannya sperma

 Memiliki masalah ejakulasi atau ereksi

 Memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungan intim secara langsung
Persiapan Inseminasi Buatan
Untuk menjalani inseminasi buatan, dokter biasanya akan melakukan beberapa
pemeriksaan awal. Pemeriksaan seperti tes kesuburan harus dilakukan
pasangan suami istri untuk mengetahui kondisi kesuburan kedua belah pihak.
Sebelum inseminasi buatan dilakukan, dokter akan melakukan serangkaian
pemeriksaan untuk memastikan bahwa prosedur ini dapat dilakukan sesuai
dengan kondisi pasien.

Pemeriksaan tersebut antara lain berupa ; USG Transvaginal,


Hysterosalpingography (HSG), lab darah, kondisi sperma, dan pemeriksaan lain
yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien. Kondisi pasien wanita harus
dipastikan dalam keadaan sehat, terutama kondisi saluran indung telur (tuba
falopi). Inseminasi buatan sebaiknya tidak dilakukan pada wanita yang memiliki
kelainan pada tuba falopi. Selain itu, inseminasi buatan sebaiknya tidak
dilakukan pada wanita yang menderita endometriosis berat, yaitu kondisi ketika
jaringan yang membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh secara meluas di
luar rahim.

Inseminasi buatan diawali dengan menyiapkan sampel sperma. Dari sampel


sperma tersebut akan dipilih/diambil yang terbaik, agar dapat meningkatkan
peluang kehamilan. Selain itu, dokter juga akan menentukan waktu pelaksanaan
inseminasi buatan yang disesuaikan dari hasil pemantauan prediksi terjadinya
ovulasi. Biasanya, dokter akan memberikan pilihan untuk menunggu terjadinya
ovulasi secara alami atau dapat pula menggunakan obat untuk mempercepat
terjadinya ovulasi. Setelah ovulasi terdeteksi, dokter akan menentukan waktu
pelaksanaan inseminasi buatan. Pelaksanaan inseminasi buatan umumnya
dilakukan 1–2 hari setelah terlihat adanya tanda ovulasi.
Prosedur Inseminasi Buatan
Prosedur inseminasi buatan pada umumnya tidak menimbulkan rasa sakit,
namun sebagian wanita dapat merasakan kram sesaat setelah prosedur
dilakukan. Sesudah pelaksanaan inseminasi buatan, pasien dapat langsung
pulang ke rumah dan melakukan aktivitas seperti biasa. Pada beberapa kasus,
pasien mungkin mengalami keluarnya bercak darah atau flek dari vagina selama
1–2 hari setelah tindakan dilakukan. Tahap berikutnya adalah melihat hasil
inseminasi dengan tes kehamilan 2 minggu setelah pelaksanaan inseminasi. Jika
belum berhasil hamil, dokter dapat menyarankan inseminasi buatan ulang.
Apabila langkah ini masih belum berhasil untuk mencapai kehamilan, dokter
mungkin akan menganjurkan tindakan lain, yaitu proses bayi tabung.

Komplikasi Inseminasi Buatan


Inseminasi buatan pada umumnya merupakan prosedur yang tidak rumit dan
aman. Namun, beberapa risiko komplikasi mungkin dapat terjadi, salah satunya
adalah infeksi. Selain itu, pemakaian kateter dalam rahim saat inseminasi buatan
juga dapat menimbulkan iritasi/perdarahan kecil pada vagina. Meski demikian,
perdarahan ini tidak berpengaruh pada peluang untuk hamil.

Tujuan dan Indikasi Inseminasi Buatan


Inseminasi buatan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi-
kondisi berikut ini:

 Mengalami masalah infertilitas


 Memiliki lendir serviks terlalu kental yang menghalangi jalannya
sperma
 Mengalami masalah ejakulasi atau ereksi
 Memiliki alergi terhadap sperma
 Memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk berhubungan
intim secara langsung, seperti cacat fisik
Peringatan Inseminasi Buatan
Untuk menjalani inseminasi buatan, pasien wanita harus dipastikan
dalam keadaan sehat, terutama kondisi tuba falopinya. Inseminasi
buatan sebaiknya tidak dilakukan pada wanita yang memiliki kelainan
pada tuba falopi, seperti tersumbatnya tuba falopi akibat radang
panggul.
Selain itu, inseminasi buatan sebaiknya tidak dilakukan pada wanita
yang menderita endometriosis berat, yaitu kondisi ketika jaringan yang
membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh secara meluas di
luar rahim.

https://www.alodokter.com/inseminasi-buatan-ini-yang-harus-anda-ketahui

https://primayahospital.com/kebidanan-dan-kandungan/inseminasi-buatan/
#:~:text=Inseminasi%20buatan%20adalah%20teknik%20reproduksi,pembuahan%20yang%20berujung
%20dengan%20kehamilan.
Menurut pandangan ulama

 Red: irf



 0
  

ilustrasi

Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang
saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh PC
Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan
memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.

Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur
(ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.

Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan


sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah
menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah
(boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan
suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram,"
papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari
hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal
dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan
hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan
kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang
ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wani

ta tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya
haram.

Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah
SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan
Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya."

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram
adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara',"
papar ulama NU dalam fatwa itu.

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar
hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha
mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal
tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang
diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang ditabung itu
mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan
ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan
sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid
mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari
berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu
hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.

"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu
dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada
rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'."
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah
yang terjadi di dunia modern saat ini

https://www.republika.co.id/berita/114856/apa-hukum-bayi-tabung-menurut-islam

MENURUT NU
Para kiai saat itu memahami bayi tabung sebagai bayi yang dihasilkan bukan dari
persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil mani/sperma laki-laki dan ovum/mani perempuan,
lalu dimasukkan dalam suatu alat dalam waktu beberapa hari lamanya. Setelah hal tersebut
dianggap mampu menjadi janin, maka dimasukkan ke dalam rahim ibu. (PBNU, Ahkamul
Fuqaha, [Surabaya, Kalista-LTN PBNU: 2011 M], halaman 370). Hukum memproses bayi
tabung tidak dapat dijawab dengan hukum tunggal, yaitu mubah atau haram. Para peserta Munas
NU 1981 ketika itu merinci hukum bayi tabung dengan tiga rincian kasus berbeda. Pertama,
apabila mani yang ditabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami istri, maka hukumnya haram. Kedua, Apabila mani yang ditabung tersebut
mani suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.
Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami istri dan cara mengeluarkannya termasuk
muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istrinya sendiri, maka hukumnya boleh. Adapun
yang dimaksud dengan “Mani muhtaram ialah mani yang keluar atau dikeluarkan dengan cara
tidak dilarang oleh syara’. Sedang mani bukan muhtaram ialah selain yang tersebut di atas.”
(PBNU, 2011 M: 370). Putusan forum Munas NU 1981 ini didasarkan pada hadits yang dikutip
dari Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh. Berikut ini adalah kutipan
hadits dari Tafsir Ibnu Katsir, yang Artinya, “Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW
bersabda, ‘Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik daripada mani yang ditempatkan
seorang laki-laki (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya,” (Ibnu Katsir,
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-bayi-tabung-UotDz

1.Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang
sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama.

2.Bayi tabung dari pasangan suami-istri dengan titipan rahim istri yang lain
(misalnya dari istri kedua dititipkan pada istri pertama) hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah
yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak
yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung
kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

Hukum Bayi Tabung dalam Islam Berdasarkan Fatwa MUI Dewan Pimpinan Majelis Ulama
Indonesia, memutuskan; Memfatwakan:

Menurut hukum Islam Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari
suami istri lalu embrionya ditanamkan ke rahim istri maka
hukumnya mubah (boleh), karena asal sperma dan ovum berasal
dari suami istri, sehingga tidak menimbulkan masalah apa-apa.

Anda mungkin juga menyukai