Anda di halaman 1dari 7

Pemimpin kita ini nama lengkapnya adalah KH Abdul Razaq Fachruddin, dan

akrab disapa Pak AR. Beliau wafat di Yogyakarta pada 1995 dalam usia 79
tahun. Semasa hidupnya yang diisi dengan khidmah kepada Islam dan
Indonesia penuh dengan keteladanan yang patut ditiru generasi masa kini.

Kendati kami pernah bertemu, tapi kami tidak banyak merekam perilaku dan
keteladanannya kecuali melalui putra-putra beliau, khususnya Mas Luthfi
Purnomo, salah seorang putra beliau yang sangat akrab dengan kami sejak
mengenalnya tahun 1970-an sampai sekarang.

Mas Luthfi, begitu ia akrab disapa, pernah bercerita kepada kami. Suatu saat
ia berkata kepada ayahandanya apakah beliau berkenan apabila ia suatu saat
nanti berkiprah di luar Muhammadiyah. Maklum, Pak AR adalah ketua umum
PP Muhammadiyah sehingga Mas Luthfi mungkin menyangka ayahandanya
tidak berkenan kalau anak-anaknya berkiprah di luar Muhammadiyah.

Ternyata jawaban beliau luar biasa, "Yo ora opo-opo. Kowe ora kudu nang
Muhammadiyah (Ya tidak apa-apa, kamu tidak harus di Muhammadiyah)."
Kami langsung teringat sikap KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama
(wafat 1947) yang tidak pernah mengharuskan putra-putrinya menjadi orang
NU. Alangkah indahnya perilaku para pemimpin kita itu dalam menyikapi
perbedaan.

Bagi KH Hasyim Asy’ari, Islam itu bukan hanya NU. Demikian pula bagi Pak
AR, Islam itu bukan hanya Muhammadiyah. Bagi mereka, kebenaran adalah
ajaran yang mengacu kepada Alquran dan hadis, dan itu ada di mana-mana.
Surga juga sangat luas. Setiap Muslim akan masuk ke dalam surga. Dan jalan
ke surga juga banyak, bukan hanya Muhammadiyah dan NU.

Bandingkan misalnya dengan para aktivis bawahan yang menjadikan surga


yang luas itu sempit karena tidak ada yang dapat masuk surga kecuali
kelompoknya saja. Sementara, jalan menuju surga hanya ada satu, yaitu
lorong sempit kelompoknya saja. Sehingga mereka memvonis Muslim yang
bukan kelompoknya sebagai kafir.
Karenanya muncul ungkapan ada dua macam wali, wali songo atau wali
sembilan dan wali sempalan. Wali sembilan kerjanya mengislamkan orang-
orang kafir, sedangkan wali sempalan kerjanya mengafirkan orang-orang
Islam.

Sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pak AR pernah


ditawari jabatan menteri agama, tapi beliau tidak menerimanya. Ketika ditanya
alasannya, Pak AR menjawab bahwa jabatan menteri agama itu tanggung
jawabnya berat di akhirat dan beliau tidak sanggup mengemban amanah itu.

Tampaknya Pak AR dibimbing oleh hadis Nabi SAW yang menyatakan


jabatan itu akan menjadi penyesalan di akhirat sehingga apabila memang
dirasa berat tanggung jawabnya lebih baik tidak menerimanya. Ketika hal ini
kami ceritakan kepada seorang kawan, dia berkomentar, "Pada masa
sekarang mungkin tidak ada orang yang seperti Pak AR itu."

Pada masa Orde Baru, terkadang ada kebijakan pemerintah yang dinilai tidak
pas menurut Pak AR. Namun, beliau memiliki cara sendiri untuk mengkritisi
dan menasihati pemerintah. Beliau tidak mengumpulkan wartawan kemudian
menggebuki pemerintah melalui media massa. Beliau justru menghadap Pak
Harto dan memberikan nasihat atas kebijakan pemerintah.

Cara beliau ini tampaknya dipandu oleh hadis Nabi riwayat Imam al-Hakim,
"Apabila kamu mau menasihati penguasa, maka janganlah kamu
menasihatinya secara terbuka, tetapi ajaklah ia ke tempat sepi kemudian
nasihatilah. Apabila nasihat itu diterima, maka itu yang diharapkan dan
apabila tidak diterima, maka kamu telah bebas dari tanggung jawab."

Ketika negeri ini masih memiliki lembaga yang disebut Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), Pak AR pernah menduduki jabatan sebagai anggota DPA.
Beliau pun mendapatkan jatah mobil. Namun, belakangan mobil tersebut
diserahkan kepada Muhammadiyah, padahal beliau berhak memilikinya.
Ketika ditanya tentang hal itu, beliau menjawab bahwa beliau diangkat
sebagai anggota DPA itu karena kapasitasnya sebagai tokoh
Muhammadiyah, bukan karena pribadinya. Karenanya, mobil yang diterima
karena menjadi anggota DPA menjadi hak Muhammadiyah, bukan haknya
sendiri.

Tampaknya Pak AR dipandu oleh hadis sahih riwayat Imam Muslim di mana
seorang sahabat yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah RA ketika diutus Nabi SAW
untuk menghimpun zakat dan jizyah dari warga Bahrain, setelah pulang ke
Madinah dan menghadap Nabi SAW, ia mengatakan, "Ini untuk Nabi dan ini
adalah hadiah untuk saya dari warga Bahrain."

Nabi kemudian berpidato di hadapan para sahabat, "Ada orang yang saya
utus untuk memungut zakat dan jizyah di Bahrain. Setelah pulang, dia
mengatakan, 'Ini untuk engkau wahai Rasul, dan ini untuk saya, hadiah dari
warga Bahrain'." Nabi kemudian mengatakan, "Sekiranya dia akan
mendapatkan hadiah, mengapa dia tidak duduk saja di rumahnya. Nanti
hadiah itu akan datang sendiri ke rumahnya."

Dari hadis ini para ulama berpendapat, hadiah seseorang yang diperoleh
karena jabatannya adalah milik lembaga di mana ia menjabat, bukan miliknya
pribadi. Dan itulah yang dilakukan Pak AR Fachruddin. Bandingkan misalnya
dengan oknum-okum tokoh masa kini yang semula termasuk berkantong
kempes, tetapi dengan menggunakan lembaga atau organisasinya, ia
menggendutkan rekeningnya.

Perilaku Pak AR ini memang dibimbing oleh agama karena beliau mendalami
agama dulu sebelum menjadi pemimpin, seperti disebutkan dalam hadis Ibnu
Umar RA, "Dalamilah agama sebelum kamu menjadi pemimpin." Sementara
banyak orang sekarang menjadi pemimpin tanpa pernah mendalami agama
lebih dulu sehingga perilakunya tidak dipandu oleh agama tetapi dipandu
emosi dan hawa nafsu.
Tampaknya perilaku Pak AR inilah yang menyebabkan tokoh NU KH M Yusuf
Hasyim yang akrab disapa Pak Ud, ketika dalam perjalanan darat dari
Tebuireng ke Jakarta dan sampai di Brebes, beliau mendengar dari radio
mobilnya bahwa Pak AR wafat, maka Pak Ud tidak melanjutkan
perjalanannya ke Jakarta, melainkan kembali berputar menuju Yogyakarta
untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Pak AR.

Semoga keteladanan Pak AR ini dapat menjadi seteguk air yang


menghilangkan kedahagaan umat Islam akan keteladanan seorang
pemimpin. Semoga Allah SWT menerima ibadahnya dan mengampuni
dosanya. Aamiin.
Terjemahan

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak
yatim. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang sholat.
(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya, yang berbuat ria, dan enggan (memberikan)
bantuan.

2 dari 4 halaman

Sebab Turunnya Surat Al Maun

© Freepik

7 Potret Rumah Anti Sombong, Luarnya Sempit Terhimpit, Dalamnya Bikin Takjub Bukan
Kepalang!

Berdasarkan dari banyak ahli, surat Al Maun diturunkan bukan tanpa sebab. Hal ini dianggap
memiliki keterkaitan dengan kisah dan watak dari Abu Sufyan. Dalam buku Tafsir Nurul Qur’an
oleh Allamah Kamal Faqih Imani yang terbit pada tahun 2006 terdapat pernyataan sebagai
berikut,

“ Abu Sufyan biasa membunuh dua unta besar setiap hari untuk disantap bersama kaumnya.
Namun, pada suatu hari ada seorang anak yatim mendatangi pintunya dan meminta pertolongan.
Alih-alih mendapat pertolongan, Abu Sufyan malah memukul anak yatim itu dengan tongkat dan
mengusirnya”.

Abu Sufyan dinilai merupakan sosok yang baik apabila di hadapan banyak orang atau kaumnya.
Namun, rupanya hal tersebut bertolak belakang saat dirinya tidak sedang dikelilingi oleh banyak
orang.

Kisah itulah yang kemudian menjadi penyebab Allah menurunkan Surat Al Maun. Hal tersebut
secara langsung diperingatkan oleh Allah pada ayat ke-4 hingga ke-7, di mana menerangkan
tentang ciri-ciri orang munafik yang akan mendapatkan balasannya kelak di kemudian hari.

3 dari 4 halaman

Keutamaan Surat Al Maun


© Freepik

Doa untuk Kesehatan Mental, Supaya Jiwa Tahan Banting Hadapi Cobaan

Surat Al Maun tidak hanya sebagai sebuah peringatan bagi umat muslim untuk bersikap baik
kepada anak yatim. Namun juga memberi penegasan mengenai gambaran beberapa hal seperti
orang-orang yang tidak mau membayar zakat, tidak mau membantu fakir miskin, serta orang-
orang yang memiliki jumlah harta melimpah akan tetapi sama sekali tidak memiliki kepedulian
dengan lingkungan sekitar.

Hadis riwayat Thabrani dikatakan, Rasulullah SAW pernah memberikan peringatan penting yang
berbunyi:

“ Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal
tetagganya yang di sampingnya dalam keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya.”

Ada banyak keutamaan surat Al Maun di antaranya adalah sebagai berikut:

Spirit memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim


Rasulullah SAW bersabda: “ Dari sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah
shallallhu ‘alaihi wa salam besabda: Aku dan orang yang menanggung anak yatim
(kedudukannya) di surga seperti ini, kemudian Rasul mengisyaratkan jari telunjuk dan jari
tengahnya, serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Bukhari).

Sholat tepat waktu


Keutamaan surat Al Maun selanjutnya bermakna anjuran menjalankan sholat pada waktunya.
Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 103: “ Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

4 dari 4 halaman
© Shutterstock

Senantiasa berbuat kebaikan


Surat Al Maun juga mengandung semangat untuk menjalankan kebaikan kepada sesama.

Potret Pinkan Mambo yang Akui Tak Tahu Siapa Ayah dari Anaknya, Pernah Pacari 5 Orang
Sekaligus!

Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitab sahihnya dari Ibnu Amr bahwa Nabi Muhammad Saw
bersabda:

“ Ada 40 kebiasaan baik, yang tertinggi adalah memberi seekor kambing. Tidaklah seseorang
beramal dari perbuatan-perbuatan kebaikan tersebut dengan harapan dia mengharap pahala
darinya dan membenarkan apa yang dijanjikan padanya, melainkan Allah meamsukkannya
dengan amalnya ke dalam surga.”

Hassan berkata, “ Maka kami menghitung kebiasaan baik itu setelah pemberian kambing mulai
dari menjawab salam, menjawab orang bersin, menyingkirkan halangan dari jalan dan yang
semisalnya namun kami tidak sanggup untuk sampai pada lima belas kebiasaan baik tersebut.”
(HR. Bukhari).

Ikhlas beramal
Keutamaan surat Al Maun selanjutnya adalah adanya niat ikhlas dalam beramal dan tidak riya’
dan sum’ah yaitu sifat senang dan gemar memperdengarkan amal perbuatan baik yang dilakukan
kepada orang lain dengan harapan agar orang lain memujinya.

Allah berfirman: “ Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan. Sesugguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah
untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terimakasih.” (QS. Al Insan ayat 8-9).

(Diambil dari berbagai sumber)

Anda mungkin juga menyukai