Anda di halaman 1dari 60

PENGANTAR METODE POTENSIAL

Suwondo M. Si.

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2022
Metode
Magnetotellurik (MT)
Materi 14

Pengenalan Metode Magnetotellurik (MT)


Prinsip kerja
Introduction
 merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika yang
mengukur respon bumi dalam besaran medan listrik (E) dan
medan magnet (H) terhadap medan elektromagnetik (EM).
 Metode ini bersifat pasif karena menggunakan sumber
sinyal alami yang berasal dari dalam bumi.
 Sumber sinyal MT tersebut berasal dari adanya interaksi
antara solar wind dengan lapisan magnetosfer bumi atau
petir yang mengakibatkan timbulnya interaksi antara
medan listrik dan medan magnet di permukaan.
 Adanya interaksi antara medan listrik dan medan magnet
menyebabkan timbulnya medan EM yang membawa sifat
konduktivitas batuan di bawah permukaan bumi [8].
Introduction
 melibatkan pengukuran fluktuasi antara medan listrik dan
medan magnet yang saling tegak lurus di permukaan bumi
[9].
 Metode ini mampu menggambarkan struktur bawah
permukaan bumi secara detail karena memiliki penetrasi
yang dalam yaitu mulai dari beberapa puluh meter sampai
ratusan kilometer [10].
 Oleh karena itu MT sangat cocok untuk kegiatan eksplorasi
panas bumi, cekungan minyak dan gas, maupun identifikasi
sesar.
 Parameter yang digunakan metode ini berupa nilai
resistivitas yang dapat membedakan berbagai jenis batuan
di bawah permukaan, dan mengetahui adanya indikasi
sesar atau patahan dari perbedaan zona resistif dan zona
konduktif
Frekuensi Sumber Gelombang :
 medan magnetik yang terukur di permukaan bumi
merupakan sumber sinyal alami yang berasal dari dalam
maupun luar bumi dengan rentang frekuensi yang
bervariasi antara 0.001-10000 Hz [11]

 rentang frekuensi yang dihasilkan metode :


1. rentang frekuensi Extremely Low Frequency (ELF)
2. dan Very Low Frequency (VLF)
 Range Frekuensi Gelombang Elektromagnetik [12]

No. Jenis Frekuensi Rentang Frekuensi

1 Extremely Low Frequency (ELF) < 3 kHz

2 Very Low Frequency (VLF) 3-30 kHz

3 Low Frequency (LF) 30-300 kHz

4 Medium Frequency (MF) 300 kHz - 3 MHz

5 High Frequency (HF) 3-30 MHz

6 Very High Frequency (VHF) 30-300 MHz

7 Ultra High Frequency (UHF) 300 MHz - 3 GHz

8 Super High Frequency (SHF) 3-30 GHz

9 Extra High Frequency (EHF) >30 GHz


Metode magnetotellurik Berdasarkan
frekuensi sumber

 a) Gelombang dengan frekuensi rendah (<1 Hz) yang


berasal dari interaksi antara solar wind dengan magnetosfer
bumi. Solar wind (angin matahari) yang mengandung
partikel-partikel bermuatan listrik berinteraksi dengan
medan magnet permanen bumi sehingga menyebabkan
adanya variasi medan elektromagnetik.
 b) Gelombang dengan frekuensi tinggi (>1 Hz) yang berasal
dari aktivitas elektrik secara alamiah di ionosfer seperti petir
atau kilat. Petir yang terjadi disuatu tempat menimbulkan
gelombang elektromagnetik yang terperangkap antara
ionosfer dan bumi, kemudian menjalar mengitari bumi [13].
Prinsip Kerja Metode Magnetotellurik
 didasarkan pada proses induksi elektromagnetik yang terjadi pada
anomali konduktif bawah permukaan bumi sehingga menghasilkan
medan listrik dan medan magnet sekunder (eddy current).
 Asal eddy current ini dihasilkan dari perubahan medan magnet atau
biasa disebut dengan fluks magnetik.
 Jika terdapat anomali konduktivitas maka akan tercipta arus induksi
yang selanjutnya menghasilkan medan elektromagnetik sekunder
yang kemudian direkam oleh alat MT.
 Salah satu asumsi yang digunakan dalam metode MT bahwa medan
elektromagnetik merupakan gelombang bidang, dimana medan
magnet tegak lurus dengan medan listrik. Selain itu, adanya kontras
resistivitas yang besar di antara atmosfer bumi dan permukaan bumi
yang menyatakan pula bahwa gelombang elektromagnetik
merambat secara vertikal di bawah permukaan bumi [14].
Prinsip Kerja Metode
Magnetotellurik

Penjalaran Gelombang Elektromagnetik [15]


Sifat penjalaran gelombang

 penetrasi kedalaman bergantung pada frekuensi yang


digunakan dan resistivitas suatu material di bawah
permukaan.
 Medan elektromagnetik dengan frekuensi tinggi
memiliki daya tembus yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan elektromagnetik yang berfrekuensi rendah.
Sifat penjalaran gelombang

 semakin kecil frekuensi yang digunakan, maka daya


penetrasi gelombang elektromagnetik akan semakin
dalam.
 Sedangkan pengaruh resistivitas yaitu bila material
bawah permukaan memiliki nilai resistivitas yang rendah
menyebabkan daya penetrasi yang lebih rendah,
dibandingkan dengan material yang mempunyai
resistivitas lebih tinggi [14].
Akuisisi Magnetotelurik

 Untuk merekam gelombang elektromagnetik tersebut maka


digunakan dua sensor pada saat akuisisi, yaitu sensor elektrik dan
sensor magnetik yang saling tegak lurus.
 Cara peletakan sensor elektrik dan sensor magnetik menghasilkan 2
jenis modus pengukuran :
1. Transverse Magnetic Mode (TM) Mode ini mengukur medan magnet
yang searah dengan struktur geologi dan medan listrik yang tegak lurus
dengan arah struktur
2. Transverse Electric Mode (TE) Mode ini mengukur medan magnet
yang tegak lurus dengan struktur geologi dan medan listrik yang searah
dengan arah struktur
Persamaan Maxwell
 Sifat dan penjalaran gelombang elektromagnetik ke bawah permukaan bumi
memenuhi persamaan Maxwell yang berkaitan dengan medan magnet dan medan
listrik. Dalam bentuk diferensial, persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut

Tensor Impedansi
 sensor yang digunakan yaitu dua pasang porous pout (Ex dan Ey)
yang diletakkan secara tegak lurus untuk mengukur medan listrik
dan tiga buah coil (Hx, Hy, dan Hz) yang juga saling tegak lurus
untuk mengukur medan magnet.
 Perbandingan antara intensitas medan listrik dan medan magnet ini
menunjukkan sifat impedansi listrik Z.

variasi terhadap waktu dapat direpresentasikan oleh fungsi periodik


sinusoidal dengan solusi persamaan gelombang sebagai berikut
 seberapa dalam gelombang EM dengan frekuensi
tertentu dapat terpenetrasi dan menembus suatu
medium yang memiliki resistivitas tertentu [19].
 Apabila suatu medan elektromagnetik melewati lapisan
konduktif maka energi dari medan elektromagnetiknya
akan teratuenasi karena mendapat pengaruh dari
frekuensi gelombang dan resistivitas mediumnya.
 Atenuasi sendiri adalah melemahnya suatu gelombang
ketika merambat. Besarnya skin depth pada medium
konduktif bergantung dari permeabilitas medium,
tahanan jenis, dan frekuensi gelombang elektromagnetik
yang melalui medium [20].
 Gelombang dengan frekuensi tinggi akan lebih cepat
kehilangan energinya dibandingkan gelombang dengan
frekuensi rendah karena lebih banyak membawa muatan
dalam waktu yang sama.
 Kedalaman saat amplitudo dari gelombang EM datar
berkurang hingga 1/e (≤ 1/3) dari amplitudonya saat di
permukaan bumi [21]. (ln e = 1 dimana e = 2.718…).
Karena e-1 = δ, maka:
Perbandingan Kurva MT (a) sebelum Seleksi (b) sesudah Seleksi
Beberapa Referensi
 [7] Kadir, T. V. S. (2011). Metode Magnetotellurik (MT) untuk Eksplorasi Panas Bumi Daerah Lili, Sulawesi Barat dengan Data
Pendukung Metode Gravitasi. Fisika. Depok, Universitas Indonesia.
 [8] F. Maswah, (2016). Aplikasi Metode Magnetotellurik untuk Zonasi Reservoar Panasbumi, Universitas Hasanuddin. PP. 1-4.
 [9] Fitrida, S.M, dkk. (2015). Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik di Kawasan Panas Bumi
Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Positron, Vol. V, No. 1, Hal. 11 – 18.
 [10] Rahmawati, dkk. (2017). Identifikasi Sistem Panas Bumi Daerah Cangar, Jawa Timur menggunakan Metode Magnetotelurik. JPSE,
Vol. 2, No. 2, Page 72– 82.
 [11] Ilham Nurdien, dkk. (2020). Interpretasi Bawah Permukaan Gunung Merapi dengan Metode Magnetotellurik Subsurface
Interpretation of Merapi Volcano with Magnetotelluric Method. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 11 No. 3, Hal. 143 – 150.
 [12] A. R. Timor, H. Andre, J. T. Elektro, F. Teknik, and U. Andalas, (2016) “Analisis Gelombang Elektromagnetik Dan Seismik Yang
Ditimbulkan Oleh Gejala Gempa,” J. Nas. Tek. Elektro, vol. 5, no. 3, pp. 315–324.
 [13] Vozzoff, K., (1991), The magnetotelluric method, in Electromagnetic Methods in Applied Geophysics – vol. 2. Application, M.N.
Nabighian (ed.), SEG Publishing.
 [14] A. N. Salamah et al., (2013). “Modul Metode Magnetotellurik,” pp. 1–6.
 [15] M. Unsworth, (2005). “New developments in conventional hydrocarbon exploration with electromagnetic methods,” CSEG Rec.,
no. April, pp. 35–39, [Online]. Available: http://www.ualberta.ca/~unsworth/papers/2005-CSEG-recorder-unsworth-apr05_07.pdf.
 [16] Agung, L. (2009). Pemodelan Sistem Geothermal dengan Menggunakan Metode Magnetotellurik di Daerah Tawau, Sabah,
Malaysia. Fisika. Depok, Universitas Indonesia.
 [17] Grandis, H. (2013), Metode Magnetotelurik, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
 [18] Jiraceek, G.R. (2007), The Magnetotelluric Method, San Diego, San Diego State University.
 [19] Simpson, F., Bahr, K., (2005), Practical Magnetotellurics, Cambridge.
 [20] Mashila, N. (2021). Analisis Penentuan Arah Geoelectric Strike dan Dimensionalitas Bawah Permukaan
Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT dengan Metode Audio Magnetotellurik (AMT). Fisika. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
 [21] R. Oktobiyanti,. (2009). “Pemodelan Sistem Geothermal Daerah Sibayak Menggunakan Data
Magnetotellurik Dan Gravitasi,” Skripsi. Fak. Mat. Dan Ilmu Pengetahuan. Alam Univ. Indones.
 [22] Xiao, W. (2004). Magnetotelluric Exploration in The Rocky Mountain Foothills, Alberta. Department of
Physics. University of Alberta.
 [23] Cagniard, L., (1953), “Basic theory of the magneto-telluric method of geophysical prospecting”,
Geophysics, vol.18, hlm.605-635.
 [24] Joni, W., Takodama, I, Studi Komparasi Pemodelan Inversi 1-D, 2-D, dan 3-D Data Magnetotellurik di
Daerah Panas Bumi Lokop, Provinsi Aceh, Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 16, No. 1, Hal. 1-11.
 [25] Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury, Y., dan Uyeshima, M., (2005), Three Dimensional magnetotelluric
inversion: data-space method, Physics of the Earth and Planetary Interiors 150, 3-14.
 [26] Zanuar, R. (2009). Pemodelan 2-Dimensi Data Magnetotellurik di Daerah Prospek Panasbumi Gunung Endut,
Banten. Depok: Universitas Indonesia.
 [27] A. M. Jasman, (2018). “Identifikasi Sistem Panas Bumi Lapangan" SK" Berdasarkan Nilai Resistivitas Hasil
Pemodelan Inversi 1D dan 2D Data Magnetotellurik,”, [Online]. Available:
https://repository.its.ac.id/56852/%0Ahttps://repository.its.ac.id/56852/1/03411440000055-
Undergraduate_Theses.pdf.
 [28] Roy, E. (1984). Geotechnical Engineering Investigation Manual. Mc Graw Hill. New York.
 [29] H. Grandis, (2009), Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika, Jakarta:
TERIMA KASIH
PENGANTAR METODE POTENSIAL

Suwondo M. Si.

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2022
Materi 15

Pengenalan Metode Magnetotellurik (MT)


Apparent Resistivity dan Phase
Tahapan pengolahan dan interpretasi
Sumber VLF buatan (misalnya pemancar militer)
menyediakan bidang EM primer yang, pada jarak yang cukup jauh,
sama dengan gelombang EM bidang. Arah survei yang lebih disukai daripada
konduktor linier bersinggungan dengan bidang VLF
Struktur Model 1-Dimensi

Struktur Model 1-Dimensi [24]


Struktur Model 2-Dimensi

TM (Transverse Magnetic)
Struktur Model 3-Dimensi [24]
Apparent Resistivity dan Phase
Apparent resistivity dan phase merupakan dua parameter utama yang
digunakan untuk mengolah informasi nilai resistivitas dari data yang diukur.
Dengan menghitung apparent resistivity sebagai fungsi frekuensi, variasi
resistivitas dengan kedalaman dapat ditentukan [26].

Apparent Resistivity (ρ_xy) merepresentasikan volume rata-rata


resistivitas bumi dengan jarak yang sama ke skin depth.

Apparent resistivity

Dan fase (𝜑𝑥𝑦) merefleksikan perbedaan phase antara komponen medan listrik
dengan medan magnet yang didefinisikan dengan
No

. Jenis Batuan Resistivitas (Ωm)

1 Air Tanah 0,5-300

2 Lempung 1-100

3 Lanau 10-200

4 Lumpur 3-70

5 Pasir 1- 1000

6 Gamping 100-500

7 Lava 100 - 5x104

8 Breksi 75-200

9 Andesit 100-200

10 Tufa 20-100
Nilai Resistivitas Batuan
3
[28]
4
11 Konglomerat 2x10 - 1x10
Pemodelan Inversi Data Magnetotellurik

Skema model inversi [31]


Patahan
Contoh Instrumen yang digunakan dalam pengolahan data magnetotellurik

1. Perangkat Keras (Hardware)


laptop dengan sistem operasi Linux Ubuntu 16.04 LTS untuk tahap pengolahan
data, dan sistem operasi Windows 10 untuk tahap penulisan laporan tugas akhir.
2. Perangkat Lunak (Software)
software Octave, software Qgis, software MT Editor, dan software Microsoft
Office.
a. Software Octave (http://www.gnu.org/software/octave/)
Software ini digunakan pada saat plotting data resistivitas, phase, dan koherensi.
b. Software QGIS (https://qgis.org/en/site/)
QGIS adalah perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) open source yang
user friendly dengan lisensi di bawah GNU General Public License.
c. Software GMT Hawaii (http://gmt.soest.hawaii.edu/projects/gmt/).
GMT adalah software open source yang dapat digunakan untuk
menggambarkan peta geografis dan kartesian, gambar, grafik atau diagram,
kontur, trend, proyeksi, filtering, dan aplikasi data lainnya. Software ini digunakan
pada saat menentukan elevasi sepanjang profil pengukuran MT.
d. Software MT Editor (http://www.phoenix-geophysics.com)
Contoh Tahap Pengolahan Data

1. memplotkan data MT untuk melihat sebaran titik pengukuran di daerah


penelitian dengan menggunakan koordinat longitude dan latittude
melalui software pemetaan QGIS. Dari hasil pemetaan tersebut dapat
memberikan informasi secara lebih spesifik terkait panjang lintasan dan
jarak antar titik MT, serta daerah-daerah yang dilalui oleh lintasan titik
MT tersebut
2. Rotasi Tensor
Kurva koherensi, phase, dan resistivitas yang sudah diperoleh masih
memiliki nilai error yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena satu data
MT dipengaruhi oleh banyak struktur bawah permukaan dengan arah yang
berbeda-beda, sehingga perlu dirotasi terlebih dahulu berdasarkan informasi
arah geoelectric strike yang merupakan arah dari pola struktur pada geologi
regional daerah penelitia
3. Smoothing (Koreksi Data)
Peta Kontur pengambilan data
1. Nilai resitivitas daerah penilitian 4 ohm meter - 16384 ohm
meter
2. Terdapat sesar didaerah penelitian
PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK
DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI

I Gusti Agung Hevy Julia Umbara1* , Pri Utami1 , Imam Baru Raharjo2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik


Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Introduction

• Resistivitas merupakan salah satu parameter geofisika yang paling berguna


dalam usaha untuk memprediksi keberadaan sistem panas bumi.
• Kondisi geologi sistem panas bumi yang khas merupakan penyebab
keberadaan anomali resistivitas di bawah permukaan.
• Salinitas fluida, mineral alterasi dan temperatur yang tinggi adalah faktor
pengontrol nilai resistivitas suatu sistem panas bumi (Ussher et al, 2000).
Anomali resistivitas tersebut menjadikan daerah prospek panas bumi dapat
dibedakan dengan daerah non-prospek di sekitarnya.
Introduction

• Magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika pasif yang dapat


menggambarkan struktur resistivitas di bawah permukaan.
• Metode ini dapat membantu dalam penentuan zona konduktif atau mineral
lempung yang menjadi penudung bagi reservoar sistem panas bumi.
• Selain itu MT juga dapat mendukung hasil penelitian dari studi geologi dan
geokimia dalam penyusunan strategi pengembangan lapangan panas bumi.
• MT merupakan metode yang sering dipakai dalam penyelidikan panas bumi
karena biaya yang relatif murah dan teknologi pengolahan data yang
semakin berkembang (Anderson et al, 2000).
Akusisi Data

• Prinsip akusisi data MT di lapangan adalah dengan merekam nilai Ex, Ey, Hx,
Hy dan Hz dengan menggunakan satu set alat ukur MT (Unsworth, 2008).
• Alat ukur ini terdiri dari 1 buah MT Unit, 2 set elektrode, Ex, Ey dan 3 buah
koil magnetometer, Hx, Hy dan Hz.
• Hasil perekaman ini selanjutnya dapat diolah untuk mendapatkan nilai
resistivitas
• Penentuan lokasi titik ukur MT dalam penyelidikan panas bumi membutuhkan
pertimbangan tersendiri untuk mengurangi resiko kegagalan pengukuran.
• Kondisi geologi berupa geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan
manifestasi panas bumi menjadi parameter dalam penentuan lokasi
pengukuran.
• Daerah penelitian berada pada zona sesar Sumatera yang memanjang barat
laut –tenggara, zona sesar ini tercermin sebagai suatu kelurusan morfologi
lembah yang diapit oleh tiga kerucut gunung api.
Gambar 13. Model konseptual sistem
panas bumi
TERIMA KASIH
UAS
Membuat makalah tentang aplikasi metode MT minimal 5 halaman dan maksimal 7 halaman (tidak
termasuk Lembar judul) kertas A4/Folio.
 tulis tangan
 Gambar bisa digambar manual ataupun diprint terus ditempel
Isi:
Lembar judul, nama dan NIM
Tugas Geomagnet (Setelah halaman judul )
a. Jelaskan secara singkat teori prinsip metode geomagnet.
b. Sebutkan dan jelaskan jenis instrumen geomagnet
c. Jelaskan perbedaan anomali geomagnet yang dicari dalam contoh kasus survai
geomagnet untuk arkeologi (situs) dan contoh kasus geomagnet dalam survai panas
bumi.
Metode MT
1. Pendahuluan
2. Teori
Contoh kasus
3. Metodologi
4. Pembahasan
5. Kesimpulan
6. Daftar pustaka (disesuaikan aturan penulisan skripsi)

Anda mungkin juga menyukai