Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN HASIL DISUKUSI BUKU

“SENI DAN KETAHANAN BUDAYA”

KARYA Prof. Dr. Endang Caturwati, S.ST, M.S

Disusun Oleh:

Samsul Rizal

224143034

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG

PASCA SARJANA

2022

JL. Buah Batu No.212 Kota Bandung 40265


PENDAHULUAN

Pada tanggal 10 Desember 2022, Prof. Dr. Endang Caturwati, S.ST, M.S yang merupakan
salah satu guru besar di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung kembali memberikan
sumbangan ilmu untuk masyarakat khususnya yang membutuhkan keilmuan tentang budaya
Indonesia berupa buku yang berjudul “Seni dan Ketahanan Budaya”. Buku tersebut bukanlah buku
pertama yang ditulis oleh wanita kelahiran Bandung, 25 Desember 1956 tersebut.

Sebelumnya wanita yang sering disapa dengan nama sapaan Prof. Endang ini pernah
menulis buku yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia (…), Seni Tradisional Sebagai Tumpuan
Kreativitas Seni (…), Ronggeng di Tatar Sunda (…), dan Seni Dalam Dilema Industri (…).

Buku yang berjudul Seni dan Ketahanan Budaya ini rilis pada tanggal 10 Desember 2022
di Bale Rumawat, salah satu Gedung yang berada di Universitas Padjajaran, Jl. Dipati Ukur No.35,
Lebakgede, Kec. Coblong, Kota Bandung 40132. Dalam acara tersebut tersebut Prof. Endang
menyampaikan salah satu alasan mengapa buku ini menarik untuk didiskusikan, karena buku ini
merupakan hasil dari riset, eksplorasi, meneliti, dan mengamati bagaimana ibu Miranda dengan
gurunya menari di atas batu kubur saat melakukan prosesi pernikahan. Prof. Endang juga membuat
pernyataan yang ditulis dalam bukunya “Menari tidak hanya dapat dilakukan diatas panggung”,
yang artinya sebagai seniman juga harus mampu bertahan dimanapun berada, apapun kondisinya,
dan bagaimanapun tantangannya.

Total chapter dalam buku Seni dan Ketahanan Budaya berjumlah 12 Chapter, namun hanya
tiga chapter yang dipilih Prof. Endang untuk didiskusikan, karena Prof. Endang ingin
mendiskusikannya di tempat lain. Selain diskusi buku ada juga kegiatan lain untuk menambah
semarak dan kegembiraan menyambut buku yang ditulis Prof. Endang, diantaranya ada Tari
Kelangan dari Cantika Studio yang merupakan nama grup tari yang dibimbing oleh Prof. Endang
dan juga Tari Prosesi Pemotongan Tumpeng dari Mahasiswa Pasca Sarjana ISBI Bandung.
PEMBAHASAN

Buku Seni dan Ketahanan Budaya launching pada tanggal 10 Desember 2022 di Bale
Rumawat Universitas Padjajaran. Kegiatan Bedah Buku tersebut diselenggarakan oleh mahasiswa
pasca sarjana ISBI Bandung dan beberapa mahasiswa binaan Prof. Endang dari pasca sarjana
Universitas Padjajaran. Kegiatan tersebut dipimpin oleh Budi Dalton yang merupakan seorang
budayawan dan juga dosen di Universitas Pasundan.

Pada pukul 09.00 WIB, MC memperkenalkan diri dan menyapa seluruh peserta diskusi
buku yang ada diruangan Bale Rumawat. Lalu dilanjutkan dengan pembukaan acara dari Prof. Dr.
Endang Caturwati, S.ST, M.S, setelah itu peserta disuguhkan Tari Kelangan karya Prof. Dr.
Endang Caturwati, S.ST, M.S dari Cantika Studio dan memberi kata sambutan yang dilakukan
oleh Bapak Jumhari, S.Sos sebagai Kepala BPNB (Balai Pelestarian Nilai Budaya) Jawa Barat.

Setelah itu dilanjutkan dengan acara Launching dan Debat Buku yang diawali dengan
pengenalan dan pembacaan CV moderator yakni Dr. Anggy Giri Prawiyogi, M.Pd., M.Sn. selain
itu juga tak lupa MC memperkenalkan dan membacakan CV para pemateri yang diantaranya ada
Miranda Risang Ayu, S.H., LL.M., Ph.D yang mendiskusikan chapter 8 “Bulan Trisna Djelantik
Menari Untuk Semesta”. Lalu ada Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA yang mendiskusikan chapter
11 “Merayakan Jaman Kertas di Era Awal Digital”. Dan yang terakhir ada Prof. Dr. Arthur S.
Nalan, S.Sen., M.Hum yang mendiskusikan chapter 4 “Strategi Pertunjukan Ballet di Era Digital”.

MATERI DISKUSI

• Miranda Risang Ayu, S.H., LL.M., Ph.D


Chapter 8 “Bulan Trisna Djelantik Menari Untuk Semesta”
Pada kesempatan ini Ibu Miranda mengawali diskusi dengan memutarkan tayangan
video Tari Lenggong yang dilakukan diatas kuburan batu berusia ratusan tahun di NTB.
Setelah pemutaran video, ibu miranda mengatakan bahwa ia merasa merinding dan
berkaca-kaca ketika membaca BAB Pertama dalam buku Seni dan Ketahanan Budaya yang
membahas tentang Tari Topeng Lorsari. “Hal tersebut seperti mericall kesadaran, karena
saya sejak dulu hingga sekarang merupakan seorang penari”. Bicara mengenai tari di
gereasi milenial Ibu Miranda merasa bahwa tari seakan terpisahkan dari unsur spiritualnya,
karena generasi saat ini menganggap bahwa dalam tari hanya terdapat teknik dan skill.
Padahal, menari merupakan sebuah proses pulang setelah melakukan rutinitas setelah
menjalani hari. Menari merupakan sebuah cara kita menghormati tubuh yang telah
diberikan sang pencipta dan tubuh merupakan media yang diberikan tuhan untuk
berkomunikasi tanpa harus berbahasa.
Dalam kesempatan itu, Ibu Miranda juga menceritakan tentang pernikahannya
dengan seorang kepala suku Rato di NTB dan mendapatkan Mas Kawin berupa Kuda dan
Kerbau sebanyak 80 ekor, namun ibu Miranda mengembalikan mas kawin itu dan meminta
agar kuda dan kerbau tadi diberikan kepada masyarakat untuk dijadikan peternakan adat.
Setelah menceritakan pernikahannya ibu Miranda kembali membicarakan fungsi
dalam menari. Meurut ibu Miranda salah satu fungsi tarian yaitu bisa untuk merilis emosi,
sehingga beberapa jenis tarian seperti tari perang di timur juga dapat mengeluarkan emosi
yang berlebih. Ibu miranda juga menceritakan bahwa ia pernah menari semalaman di hari
pernikahannya, dan ia merasa mampu mencapai keintiman tertinggi terutama ketika
suaminya mengeluarkan kendang paling sacral dan hanya boleh dipegang oleh Rato.
Menurut ibu Miranda, tarian juga sering digelar di banyak tempat dan digunakan untuk
sejumlah pencarian. Salah satu mencarian yang dapat dilakukan dengan menari yaitu
pencarian kesejatian.

• Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA


Chapter 11 “Merayakan Jaman Kertas di Era Awal Digital”
Dalam kesempatan kali ini, Prof. Sabana juga memutar sebuah video kolaborasi
antara kertas dan tarian karya Prof. Endang dengan Prof. Sabana. Karya tersebut
merupakan salah satu karya kolaborasi yang paling berkesan bagi Prof. Sabana, karena
karya tersebut mengisahkan tentang pencarian diri, dan pencarian sang maha daya cipta,
cita, dan karsa. Selain itu prof. Sabana juga pernah mengeksplorasi kursi roda, dan
memancing ingatan-ingatan emosi lewat gerak tari.
Pada acara diskusi buku ini Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA berpendapat bahwa
“seni, lingkungan hidup (environmental), dan ketahanan budaya merupakan satu paket
yang tidak dapat dipisahkan”. Karena itu, seni dan ketahanan budaya akan sangat terkait
dengan lingkungan hidup.
• Prof. Dr. Arthur S. Nalan, M.Hum
Chapter 4 “Strategi Pertunjukan Ballet di Era Digital”
Menurut Prof. Arthur, Strategi ballet salah satunya ada di Ramayana Ballet
Purawisata yang menjadi salah satu daya tarik di Yogyakarta. Ia menjelaskan bahwa
pertunjukan ini mengisahkan kisah cinta sejati antara Rama dan Shinta, namun menjadi
kombinasi yang menakjubkan ketika dipadukan antara tari, realitas pancaindra yang
memukau, dan sebagainya ketika dilihat dari paradigma sosiologi seni. Menurut prof.
Arthur, dalam karya tersebut, ada upaya revitalisasi. Realitas historiositas Ramayana
berasal dari India, kemudian disebarkan (distribusi budaya) lewaat agama, ke Jawa,
kemudian muncul di relief Borobudur dengan tafsiran baru yang luar biasa. Dari realitas
historiositas, dengan tafsiran yang baru, maka muncul realitas interpretasi. Interpretasi
yang baru menghadirkan banyak hal yang berbeda, mulai dari kostum, jenis tarian, kostum,
dan sebagainya. Komposisinya didesain, mengandung teatrikalitas, unsur dramatik, dan
menarik menjadikan Purawisata memiliki daya tarik luar biasa. Kisah cinta yang menjadi
landasan cerita utama, diolah menjadi sebuah cerita yang kompleks dan menarik. Prof.
Arthur membagi pengalaman menjadi tiga, yakni pengalaman empirik, pengalaman estetik,
dan pengalaman akademik-artistik.
Dalam acara ini Prof. Arthur juga menerangkan Terkait revitalisasi, hal tersebut
akan sangat terkait dengan pewarisan seni. Dalam hal tersebut, ada dua jenis pewaris yakni
pewaris pasif dan pewaris aktif. Secara mudahnya, pewaris pasif tidak akan melakukan
perubahan, dinamika tafsir, dan sebagainya. Sedangkan pewaris aktif akan berani
mengubah seni tradisi sebagai tuntutan zaman, juga memahami ruang, waktu, dan peristiwa
yang dihadapi. Pewaris aktif inilah yang dengan konkrit juga akan melakukan pewarisan,
bergerak maju, inovatif dan kreatif. Kemudian, pewarisan budaya bisa diidentifikasi lewat
masyarakatnya dengan masyarakat penyangga dan pelaku. Masyarakat penyangga adaalah
masyarakat sadar seni, sedangkan masyarakat pelaku adalah masyarakat pewaris aktif yang
sadar ruang, waktu, dan peristiwa. Perubahan jaman mesti direspon dengan inovasi dan
kreasi, tidak hanya sebagai bentuk memenuhi tuntutan zaman, tapi juga cara mewarisi
budaya secara aktif dan tetap mempertahankannya hingga masa depan. Seni tradisi juga
bisa disebut seni turun temurun, yakni hal yang diwariskan, namun ada dinamika tafsiran.
TANYA JAWAB

Dalam acara diskusi buku Seni dan Ketahanan Budaya ini panitia tentunya memberikan
kesempatan kepada para peserta untuk bertanya kepada pembicara mengenai materi yang telah
disampaikan. Adapun pertanyaan yang telah dipaparkan oleh para peserta diantaranya adalah:

Pertanyaan 1

Apa yang terjadi di Indonesia hari ini sebetulnya sudah diramalkan sejak lama. Asumsi awalnya
adalah adanya teknologi yang digunakan oleh orang zaman dulu. Apakah ramalan tersebut
merupakan teknologi masa lalu yang tidak dikembangkan?

Pertanyaan 2

Tentang menari diatas batu juga ada di Pariaman, tujuannya adalah meningkatkan semangat dan
kepercayaan diri. Sedangkan membangun cinta yang berbeda sekali dengan tari. Warisan tak
benda di pariaman, bagaimana menurut Ibu Marianda?

Pertanyaan 3

Seni dalam buku ini membahas semua unsur seni, sesuai pembagian Kuntjaraningrat. Provinsi Bali
menjadi provinsi yang paling berhasil, apakah hal tersebut benar?

Pertanyaan 4

Apa garis besar dari buku tersebut bila merujuk pada penjelasan Prof. Sabana, Prof. Arthur, dan
Ibu Miranda?

Jawaban 1

Menurut Prof. Arthur, ada hal-hal yang tentu saja perlu dijaga oleh pewaris (baik pewaris aktif
maupun pasif) dalam kondisi tertentu. Seperti di Sunda misalnya, ada hal-hal yang terus
diwariskan secara pasif. Sedangkan pemikiran teknologi zaman lampau, ada deretan rumah yang
turun, tanah yang turun seperti di Ngarai Sianok, dan sebagainya. Ternyata, sejak dulu generasi
terdahulu sudah memprediksi adanya bencana karena kerusakan lahan, atau penggunaan lahan
yang tidak tepat. Juga terlihat bagaimana teknologi tradisional menjadi salah satu hal yang terus
dilestarikan, hal itu membuktikan lokal genius nenek moyang Nusantara zaman dulu.
Prof. Arthur juga memberi kalimat tambahan bahwa warisan budaya berupa benda, artefak, dan
sebagainya menjadi suatu tinggalan yang mesti dilestarikan. Ini menjadi bentuk suatu warisan pasif
yang seharusnya hanya dijaga tanpa harus ada perubahan. Bali, dalam kondisi tertentu, sebenarnya
diuntungkan oleh agama Hindu yang memberi peluang serta kemungkinan pengembangan
kebudayaan. Bali sudah melakukan rekayasa budaya. Bali juga menjadi contoh bahwa ada budaya
yang bisa diubah (dipertontonkan ke publik), serta budaya yang tidak bisa diubah (tertutup dari
publik).

Jawaban 2

Menurut Ibu Miranda, beberapa daerah di Sumatera merupakan daerah yang punya budaya
megalitikum (batu besar), menariknya budaya megalitikum masih hidup hingga hari ini. Di
berbagai negara, budaya megalitikum sudah ditinggalkan. Dan beberapa tempat lain di Indonesia,
budaya tersebut sudah hancur (dihancurkan) karena berbagai hal, salah satu dunia. Megalitikum
sangat berharga, namun masyarakat sekitar tidak menyadari betapa valuable-nya budaya tersebut.
Tapi, seni dan ketahanan budaya bisa terus berkembang, dengan kertas (tertulis) yakni difiksasi
dan bisa lebih berkembang dengan baik.

Jawaban 3

Prof. Endang menjelaskan bahwa Buku ini merupakan bunga rampai yang menceritakan kisah-
kisah menghidupkan budaya, terdiri dari 12 chapter, hasil dari penelitian, tulisan lepas, jurnal, dan
sebagainya. Ada beberapa materi yang juga menjadi bahan ajar, yang bisa digunakan oleh
mahasiswa Pasca Sarjana Seni. Karena saya mengajar Kajian Pertunjukan dan Seni Visual, dan
berkolaborasi dengan banyak orang. Di zaman videografi, ini adalah tantangan bagi seni budaya
tradisional. Di dalam buku ini berbagai strategi dan cara untuk mempertahankan kesenian dan
budaya di era teknologi. Tantangan lainnya seperti covid-19 dan hal-hal lainnya juga menjadi
tantangan bagi seni dan budaya Nusantara.

PENUTUPAN

Setelah selesai sesi tanya jawab maka acara diskusi buku pun telah berakhir. Namun
sebelum peserta dan pemateri bubar, panitia memberikan kejutan kepada Prof. Endang berupa
Tarian Prosesi Pemotongan Tumpeng dari Mahasiswa Pasca Sarjana ISBI Bandung Angkatan
2022 yang tentu saja menambah kemeriahan acara tersebut. Para penari membawa tumpeng
kedalam Gedung Bale Rumawat sambil menari kontenporer sambil diiringi musik yang telah
direkam sebelumnya. Selanjutnya para penari menggiring Prof. Endang dan para pemateri keluar
Gedung untuk melaksanakan prosesi pemotongan tumpeng. Sesampainya di lokasi yang telah
disediakan panitia, pemotongan tumpengpun dilakukan oleh Prof. Endang dan diberikan kepada
ketua pelaksana acara diskusi buku Seni dan Ketahanan Budaya yakni Bapak Budi Dalton.

CURRICULUM VITAE (CV)

• Prof. Dr. Endang Caturwati, S.S T., M.S.


Prof. Endang adalah Dosen dan Guru Besar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI)
Bandung. Lulusan S3 Universitas Gadjah Mada, Ilmu Budaya. Alumni Lemhannas PPSA
(2012). Penelitian-penelitian mengenai, Seni Pertunjukan, Pendidikan Seni, dan Budaya
& Kearifan Lokal. Reviewer Penelitian Nasional Kemenristek-Dikti (1997-sekarang). Ka.
Pusat LPPM STSI Bandung, (2008-2011), Direktur Pascasarjana STSI Bandung (2009-
2012), Ketua STSI (2012-2013) sekarang ISBI Bandung, Direktur Kesenian Kemdikbud
(2013-2017). Aktif di beberapa Komunitas Seni, antara lain ‘Perempuan Pendidik Seni’,
Hapsari ‘Ajang Kreativitas Seni Tradisi Indonesia’, Citra Srikandi Indonesia CSI), Dosen
di beberapa perguruan tinggi. Menulis Buku Ajar dan Teks, Puisi & Lagu, serta Artikel
Jurnal Nasional & Internasional. Karya bukunya, antara lain Ronggeng di Tatar Sunda,
Tari di Tatar Sunda, Sinden Di Atas dan di Balik Panggung, Seni dan Ketahanan
Budaya. Karya Tarinya, Antara lain, Balebat, Astungkara, Kelangan, Kembang Ligar, dan
Purbasari & Purbararang. Karya Lagunya, antara lain Kasih tak Bertepi, Di Ambang
Biru, dan Kanyaah Indung Bapak. Kini sebagai Ketua Klaster Ilmu Sosial-Humaniora di
Asosiasi Profesor Indonesia (API), Ketua Umum Hapsari Citra Indonesia (HCI), dan
Ketua Umum Citra Srikandi Indonesia (CSI).
• Dr. Anggy Giri Prawiyogi, M.Pd., M.Sn.
Dr. Anggy adalah seorang dosen PGSD di Universitas Buana Perjuangan Karawang. Dr.
Anggy Giri Prawiyogi, M.Pd., M.Sn merupakan lulusan magister pendidikan dasar pada
tahun 2016, magister seni pada tahun 2022 dan doktoral pendidikan dasar UPI pada tahun
2020. Beliau memiliki beragam pengalaman organisasional antara lain organisasi doktor
pendas indonesia, ketua divisi kesenian ICMI purwakarta, ketua divisi kesenian
LESBUMI purwakarta, serta wakil ketua IAEducation organisasi penggerak
kemendikbudristek. Dengan sebidang pengalaman dan aktif mengajar di berbagai sekolah
dan universitas, Dr. Anggy Giri Prawiyogi,.M.Pd telah mendapatkan beberapa pencapaian
antara lain melahirkan publikasi karya tulis yang luar biasa.
• Miranda Risang Ayu Palar, S.H., LL.M., Ph.D.
➢ Bachelor of Law (S.H.), Universitas Padjadjaran (1994)
➢ Legum Magister (LL.M.), University of Technology Sydney (2003)
➢ Doctor of of Philosophy in Law (Ph.D.), University of Technology Sydney (2008)
➢ Education Certificate Number 11100100707336
➢ ID of National Lecturer Number 0010086802
➢ Training of Instructional Techniques for Lecturers (PEKERTI), Universitas
Padjadjaran (2009)
➢ Applied Approach Training for Lecturers (AA), Universitas Padjadjaran (2014)
➢ Regular Columnist in Republika newspaper (2001-2002)
➢ Indigenous community defender in Tarung indigenous village, West Sumba
Regency, East Nusa Tenggara Province, Indonesia
➢ Traditional dancer, yin yoga practitioner, music and poetry lover, animal lover
➢ Traditional dancer in the welcoming ceremonies for country guests of the President
of Republic of Indonesia in the State Palace, 1983- 1989
➢ Balinese, Sundanese, Javanese and Sumatranese traditional dancer in the
Indonesian Cultural Mission to Tsukuba Expo, Japan, 1985
➢ Balinese and Sundanese traditional dancer in the Indonesian Cultural
➢ Mission to the Opening Ceremony of Opera House of Cairo, Egypt, 1989
• Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA
Prof. Sabana lahir pada 10 Mei 1951. Ia adalah seorang seniman grafis, dosen, serta guru
besar seni rupa Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh pemuka dalam seni grafis
Indonesia serta seni menggunakan medium kertas. Pendidikan: ITB, Northern Illinois
University (NIU) AS. Penggagas pameran-pameran Nasional dan Internasional
(kelompok) dan webinar seperti Festival Kertas Sejagat, Buku Jagat Kertas, Kembang
Kertas Mewangi Nusantara dan Religiusitas Seni Rupa Kontemporer Nusantara. Aktif
sebagai Keynote Speaker pada Konferensi Nasional dan Internasional. Aktif berpameran
Tunggal dan Kelompok di Indonesia dan luar negeri seperti di Bandung, Jakarta, Cirebon,
Yogya, Solo, Denpasar, Makassar; Malaysia, Singapore, Thailand, Filipina, Tiongkok,
Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Mongolia, Jerman, Italia, Inggris, AS. Aktif mengajar dan
membimbing di FSRD ITB, UNPAD, ISBI Bandung, IKJ, UNNES, ISI Yogya, ISI
Solo. Pendiri Galeri Garasi10 Bandung, galeri ini dipersiapkan Selain untuk aktifitas seni,
juga sebagai tempat berdiskusi Pemateri dan pengembangan sanggar seni di Bandung dan
pemateri utama dalam seminar tentang Desain Komunikasi Visual Unpas Bandung.
• Prof. Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen., M.Hum.
Prof. Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen., M.Hum merupakan seniman, dosen dan guru besar yang
telah menempuh Pendidikan tinggi antara lain Sarjana Teater (ASTI Bandung, 1982),
Sarjana Seni (ISI Surakarta, 1989), Magister Humaniora (UGM, 1993), Doktor Sosiologi-
komunikasi (UNPAD, 2013). Sejak tahun 1982 sampai sekarang menjadi Dosen di ISBI
Bandung. Sejak Desember 2019 dikukuhkan menjadi Guru Besar Sosiologi Seni ISBI
Bandung. Beliau telah menjadi aktivis teater (actor, sutradara, penulis lakon, dramawan)
dari tahun 1978 sampai sekarang dan sejak 1994 menjadi peneliti seni pertunjukan rakyat
sampai sekarang. Menciptakan beberapa wayang kontemporer seperti Wayang Kakufi,
Tewaysun, Bunga Lontar serta menjadi Anggota DKJB (Dewan Kebudayaan Jawa Barat
periode 2015-2019) Menjadi reviewer beberapa jurnal nasional. Beliau juga telah
mengusung beberapa lakon serta skenario film yang mendapatkan penghargaan, di
antaranya Si Samudra, Dunianya Didong (1984), Hujan Keris (DKJ, 1986), Serat Santri
Kembang (DKJ, 1987), dll.

Pemateri Diskusi Buku Seni dan Ketahanan Budaya


DASFTAR PUSTAKA
https://pasca.isbi.ac.id/index.php/tentang-pascasarjana/cv-dosen/prof-dr-endang-caturwati-m-s
https://tugubandung.id/seni-ketahanan-budaya-sumbangsih-prof-endang-caturwati-untuk-seni-
nusantara/
https://www.notifindonesia.com/news/pr-6296014208/bedah-buku-seni-dan-ketahanan-budaya-
antara-spiritual-seni-dan-budaya
https://www.akarpadinews.com/read/budaya/memetik-isyarat-seni-dan-ketahanan-budaya

Anda mungkin juga menyukai