Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM
DIRUANGAN MELATI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

OLEH :

NAMA : REGINA SELFANI KOLIN


NIM : PO5303201201052
KELAS : TINGKAT 3 DIII

MENGETAHUI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

(Dr. Ina Debora Ratuludji, S.Kep. M.Kes) (Susanty H.Edon A.Md.Keb)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2022
BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil. Partus di anggap spontan atau normal jika
wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin
presentasi puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2012).
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat-obatan. Sedangkan
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Bobak, 2012).

B. Anatomi Dan Fisiologi


Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang
terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang
menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2012).
1. Stuktur eksterna.
a. Vulva.
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata
ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang
dibatasi perineum.
b. Mons pubis.
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat di atas simfisis
pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi
rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons berperan
dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.
c. Labia mayora.
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi
labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang
belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora terletak
berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya.
Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau
pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada
permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih
gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan
semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora
licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap
sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf
yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
d. Labia minora.
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke
arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh
darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan
dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional
atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva.
Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga
meningkatkan fungsi erotiknya.
e. Klitoris.
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat
di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan
lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang,
glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi
smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan
berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa
yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci
seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak
membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi
tekanan.
f. Vestibulum.
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum
terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar
paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah
teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan
dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi
orifisium vagina.
g. Fourchette.
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis
tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis
terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum.
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2. Struktur interna.

a. Ovarium.
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang
tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni
bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi
dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan
ligamentum ovari proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi
ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.
Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di
antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat
utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita normal.
b. Tuba fallopi.
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang
ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk
mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan
berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum
didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan
peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan
peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa
yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus.
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga
bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba
fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri,
dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus
dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa
hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan
endometrium, kehamilan dan persalinan. Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan :
1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu
lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan
permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan
lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan
miometrium.
2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot polos
yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk
lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus,
membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.
3) Peritonium perietalis. Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus
uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana
terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada
uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena
peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d. Vagina.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat
terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal
terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di
ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon
seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah.
Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi
vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina
mempertahankan kebersihan relatif vagina.

C. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain,
dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
a. Kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak
begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I
untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8
jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval
2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala
I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan
mengejan. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh
putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala dipegang di
bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang. Setelah
kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti
dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta
dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali
pusat bertambah panjang dan terjadi perdarahan.
d. Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang
dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital,
kontraksi uterus, terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih normal
bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin,
dan faktor persalinan pervaginam.
a. Faktor Ibu.
1) Paritas.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin
hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan
jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus.
Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang
berulang pada persalinan berikutnya.
2) Meneran.
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu
harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengejang. Ibu mungkin merasa dapat
meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu.
b. Faktor Janin.
1) Berat Badan Bayi Baru lahir.
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000
gram (Bobak, 2012). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko
trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus
brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu
seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum.
2) Presentasi.
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu
memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Bobak,
2012).
a) Presentasi Muka.
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap
extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau
diameter submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya
adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi
bagian terendahnya antara glabella dan bregma (Bobak, 2012).
b) Presentasi Dahi.
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan
bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian
terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,
merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang
(Bobak, 2012).
c) Presentasi Bokong.
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan
penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi
bokong dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi
bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki,
dan presentasi bokong lutut (Bobak, 2012).
c. Faktor Persalinan Pervaginam.
1) Vakum ekstrasi.
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin
dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat
vacum yang dipasang di kepalanya.
2) Ekstrasi Cunam/Forsep.
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep
antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok,
perdarahan post partum, pecahnya varices vagina.
3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan
melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu
pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk
melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002).
4) Persalinan Presipitatus.
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat,
berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas
kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang
sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu
tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat
(Cunningham, 2005).

D. Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi.
a. Infolusi uterus.
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis
tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar
pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai
kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm
setiap 24 jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan
berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr
2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di
dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil.
b. Kontraksi.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.

2. Adaptasi psikologis.
Adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan.
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / tidak ketergantungan.
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama
fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat
istirahat dengan baik.
c. Fase letting go / saling ketergantungan.
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh
pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan
seksualnya telah dilakukan kembali.

E. Pathway
F. Manifestasi klinik
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini
kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak,
2012).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi.
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-
otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar
hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar
setelah hamil.
b. Kontraksi.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan
kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler
diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta.
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan
trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat
plasenta.
d. Lochea.
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,
kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama
mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran
menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah
lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa
bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks.
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan
f. Vagina dan perineum.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada
wanita nulipara.

2. Sistem endokrin.
a. Hormon plasenta.
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih
yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis.
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-
stimulating hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak
menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH
ketika kadar prolaktin meningkat.

3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil.

5. Sistem cerna.
a. Nafsu makan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu
merasa sangat lapar.
b. Mortilitas.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi.
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.
6. Payudara.
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a) Ibu tidak menyusui.
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan
pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum
bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan
hangat jika di raba.
b) Ibu yang menyusui.
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih
kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler.
a Volume darah.
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume
darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan
normal cairan tubuh yang menyebapkan volume darah menurun dengan
lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung.
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah
yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tiba- tiba kembali ke
sirkulasi umum.
c. Tanda-tanda vital.
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar
empat hari setelah wanita melahirkan.

8. Sistem neurologi.
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang
dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.

9. Sistem muskuluskeletal.
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen.
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan
menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.

G. Klasifikasi Ruptur Perineum


Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur
perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Vagina.
a) Komisura posterior.
b) Kulit perineum.
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Mukosa Vagina.
a) Komisura posterior.
b) Kulit perineum.
c) Otot perineum.
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat dua
2) Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga.
2) Dinding depan rectum.
H. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari
500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % .
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari
24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan
menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus
yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan
dengan janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan
parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri.
2. Infeksi puerperalis.
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum.
0
Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
3. Endometritis.
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi
terjadinya endometritis
4. Mastitis.
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting
susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan,
mastitis umumnya di awali pada bulan pertamapost partum.
5. Infeksi saluran kemih.
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis.
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari
dinding pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan trombus)
tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari
pertama post partum.
7. Emboli.
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
menyebapkan kematian terbanyak.
8. Post partum depresi.
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada
dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman,
perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga
mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan
menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan semangat.

I. Tanda - Tanda Bahaya Post Partum


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir.
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada
mukosa vagina.

J. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan
sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki
bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir,
selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan
perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari
lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara
angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut
kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada
dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu
kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-
3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum.
Persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur
perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008)
kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam menangani
asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan berbagai
macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV.
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena.
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.
3. Pemberian oksitosin.
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri.
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/umum.

K. Pengkajian Fokus
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges dalam Novita 2019 adalah
sebagai berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik :
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan :
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c. Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi :
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori :
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu rasakan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri :
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini ?
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum :
1) Pemeriksaan TTV.
2) Pengkajian tanda-tanda anemia.
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis.
4) Pemeriksaan reflek.
5) Kaji adanya varises.
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness).
b. Payudara :
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata ).
2) Kaji adanya abses.
3) Kaji adanya nyeri tekan.
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti.
5) Kaji pengeluaran ASI.
c. Abdomen atau uterus :
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri.
2) Kaji adnanya kontraksi uterus.
3) Observasi ukuran kandung kemih.
d. Vulva atau perineum :
1) Observasi pengeluaran lokhea.
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi.
3) Kaji adanya pembengkakan.
4) Kaji adnya luka.
5) Kaji adanya hemoroid.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah.
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca
partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari
pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau
dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan
rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2012).
L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri a k u t berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
((D.0077)
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan
cara perawatan payudara bagi ibu menyusui (D.0029)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan dan proses melelahkan ((D.0055)
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang merawat
bayi (D.0111)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan
(D.0142)
6. Resiko Gangguan Perlekatan Berhubungan Dengan Khawatir Menjalankan
Peran Sebagai Orang Tua. (D.0127)
M. Intervensi
1) Nyeri Akut (D.0077)
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu
tertentu diharapkan tingkat nyeri menurun.
b. Kriteria hasil :
a) Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang 44
b) Keluhan nyeri meringis menurun
c) Pasien menunjukkan sikap protektif menurun.
d) Pasien tidak tampak gelisah.
c. Intervensi : Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
b) Terapeutik
(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(2) Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri. 45
2) Menyusui Tidak Efektif (D.0029)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakuan intervensi keperawatan selama waktu
tertentu diharapkan status menyusui membaik.
b. Kriteria Hasil :
a) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat.
b) Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat.
c) Pancaran ASI meningkat
d) Suplai ASI adekuat meningkat.
e) Pasien melaporkan payudara tidak bengkak
c. Intervensi : Konseling Laktasi ( I.03093 )
a) Observasi
 Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui.
 Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
 Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling
menyusui.
b) Terapeutik
(1) Gunakan tehnik mendengar aktif.
(2) Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar.
c) Edukasi : Ajarkan tehnik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.
3) Gangguan Pola Tidur (D.0055)
a. Tujuan Umum : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola tidur
meningkat.
b. Kriteria hasil :
a) Gelisah menurun
b) Keluhan sulit tidur menurun
c) Pola tidur membaik
c. Intervensi : Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
b) Terapeutik
(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(2) Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi :Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Defisit Pengetahuan ( D.0111 )
a. Tujuan umum: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
pengetahuan meningkat
b. Kriteria hasil :
a) perilaku sesuai anjuran meningkat
b) verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat

d) kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai


dengan topik meningkat
e) perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i) perilaku membaik
c. Intervensi : Edukasi Kesehatan (I.12383)
a) Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b) Terapeutik
a. Sediakan materi dan medla pendidikan kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sosial kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
c) Edukasi
a. Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
5) Resiko Infeksi (D.0142)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intrevensi keperawatan selama waktu
tertentu diharapkan tingkat infeksi menurun.
b. Kriteria Hasil
a) Tidak ada tandan –tanda infeksi ( Demam, Nyeri, Kemerahan dan
Bengkak).
b) Kadar sel darah putih membaik.
c. Intervensi Pencegahan Infeksi ( I.14539 )
a) Observasi : Monitor tanda dan gejalan infeksi lokal dan sistemik.
b) Terapeutik
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien.
b. Pertahankan tehnik aseptik pada psien beresiko tinggi.
c) Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
c. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka.
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
6) Resiko Gangguan Perlekatan (D.0127)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu
tertentu diharapkan kemampuan berinteraksi ibu dan bayi meningkat.
b. Kriteria Hasil
a) Pasien menunjukkan peningkatan verbalisasi perasaan positif terhadap
bayi.
b) Pasien menunjukkan peningkatan perilaku mencium bayi, tersenyum
pada bayi, melakukan kontak mata dengan bayi, 50 berbicara dengan
bayi, berbicara kepada bayi serta berespon dengan isyarat bayi.
c) Pasien menunjukkan peningkatan dalam menggendong bayinya untuk
menyusui.
c. Intervensi : Promosi Perlekatan ( I.10342 )
a) Observasi
(1) Monitor kegiatan menyusui.
(2) Identifikasi kemampuan bayi menghisap dan menelan ASI.
(3) Identifikasi payudara ibu.
(4) Monitor perlekatan saat menyusui
b) Terapeutik : Diskusikan dengan ibu masalah selama proses menyusui.
c) Edukasi
a. Ajarkan ibu menopang seluruh tubuh bayi.
b. Anjurkan ibu melepas pakaian bagian atas agar bayi dapat
menyentuh payudara ibu.
c. Ajarkan ibu agar bayi yang mendekati kearah payudara ibu dari
bagian bawah
d. Anjurkan ibu untuk memegang payudara menggunakan jarinya
sepertu huruf “ C”.
e. Anjurkan ibu untuk menyusui pada saat mulut bayi terbuka lebar
sehingga areola dapat masuk dengan sempurna.
f. Ajarkan ibu mengenali tanda bayi siap menyusui.

N. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dan masalah status kesehatan yang di hadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diterapkan,
ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk memperbaiki kondisi dan pendidikan
untuk klien tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di kemudian
hari.
O. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terhadapat sejumlah informasi yang
diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan evaluasi meerupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau tidak untuk mengatasi suatu masalah pada tahap evaluasi, perawat dapat
mengetahui seberapa jauh diagnodiagnoseawatan rencana tindakan dan pelaksanaan
telah tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Bulecheck M. Gloria, dkk. 2016. Nursing Incomes Classification. Singapore: Elsevier


Pbe.Ltd.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik (cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan
Tindakan Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai