Anda di halaman 1dari 18

Usia Satu sampai dengan Empat Tahun

Dosen Pembimbing : Oki Ristya Trisnawati, M.pd.

Nama : MokhamadAli Ma’sum


: Putri Utami
: Novia Ummu Sholikhah

Matakuliah : Psikologi Perkembangan

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
A. Perkembangan sesudah tahun Pertama
Montessori menyatakan periode perkembangan anak berdasarkan kepekaan anak
terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya. Periode pertama dalam kehidupan manusia terjadi
pada usia 0-6 tahun. Pada usia 0-3 tahun anak-anak menunjukkan perkembangan mental yang
sulit didekati dan dipengaruhi orang dewasa. Pada usia ini anak-anak mengalami kepekaan yang
kuat terhadap keteraturan, misalnya jika dia biasa melihat sesuatu diletakkan di atas meja, maka
dia akan menangis atau memindahkan barang tersebut ke tempat semula. Pada periode ini juga
anak-anak mengalami kepekaan detail, dimana jika dia melihat sesuatu dia akan memperhatikan
benda tersebut sedetail mungkin, misalnya memegangnya, menciumnya, atau menjilatnya. Pada
periode ini anakanak juga mengalami kepekaan tangan dan kaki, sehingga pada masa ini anak
sangat suka menggunakan tangannya untuk memegang, melempar, dan sebagainya serta
menggunakan kakinya untuk berjalan.1
Pada usia 3-6 tahun, anak-anak sudah mulai bisa didekati dan dipengaruhi pada situasi-
situasi tertentu. Periode ini ditandai dengan anak-anak menjadi lebih individual dan memiliki
kecerdasan yang cukup untuk memasuki sekolah. Anak-anak pada usia ini telah menguasai
banyak kosakata sehingga mereka sudah lancar berbicara.
Menurut anak-anak mengalami perkembangan dalam tiga tahap. Tahap pertama masa
bayi dari usia 0-6 tahun. Pada masa ini bayi mengenal dunia langsung melalui inderanya. Bayi
sangat ingin mengetahui halhal yang terjadi di sekitarnya meskipun dia belum memahami
alasannya. Mereka menyentuh segala sesuatu yang mereka lihat dan menyerap katakata yang
mereka dengar.
Tahap kedua, masa kanak-kanak dari usia 2 (dua) sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak
telah memiliki kemerdekaan sendiri; mereka sudah memiliki banyak keterampilan fisik,
kemampuan berbicara, memiliki kemampuan berpikir, dan membuat abstraksi.
Tahap ketiga, masa kanak-kanak akhir dari usia 12 sampai 15 tahun Tahap ini merupakan
transisi antara masa anak-anak dan dewasa. Mereka telah memiliki kekuatan fisik, kemampuan
kognitif yang substansial sehingga mampu mengerjakan tugas-tugas yang bersifat teoritis dan
verbal.

1
Masganti, “Psikologi perkembangan anak usia dini”, Perdana mulya sarana, jilid 1, hlm. 9-10
B. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
Umur kerangka (skelet) dilihat dari pergeseran tulang tangan anak. Tahun ke5 mulai
disebut “Gestaltwandel” pertama. Anak mempunyai kepala relatif besar dan anggota badan
pendek mulai mempunyai proporsi badan seimbang. Gestaltwandel kedua mulai umur 10 tahun,
ketika mulai pubertas atau perkembangan seksualitas. Usia 3 tahun otomatis dapat berjalan. 4
tahun hampir berjalan seperti orang dewasa. Tapi belum dapat menyandarkan berat badannya
pada satu kaki. Perkembangan mekanisme keseimbangan untuk berjalan tegak. Bila anak dapat
berjalan ia akan mencoba berbagai variasi. Usia 2 atau 3 tahun dapat lari, tapi belum mampu
berhenti dengan cepat atau membalik. Usia 4-5 tahun dapat berhenti dan berbalik. 5 atau 6 tahun
dapat berlari seperti orang dewasa dan menggunakan kemampuan dalam aktivitas bermain. 18
atau 20 bulan dapat memanjat tangga dengan bantuan. Usia 6 tahun menjadi pemanjat yang baik.
Usia 2 atau 3 tahun anak belajar meloncat, berjingkat, dan variasi berjalan. 29 bulan dapat berdiri
di atas sebelah kaki. Usia 3 tahun sukar menangkap bola atau memukul bola dengan tongkat.
Usia 4 tahun belajar berbagai macam koordinasi visio motorik. Aktivitas sonco-motorik
diintegrasi menjadi aktivitas yang dikoordinasi. Tahun ke 4 pola lokomotorik dapat dikuasai.
Perkembangan persepsual dipengaruhi faktor keliling, yang terjadi adalah perkembangan
pengamatan bentuk. Usia 5 atau 6 tahun anak dapat melihat benda secara khusus. Kern
berpendapat anak tidak dapat melihat terperinci, dianggap tidak mampu membeda-bedakan,
sehingga tidak mampu pergi sekolah. Membaca dan menulis berarti dapat memisahkan hal
khusus. Schenk, kelemahan membaca atau legasteni, yaitu kesukaran memisahkan huruf dari
kata-kata. Anak mampu melakukan tindakan kebersihan kurang lebih usia 15 bulan. Bila dilatih
sebelum 15 bulan dapat menimbulkan pengalaman traumatis. Akibatnya anak sering “ngompol”
saat ia sudah dapat bersih atau menunjukkan gangguan tingkah laku lain.2

C. Perkembangan Kepribadian dan Perkembangan Social

1. Tingkah laku lekat sesudah umur satu tahun

2
http://psikologikartinaningsih.blogspot.com/2010/01/usia-satu-sampai-dengan-empat-tahun.html
Istilah kelekatan (attachment) untuk pertamakalinya dikemukakan oleh seorang psikolog
dari inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Bowlbymenjabarkan konsep
kelekatan sebagai sebuah kecenderungan manusia untukmenciptakan ikatan afeksi yang
kuat dengan orang tertentu.3
Menurut pendapat Bowlby, kelekatan adalah ikatan emosional sebagaibentuk perilaku
yang ditunjukkan oleh individu dalam mencapai atau menjagakedekatan dengan individu
lain yang diidentifikasikan sebagai seseorang yangmempunyai kemampuan lebih baik
dalam menghadapi hidup.4
Terjadinya tingkah laku lekat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu karena proses belajar dan
ciri khas manusia untuk bercakap-cakap, memanipulasi, dan eksplorasi benda. Tingkah
laku lekat merupakan kecenderungan anak sebelum proses belajar terjadi. Hubungan
yang merupakan sifat khas hubungan antara ibu dan anak, tingkah laku lekat dipandang
sebagai “sifat structural dari hubungan ibu dan anak”. ada dua teori yang dipakai dalam
hal ini, yaitu:

2. Teoridiferensiasi
Pendapat Bowlby. Anak mencari kontak sosial serta kehangatan dan kasih sayang. Anak
mempunyai pilihan terhadap: ibu, ayah, atau anggota keluarga lain. Ketergantungan
menjadi kecenderungan umum untuk mencari kontak sosial lepas dari identitas orangnya.
Menurut Bowlby ibu dipandang sebagai figure sentral anak. Kasih sayang ibu adalah
essensial untuk perkembangan psikis yang sehat. Menurut Rutter ibu tidak selalu menjadi
objek kelekatan. Diferensiasi anak dianggap relatif punya kelekatan dengan ibu sampai
±6 tahun, kemudian mengadakan ikatan dengan orang dewasa lain. Bowlby
mengemukakan sesudah 3 tahun anak merasa aman dalam situasi asing bersama objek
lekat pengganti yang dikenal anak, saat dalam kondisi sehat, dan tahu posisi ibunya serta
mudah mencari kontak dengannya.
3. Teori parallel
Maccoby, Masters, dan Hartup berpendapat sesudah umur 1 tahun anak menunjukkan
tingkah laku lekat terhadap orang dewasa maupun anak sebaya lain. Observasi

3
Qomariyah, 2011,Hubungan Kualitas Attachment dengan Kemandirian Siswa Kelas X Dimediasioleh
Self-esteem di SMA Negeri Malang, Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Hal 27
4
Ibid. hal. 27
keadaan Indonesia menunjukkan bayi mengalami pola asuh yang tergantung pada
situasinya. Contoh hal ini dapat dikemukakan antara lain :
a. Seorang penulis mendengar percakapan mengenai anak yang tidak ada pada. Hal
itu membuktikan besarnya pengaruh tingkah laku anak terhadap anak lain sehingga
menjadi objek percakapan.
b. Hubungan fungsional antara anak dalam permainan mempunyai sifat yang berbeda
hubungannya dengan orang dewasa. Dalam bermain dengan teman terlihat tingkah
laku koperatif berubah menjadi tingkah laku agresif. Perubahan emosional ini
dapat diketemukan suatu keseimbangan yang baik, tidak terjadi dalam
hubungannya dengan orang dewasa.
c. Harlow meneliti kera Rhesus dalam isolasi.Usia 6 bulan ada pertengkaran dan
tingkah laku agresif sementara yang menghilang dalam beberapa waktu dan
nampak lagi. Umur 1,5 tahun, keagresifan menunjukkan keinginan menyakiti dan
merugikan makhluk lain yang bersifat permanen. Keagresifan pada sejumlah kera
dalam isolasi tidak nampak pada kera yang berkelompok. Tingkah laku koperatif,
altruistis dan agresif dipengaruhi oleh“role taking” dan egosentrisme. Makin
berkembang ambil alih peran makin kecil egosentrisme dan sebaliknya. Hal itu
tetap ada sepanjang hidup tetapi bersifat saling menghambat. 5

4. Egosentrisme
Pemusatan diri sendiri dan proses dasar tingkah laku anak; pengamatan anak
ditentukan oleh pandangan sendiri;belum berorientasi mengenai pemisahan subjek-
objek. Perasaan dan pandangan terpusat pada diri sendiri. Egoisme menunjukkan
ketamakan. Berikut merupakan bentuk egosentrisme:
a. Egosentrisme dalam stadium sensomotorik (0-18) Ketidakmampuan
berdiferensiasi antara diri sendiri dan dunia luar. Diferensiasi berkembang selama
18 bulan. Menurut Piaget dan Inhelder 18 bulan pertama perubahan kearah
desentrasi umum, anak merupakan objek dalam hubungan dengan objek lain.
b. Egosentrisme dalam stadium pra-operasional (±18 bulan - ±tahun ke 6)
Kemampuan anak bekerja dengan tanggapan. Mulai memakai simbol dan kata. Ia

5
http://psikologikartinaningsih.blogspot.com/2010/01/usia-satu-sampai-dengan-empat-tahun.html
tidak dapat membedakan antara simbol dan artinya, antara permainan dan
bayangan impian yang dibuat sendiri dengan kenyataan. Sering dibedakan antara
socialized speech dan private speech yaitu tidak ada nilai komunikatif nya; anak
bicara sendiri. Tidak ada anak normal dalam periode perkembangan yang
menggunakan bahasa hanya untuk komunikasi dengan dirinya sendiri saja”.
Mueller menunjukkan umur 3 tahun tidak terdapat egosentrisme dalam
penggunaan bahasa,bahasa selalu mempunyai nilai komunikatif.
c. Egosentrisme dalam stadium operasional konkrit (± 6- ± 11 tahun)
Belum mampu membedakan hasil cipta mental dengan hal yang nyata. Menurut
Elkind egosentrisme anak ditandai realitas asumtif, anak melihat kenyataan
berdasar informasi terbatas. Memandang orangtua serba tahu. Ditarik konklusi
umum, orang tua sebetulnya tidak mengerti apa-apa. Mereka lebih percaya pada
teman sebaya atau pada guru. Elkind menamkan rasa superioritas kognitif ini
sebagai keseimbangan kognitif.
d. Egosentrisme pada remaja
Piaget, umur 11 tahun mampu beroperasi formal serta berfikir hipotetis-deduktif
mampu menganalisis pikiran sendiri dan orang lain. Menurut Elkind hal itu
merupakan inti egosentrisme remaja. Elkind menanamkan pengharapan dirinya
yang akan dipikirkan orang lain tentang dirinya sebagai “public imajiner”.
Egosentrisme yang spesifik hanya berlangsung sementara, namun juga lama.
e. Egosentrisme pada orang dewasa
Belum dapat ditentukan umur yang tepat, karena belum adanya penelitian.
f. Egosentrisme pada orang tua
a. Regresi kognitif, kemajuan yang berkurang dalam bidang kognitif.
b. Terjadi pelepasan tingkah laku lekat.
c. Sikap fleksibel berkurang hingga timbul rigiditas.6
5. Tingkah laku ambil alih peran
Proses social dan proses kognitif bahwa orang dapat menempatkan diri pada motif,
perasaan, pikiran, dan tingkah laku orang lain. Dapat menempatkan diri dalam

6
Ibid. hlm. 1
keadaan orang lain berarti orang dapat membedakan dasar pandangan orang lain dari
dasar pandangan sendiri disebut desentrasi social. Bentuk ambil alih peran:
a. Ambil alih peran persepsual
Meramalkan yang dilihat orang mengenai objek yang sama, dari pandangan
perspektif yang berbeda.
b. Ambil alih peran konsepsual
Kecakapan menempatkan diri dalam pembentukan pengertian atau konsep orang
lain.
c. Ambil alih peran emosional-motivasional
Kecakapan ikut merasakan secara konkrit alam perasaan dan motif orang lain.
Makin berkurang egosentrisme, makin bertambah kemampuan ambil alih
perannya. Ambil alih peran merupakan proses hidup meskipun kualitasnya
berbeda.7

6. Belajar Model
Proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan secara sadar atau
tidak. Model pribadi; menirukan demi sifat tingkah laku pribadi. Model posisional:
menirukan demi posisi social, kesuksesan, umur, jenis sekse. Menurut Bandura
tingkah laku orang terjadi karena pengamatan. Syarat untuk menirukan model dengan
baik:perhatian, retensi, reproduksi motoris, reinforsemen dan motivasi.8
.
7. Periode Perkembangan Fase Kepala Batu
Menurut Hetzer dan Remplein hal ini dianggap sebagai proses inti perkembangan
kemauan dan kepribadian. Reaksi pembangkangan berbeda dengan sikap tidak mau
menurut, agresi, ingin punya pendapat sendiri, malu, terhambat dan mengadu
kekuatan secara main-main. Reaksi ini berhubungan dengan sifat pendidikan orang
tua. Inti penyebab reaksi pembakangan adalah berfungsinya dua hal yang diskrepan
pada diri anak yaitu diskrepansi antara apa yang dikehendaki anak dengan apa yang
dapat dimengerti secara intelektual.9

7
Ibid. hlm. 1
8
Ibid. hlm. 1
9
Ibid. hlm. 1
D. Permainan dan Tingkah Laku
1. Definisi Bermain
Bermain (play) marupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti
utamanya mungkin hilang.arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan
untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar.
Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar
untuk kesenangan fungsional.” Menurut Bettelheim kegiatanbermain adalah kegiatan
yang “tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan
tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar” (Hurlock,
1997.hal:320).10
Piaget menjelaskan bahwa bermain ialah tanggapan yang diulang sekedar untuk
kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang
tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemainsendiri dan tidak ada
hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar (Hurlock,1978,hal:320).11
2. Teori-teori Bermain
a. Teori Kalasik yaitu teori yang munculdari abad ke-19 sampai Perang Dunia I.
Teori Klasik mengenai bermain dapatdikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
(1) teori surplus energy dan rekreasi; (2) teori rekapitulasi dan praktis. Ada
beberapa tokoh yang dapat dikategorikan dalam teori klasik. Mereka berusaha
menjelaskan mengapa muncul prilaku bermain serta tujuan dari bermain. Dari
pertengahan sampai akhir abad ke-19 teori evolusi sedang berkembang, sehingga
pembahasan teori bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut. Bermain
mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah bekerja dan
merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecil yang tidak
bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi penjelasan mengenai mengapa
terjadi kegiatan bermain pada mahluk hidup belum dapat dijawab secara
memuaskan (Mutiah 2010.hal:93).12

10
http://etheses.uin-malang.ac.id/1220/6/10410170_Bab_2.pdf
11
Ibid. hlm. 11-12
12
Ibid. hlm. 15-16
Berikut table Teori-teori Klasik :

Teori Tokoh Tujuan Bermain

Surplus/Kelebihan Friedrich schiller/ Herbert mengeluarkan energy


SpencerMoritz berlebihan

Energi Rekreasi/Relaksasi Lazarus G.Stanley Hall memulihkan tenaga


RekapitulasiPraktis/Insting Karl Groos memunculkan
Naluri Instingnenek Moyang
mnyempurnakan
Insting13

b. Selain teori Klasik bermain, terdapat juga teori Modern bermain. Sedangkan,teori
Modern bermain ialah teori yang muncul sesudah Perang Dunia I. perbedaan
utamanya adalah teori modern member tekanan pada konsekuensi bermain bagi
anak. Teori Modern mengkaji tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa
muncul prilaku bermain, tetapi juga berusaha menjelaskan manfaat bermain bagi
perkembangan anak (Mutiah.2010.hal:99).14

Berikut table teori Modern:


Peran Bermain dalam
Teori
perkembangan anak
Psikoanalitik mengatasi pengalaman traumatic,
coping terhadap frustasi.

Kognitif-Piaget Mempraktikkan dan Melakukan


konsolidasi konsep konsep serta
keterampilan yang sudah dipelajari

13
Ibid. hlm. 16
14
Ibid. hlm.
sebelumnya.

Kognitif-Vigotsky Memajukan berpikir abstrak; belajar


dalam kaitan ZPD(Zone of proximal
Development) ; pengaturan diri

Kognitif-Bruner/Sutton-Smith Memunculkan Fleksibilitas prilaku dan


berpikir, imajinasi, narasi

Singer
Mengatur kecepatan stimulasi dari
dalam dan dari luar.

Arousal Modulation
Tetap membuat anak terjaga pada
tingkat optimal dengan menambah
stimulasi.

Bateson
Memajukan kemampuan untuk
memahami berbagai tingkatan makna.15

3. Fungsi Bermain
Frank dan Theresa Caplin (Hildebrand, 1986: 55-56) mengemukakan ada enam belas
fungsi bermain bagi anak.
1. Bermain membantu pertumbuhan anak.
2. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela.
3. Bermain memberi kebebasan anak untuk bertindak.
4. Bermain memberikan dunia khayal yang dapat dikuasai.
5. Bermain mempunyai unsur berpetualang di dalamnya.
6. Bermain meletakkan dasar pengembangan bahasa.
7. Bermain mempunyai pengaruh yang unik dalam pembentukan hubungan
antarpribadi.
8. Bermain memberi kesempatan untuk menguasai diri secara fisik.
15
Ibid. hlm. 17
9. Bermain memperluas minat dan pemusatan perhatian.
10. Bermain merupakan cara anak untuk menyelidiki sesuatu.
11. Bermain merupakan cara anak mempelajari peran orang dewasa.
12. Bermain merupakan cara dinamis untuk relajar.
13. Bermain menjernihkan pertimbangan anak.
14. Bermain dapat distruktur secara akademis.
15. Bermain merupakan kekuatan hidup.
16. Bermain merupakan sesuatu yang esensial bagi kelestarian hidup manusia. 16

4. Struktur atau cirri-ciri esensial tingkah laku bermain

Berdasarkan analisa fenomenologis maka Buytendijk menemukan ciri-ciri permainan


sebagai berikut:
1. Permainan adalah selalu dengan sesuatu;
2. Dalam permainan selalu ada sifat timbal balik, sifat interaksi;
3. Permainan berkembang, tidak statis melainkan dinamis, merupakan proses dialektik
yaitu tese-antese-sintese;
4. Permainan juga ditandai oleh pergantian yang tak dapat diramalkan lebih dahulu,
setiap kali dipikirkan suatu cara yang lain atau dicoba untuk datang pada suatu
klimaks tertentu;
5. Orang yang bermain tidak hanya bermain dengan sesuatu atau seorang lain,
melainkan yang lain tadi juga bermain dengan orang bermain itu;
6. Bermain menuntut ruangan untuk bermain dan menurut aturan-aturan permainan;
7. Aturan-aturan permainan membatasi bidang permainannya.

Bagaimana tepatnya pencirian Buytendijk dan Huizinga ini, dapat dilihat dari berbagai
pelukisan peneliti-peneliti baru seperti Batesan (1971), Miller (1973) dan Sutton-Smith
(1979). Istilah-istilah yang di pakai berbeda namun esensinya sama.

16
Ade Holis, “Belajar melalui bermain untuk pengembangan kreativitas dan kognitif anak usia dini”,
Jurnal pendidikan Universitas Garut. Vol. 09; No. 01; 2016, hlm. 24
a. “ Reframing ” atau “ memberikan isyarat ” adalah ciri struktural yang pertama dari
permainan. Orang-orang saling memberikan isyarat ( misalnya mengangkat tangan,
senyum, intonasi yang lain) sebelum permainan dimulai.
b. “ Reversal ” atau “ pemutar balikan ” merupakan ciri struktural yang kedua dari
permainan.
c. “ Abstraksi prototype ” merupakan ciri selanjutnya dari permainan. Contohnya:
karikatur.
d. “ tema dan variasi ” permainan selalu merupakan suatu variasi mengenai suatu tema.
Contohnya: seorang anak perempuan bermain boneka dan anak laki-laki bermain
bola.
e. Permainan selalu terikat dengan tempat dan waktu.
Contoh tempat: tempat bermain, lapangan, stadion, dll.
Contoh waktu: sore hari, hari minggu, dll.

5. Syarat-syarat permainan
Bagi perkembangan dalam tahun-tahun pertama, baik bagi manusia maupun hewan, maka
perlindungan dan stimulasi merupakan syarat yang mutlak. Hal ini juga berlaku bagi
tingkah laku bermain. Biasanya ibulah yang memiliki peran itu hingga tingkah laku anak
dapat berkembang.
Pada hari pertama seorang ibu telah menciptakan suatu bentuk komunikasi dengan
anaknya yang dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif sebagai berikut:
 Suatu roman permainan : alis di angkat,mulut terbuka, mata
membelalak lebar, suatu ekspresi
keheranan.
 Suatu pandangan bermain : pandangan penuh kasih sayang ambil
bicara pada anaknya.
 Bunyi-bunyi bermain : bunyi tinggi, bunyi huruf matinyang di
perpanjang, bicara lambat.
 Berbagai roman muka : muka di dekatkan atau di jauhkan.
 waktu bermain : biasanya sesudah makan atau sebelum
anak di tidurkan.
 Ruangan atau kesempatan bermain : dalam tempat tidur, di pangkuan ibu,
dalam selendang, di dekat ibu.

Ibu dan anaksejak mula telah terlibatdalam saat-saat interaksi yang di tandai oleh saling
mengadakan aksi yang kontras. Aksi-aksi yang kontras tadi di timbulkan oleh peranan
ibu dan anak yang saling bertentangan.

6. Konsekuensi permainan
Meniadakan permainan, meskipun hanya mengenai eksperimen saja, dapat menunjukan
konsekuensi apa yang dapat timbul bila orang tidak bermain. Fungsi permainan yang
dapat mengatur keseimbangan, mempunyai dua macam fungsi: bila stimulasi terlalu
sedikit, kurang ada tantangan ( misalnya di bandingkan dengan kemampuan-kemampuan
sendiri ) tingkah laku bermain dapat melakukan kompensasi; tidak adanya tantangan dan
stimulasi ini dapat menimbulkan akibat-akibat negatif pada anak yang merasa jemu itu,
misalnya timbul gangguan-gangguan tingkah laku. Bila tuntutan terlalu tinggi yang dapat
menimbulkan ketegangan-ketegangan batin, maka permainan mempunyai sifat yang
melonggarkan dan menyegarkan.

7. Bentuk-bentuk permainan
1. Ranah psikomotor
a) Memungkinkan anak menggunakan otot besar dengan potensi
pengembanganya, yaitu menghasilkan pengembangan dan kontrol otot yang
baik.
b) Anak akan dapat mengembangkan kemampuan berlari, bermanuver, mulia
dan berhenti bergerak dengan kontrol penuh.
c) Anak akan belajarmengelola dan mengontrol tubuh dalam tekanan
berkompotensi.
2. Ranah kognitif
a. Anak akan mencapai kesiapan mental ketika ia beraksi secara strategis pada
situasi permainan.
b. Anak akan belajar mengganti peraturan dan dapat menerapkan pengetahuan
ini pada permainan yang lain yang tidak di awasi guru.
3. Ranah afektif
a. Anak dapat mengerti dan merasakan kebutuhan bermain dengan jujurdan
sportif.
b. Anak akan mengerti dirinya dan orang lain.
8. Jenis-jenis permainan
1. Klasifikasi sosial permainan(hubungan interpersonal antara anak dengan orang
lain.)
2. Klasifikasi berdasarkan aktivitas ( yang di utamakan adalah prestasi sehingga di
perlukan keberanian, ketangkasan, kekuatan, dll.)
3. Permainan fungsi ( dengan gerakan-gerakan tubuh, anggota badan)
4. Permainan konstruktif ( mobil-mobilan dari botol, kuda-kudaan dari pelepah
pisang,masak-masakan dari tanah, dll. )
5. Permainan sosiodrama ( anak memegang peranan sebagai apa yang di mainkan,
contoh bermain sebagai dokter, polisi, guru, dll. )
6. Klasifikasi-klasifikasi alternatif ( misal sambil mendengar cerita atau melihat
gambar, anak berfantasi dan membuat kesan-kesan yang membuat dirinya sendiri
aktif.)

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain


a. Pengaruh-pengaruh keluarga
1. sebagai pembentuk karakter anak
2. sebagai tempat belajar mendisiplinkan diri
3. mempengaruhi kepercayaan diri
4. menanamkan rasa saling menghormati
5. dapat menngkatkan prestasi di sekolah
6. mengajarkan anak berperilaku sesuai aturan
7. lebih meningkatkan kualitas sumber daya
8. mempengaruhi tingkat intelektual
9. menanamkan budi pekerti luhur
10. sebagai penjaga nama baik keluarga
11. memberikan pelajaran bagi seseorang yang bertanggung jawab.
b. Jender
Perkembangan gender pada masa anak-anak dapat dilihat dari permainan dan aktivitas
yang di lakukanya. Anak-anak usia 2-3 tahun, telah mempelajari stereotip gender
konvesional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek umum.
Mereka menghubungkan gender dengan mainan, seperti permainan mobil-mobilan adalah
untuk anak laki-laki dan boneka untuk anak perempuan.
c. Umur

d. Faktor-faktor lain
1. Kesehatan
2. Perkembangan motorik
3. Inteligensi
4. Jenis kelamin
5. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi
6. Alat permainan
7.
F. Gambaran anak
Coba perhatikan goresan yang dibuat anak. Gambar tersebut ternyata membawa pesan
penting karena goresan yang dibuat oleh anak-anak sebenarnya mengandung arti gambar
yang perlu dipahami. Parents tentu memahami bahwa menggambar sangat bermanfaat
untuk mengasah kemampuan seni dan kreativitas anak. Terkadang ada masanya anak
ingin mengomunikasikan sesuatu, namun sulit untuk diungkapkan. Langkah pertama
yang perlu kita lakukan tentu saja belajar untuk memahami lebih dulu, dimulai dengan
mengetahui tahapan menggambar pada anak-anak. Saat pertama kali anak menggambar,
tentu mereka hanya akan memuat coretan yang tidak beraturan. Gambar ini mungkin
memang tidak mewakili apa pun untuk seorang anak. Tapi seiring berjalannya waktu,
bertambahnya usia dan perkembangan kognitif kondisi ini bisa berubah.
(1) Perkembangan bahasa
a) Kaidah-kaidah bahasa
Pada anak-anak normal, komprehensif bahasa terus berkemban dan mendasari proses
produsinya. Meski demikian, perkataan anak tidak otomatis dijadikan ukuran jika
tidak didukung konteks yang tepat, karena diduga anak belum memahami makna
ujarannya sendiri. Komprehensif dan produksi adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Anak memahami kata sejak 6 bulan. Mereka juga mampu memahami
kata, frase, dan kalimat yang ditulis sebelum mampu mengatakannya. Ini berarti,
komprehensi berkembang lebih dahulu sebelum sebelum produksi. Sayangnya, studi
tentang komprehensi sangat jarang,karena tes komprehensi sulit dilakukan ( tidak
dapat diobsevasikan langsung). Dalam proses belajar bahasa, anak memanfaatkan
memori asosiataif (untuk mengaitkan bentuk dan objek ) dan episodic ( mengaitkan
situasai dan peristiwa dengan kata, frase, dan kalimat). Anak juga memanfaatkan
logika induktif digunakan untuk mempelajari bentuk, makna, dan kaidah morfem-
morfem, sedangkan sedangkan logika deduktif digunakan untuk menunjukkan
konsep, argumentasi, menjabarkan premis dan menarik konklusi.
(b) Tanda-tanda awal bahasa
1. 0-12 BULAN
Sikecil sudah dapat merespon suara, menunjukkan keterkaitan sosial terhadap wajah
dan orang babbling (mengulang konsonan/vocal), memahami perintah
Verbal, dan mampu menunjuk kea rah yang diinginkan. Umumnya, bayi mulai dapat
berucap usia 10-16 bulan, setelah sebelumnya ia banyak mengoceh. Biasanya,
kata-kata yang pertama kali diucapkan sikecil adalah nama atau panggilan orang-
orang di sekitarnya.
2. 1-2 tahun
Si kecil bisa memproduksi dan memahami kata-kata tunggal, mampu menunjuk
bagian-bagian tubuh, dan perbendaharaan katanya meningkat pesat. Si kecil mulai
memahami makna di balik pernyataan maupun intruksi sederhana seperti “lempar
bola”, “ ambil mainan”, dan “tepuk tangan”. Menurut para ahli,rata-rata bayi
mengalami “ledakan bahasa” di usia 19-20 bulan. Pada saat ini, anak bisa
mempelajari kata-kata baru hingga Sembilan kata per hari.
3. 2-3 tahun si kecil mampu memahami percakapan yang familiar (misalnya oleh
keluarga), mampu melakukan percakapan melalui tanya-jawab, dan mampu
bertanya “kenapa”. Ia juga sudah mampu mengucap kalimat yang terdiri ata dua
kata atau lebih, seperti “ndak mau”, tan pue”(makan kue)”, “patu”(apa itu), meski
pengucapan belum sempurna.
4. 3-4 tahun seiring meningkatnya keterampilan si kecil dalam bersosialisasi,
kemampuan berbicaranya pun semakin membaik. Pemahaman kosakatanya
memahami konsep-konsep warna, bentuk, ukuran, peristiwa, rasa, tekstur, dan
bau. Pada usia ini, si kecil senang berkomunikasi denan teman atau anak lain
seusianya. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang besar , sehingga sering
mengajikan berbagai pertanyaan, seperti “Apa ini?”, “ kenapa begini?”, dari mana
datangnya ini?”, dan lain-lain.
(c) Tongak-tongak bahasa

(d) Teori-teori penguasaan bahasa


1. Teori bermain klasik dan modern
Teori klasik adalah teori yang muncul dari abad ke-19 sampai perang
dunia I. Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah
bekerja dan merasa jenuh.
Teori modern bermain ialah teori yang muncul sesudah perang dunia I. Perbedaan
utamanya adalah teori modern memberi tekanan pada konsekuensi bermain bagi
anak.
2. Teori tahap bermain
 Sensory motor play
 Simbolic atau make believe play
 Sosial play games with rules
 Games with rules and sport

(e) Bahasa dan berpikir


Hampir seluruhbagian dalam kehidupan manusia dilingkupi oleh bahasa sehingga bahasa
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan budaya manusia. Segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan tidak terlepas dari unsur
bahasa di dalamnya. Seorang peneliti yang akan memahami kebudayaan suatu
masyarakat terlebih dahulu harus menguasai perkembangan bahasa suatu masyarakat
karena melalui bahasa seseorang bisa berpartisipasi dan memahami sebuah bahasa.

Anda mungkin juga menyukai