Anda di halaman 1dari 6

EKSISTENSIALISME: KEBEBASAN PENDIDIKAN MAHASISWA

UIN MATARAM PERSPEKTIF JEAN PAUL SARTRE


1
Husna Naila Zakiyati
2
Diana Ashilla Sari

Institut Agama Islam Negeri Kediri


e-mail: info@iainkediri.ac.id

Abstract: Existentialism: Educational Freedom Of Students Of UIN Mataram


Perspective Jean Paul Sartre. Education is a means to achieve quality human beings
who have good mental, personality, intelligence, and skills, so that they become a nation
that excels in all fields. Sartre states, when man realizes that he is dealing with
something, realizes that he exists, at that time he is also responsible for deciding for
himself and for the whole of humanity. Man is free and free. Therefore he must be free
to determine and decide. In determining and deciding he acts alone without anyone else
helping. An optimistic spirit to enter the world of education as been instilled in him.
Freedom of education based on Jean Paul Sartre's view can be used for teaching and
learning activities that instill tolerance. argues that the class atmosphere is good and
balanced, there is no difference or discrimination between them.

Keywords: Freedom, Education, Jean Paul Sartre, Existentialism

Abstrak: Eksistensialisme: Kebebasan Pendidikan Mahasiswa UIN Mataram


Perspektif Jean Paul Sartre. Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai kualitas
manusia yang memiliki mental, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang baik,
sehingga menjadi bangsa yang unggul dalam segala bidang. Sartre menyatakan, bila
manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari bahwa ia ada, pada
waktu itu juga dia bertanggung jawab untuk memutuskan bagi dirinya dan bagi
keseluruhan manusia. Manusia itu merdeka dan bebas. Oleh karena itu ia harus bebas
menentukan dan memutuskan. Dalam menentukan dan memutuskan ia bertindak sendiri
tanpa ada orang lain

1
yang menolong. Semangat optimis untuk memasuki dunia pendidikan guna mencapai
tujuan yang ia inginkan sudah ditanamkan dalam dirinya. Kebebasan berpendidikan
berdasarkan pandangan Jean Paul Sartre bisa digunakan kegiatan belajar mengajar yang
menanamkan toleransi. berpendapat bahwa suasana kelas yang baik dan seimbang, tidak
ada perbedaan ataupun diskriminasi diantaranya.

Kata kunci: Kebebasan, Pendidikan, Jean Paul Sartre, Eksistensialisme

Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai kualitas manusia yang memiliki


mental, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang baik, sehingga menjadi bangsa
yang unggul dalam segala bidang. Pendidikan merupakan suatu sarana untuk
mengembangkan manusia agar lebih maju, baik dalam bidang penghidupan, bidang
kejayaan bangsa, budaya, akhlak mulia, kesejahteraan, keamanan, keterampilan,
ekonomi, dan sosial, disertai dengan meningkatnya nilai moral dan norma sosial yang
berlaku untuk menghadapi tantangan baik internal maupun eksternal. Pendidikan juga
merupakan upaya untuk menciptakan, membina, dan mengembangkan kemampuan atau
minat, baik jasmani maupun rohani.
Dalam sejarah perkembangannya, eksistensialisme jelas mengacu pada fenomena
manusia yang spesifik dan sedang terjadi saat ini. Diketahui bahwa setelah perang dunia
kedua filsafat eksistensialisme berkembang pesat, yang seolah-olah membenarkan
refleksi filosofis atas realitas konkret.
Eksistensi yaitu, secara aktif bertindak, berada, dan merencanakan. Pada saat yang
sama, esensi adalah sesuatu yang membedakan karakteristik suatu objek dari objek lain.
Esensi merupakan membuat sesuatu, bahwa banyak hal yang memliki kasamaan, yang
pertama adalah esensi dan kemudian muncul keberadaan. Eksistensialis khususnya,
Sartre membantah anggapan tersebut, yang justru mengatakan bahwa eksistensi
mendahului esensi.

Eksistensialis mencoba menemukan kebebasan dengan menunjukan fakta bagaimana


sesuatu objek tidak ada artinya tanpa pengalaman mereka sendiri. 1Pengetahuan tentang
“eksistensi” mengidentifikasi keberadaan manusia, yang menurut Sartre adalah jalan
manusia dalam dua cara yaitu, berada dalam dirinya sendiri dan untuk dia.

1
Achmadi, A. (2018). Filsafat Umum. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
2
Biografi Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905 M dan meninggal pada tahun
1980 M. Ia berasal dari keluarga menengah. Ia merupakan seorang filosof besar Prancis
dan tokoh penting dalam filsafat eksistensialisme. Ia belajar pada Ecole Normale
Superieur pada tahun 1924-28. Setelah tamat sekolah ia mengajar di beberapa Lycees
(sekolah menengah), baik di Paris maupun tempat lain. Sejak diterbitkan novelnya yang
berjudul La Nausee dan Lee Mur, muncullah karya-karyanya yang lain dalam bidang
filsafat.2

Saat Perang Dunia Kedua pecah pada tahun 1939, ia menggabungkan diri dalam
pasukan Prancis. Satu tahun kemudian ia ditangkap oleh Jerman. Setelah dibebaskan,
Sartre meneruskan karyanya sebagai pengajar dan menyelesaikan bukunya yang
terkenal berjudul, L’Etre et Le Neant (ada dan ketiadaan). Selain sebagai guru besar,
Sartre juga menjadi salah seorang pemimpin pertahanan pada Perang Dunia Kedua.
Pada tahun 1945, Sartre berhenti menjadi dosen dan mendirikan majalah baru berjudul
Les Temps Modern (Jaman-jaman Modern). 3Majalah berhaluan kiri ini berusaha
memberikan tanggapan tentang semua kejadian politik dan kultural. Sebagai sastrawan,
Sartre juga menerbitkan karya sandiwara antara lain Les Mouches (Lalat-lalat) (1943),
Huis Clos (Pintu Tertutup) (1945) , Morts sans Sépulture (Orang-orang Mati tanpa
Perkuburan) (1946), La Putain Respectueuse (Pelacur Terhormat) (1946), Les Main
Sales (Tangan-tangan Kotor) (1948), Le Diable et le bon Dieu (Si Setan dan Si Tuhan
Baik) (1951), Les Sequestrés d’Altona (Tahanan-tahanan dari Altona) (1960). Seri novel
(trilogi dari tetralogi yang direncanakan) dengan judul Les Chemins de la libertés
(Jalan-jalan Menuju Kebebasan); L’age de Raison, Le Sursis (1945), dan La Mort dans
l’âme (1951). Selain sebagai sastrawan, kritikus sastra dan budaya, esaist, dia juga
menggeluti dunia film serta berhasil menyutradarai beberapa film dan drama.

Pada tahun 1960, Sartre juga sebagai pelopor “Manifesto 121 Cendekiawan”
yang menyatakan bahwa prajurit-prajurit Prancis berhak untuk menolak dikirim ke
Aljazair. Dia juga membantu temannya yang terlibat dalam organisasi pembebasan
Aljazair, organisasi terlarang di Prancis hingga rumahnya di bom namun dia selamat.

2
Atang Abdul hakim, B. A. (2020). Filsafat Umum : Dari Metologi sampaiTeofilosofi. Bandung:
CV Pustaka Setia.

3
Tafsir, A. (2010). Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales sampai Chapra.
Bandung: Remaja rosdakarya.
3
Pada tahun 1966 Sartre aktif dalam kegiatan organisasi yang telah didirikan oleh
Bertrand Russell, Tribunal against war crimes in Vietnam, sebuah penyelidikan
terhadap kejahatan perang Amerika di Vietnam. 4

Implementasi Eksistensialisme Jean Paul Sartre dalam Dunia Pendidikan Jean


Paul Sartre
Sartre menciptakan karya tulis yang berjudul Exsistensialisme est un
humanisme (1946), di dalamnya menyatakan bahwa: (1) eksistensialisme sebagai suatu
ajaran yang manusia mempunyai pemikiran dan kesadaran terhadap dirinya sendiri, (2)
eksistensialisme juga merupakan suatu ajaran yang mengafirmasi bahwa setiap kebenaran dan
setiap tindakan itu mengandung sebuah lingkungan dan suatu subjektivitas manusia.5 Bagi
Sartre, eksistensi mendahului esensi. Artinya, segala sesuatu baru bisa dimaknai setelah eksis
atau ada terlebih dahulu. Pandangan ini tentu amat janggal, sebab biasanya esensi yang
mendahului eksistensi. Namun, hal ini dianggap amat penting oleh Sartre, karena apabila
eksistensi manusia mendahului esensinya, berarti manusia harus bertanggung jawab untuk apa ia
ada. Sartre menjelaskan, karena manusia mula-mula sadar bahwa ia ada, itu berarti manusia
menyadari bahwa ia menghadapi masa depan, dan ia sadar atas apa yang diperbuat. Hal ini
menekankan tanggung jawab pada manusia.
Sartre juga menegaskan, bila manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri,
itu juga berarti dia bertanggung jawab pada seluruh manusia. Disini terlihat bahwa
pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak menjelaskan keadaan
beradanya manusia ditengah manusia dan makhluk lain, lebih dari itu ia menjelaskan
tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh manusia.
Eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya
sendiri bahwa ia berhadapan dengan dunia. Orang eksistensialisme

4
Luqmanul Hakim, E. F. (2022). Ontologi Pendidikan di Era Globalisasi Berdasarkan Pandangan
Eksistensialisme Jean Paul Sartre. Elementa: Jurnal, 10-11. Retrieved from
https://jurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/pgsd/article/view/1765/841 (Diakses pada tanggal 24 Oktober
2022, Pukul 13.45 WIB)
5
Sunarso. (2010). Mengenal Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre serta Implementasinya dalam
Pendidikan. Informasi, 6. Retrieved from
https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/5659/0 (Diakses pada tanggal 24 Oktober
2022, Pukul 13.50 WIB)
4
(Bierman dan Gauld) berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia ialah
takut. Takut datang dari kesadaran manusia tentang wujudnya di dunia. Sartre
menyatakan, bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari
bahwa ia ada, pada waktu itu juga dia bertanggung jawab untuk memutuskan bagi
dirinya dan bagi keseluruhan manusia. Manusia itu merdeka dan bebas. Oleh karena itu
ia harus bebas menentukan dan memutuskan. Dalam menentukan dan memutuskan ia
bertindak sendiri tanpa ada orang lain yang menolong. Ia harus menentukan untuk
dirinya dan seluruh manusia. 6
Berdasarkan pendapat Sartre mengenai kebebasan dan tanggung jawab, baru-
baru ini dunia pendidikan tengah dihebohkan dengan berita mengenai mahasiswa
beragama Hindu yang meraih gelar magister pada Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam (MPI) di UIN Mataram. Mahasiswa tersebut telah membuktikan
bahwa pendidikan dalam pandangan eksistensialisme adalah fleksibel dan
membebaskan. Selanjutnya, pada asas pertama tersebut bahwa manusia juga disebut
sebagai subjektivitas manusia yang berbeda- beda, seperti kayu dan batu. Manusia
harus menyadari bahwa dirinya merupakan subjek yang menciptakan pengetahuan dan
pengalaman bagi dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa manusia bertanggung
jawab terhadap apa yang telah ia lakukan.
Sartre berpendapat bahwa eksistensialisme adalah pandangan yang optimis.
Pendapat ini diambil dari kutipannya, yaitu “semangat optimis setiap individu dapat
mencapai tujuan hidupnya”. Ni Ketut Mayoni, seorang perempuan yang beragama
Hindu telah diberi kebebasan dan kesempatan untuk mengambil keputusan sehingga
mampu bertanggung jawab atas apa yang ia pilih. Ia menjadi satu-satunya mahasiswa
pascasarjana yang duduk bersanding dengan para ustadz di UIN Mataram. Ia juga
mengaku bahwa ia menempuh pendidikan dengan nyaman karena terdapat toleransi
yang kuat, teman-teman dan dosen dapat menerimanya dengan baik.
Ternyata sebelum ia memutuskan untuk mengambil program studi tersebut, ia
sudah berprofesi menjadi kepala sekolah di SDN 2 Batunyala, Lombok Tengah. Hal
itulah yang kemudian menjadi alasannya untuk menempuh pendidikan S-2 di UIN
Mataram dengan program studi yang bertolak belakang dengan kepercayaannya.
Semangat optimis untuk memasuki dunia pendidikan guna mencapai tujuan yang ia

6
Tafsir, A. (2010). Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales sampai Chapra.
Bandung: Remaja rosdakarya.
5
inginkan sudah ditanamkan dalam dirinya. 7

KESIMPULAN
Kebebasan berpendidikan berdasarkan pandangan Jean Paul Sartre bisa digunakan
sebagai dasar dari kegiatan belajar mengajar yang menanamkan toleransi. Sartre
berpendapat bahwa manusia merupakan individu yang penuh kebebasan dalam
bertindak. Tetapi kebebasan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh setiap
individu. Pendidikan eksistensialisme bertujuan untuk menciptakan suasana kelas yang
baik dan seimbang, tidak ada perbedaan ataupun diskriminasi diantaranya. Sehingga
mahasiswa dapat belajar dengan minat dan bakat yang dimiliki serta menekuni potensi
yang dimilikinya.

DAFTAR RUJUKAN

Achmadi, A. (2018). Filsafat Umum. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Atang Abdul hakim, B. A. (2020). Filsafat Umum : Dari Metologi sampai


Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Luqmanul Hakim, E. F. (2022). Ontologi Pendidikan di Era Globalisasi Berdasarkan
Pandangan Eksistensialisme Jean Paul Sartre. Elementa: Jurnal, 10-11.
Retrieved from
https://jurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/pgsd/article/view/1765/841
Sunarso. (2010). Mengenal Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre serta
Implementasinya dalam Pendidikan. Informasi, 6. Retrieved from
https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/5659/0
Tafsir, A. (2010). Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales sampai Chapra.
Bandung: Remaja rosdakarya.
Indah. (2022, Agustus 5). Kementerian Agama RI. Diambil kembali dari Mahasiswa
Hindu Raih Gelar Magister Pendidikan Islam dari UIN Mataram:
https://kemenag.go.id/read/mahasiswa-hindu-raih-gelar- magister-pendidikan-
islam-dari-uin-mataram-6vzn5

7
Indah. (2022, Agustus 5). Kementerian Agama RI. Diambil kembali dari Mahasiswa Hindu Raih Gelar
Magister Pendidikan Islam dari UIN Mataram: https://kemenag.go.id/read/mahasiswa-hindu-raih-
gelar-magister-pendidikan-islam-dari-uin-mataram-6vzn5 (Diakses pada tanggal 24 Oktober 2022,
Pukul 14.07 WIB)
6

Anda mungkin juga menyukai