ULUMUL QURAN
2. Khusniyyah (22.13.00012)
FAKULTAS TARBIYAH
Pati
2022
Kata Pengantar
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya.Kami menyadari bahwa makalah yang kami
susun ini belumlah sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
dalam rangka penyerpunaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.Sesudah
dan sebelum ini kami ucapkan terimakasih.
Kelompok 2
i
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………..................................................................i
Daftar isi……………………………….………………........................…………………….........................ii
Bab I Pendahuluan…………………….………………………………………........................................1
Bab II Pembahasan...................................................................................................2
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
Daftar Pustaka.........................................................................................................13
ii
Bab I
Pendahuluan
1.1Latar Belakang
1.2Rumusan Masalah
1.3Tujuan penulisan
1
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Materi 'Ulumu al-Qur'an yang tidak kalah penting dipelajari dalam rangka
mengkaji dan memahami al Qur'an adalah pengetahuan tentang asbabun nuzul.
Secara etimologi, asbabun nuzul terdiri atas dua kata, yaitu asbab, jamak dari
sabab, yang berarti sebab-sebab atau latar belakang; dan juga nuzul yang
berarti turun."Materi 'Ulumu al-Qur'an yang tidak kalah penting dipelajari dalam
rangka mengkaji dan memahami al Qur'an adalah pengetahuan tentang
asbabun nuzul.Secara etimologi, asbabun nuzul terdiri atas dua kata, yaitu
asbab, jamak dari sabab, yang berarti sebab-sebab atau latar belakang; dan
juga nuzul yang berarti turun."
Di kalangan umat Islam, ada fenomena menarik ter kait dengan cara
memahami al-Qur'an. Sebagian ulama berpandangan bahwa pemahaman al-
Qur'an mesti didasarkan atau disesuaikan dengan situasi atau konteks yang
melatarbelakangi turunnya suatu ayat.Pandangan inilah yang kemudian
melahirkan kaidah al-'ibratu bikhushushi al-sabab la bi'umumi al-lafdzi
(kesimpulan makna didasarkan pada kekhususan sebab turunnya ayat, bukan
atas keumuman lafalnya). Sementara itu, sebagian yang lain berpandangan
sebaliknya, yakni pemahaman al-Qur'an harus didasarkan pada keumuman lafal
ayat, bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat. Pandangan ini melahirkan
kaidah al-'ibratu bi umumi al-lafdzi lá bikhushushi as-sabab.
2
suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau
menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.
Artinya
3
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.Ini adalah
ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Artinya
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap
di situlah wajah Allah.Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Jadi, ayat tersebut tidak dapat dipahami hanya dari teksnya tetapi harus
dipahami melalui sebab turunnya sehingga ayat tersebut tidak menunjukkan
bahwa orang shalat boleh ke manapun, karena semua arah adalah kepunyaan
Allah.
ﻧﺴﺎؤﻛﻢ ﺣﺮث ﻟﻜﻢ ﻓﺄﺗﻮا ﺣﺮﺛﻜﻢ أﻧﻰ ﺷﺌﻢ وﻗﺪﻣﻮا ﻷﻧﻔﺴﻜﻢ واﺗﻘﻮا ﷲ واﻋﻠﻤﻮا أﻧﻜﻢ ﻣ
ﻠﻘﻮه وﺑﺸﺮاﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
Artinya
4
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman.
Jika dilihat dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Asbaabun
Nuzuul ada dua macam, yaitu:
a. Ta'addud al-asbab wa an-nazil wäĥid (sebab turun ayat lebih dari satu,
sedangkan persolan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat
hanya satu).
Jika terdapat dua riwayat atau lebih tentang sebab turun suatu atau
sekelompok ayat, maka masing-masing riwayat itu harus diteliti dan dianalisis.
Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan: 1) hanya ada satu yang sahih, 2)
sama-sama sahih, tetapi salah satunya mempunyai murajjih (penguat), 3) sama
-sama sahih dan tidak mempunyai murajjih, tetapi dapat dikompromikan, dan 4)
sama-sama sahih, tidak mempunyai murajjih, dan tidak dapat dikompromikan.
Dalam keadaan demikian, ayat dipandang turun berulang-ulang.
Untuk yang terakhir ini (no 4), terdapat komentar dari sebagian kalangan.
Mannä Qaftän, misalnya, menyatakan bahwa pandangan tersebut tidak bernilai
positif, karena tidak jelas hikmah yang dikandungnya. Oleh karena itu, ia
mengusulkan agar riwayah-riwayah itu di-tarjih sehinggayang diambil riwayah
yang lebih kuat (mu 'tamad). Sedangkan Nasr Hamid Abu Zaid memberikan
komentar yang berbeda, bahwa sabab an-nuzul tidak dapat ditentukan secara
pasti karena ulama al-Qur'an hanya terpaku pada riwayat sehingga tidak
memberikan peluang untuk berijtihad, kecuali sekedar men-tarjih riwayah-
riwayah yang ada.Padahal periwayatan mengenai asbab an-nuzul, ujar Nasr
Hamid, baru muncul pada era tabi'in. Selanjutnya, ia memberikan solusi bahwa
asbab an-nuzul dapat ditetapkan dari sisi internal teks dan sekaligus dari sisi
eksternalnya
sedangkan di sisinya ada Abū Jahl dan 'Abd Allah bin ketika Abu Talib
5
menjelang kematian, Nabi menemuinya, Umayyah. Lalu Nabi s.a.w.bersabda,
"Wahai Paman", tersebut aku kelak akan membantumu di hadapan Allah
Katakanlah kalimah la ilaha illa Allah, dengan kalimat berkata: "Wahai Abu Talib,
apakah kamu membenci agama 'Azza wa Jall. Lalu Abu Jahl dan 'Abd Allah bin
Umayyah 'Abd al-Mutallib? Mereka berdua terus menerus berkata hal demikian
kepada Abu Talib, sehingga ia mengatakan tetap (mengikuti) agama Abd al-
Mutallib." Lalu Nabi bersabda "bahwa aku akan selalu memohonkan ampun
buatmu selama aku tidak dilarang untuk itu." Kemudian, turunlah ayat
ﻣﺎ ﻛﺎن ﻟﻠﻨﺒﻲ واﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا أن ﻳﺴﺘﻐﻔﺮوا ﻟﻠﻤﺸﺮﻛﻴﻦ وﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮا أوﻟﻲ ﻗﺮﺑﻲ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﻬﻢ أﻧﻬﻢ
أﺻﺤﺎب اﻟﺠﺤﻴﻢ
Kemudian, dalam riwayat yang lain disebutkan: bahwa diriwayatkan dari 'Alī ia
berkata bahwa saya mendengar seorang laki-laki memintakan ampunnan untuk
kedua orang tuanyayang musyrik. Kemudian saya berkata: "Apakah seorang
laki-laki memintakan ampun untuk kedua orang tuanya sementara mereka
musyrik? ia berkata Tidakkah Nabi Ibrahim memintakan ampun buat ayahnya
(yang musyrik)? Lalu, aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah, lalu turunlah
ayat (tersebut).
Dalam riwayat ibnu Mas'ud ia berkata bahwa "Pada suatu hari Rasulullah pergi
menuju kuburan kemudian Nabi duduk di dekat salah satu makam. Beliau
berdoa dengan cukup lama, lalu beliau menangis sambil menyatakan bahwa
makam yang berada di sisiku adalah makam ibuku. Aku telah meohon izin
kepada Tuhanku untuk memohonkan doa, tetapi Dia tidak memperkenankan,
maka turunlah wahyu kepadaku.
Menurut Nasr Abu Zaid tidak mungkin untuk menyatukan riwayat yang
beragam tersebut dengan didasarkan pada suatu asumsi bahwa ayat
diturunkan secara berulang-berulang. Bahkan dengan asumsi tersebut akan
berimplikasi pada suatu asumsi bahwa Nabi sebagai penerima wahyu (ayat)
pertama lupa. Bagi Nasr Abu Zaid yang tepat adalah riwayat tentang Abu Talib
karena membaca sejarah Nabi akan terlihat secara jelas betapa dekat dan
khusus hubungan antara Nabi dan Abu Talib, terutama sepeninggal kakeknya
'Abd al-Mutallib, karena Abu Taliblah yang menggantikan kakeknya sebagai
6
pelindungnya, walaupun masih tetap dalam kepercayaan lamanya. Selanjutnya,
untuk riwayat kedua, menurut Abu Zaid tidak perlu dibahas karena laki-laki itu
tidak dikenal.Kemudian, bagaimana dengan riwayat ketiga? Bagi Abu Zaid
riwayat tersebut problematis bukan hanya disebabkan akan melukai perasaan
Rasullah dengan menganggap ibunya sebagai musyrikah, tetapi juga karena
orang yang meninggal pada masa fatrah tidak dikenakan ancaman dan siksa.
Riwayat yang sering dijadika contoh untuk hal ini adalah mengenai Ummu
Salaman yang menanyakan kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, saya belum
pernah mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan dalam ber- hijrah
sedikitpun. Kemudian turunlah ayat 195 surah Ali Imran:
ﻓﺎﺳﺘﺠﺎب ﻟﻬﻢ رﺑﻬﻢ أﻧﻲ ﻻ أﺿﻴﻊ ﻋﻤﻞ ﻋﺎﻣﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ ذﻛﺮ او اﻟﺘﯽ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﻓﺎﻟﺬﻳﻦ ﻫﺎﺟﺮوا
وأﺧﺮﺟﻮا ﻣﻦ دﻳﺎرﻫﻢ وأوذوا ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻠﻲ رﻗﺎﺋﻠﻮا وﻗﺘﻠﻮا ﻷﻛﻔﺮن ﻋﻨﻬﻢ ﺳﻴﺌﺎﺗﻬﻢ وﻷدﺧﻠﺘﻬﻢ ﺟﻨﺎت ﺗﺠﺮي
ﻣﻦ ﺗﺤﺘﻬﺎ ﻻﻧﻬﺎر ﺛﻮاﺑﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﷲ وﷲ ﻋﻨﺪه ﺣﺴﻦ اﻟﺜﻮاب
وﻻ ﺗﺘﻤﻨﻮا ﻣﺎ ﻓﻀﻞ ﷲ ﺑﻪ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ ﻟﻠﺮﺟﺎل ﻧﺼﻴﺐ ﻣﻤﺎ اﻛﺘﺴﺒﻮا وﻟﻠﻨﺴﺎء ﻧﺼﻴﺐ ﻣﻤﺎ اﻛﺘﺴﺒﻦ
واﺳﺄﻟﻮا ﷲ ﻣﻦ ﻓﻀﻠﻪ إن ﷲ ﻛﺎن ﺑﻜﻞ ﺷﻲء ﻋﻠﻴﻤﺎ
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
7
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”.
إن اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ واﻟﻤﺴﻠﻤﺎت واﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ واﻟﻤﺆﻣﻨﺎت واﻟﻘﺎﻧﺘﻴﻦ واﻟﻘﺎﻧﺘﺎت | واﻟﺼﺎدﻗﻴﻦ واﻟﺼﺎدﻗﺎت واﻟﺼﺎﺑﺮﻳﻦ
واﻟﺼﺎﺑﺮات واﻟﺨﺎﺷﻌﻴﻦ واﻟﺨﺎﺷﻌﺎت واﻟﻤﺘﺼﺪﻗﻴﻦ واﻟﻤﺘﺼﺪﻗﺎت واﻟﺼﺎﺋﻤﻴﻦ واﻟﺼﺎﺋﻤﺎت واﻟﺤﺎﻓﻈﻴﻦ
ﻓﺮوﺟﻬﻢ واﻟﺤﺎﻓﻈﺎت واﻟﺬاﻛﺮﻳﻦ ﷲ ﻛﺜﻴﺮا واﻟﺬاﻛﺮات أﻋﺪ ﷲ ﻟﻬﻢ ﻣﻐﻔﺮ واﺟﺮا ﻋﻈﻴﻤﺎ
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki
dan perempuan yang berpuasa, laki laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Mengenai hal yang kedua yakni persoalan yang terkandung dalam ayat atau
kelompok ayat lebih dari satu, tetapi sebab turunnya hanya satu dianggap tidak
ada persoalan oleh kalangan ulama pada umumnya.Bahkan hal tersebut
dianggap dapat lebih meyakinkan sehingga lebih efektif untuk dapat
diterima.Walaupun demikian, Nasr Hamid Abu Zaid mengomentarinya bahwa
hal yang demikian itu dapat memisahkan antara teks dan maknanya. Oleh
karena itu, perlu diteliti ayat yang manakah diturunkan lebih awal dari ayat-ayat
tersebut sehingga dapat ditentukan itulah jawabannya,
Untuk mengetahui ayat mana saja yang memiliki asbaabun nuzuul, tentu
kita tidak bisa menafsirkan keberadaan hadis dan riwayat para sahabat lainnya.
Sebab, dari keduanhya kita akan mengetagui tentang peristiwa apa saja yang
terjadi, yang menyebabkan sebuah ayat turun. Tanpa memperlajari hadist dan
juga riwayat para sahabat, kita akan kesulitan mengetahui ayat mana yang
diturunkan karena suatu peristiwa tertentu. Karena itu tidak termasuk dalam al-
8
quran tidak di cantumkan penjelasan mengenai kronologis suatu peristiwa
yang menjadi sebab Allah SWT menurunkan firmannya.
Oleh karena itu, para ulama membuat klasifikasi tentang beberapa redaksi ayat
yang menerangkan adanya asbaabun nuzuul di dalamnya. Berikut klasifikasi-
klasifikasi tersebut:
Ada juga riwayat yang tidak menggunakan fa ta'qibiyah, tetapi dapat dipahami
sebagai sebab dalam kon teks jawaban atas suatu pertanyaan yang diajukan
kepada Rasulullah Saw. Misalnya, "Rasulullah Saw. ditanya ten tang hal ini,
maka turunlah ayat ini." Beberapa keten tuan tersebut dapat disebut sebagai
pernyataan yang jelas dalam sebuah kalimat.
Ini menyangkut apakah suatu ayat mengandung asbabun nuzul atau tidak.
Biasanya pernyataan-pernyataan yang digunakan oleh mereka seperti “nuzilat
hadzihil ayah fi kadza, ahzibu hadzihil ayah fi kadza atau ma ahzibu hadzihil
ayah nuzilat fi kadza” (ayat ini diturunkan sehubungan dengan..... .. ..atau saya
pikir ayat ini tidak diturunkan kecuali dalam kaitannya dengan...).
9
Az-Zarkasyi, sebagaimana dikutip Ali Ash Shabuni, berpendapat bahwa
penggunaan lafal yang tidak jelas seperti itu biasa dilakukan para sahabat dan
tabi'in.Bila seseorang di antara mereka menggunakan lafal yang tidak jelas,
maka hal demikian menunjukkan kandungan hukum dan bukan sebab turunnya
ayat.Pernyataan itu juga merupakan jenis pengambilan (isthidal) terhadap
suatu ayat, dan bukan periwayatan peristiwa.
2.) Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila
hukum
3.) Apabila lafadz yang diturunkan bersifat umum dan ada dalil yang
menunjukkan pengkhususannya, maka adanya asbaabun nuzuul akan
membatasi takhsish itu hanya terhadap yang selain bentuk umum.
4.) Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami al-
qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak
dapat di tafsirkan tanpa pengetahuan sebab turunnya.
5.) Sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu
diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena
dorongan permusuhan dan perselisihan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Materi 'Ulumu al-Qur'an yang tidak kalah penting dipelajari dalam rangka
mengkaji dan memahami al Qur'an adalah pengetahuan tentang asbabun nuzul.
Secara terminologi, M. Hasbi ash-Shiddiqie mendefinisikan asbabun nuzul
sebagai suatu kejadian yang karena nya al-Qur'an diturunkan untuk
menerangkan hukumnya pada hari timbulnya kejadian itu serta suasana yang di
dalamnya al-Qur'an diturunkan dan membicarakan sebab itu, baik diturunkan
langsung sesudah terjadi sebab tersebut atau lantaran adanya suatu hikmah.
Ta'addud al-asbab wa an-nazil wäĥid (sebab turun ayat lebih dari satu,
sedangkan persolan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat)
Asbaabun Nuzuul ada dua macam, yaitu:. Dalam keadaan demikian, ayat
dipandang turun berulang-ulang. Maka masing-masing riwayat itu harus diteliti
dan dianalisis. Mae saya mendengar seorang laki-laki memintakan ampunnan
untuk kedua orang tuanya sementara mereka musyrik. Lalu, aku menceritakan
hal itu kepada Rasulullah, lalu turunlah ayat (tersebut) yang tepat adalah
riwayat tentang Abu Talib. Ta'addud an-nāzil wa al-asbab wāhid (persoalan
yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, tetapi sebab
turunnya hanya satu) adalah mengenai Ummu Salaman yang menanyakan
kepada Rasulullah. Mohonlah kepada Allah sebagian daripada apa yang
mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari surah al-Ahzab.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
11
menjelaskan sebab-sebab yang melatarbelakang turunnya suatu ayat. Maka
bisa jadi itu hanya penjelasan tentang kandungan hukum dari ayat yang
bersangkutan. Pernyataan tersebut mengandung kemungkinan asbabun nuzul
atau menunjukkan hal lain. Demikian juga dari lafal dan konteksnya masing-
masing dapat dalam Surat Al-Masad.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rusydie. Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadist. 2015. Yogyakarta.
IRCiSoD
13