Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenis Meja merupakan salah satu cabang olahraga yang digemari oleh

masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kompetisi yang diadakan

mampu mengundang partisipasi dari masyarakat. Pernyataan ini diperkuat oleh

pendapat Larry Hodges (2007: 1) yang menyatakan bahwa permainan tenis

meja merupakan cabang olahraga raket yang popular di dunia dan jumlah

pesertanya menempati urutan kedua. Adanya partisipasi masyarakat ini

memunculkan inisiatif untuk semakin mengembangkan kemampuan permainan

tenis meja masyarakat yaitu melalui pembinaan.

Salah satu upaya pembinaan olahraga tenis meja yaitu dengan

dibentuknya beberapa klub yang tersebar diberbagai daerah. Klub tenis meja

menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengembangkan minat, bakat, dan

kemampuannya dalam cabang olahraga ini. Klub ini akan memberikan

pelatihan sekaligus mengadakan kompetisi. Kompetisi antar klub dapat

dijadikan sarana untuk menjaring dan melahirkan atlet yang berbakat dan

potensial dalam olahraga tenis meja, serta menjadi jalan perintis menuju karir

atlet tenis meja yang professional. Kegiatan kompetisi tenis meja

diselenggarakan oleh PTMSI. Kegiatan ini telah mendapat dukungan dan

kepercayaan dari semua pihak sebagai kegiatan positif untuk menyalurkan

minat dan bakat masyarakat pada olahraga tenis meja.

Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) mengadakan

kompetisi. Kompetisi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan sejumlah

1
pertandingan, setiap pertandingan melibatkan kumpulan pesaing, dengan

keseluruhan pemenang kompetisi yang berdasarkan pada hasil gabungan

pertandingan. Hal ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi atlet tenis meja

untuk mengembangkan kemampuan permainannya. PTMSI tidak hanya

mengadakan kompetisi, tetapi juga mengadakan kompetisi tingkat kabupaten

dan daerah. Atas dasar inilah, PTMSI setiap daerah membina klub-klub tenis

meja mempersiapkan atlet-atletnya agar mempunyai fisik, teknik, taktik, dan

mental yang baik untuk memperoleh kemenangan dalam mengikuti kompetisi.

Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki

masyarakat tertarik pada tenis meja. Ketertarikan dapat menjadi bekal utama

untuk membentuk atlet tenis meja yang profesional. Oleh karena itu, PTMSI

Yogyakarta harus mampu memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan

prestasi tenis meja di DIY melalui klub-klub yang telah terbentuk. Prestasi

dapat dicapai melalui pembinaan. Pembinaan dapat berjalan dengan baik,

apabila didukung dengan fasilitas, pelatih yang bersertifikat, kondisi fisik yang

baik, mental, dana, metode latihan yang efektif, program latihan fisik, teknik

dan evaluasi teknik yang baik, serta pemanduan bakat.

Berdasarkan informasi dan pengamatan yang sudah dilakukan, klub-

klub di daerah Yogyakarta telah memiliki fasilitas yang memadai, meliputi

meja yang sudah berstandar, tempat yang layak, dan bet yang bertaraf

internasional dengan adanya lambang International Table Tennis Federation

(ITTF). Fasilitas ini memiliki peranan penting dalam menciptakan suasana

2
latihan atlet yang nyaman, tetapi faktor yang lain juga tidak kalah penting yaitu

kemampuan pelatih dalam memberikan pelatihan.

Pelatih-pelatih Tenis Meja di DIY memiliki kemampuan melatih yang

baik, tetapi pelatih belum memahami prinsip melatih yang benar. Berdasarkan

observasi yang telah dilakukan peneliti. Ketika memberikan pelatihan bola

banyak, recovery yang diberikan kurang baik sehingga atlet mudah merasa

kelelahan. Pelatih juga belum memahami cara melatih kekuatan, power, daya

tahan, dan kelincahan yang dibutuhkan dalam tenis meja. Pelatih harus mampu

menguasai metode latihan yang benar agar anak latih tidak mengalami

overtraining dan latihan yang salah akan berakibat fatal. Hal ini disebabkan

sebagian besar pelatih tenis meja belum bersertifikat.

Keberhasilan latihan tenis meja juga dipengaruhi oleh penilaian dan

evaluasi teknik yang diberikan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui

kemampuan atlet setelah memperoleh pelatihan dan memperbaiki kesalahan-

kesalahan yang ada, salah satunya pada teknik permainan. Ada beberapa teknik

dalam permainan tenis meja, yaitu drive, topspin-attack, smash, block, flick,

lob, push, chop, servis, flat hit, dan drop shot. Teknik-teknik tersebut belum

tentu dikuasai atlet dengan baik. Setiap atlet memiliki karakter yang berbeda

dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, pelatih

dituntut untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing atlet dengan

menilai dan mengevaluasi. Sejauh ini belum ada penilaian dan evaluasi teknik

di setiap klub di DIY dan belum ada catatan tentang peningkatan atlet, serta

program latihan yang jelas. Hal ini dikarenakan kemampuan teknik servis

3
forehand topspin bagi atlet di DIY belum diketahui. Instrumen penilaian teknik

yang valid dan reliabel juga belum tersedia.

Pelaksanaan latihan teknik servis forehand topspin sangat penting

dalam pencapaian prestasi atlet tenis meja, tanpa mengesampingkan teknik

yang lain, oleh karena itu pelaksanaan latihan teknik servis forehand topspin

perlu dilakukan dengan baik. Menurut hasil observasi dari kenyataan yang ada

di lapangan belum ada sebuah sistem penilaian yang dapat menilai pelaksanaan

teknik servis forehand topspin, yang menjadikan sebuah latihan menjadi

kurang efektif.

Perkumpulan Tenis Meja (PTM) di Yogyakarta belum memiliki

penilaian dan evaluasi yang jelas sehingga tujuan atlet melakukan latihan fisik

belum diketahui, apakah latihan tersebut bertujuan untuk latihan daya tahan,

latihan kelincahan atau latihan power. Sebagian besar pelatih beranggapan

bahwa latihan fisik telah dilakukan jika atlet sudah merasa kelelahan sampai

nafasnya terputus-putus. Padahal, latihan fisik berhasil dilakukan tergantung

dengan tujuan latihan, bukan ditandai dengan seberapa besar kelelahan yang

dirasakan oleh atlet.

Kondisi mental atlet adalah hal yang paling penting saat bermain.

Apabila atlet memiliki mental yang kurang baik, sehebat apapun teknik yang

dimilikinya belum tentu atlet tersebut mampu mengaplikasikan tekniknya

dalam pertandingan. Mental adalah hal yang paling penting dalam setiap

olahraga. Pelatih harus mendidik mental atlet dengan baik, tetapi pelatih masih

kesulitan dalam menentukan baik tidaknya mental yang dimiliki oleh atlet. Hal

4
ini dikarenakan mental tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Oleh karena itu,

sebagian besar pelatih di DIY belum memperhatikan mental atlet yang

dilatihnya.

Keberhasilan pembinaan tenis meja juga ditentukan oleh dana yang

tersedia. Dana pembinaan tenis meja di DIY belum bisa dikatakan cukup

karena saat ini peralatan tenis meja untuk atlet tergolong mahal. Atlet harus

membeli karet, kayu, dan lem. Semua peralatan itu dapat menghabiskan biaya

yang cukup banyak. Apalagi untuk pemain profesional dibutuhkan peralatan

yang profesional pula dan harga dari peralatan tersebut bisa mencapai jutaan.

Metode latihan pembinaan tenis meja di DIY ada yang sudah baik dan

ada yang kurang baik. Ada klub yang hanya langsung melakukan tenis meja,

tanpa melakukan pemanasan dan penguluran. Hal ini dapat berakibat fatal

untuk atlet karena dapat menyebabkan cidera. Hal ini disebabkan pelatih

memilih metode latihan yang kurang tepat sehingga latihan yang dilakukan

kurang efektif.

Setiap latihan harus memiliki program latihan untuk mengatur jalannya

latihan sehingga latihan dapat terorganisir dengan baik. Sebagian besar klub di

DIY belum menggunakan program latihan tersebut karena kurangnya

pengetahuan pelatih mengenai pentingnya program latihan yang sudah tersusun

dan sebagian klub yang sudah menyusun program latihan masih kurang efektif.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, menggugah penulis untuk

mencari solusi agar pembinaan prestasi tenis meja di DIY berjalan dengan

5
lancar dan tercapai prestasi yang optimal. Adapun solusinya adalah dengan

cara melakukan penelitian.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Belum pernah diadakan tes teknik servis forehand.

2. Kurangnya pengetahuan pelatih dalam melatih.

3. Dana pembinaan yang kurang mencukupi.

4. Metode latihan yang kurang baik.

5. Belum adanya program latihan yang diterapkan.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang terkait dengan permainan tenis meja sangat luas.

Oleh sebab itu, agar pembahasan menjadi lebih fokus dan dengan

mempertimbangkan segala keterbatasan dana, waktu, dan kemampuan

peneliti, maka objek dari penelitian ini dibatasi pada penilaian kemampuan

teknik servis forehand topspin tenis meja.

D. Rumusan Masalah

Atas dasar pembatasan masalah seperti di atas, masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan, yaitu:

1. Bagaimana mengembangkan instrumen teknik servis forehand topspin yang

valid dan reliabel?

2. Bagaimana kemampuan teknik servis forehand topspin atlet pemula tenis

meja di DIY?

6
E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengembangkan instrumen penilaian teknik servis forehand topspin

tenis meja pada atlet pemula yang valid dan reliabel.

2. Untuk menghasilkan T-score sebagai acuan penilaian.

3. Untuk mengetahui kemampuan teknik servis forehand topspin atlet pemula

tenis meja di DIY.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Praktis

a. Penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan mengajar guru dan

pelatih untuk mengetahui dengan baik kemampuan teknik servis

forehand topspin yang sudah diajarkan.

b. Penelitian ini dapat dijadikan masukan yang positif bagi guru pendidikan

jasmani, pelatih, atau peneliti.

2. Akademis.

a. Ilmu yang terkandung dalam penelitian ini dapat digunakan untuk

menambah wawasan.

b. Dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dengan penilaian

kemampuan teknik servis permainan tenis meja yang lain.

7
G. Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa tes teknik servis

forehand topspin beserta T-score sebagai standar acuan penilaian pada cabang

olahraga tenis meja.

Anda mungkin juga menyukai