Setiap negara berdaulat memiliki identitas nasional yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Identitas merujuk pada sifat khas atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu. Sedangkan nasional berasal dari kata nation yang artinya bangsa. Bangsa sendiri dapat diartikan sebagai kelompok yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, budaya, agama, bahasa, atau cita-cita. Dapat disimpulkan bahwa identitas nasional adalah kepribadian atau jati diri nasional yang melekat pada suatu negara serta kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalamnya. Indonesia juga memiliki identitas nasional. Identitas tersebut bersumber dari nilai-nilai kultural yang ada di setiap daerah, kemudian dihimpun menjadi satu kesatuan yang akhirnya membentuk identitas kolektif.
Faktor Terbentuknya Identitas Bangsa.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional terdiri dari primordialisme, agama, tokoh pemimpin bangsa, dan sejarah bangsa. Berikut ini adalah penjelasannya: Primordialisme Primordialisme pada dasarnya adalah kecintaan pada suatu golongan yang sama, sehingga cenderung menyebabkan pengelompokan individu-individu dengan karakteristik serupa. Faktor-faktor primordial ini meliputi ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa, daerah asal, bahasa, dan adat istiadat. Agama Unsur keagamaan memiliki peranan penting dalam menciptakan identitas suatu komunitas. Sebab agama merupakan ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan dan dipraktikkan secara individu maupun kolektif. Pemimpin Bangsa Kepemimpinan dari para tokoh yang dihormati oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan bangsa. Apalagi jika pemimpin tersebut dianggap sebagai penyambung lidah rakyat dan simbol persatuan. Contoh pemimpin bangsa yang dapat menyatukan negara adalah Ir Soekarno, sang proklamator sekaligus pencetus Pancasila. Di India ada Mahatma Gandhi yang mengampanyekan perdamaian dan penghentian kolonialisme. Ada pula Martin Luther King yang mencetuskan penghentian diskriminasi ras. Sejarah Bangsa Apa yang telah dialami oleh suatu bangsa akan mempengaruhi pola pikir masyarakat. Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas, tetapi juga tekad dan tujuan yang sama di antara masyarakat.