Elis Shofiyatin
karimaelkarim96@gmail.com
Tengger (Analisis Keberadaan Modal Sosial pada Proses Harmonisasi pada Masayarakat
Adat Suku Tengger, Desa Tosari, Pasuruan, Jawa Timur), Dialektika Masyarakat: Jurnal
Sosiologi 2(1), 2018, h. 1-12.
3 Ida Bagus Wika Krishna, Kajian Multikulturalisme: Ide-Ide Imajiner dalam
Konsep Masyarakat
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang tinggal bersama
dalam suatu tempat. Syaikh Taqyuddim Am-Nabhani menjelaskan bahwa
masyarakat terbentuk ketika masyarakat tersebut memiliki pemikiran,
perasaan, serta sistem atau aturan yang sama6. Berdasarkan pendekatan
Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), masyarakat merupakan
suatu kesatuan yang menyeluruh, di mana unsur yang membentuk
masyarakat adalah fungsional lembaga-lembaga, sistem hukum yang
identik dengan moral dengan didasarkan pada keadilan. Konsep ini
selanjutnya dipertegas oleh M. Machiavelli melalui teori mekanis, bahwa
masyarakat terbentuk karena adanya pemusatan mekanisme
pemerintahan7.
Lebih lanjut, dalam teori kontrak sosial yang didukung oleh Thomas
Wobbes (1558-1679), Jon Lock (1632-1704), dan JJ Rousseau (1712-1728)
masing-masing menjelaskan bahwa8:
a. Hobbes menejlaskan bahwa secara alamiah, kehidupan manusia
didasarkan pada mekanisme persaingan dan perkelahian. Tetapi
9 Ibid., h. 9.
10 Ibid., h. 12.
11 Zainuddin Maliki, Rekontruksi Teori Sosial Modern, Gadjah Mada Uniiversity
Press, Yogyakarta, 2012, h. 31.
Masyarakat Multikultural
Konsep masyarakat yang dijelaskan oleh para pendahulu di muka
menunjukkan bahwa masyarakat pada dasarnya merupakan sebuah
kesatuan dari sekumpulan manusia yang membentuk sebuah komunitas
untuk hidup bersama. Artinya, di dalam konsep masyarakat itu sendiri
sebenarnya sudah terlihat adanya sesuatu yang majemuk atau banyak
anggota. Adapun, masyarakat multikultur dijelaskan oleh Liliweri sebagai
masyarakat majemuk yang dijelaskan sebagai masyarakat yang terdiri
atas keberagaman, baik perbedaan kelompok, agama, ras, suku, budaya,
bahasa13.
Teori multikutural mulai dibicarakan di dunia Barat sejak tahun
1960-an sebagai bentuk respon dari diversitas budaya oleh kelompok
minoritas, penduduk asli, dan para imigran dari negara yang sedang
berkembang. Di mana multikultural dikembangkan, salah satunya karena
latar belakang perlawanan kolonialisme dan ideologi dari sebuah hirarki
budaya, yang baik secara implisit maupun eksplisit ditujukan untuk
tujuan persamaan budaya. Meskipun bukan berarti persamaan secara
substantif atas budaya yang berbeda sebagaimana hak yang sama untuk
tetap ada dan berkembang14.
Kymlicka menyebutkan bahwa pada awal pmunculnya istilah
multikultural, para filsuf cenderung mendefinisikan multikultural dengan
mengambil pengertian dari keterkaitan budaya, dengan kata lain,
pemeliharaan atau pelestarian budaya. Namun kemudian multikultural
melibatkan adanya selektivitas dan kebiasan sebagai akibat dari
penerapan norma liberal15. Karena itu, selanjutnya, Kymlicka memberikan
penjelasan bahwa dalam konsep multikultural, teori normatif tentang hak-
hak minoritas harus menjawab kenyataan bahwa, kelompok minoritas
harus tanggap terhadap risiko yang meluas yang muncul dari tatanan
yang ada. Dengan demikian, maka hak-hak minoritas akan terfasilitasi
Bahan Bacaan