Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

KONSELING LINTAS BUDAYA

“Konseling dalam Keanekaragaman Budaya dalam Masyarakat


Majemuk/Plural”

DOSEN PENGAMPU

Prof. Dr. Firman, M. Si., Kons.

OLEH

PINTA REJANI TELAUMBANUA

19006108

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2022

KONSELING DALAM KEANEKARAGAMAN BUDAYA DALAM


MASYARAKAT MAJEMUK/PLURAL

A. Keanekaragaman Budaya
Masyarakat multikulturalisme adalah masyarakat yang terdiri dari
berbagai kelompok, budaya, yang hidup bersama, berdampingan, berinteraksi,
saling menghormati. Multikulturalisme menunjukkan pengakuan adanya
keragaman budaya dalam hidup bersama. Keragaman tersebut dapat berupa
keragaman etnik, golong, paham, aliran, agama dan sebagainya.
Keragaman budaya masih akan terus bertambah pada abad ke-21 dan
menjadikan konselor untuk peka dan mampu memberikan konseling secara
efektif dan bermanfaat bagi klien yang membutuhkannya. Keberagaman
menggambarkan klien-klien yang berbeda pada berbagai aspek seperti usia,
gender, ras, agama, etnis, orientasi seksual, status kesehatan, kelas sosial,
negara asal, wilayah geografis dan masih banyak lagi.
Pedersen (1991) mengutip pendapat Brislin (1990), menyebutkan
bahwa ada tujuh aspek budaya pada diri individu, yaitu:
1. Bagian jalan hidup yang digunakan orang.
2. Gagasan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
3. Pengalaman masa kanak-kanak yang berkembang menjadi nilai-nilai yang
kemudian terinternalisasi.
4. Sosialisasi anak-anak ke kedewasaan.
5. Pola-pola konsep dan tindak secara konsisten.
6. Pola-pola budaya dipelihara meskipun mungkin tidak sesuai.
7. Rasa tidak berdaya atau kebingungan manakala terjadi perubahan pola-
pola budaya.
Keragaman budaya dalam masyarakat dapat ditinjau dari berbagai
aspek dan Simek (1993) mengemukakan dimensi-dimensi multikultural yaitu:
1. Dimensi tempat (locus) yaitu kebudayaan di bedakan dalam budaya
individu, keluarga, kelompok, masyarakat di suatu wilayah, dan negara.
2. Dimensi multikultural (assue), terdiri dari budaya bahasa, jenis kelamin,
etnik, agama, orientasi afikasi, usia, masalah fisik, situasi sosial-ekonomi,
dan trauma.
3. Dimensi level of cultural identity development mencakup multiperspective
internation reflection/redifinition naming/resistence, acceptance.
B. Masyarakat Majemuk/Plural
Berry dkk. (1999: 569) menyebut masyarakat multikultural adalah
“masyarakat majemuk (populasi pada umumnya, berbagai kelompok yang
berakulturasi dan pemerintah) yang menghargai pluralisme dan
memungkinkan keberagaman tetap lestari. Nur Zein Hae, dkk. (2000)
menyebut pluralisme menitikberatkan keragaman dunia manusia pada tingkat
individual, sedang multikulturalisme menekankan keragaman dunia manusia
pada tingkat, kaum, golongan.
Ada tiga hal pokok yang menyangkut pengertian konseling
multikultural, yaitu:
1. Pertama, individu itu penting dan has (unik).
2. Kedua, waktu menjalankan konseling, konselor membawa nilai-nilai yang
berasal dari lingkungan budayanya.
3. Ketiga, klien dari kelompok minoritas etnik dan ras datang menemui
konselor membawa seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan latar
belakang budayanya (Nuzliah, 2016).
Yudistira K. Garna (2003: 164), Antropolog Universitas Padjajaran
berpendapat bahwa dalam masyarakat majemuk (plural society), terdapat dua
tradisi dalam sejarah pemikiran sosial, yaitu:
1. Pertama, bahwa kemajemukan itu merupakan suatu keadaan yang
memperlihatkan wujud pembagian kekuasaan di antara kelompok-
kelompok masyarakat yang bergabung atau bersatu, dan rasa menyatu itu
dibangun melalui dasar kesetiaan (cross-cutting) kepemilikan nilai-nilai
bersama dan perimbangan kekuasaan (Peh, 1985: 77-79).
2. Kedua, dalam masyarakat majemuk dikaitkan dengan relasi antar ras/etnik,
bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok ras/etnik yang berada dalam satu sistem pemerintahan, oleh
karena itu sering mengalami konflik dan paksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Berry, Poortinga dkk.1999. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka
Utama.
Garna, Yudistira K. 2003. Ilmu-ilmu Sosial: Dasar-Konsep-Posisi. Bandung:
Primaco Akademika.
Hae, Nur Zain. 2000. Konflik Multikultur. Panduan Meliput Bagi Jurnalis,
Lembaga
Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta.
Nuzliah. 2016. Counseling Multikultural. Jurnal Edukasi, Vol. 2, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai