Anda di halaman 1dari 45

1

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Mengikuti Ujian Semester Biokimia

OLEH :

ARDANA KURNIAJI
I1A2 10 097

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012
2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam

tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia

ialah lipid. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar,

sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa

atau mirip. Para ahli biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang

mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang

disebut lipid (Suryani, 2008).

Kebutuhan akan lemak sebagai sebagai sumber energi yang efisien ketika

tersimpan dalam jaringan adiposa menjadi penting untuk dipahami. Salah satu

fungsi lipid membantu dalam pembentukan membran sel pada hewan maupun

tumbuhan. Dimana pada hewan lemak pada umumnya berupa zat padat,

sedangkan pada tumbuhan berupa zat cair. Hal ini sesuai pernyataan Suryani

(2008) bahwa Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,

sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang

mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak

cair atau yang biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak

hewan dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang berbeda-beda.

Ditinjau dari kelarutannya menurut Sofyan (2005) bahwa Lipid adalah

nama suatu golongan senyawa organik yang meliputi sejumlah senyawa yang

terdapat di alam yang semuanya dapat larut dalam pelarut-pelarut organik tetapi

sukar larut atau tidak larut dalam air. Pelarut organik yang dimaksud adalah
3

pelarut organik non polar, misalnya benzene, pentane, dietil eter dan karbon

tetraklorida. Dengan pelarut-pelarut tersebut lipid dapat diekstrak dari sel dan

jaringan tumbuhan ataupun hewan. Struktur memiliki kepala yang bersifat polar

dan ekor hidrokabon yang bersifat nonpolar Dalam suatu larutan, kepala yang

bersifat polar dapat berasosiasi dengan air, sehingga membentuk senyawa

amfipatik ( memiliki dua kutub positif dan negatif ). Selain itu, lipida dapat

membentuk formasi satu lapis lipida (monolayers), dua lapis lipida (bilayers),

misel dan vesikula.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah praktikum untuk mengetahui

lebih jauh mengenai reaksi-reaksi yang terjadi pada lemak serta mengidentifikasi

sifat dan kelarutan lemak.

2.1. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai dalam praktikum adalah untuk mengetahui

reaksi uji lemak pada pemeriksaan kelarutan lemak.

Adapun manfaat yang didapatkan dalam praktikum kali ini, pada reaksi uji

lemak yaitu dapat mengetahui kelarutan lemak yang akan terjadi dengan beberapa

perlakuan serta perubahan yang terjadi.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Lipid didefinisikan sebagai senyawa yang tak larut dalam air yang

diektraksi dari makhluk hidup dengan menggunakan pelarut yang kurang polar

atau pelarut non polar. Istilah lipid mencangkup golongan senyawa-senyawa yang

memiliki keanekragaman struktur, dan tidak ada skema penggolongan lipid yang

bisa diterima diseluruh dunia. Ciri khas yang umum dijumpai disemua lipid

adalah kamdungan hidrokarbonnya diturunkan dari polimerasi asetat yang diikuti

dengan reduksi rantai segera setelah rantai itu terbentuk (Kuchel dan Ralston,

2002).

Lipid sangat penting di dalam tubuh, baik untuk struktur maupun fungsi

tubuh. Simpanan lemak memberikan cadangan energi, menyekat dan memberi

beberapa perlindungan. Lipid lain merupakan konstituen penting membran sel

(fosfolipid), merupakan prekursor untuk hormon steroid, bekerja sebagai molekul

pengatur (misalnya leukotrin, protoglandin, tromboksan dan transpor lemak

seluruh tubuh (lipoprotein), serta lemak pelarut vitamin berfungsi dalam

pembekuan darah, fungsi penglihatan dan antioksidan (Brooker, 2005).

Lipid merupakan bentuk energi tubuh yang paling pekat. Sel-sel otak

hanya menggunakan glukosa tetapi jaringan tubuh lainnya seperti otot jantung

lebih memilih lipid sebagai sumber energi. Asam lemak akan mengalami oksidasi

beta di hati membentuk asetil KoA. Asetil KoA dapat langsung memasuki siklus

krebs, tidak perlu melalui jalur glikolisis. Reaksi ini disebut sebagai reaksi

oksidasi-beta karena yang dioksidasi adalah atom karbon kedua (James, dkk.,

2008).
5

Lipid terkonjugasiterbentuk dari pengikatan gugus fosfat atau gula ke

molekul lemak. Fosfolid dan Glikolipid ini merupakan konstituen intgral struktur

dinding sel. Sterol juga berfungsi sebagai building block. Struktural di sel dan

membran serta sebagai konstituen hormon dan metabolit lain. Karena tidak larut

dalam air, lipid memerlukan mekanisme pengangkutan khusus agar bersirkulasi

dalam darah. Asam lemak bebas hanya terdapat dalam jumlah kecil di dalam

darah dan umumnya berikatan secara longgar dengan albumin. Komponen-

komponen lipid utama yang dijumpai dalam plasma adalah trigliserida, koleterol,

dan fosfolipid. Ketiganya terdapat dan diangkut dalam darah sebagai lipoprotein,

suatu kompleks makromolekul yang sangat besar dari lipid dan protein khusus

(apolipoprotein) yang membantu pengemasan, kelarutan, dan metabolisme lemak

(Sacher dan Ricard, 2005).

Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan

selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan

rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu tinggi dan

adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

ketengikan. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak

adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang manis

(Poedjiadi, 2006 dalam Suryani, 2008).


6

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, Tanggal 8 Mei 2012, pukul

08.00 WITA sampai selesai, dan bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum reaksi uji protein dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji protein
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
A. Alat
1. Tabung Reaksi Sebagai tempat reaksi suatu larutan yang akan
diamati
2. Hot Plate Untuk memanaskan larutan
3. Batang Pengaduk Untuk mengaduk larutan
4. Pipet Tetes Mengambil larutan yang akan diamati tanpa
teliti
5. Spatula Mengaduk larutan dalam tabung reaksi
B. Bahan
1. Minyak goreng Sebagai Bahan Perekasi
2. Mentega Sebagai Bahan Perekasi
3. Bensin Sebagai Bahan Pereaksi
4. Air Sebagai Bahan Pereaksi
5. n-heksan Sebagai Bahan Pereaksi
6. Alkohol 95% Sebagai Bahan Pereaksi
7. NaOH 0,1 M Sebagai Bahan Pereaksi

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum reaksi uji protein adalah

sebagai berikut:

a) Menyiapkan 5 buah tabung reaksi yang bersih dan kering


7

b) Menambahkan pada masing-masing tabung reaksi 1 ml minyak goreng,

kemudian mencampurkannya dengan bahan berikut

- Tabung I : ditambahkan 1 ml air

- Tabung II : ditambahkan 1 ml bensin

- Tabung III : ditambahkan 1 ml alkohol

- Tabung IV : ditambahkan 1 ml n-heksan

- Tabung V : ditambahakan 1 ml NaOH

c) Mengduk hingga homogen, mendiamkan beberapa menit dan mengamati

serta mencatat perubahan yang terjdi.


8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pemeriksaan kelarutan lemak pada larutan minyak goreng

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengamatan klearutan lemak pada minyak goreng.


Minyak
Tabung Perekasi Hasil Keterangan
Goreng
I 1 ml 1 ml air Tidak Larut Pereaksi polar

II 1 ml 1 ml bensin Larut Sempurna Pereaksi nonpolar

III 1 ml 1 ml alkohol Tidak larut Pereaksi polar


95%
IV 1 ml 1 ml n-heksan Larut sempurna Pereaksi nonpolar

V 1 ml 1 ml NaOH Tidak Larut Pereaksi polar


emulsi stabil
(penyabunan)

Hasil pengamatan pemeriksaan kelarutan lemak pada larutan mentega dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengamatan kelarutan lemak pada mentega.


Tabung Mentega Perekasi Hasil Keterangan
I 1 sendok 1 ml air Tidak Larut Pereaksi polar

II 1 sendok 1 ml bensin Larut tidak sempurna Pereaksi nonpolar

III 1 sendok 1 ml alkohol Tidak larut Pereaksi polar


95%
IV 1 sendok 1 ml n- Larut tidak sempurna Pereaksi nonpolar
heksan
V 1 sendok 1 ml NaOH Tidak Larut Pereaksi polar
memiliki natrium
sehingga tidak
terjadi penyabunan
9

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat perbedaan pada

masing-masing perlakuan yang menunjukkan kesesuaian pereaksi atas sifat

kepolarannya namun berbeda dalam penstabilan emulsi. Dimana pada perlakuan

menggunakan larutan minyak goreng pada pereaksi 1 ml air hasil reaksi minyak

tidak dapat larut dalam air, kondisi demikian sama dengan perlakuan

menggunakan mentega. Berat massa jenis air sehingga air tidak dapat menyatu

dengan minyak yang massa jenisnya lebih rendah (heterogen) begitu halnya

dengan mentega sehingga larutan air termasuk dalam larutan polar. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Herlina dan Hendra (2002) bahwa lemak dan minyak adalah

salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik

yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik

non-polar.

Berbeda dengan pereaksi bensin, hasil reaksi menunjukkan bahwa larutan

homogen dimana bensin dapat larut sempurna dalam larutan minyak goreng

walaupun pada mentega tidak larut sempurna dengan adanya pengendapan,

namun hal ini menunjukkan bahwa bensin merupakan larutan nonpolar.

Sedangkan pada alkohol 95% hasil reaksi minyak dan mentega tidak dapat larut

pada larutan alkohol, yang berarti bahwa alkohol merupakan larutan polar. Hal ini

berdasarkan pernyataan Helda (2012) bahwa bensin merupakan senyawa non

polar yang hanya dapat larut dalam pelarut non polar seperti minyak goreng.

Sedangkan pernyataan Pujianto (2011) bahwa alkohol juga merupakan pelarut

polar sehingga lipid (minyak goreng) tidak dapat larut.


10

Pada pereaksi n-heksan menunjukkan hasil reaksi yang sama antara

minyak dan mentega, dimana larutan n-heksan tidak dapat larut sempurna

meskipun nonpolar, hal ini dikarenakan terjadi emulsi yang tidak stabil sehingga

membentuk endapan dan pada pereaksi NaOH kedua perlakuan menunjukkan

hasil NaOH tidak dapat larut, namun pada minyak goreng terjadi emulsi yang

stabil sehingga terjadi penyabunan dengan terbentuknya endapan putih,

sedangkan pada mentega yang seharusnya menghasilkan hasil reaksi yang sama

dengan minyak, namun tidak terjadi emulsi yang stabil, sehingga mentega

menggumpal pada larutan NaOH hal ini dikarenakan mentega mengandung

Natrium sehingga tidak terjadi penyabunan.

Menurut Hanifah (2011) bahwa pada mentega terdapat kadar natrium yang

mana pada mentega asin jauh lebih banyak (843 mg per 100 g) dibandingkan

dengan mentega manis (8 mg/100 g). Natrium berfungsi untuk menjaga

keseimbangan asam dan basa sehingga kondisi netral akan terus terjadi, yang itu

berarti mencegah proses kestabilan emulsi pada larutan NaOH.

.
11

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa kelarutan lipid merupakan kelarutan yang bersifat nonpolar

dan hanya dapat larut sempurna pada larutan lain yang sifatnya nonpolar.

Sedangkan pada larutan polar seperti NaOH akan terjadi pengendapan atau

penyabunan karena mengalami kestabilan emulsi total.

5.2. Saran

Saran yang dapat diajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam

setiap hasil reaksi dijelaskan dengan hubungan sebab-akibat, sehingga praktikan

dapat memahami hasil praktikum.


12

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Protein merupakan senyawa organik yang tersusun atas monomer asam

amino. Dalam kehidupan, protein merupakan biomolekul yang sangat penting.

Fungsinya dalam tubuh sebagai katalisator mampu mempercepat proses kimiawi

yang terjadi dalam tubuh, sehingga tidak terjadi penggunaan energi yang banyak.

Menurut Wane (2011) bahwa protein adalah senyawa organik kompleks dengan

berat molekul tinggi, protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam

amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein

mengandung molekul karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur

serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel

makhluk hidup dan virus.

Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti

halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat

mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan

sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup.

Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks

untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma. Suatu sistem metabolisme

akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami

kerusakan (Hertadi, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, mengingat peran protein sebagai biomolekul

yang sangat penting bagi tubuh makhluk hidup, maka dilakukanlah praktikum ini

guna melakukan uji cobe terhadap beberapa reaksi yang melibatkan protein.
13

2.1. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai dalam praktikum adalah untuk mengetahui

reaksi uji protein pada pengendapan protein oleh garam-garam anorganik, reaksi

uji protein pada uji koagulasi, dan reaksi uji protein pada denaturasi protein.

Adapun manfaat yang didapatkan dalam praktikum kali ini, pada semua

reaksi uji protein yaitu dapat mengetahui kandungan yang terdapat pada larutan

protein dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada larutan protein

saat dicampurkan dengan pereaksi-pereaksi kimia.


14

II. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang

merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu

sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,

oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting

dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.Kebanyakan protein

merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi

struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan

sendi sitoskeleton (Desrizal, 2011).

Tidak semua protein adalah enzim. Keratin protein struktural pada rambut

hewan dan hormon insulinmerupakan contoh protein bukan enzim. Setiap

polipeptida dari suatu protein juga memiliki monomer yang tersusun dalam

tatanan linear tertentu (struktur primer protein) tetapi monomernya adalah kedua

puluh asam amino tersebut. Dengan demikian, asam nukleat dan protein berisi

informasi yang ditulis dalam dua bahasa kimia yang berbeda (Campbell, 2002).

Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder, tersier

maupun kuartener dari suatu protein mengalami modifikasi tanpa ada pemecahan

ikatan peptida. Denaturasi dapat berupa rusaknya struktur tiga matra dari suatu

protein. Denaturasi protein ada dua macam, yaitu pengembangan rantai peptide

(terjadi pada polipeptida) dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil

tanpa disertai pengembangan molekul (terjadi pada ikatan sekunder) (Anugrah,

2011).
15

Selain sifat-sifat yang umum, kebanyakan protein alam masih mempunyai

satu atau lebih sifat khusus. Sifat khusus tersebut mempunyai daya angkut

oksigen, mempunyai daya sebagai alat pengangkut lipida; mempunyai kelarutan

tertentu dalam garam encer atau asam encer; dan mempunyai aktivitas sebagai

enzim. Protein tersebut yang dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet,

gelombang ultrasonik dan pengocokan yang kuat atau bahan-bahan kimia tertentu

dapat mengalami proses denaturasi. Denaturasi protein itu sendiri dapat diartikan

sebagai suatu proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa

menyebabkan kerusakan ikatan peptida (Sumardjo, 2006).


16

III. METODE PRAKTIKUM

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 17 Mei 2012, pukul

08.00 WITA sampai selesai, dan bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.

3.4. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum reaksi uji protein dapat

dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji protein
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
A. Alat
1. Tabung Reaksi Sebagai tempat reaksi suatu larutan yang akan
diamati
2. Hot Plate Untuk memanaskan larutan
3. Batang Pengaduk Untuk mengaduk larutan
4. Pipet Tetes Mengambil larutan yang akan diamati tanpa
teliti
5. Pipet Skala Mengambil larutan yang akan diamati teliti
6. Gegep Menjepit tabung reaksi yang telah dipanaskan
7. Beker Sebagai wadah untuk tabung yang dipanaskan
B. Bahan
1. Putih Telur ayam Sebagai obyek amatan (Protein)
(Albumin)
2. Ammonium Sulfat Sebagai bahan penguji larutan
3. Perekasi Biuret Sebagai Bahan Perekasi
4. Asam Asetat Sebagai Bahan Perekasi
5. Perekasi Millon Sebagai Bahan Pereaksi
6. HCL 0,1 M Sebagai Bahan Pereaksi
7. NaOH 0,1 M Sebagai Bahan Pereaksi
8. Buffer asetat 1 M Sebagai Bahan Pereaksi
9. Air Sebagai Bahan Pereaksi
17

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum reaksi uji protein adalah

sebagai berikut:

1. Pengendapan protein oleh garam-garam anorganik

a) Menjenuhkan 7 ml larutan protein dengan Ammonium Sulfat, dengan cara

menambahakan Ammonium Sulfat Kristal sedikit demi sedikit, mengaduk

hingga larut. Menambah dan mengaduk lagi sehingga sedikit garam

Ammonium yang tertinggal tidak larut lagi (terbentuk larutan lewat jenuh),

menyaring.

b) Menguji kelarutan endapan dalam pereaksi Millon dan pada filtratnya,

kemudian menambahkan pereaksi Biuret.

c) Mengamati apa yang terjadi pada reaksi tersebut.

2. Uji koagulasi

a) Di dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan protein, ditambahkan dua

tetes asam asetat 1 M.

b) Meletakkan tabung dalam air mendidih selama 5 menit.

c) Mengambil endapan dan menguji kelarutannya dalam air dan pereaksi

millon.

3. Denaturasi protein

a) Menyediakan 3 tabung reaksi masing-masing tabung di isi dengan 9 ml

larutan protein.

b) Di dalam tabung I: menambahkan 1 ml HCl 0,1 M, tabung II: 1 ml NaOH

0,1 M, tabung III: 1 ml buffer asetat.


18

c) Menempatkan ketiga tabung dalam air mendidih selama 15 menit dan

mendinginkan pada temperature kamar.

d) Melihat ke dalam tabung mana terjadi endapan.


19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

1. Pengendapan protein oleh garam-garam anorganik

Hasil pengamatan pengendapan protein oleh garam-garam anorganik dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengamatan pengendapan protein oleh garam-garam anorganik.


Tabung Pereaksi Hasil Pengamatan Keterangan
Larutan millon tidak
Tidak dapat
dapat mengikat air yang
I (endapan) Millon melarutkan endapan
telah diikat oleh garam
lagi
sebelumnya
Larutan millon tidak
Dapat terlarut
dapat mengikat air yang
II (filtrat) Biuret sempurna dalam hasil
telah diikat oleh garam
filtrat protein
sebelumnya

2. Uji koagulasi

Hasil pengamatan uji koagulasi dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Pengamatan uji koagulasi.


Tabung Pereaksi Hasil pengamatan Keterangan
Tidak ada perubahan Air tidak dapat
atau dalam hal ini mengurangi atau
I (endapan) Air tidak terjadi lagi meningkatkan koagulasi.
koagulasi.

Millon larut tidak Millon dapat


II (endapan) Millon sempurna atau terjadi meningkatkan koagulasi.
lagi koagulasi.

3. Denaturasi protein

Hasil pengamatan denaturasi protein dapat dilihat pada tabel 7.


20

Tabel 7. Pengamatan denaturasi protein.


Tabung Pereaksi Hasil Pengamatan Keterangan
Struktur berubah
terjadi denaturasi
I (9 ml protein) 1 ml HCl 0,1 N Larutan mengendap
namun tidak
terjadi koagulasi
1 ml NaOH 0,1 Tidak ada Tidak terjadi
II (9 ml protein)
N perubahan endapan.
Struktur berubah
1 ml buffer dan terjadi
III (9 ml protein) Larutan mengendap
asetat denaturasi dalam
bentuk koagulasi

4.2. Pembahasan

Sebagai larutan senyawa kompleks yang tersusun atas monomer asam

amino yang dapat dipengaruhi oleh senyawa lain yang memiliki sifat sebagai

pengikat asam amino. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada

pengendapan protein oleh garam-garam anorganik masing-masing perlakuan

terlihat berbeda. Perbedaan tersebut ditunjukan dengan hasil reaksi yang terjadi,

dimana sebelum pemberian pereaksi, terlebih dahulu hasil yang diperoleh adalah

terbentuknya endapan pada reaksi garam amonium dan putih telur (larutan

protein) hal ini dikarenakan adanya kompetisi antara ion-ion garam amonium

dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena ion-ion dari garam amonium

lebih mudah dalam mengikat air, menyebabkan kelarutan protein dalam air

berkurang. Dengan penambahan garam secara kontinyu, molekul air akan keluar

dari larutan dan mengendap.

Hasil reaksi tersebut kemudian diuji dengan pemberian pereaksi Millon,

dimana hasil yang diperoleh nampak larutan millon tidak dapat melarutkan

endapan hasil filtrat, namun mampu untuk membentuk endapan baru. Terjadinya
21

endapan ini dikarenakan sifat millon sebagai larutan merkuro dan merkuri nitrat

dalan asam nitrat, maka jika direaksikan dengan protein akan membentuk endapan

putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumardjo (2006) bahwa reaksi millon

digunakan khusus untuk protein yang mengandung asam amino radikal hidroksi

fenil sebagai penyusunnya. Jika larutan protein ditambahkan pereaksi millon

maka gumpalan berwarna putih.

Sedangkan pada uji biuret, hal berbeda ditunjukan dengan biuret yang

larut sempurna pada hasil filtrat garam anorganik sebelumnya. Sehingga tidak

terbentuk lagi endapan. Hal ini sesuai dengan sifat protein yang endapannya akan

larut bila ditambahkan dengan larutan biuret. Hal ini juga yang menunjukkan

bahwa biuret tidak mampu untuk mengikat asam amino kembali.

Pada pengamatan uji koagulasi, asam asetat 1 M mampu untuk

menimbulkan terjadinya koagulasi pada larutan protein yang menyebabkan

kelarutan protein berkurang dan mengendap didasar tabung. Endapan I pada

pereaksi air tidak menghasilkan perubahan atau dalam hal ini tidak terjadi lagi

koagulasi, hal ini dikarenakan air tidak dapat mengurangi atau meningkatkan

koagulasi. Sedangkan pada uji koagulasi menggunakan larutan millon dihasilkan

larutan millon yang larut dalam endapan II atau terjadi lagi koagulasi dikarenakan

millon mampu mengurangi kelarutan protein. Menurut Avriel (2010) bahwa

endapan albumin yang terjadi setelah penambahan asam asetat, bila direaksikan

dengan pereaksi millon memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa

endapan tersebut masih bersifat sebagai protein, hanya saja telah terjadi

perrubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut


22

mengendap. Perubahan struktur tesier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke

bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air.

Sedangkan pada pengamatan uji denaturasi protein, masing-masing

perlakuan larutan protein 9 ml diberikan pereaksi berbeda yakni HCl, NaOH,

Buffer Asetat. Pada pereaksi HCl terjadi perubahan struktur protein namun tidak

terjadi koagulasi, hal ini ditandai dengan bertambahnya kepadatan larutan.

Kemudian pada pereaksi NaOH hasil yang diperoleh tidak menunjukkan

perubahan struktur atau tidak terjadi denaturasi protein hal ini ditunjukan dengan

keadaan larutan sebelum pemanasan sama dengan keadaan larutan setelah

pemanasan. Sedangkan pada pereaksi buffer asetat, denaturasi dan koagulasi

terjadi, hal ini dikarenakan buffer asetat mampu untuk memecah struktur

monomer asam amino sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah yang

menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung asam amino yang telah diubah

strukturnya. Menurut Avriel (2010) bahwa Protein akan terdenaturasi atau

mengendap bila berada pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan

positif sama dengan jumlah muatan negatifnya, protein albumin mengendap pada

titik isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7. Oleh sebab itu buffer asetat dengan

volume berlebih mampu membuat larutan protein mengendap.


23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa garam-garam anorganik dapat mengikat larutan protein yang selanjutnya

akan kembali dipecah oleh oleh larutan buffer dan dikoagulasikan oleh millon.

Dimana koagulasi dapat terjadi pada kondisi asam dan terjadinya denaturasi juga

diakibatkan oleh kondisi keasaman dan jumlah muatan positif sama dengan

jumlah muatan negatifnya.

5.2. Saran

Saran yang dapat diajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam

setiap hasil reaksi dijelaskan dengan hubungan sebab-akibat, sehingga praktikan

dapat memahami hasil praktikum.


24

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanpa adanya enzim, kehidupan yang kita kenal tidak mungkin ada.

Sebagai biokatalisator yang mengatur semua kecepatan semua proses fisiologis,

enzim memegang peranan utama dalam kesehatan dan penyakit. .Meskipun dalam

keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dengan cara yang

tersusun serta teratur sementara homeostasis akan dipertahankan, namun keadaan

homeostasis dapat mengalami gangguan yang berat dalam keadaan patologis.

Enzim adalah suatu protein dan dihasilkan oleh sel hidup. Enzim adalah

protein yang mempunyai fungsi khusus. Enzim bekerja dalam mengkatalisis

reaksi kimia (biokimia) yang berlangsung di dalam sel itu sendiri. Sebagai contoh

adalah enzim α-amylase (dikenal juga sebagai enzim ptyalin) yang berperan

dalam mengkatalisis reaksi pemecahan pati menjadi unsur penyusunnya yang

lebih sederhana. Enzim ini dihasilkan secara alami di mulut bersam-sama dengan

ludah (Azis, 2007).

Menurut Mutiara (2008) bahwa Reaksi-reaksi seperti hidrolisa dan oxidasi

berlangsung sangat cepat didalam sel-sel hidup pada pH kira-kira netral dan pada

suhu tubuh. Ini dapat terjadi karena adanya enzim. Enzim disintesa di dalam sel,

tetapi setelah diextraksi diluar sel masih mempunyai aktivitas. Enzim bekerja

sangat sfesifik. Suatu enzim hanya dapat mengatalisa beberapa reaksi, malahan

seringkali hanya satu reaksi saja. Ini merupakan salah satu sifat penting enzim.

Ada segolongan enzim yang dapat mengatalisa jenis reaksi yang sama, misalnya

memindahkan fosfat, oxidasi-reduksi, dan sebagainya. Oleh karena itu ada suatu
25

kespesifikan (specificity). Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukanlah

praktikum ini untuk mengetahui lebih jauh mengenai enzim terutama reaksi-reaksi

yang terjadi.

2.1. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai dalam praktikum adalah untuk mengetahui

pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim dan pengaruh konsentrasi enzim dan

substrat terhadap aktifitas enzim.

Adapun manfaat yang didapatkan dalam praktikum kali ini, pada reaksi uji

enzim untuk dapat mengetahui aktifitas enzim terhadap beberapa faktor byang

mempengaruhi.
26

II. TINJAUAN PUSTAKA

Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur

perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ-

organ hewan dan tanaman, yang secara katalik menjalankan berbagai reaksi,

seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi, transfer radikal

dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon. Kebanyakan enzim yang terdapat di

dalam alat-alat atau organ-organ organisme hidup berupa larutan koloidal dalam

cairan tubuh, seperti air ludah, darah, cairan lambung dan cairan pankreas

(Sumardjo, 2006).

Kekhususan suatu enzim berhubungan dengan adanya kesesuaian antara

bentuk tempat aktifnya dengan bentuk substratnya. Namun demikian, tempat aktif

itu bukanlah suatu tempat penerima yang kaku bagi substrat tersebut. Ketika

substrat memasuki tempat aktif, maka enzim akan terinduksi untuk mengubah

bentuknya sedikit sehingga tempat aktif akan lebih pas mengelilingi substrat itu

(Campbell, 2002).

Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat,

sehingga pada saat bertumbukan dengan enzim, energi molekul substrat

berkurang. Hal ini memudahkan terikatnya molekul substrat pada sisi aktif enzim.

Aktifitas enzim meningkat dengan meningkatnya suhu sampai pada titik tertentu

(Aryulina, dkk., 2006).

Enzim sebagai katalisator, suatu enzim berikatan dengan substrat rekasi

dan mengubah substrat menjadi prodak. Substrat berikatan dengan tempat

pengikatan substrat spesifik yang terdapat di enzim melalui interaksi dengan


27

residu asam amino enzim. Geometri ruang yang diperlukan untuk semua interaksi

antara substrat dan enzim menyebabkan setiap enzim selektif bagi substratnya,

dan memastikan bahwa yang dihasilkan hanyalah prodak spesifik (Marks, dkk.,

2000).

Enzim memiliki kemampuan katalis yang sangat efisien dan kuat

meskipun dalam konsentrasi yang rendah. Enzim adalah protein spesifik yang

dapat dimanfaatkan kembali karena enzim akan selalu muncul kembali dalam

keadaan utuh setelah substrat diubah menjadi produk. Untuk mempercepat reaksi-

reaksi dapat dilakukan dengan menaikkan suhu, namun hal tersebut tidak sesuai

sebagai sumber energi pengaktif bagi organisme (Setowati dan Furqonita, 2007).
28

III. METODE PRAKTIKUM

3.5. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 17 Mei 2012, pukul

08.00 WITA sampai selesai, dan bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.

3.6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum reaksi uji enzim dapat

dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji enzim
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
A. Alat
1. Tabung Reaksi Sebagai tempat reaksi suatu larutan yang akan
diamati
2. Hot Plate Untuk memanaskan larutan
3. Batang Pengaduk Untuk mengaduk larutan
4. Pipet Ukur Mengambil larutan yang akan diamati dengan
teliti
5. Spatula Mengaduk larutan dalam tabung reaksi
6. Gelas Kimia Sebagai wadah saat memanaskan
B. Bahan
1. Larutan Amilum 2 % Sebagai Bahan Perekasi
2. Larutan Iondium Sebagai Bahan Perekasi
3. Enzim Amilase Sebagai Bahan Pereaksi
4. Reagent Benedict Sebagai Bahan Pereaksi
5. Es batu Untuk mendinginkan suhu

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum reaksi uji enzim adalah

sebagai berikut:

1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktifitas Enzim


29

a) Menyediakan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering. Masing-

masing isi dengan 2 ml larutan amilum.

b) menambahkan 1 ml enzim amilase pada setiap tabung

c) Tabung 1, memasukkan kedalam gelas kimia yang berisi es

Tabung 2, menyimpan dalam suhu kamar

Tabung 3, memasukkan dalam penagas air dengan suhu 70-80oC

Tabung 4, memasukkan kedalam air mendidih

d) Membiarkan masing-masing tabung pada tempatnya selama 15

menit.

e) Selanjutnya menguji dengan larutan iodium 1 tetes

f) Menguji pula dengan pereaksi benedict 1 tetes

g) Mencatat dan mengamati perubahan yang terjadi.

2. Pengaruh Konsentrasi Enzim dan Substrat terhadap aktifitas enzim

a) Menyiapkan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian mengisi

berturut-turut dengan larutan enzim amilase dengan 0,5 ml; 1,0 ml;

dan 1,5 ml.

b) Kemudian menambahkan larutan amilum 2 ml tiap tabung

c) Mengkocok dan membiarkan selam 15 menit

d) Selanjutnyan menguji dengan larutan iodium

e) Menguji pula dengan pereaksi benedict

f) Mencatat dan mengamati perubahan yang terjadi.


30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim dapat dilihat pada

tabel 9.

Tabel 9. Pengamatan pada pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim


Kode Perubahan Warna
Suhu
Tabung Larutan Iodium Uji Benedict Keterangan
I 0 Tidak terjadi Terjadi perubahan Suhu
(es) perubahan warna warna menghambat
kerja enzim

II 25-30 Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terdapat


(kamar) perubahan perubahan pengaruh suhu
(suhu optimum)

III 75-80 Terjadi perubahan Terjadi perubahan Suhu memecah


warna menjadi warna biru struktur enzim
keputihan atau lebih walaupun
keruh sebagian

IV 100 Tidak terjadi Terjadi perubahan Terjadi


perubahan warna warna dari biru denaturasi pada
namun lebih encer menjadi hijau enzim
(struktur berubah)

Hasil pengamatan pada pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktifitas enzim

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Pengamatan konsentrasi enzim terhadap aktifitas enzim


Konsentrasi Konsentrasi Perubahan Warna
No
Substrat Enzim Uji Iodium Uji Benedict
I Amilum Amilase 0,5 Konsentrasi rendah Konsentrasi
2 ml ml reaksi lambat enzim rendah
(terdapat endapan reaksi lambat
berwarna hitam dan
larutan cokelat)
II Amilum Amilase 1,0 Konsentrasi enzim Konsentrasi
31

2 ml ml tinggi reaksi cepat, enzim tinggi


endapan sedikit, reaksi cepat
warna keputihan

III Amilum Konsentrasi enzim Kons. enzim


2 ml Amilase 1,5 lebih tinggi, reaksi lebih tinggi
ml lebih cepat (tidak ada reaksi lebih
endapan) cepat

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan pada pengaruh suhu terhadap aktifitas

enzim, dihasilkan perbedaan penampakan hasil reaksi. Dimana terjadi perubahan

warna dan struktur enzim pada beberapa perlakuan. Pada saat uji suhu 0oC hasil

pada larutan iodium tidak terjadi perubahan warna namun pada uji benedict terjadi

perubahan warna yang menunjukkan terjadi perubahan struktur dimana larutan

lebih encer yang mengindikasikan kerja enzim terhambat. Menurut Rachman, dkk.

(2012) bahwa suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim.

Sedangkan pada suhu 20-30oC hasil reaksi pada larutan Iodium tidak

terjadi perubahan warna begitu pula pada uji benedict. Namun pada suhu 70-80oC

hasil reaksi pada uji iodium terjadi perubahan warna menjadi keputihan

sedangkan pada uji beneditc juga terjadi perubahan warna biru. Menurut Rachman

dkk. (2012) bahwa enzim dapat bekerja pada suhu optimum, yaitu antara 300 – 40
0
C, yakni suhu ruangan.

Hal yang berbeda terjadi pada Suhu 100oC dimana hasil reaksi pada uji

iodium menunjukkan tidak terjadi perubahan warna namun larutan lebih encer

yang mengindikasikan struktur enzim berubah, sedangkan pada uji benedict

terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau yang juga mengindikasikan
32

terjadi perubahan struktur enzim. Hal ini pula sesuai dengan pernyataan Rachman

dkk. (2012) bahwa suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim rusak dan

mengalami denaturasi. Maka dapat diamati perubahan warna enzim yang berubah

keseluruhan.

Kemudian pada pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan substrat

terhadap aktifitas enzim yang menggunakan dua larutan uji dengan larutan

amilum sebagai konsentrasi substrat dan larutan amilase sebagai konsentrasi

enzim, kedua-duanya menunjukkan hasil reaksi yang berbeda. Dimana pada

konsentrasi enzim amilase 0,5 ml dengan uji iodium diperoleh konsentrasi rendah

dan reaksi lambat karena hanya terdapat endapat berwarna hitam dan larutan

berwarna cokelat sedangkan pada uji benedict konsentrasi enzim rendah dan

reaksi lambat.

Pada konsentrasi enzim amilase 1,0 ml dihasilkan konsentrasi enzim yang

tinggi pada uji iodium dikarenakan perubahan reaksi yang cepat, endapan sedikit

dengan warna keputihan sedangkan pada uji benedict konsentrasi enzim tinggi

dan juga reaksi cepat. Hal ini jauh berbeda dengan hasil reaksi pada konsentrasi

enzim amilase 1,5 dimana konsentrasi enzim lebih tinggi dengan reaksi yang

cepat dan tidak terjadi endapan begitu pula pada uji benedict konsentrasi enzim

tinggi dan reaksi lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

konsentrasi enzim maka semakin besar pula reaksi yang terjadi, sesuai dengan

pernyataan Suadji (2007) bahwa Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi

enzim, makin besar konsentrasi enzim makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan

kata lain konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.


33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa suhu mempengaruhi kerja enzim, semakin rendah suhu maka

kerja enzim akan terhambat namun jika suhu tinggi 70-100oC maa enzim akan

rusak atau mengalami denaturasi, maka kerja enzim yang optimum akan berjalan

pada suhu kamar. Enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, semakin tinggi

konsentrasi enzim maka semakin cepat pula kerja enzim.

5.2. Saran

Saran yang dapat diajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam

setiap hasil reaksi dijelaskan dengan hubungan sebab-akibat, sehingga praktikan

dapat memahami hasil praktikum.


34

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,

hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat

adalah penghasil energi di dalam tubuh. Fungsi utama karbohidrat adalah

menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber utama energi

bagi penduduk di seluruh dunia, karena banyakdi dapat di alam dan harganya

relatif murah. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori (Irawan, 2007).

Karbohidrat membantu pengeluaran feses dengan cara emngatur peristaltik

usus dan memberi bentuk pada feses. Selulosa dalam serat makanan mengatur

peristaltik usus. Serat makanan mencegah kegemukan, konstipasi, hemoroid,

penyakit-penyakit divertikulosis, kanker usus besar, penyakiut diabetes mellitus,

dan jantung koroner yang berkaitan dengan kadar kolesterol darah tinggi. Laktosa

dalam susu membantu absorpsi kalsium. Laktosa lebih lama tinggal dalam saluran

cerna, sehingga menyebabkan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan

(Hidayat, 2009).

Kebutuhan akan protein sebagai sumber energi bagi organisme, menjadi

penting untuk dipahami. Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana

yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang banyak terdapat

di dalam sel tubuh manusia adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa di

dalam industri pangan lebih dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Di

alam, glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga sirup

jagung. Fruktosa dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan rasa
35

yang paling manis. Di alam fruktosa banyak terkandung di dalam madu (bersama

dengan glukosa), dan juga terkandung diberbagai macam buah-buahan.

Sedangkan galaktosa merupakan karbohidrat hasil proses pencernaan laktosa

sehingga tidak terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal,

monosakarida juga akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan

senyawa karbohidrat kompleks pati (starch) atau selulosa (Irawan, 2007). Oleh

sebab itu dilakukan paraktikum ini guna mengetahui lebih jauh mengenai

Karbohidrat.

2.1. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai dalam praktikum adalah untuk mengetahui

reaksi-reaksi yang terjadi pada karbohidrat terkhusus pada reaksi benedict

terhadap karbohidrat.

Adapun manfaat yang didapatkan dalam praktikum kali ini, pada reaksi uji

enzim untuk dapat mengetahui bentuk dan hasil reaksi benedict pada karbohidrat.
36

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal dari bahan baku nabati.

Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, dapat berkisar antara 10 –50%. Kemampuan

ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk

menghasilkan enzim pemecah karbohidrat (amilase). Ikan karnivora biasanya

membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk omnivora kadar

karbohidratnya dapat mencapai50% (Teguh, 2009).

Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom Karbon,

Hidrogen dan Oksigen, dan pada umumnya unsur Hidrogen clan oksigen dalam

komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari

beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian

besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari,

terutama sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sumber

karbohidrat nabati dalam glikogen bentuk glikogen, hanya dijumpai pada otot dan

hati dan karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Pada

tumbuh-tumbuhan, karbohidrat di bentuk dari basil reaksi CO2 dan H2O melalui

proses foto sintese di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung hijau

daun (klorofil). Matahari merupakan sumber dari seluruh kehidupan, tanpa

matahari tanda-tanda dari kehidupan tidak akan dijumpai (Hutagalung, 2004).

Karbohidrat merupakan sumber karbon untuk organisme hidup.

Karbohidrat juga merupakan sumber karbon untuk sintesis biomolekul dan

sebagai bentuk energi polimerik. Karbohidrat didefinisikan sebagai senyawa

polihidroksi-aldehid atau polihidroksi-keton dan turunannya. Karbohidrat dapat


37

digolongkan ke dalam monosakarida, disakarida dan polisakarida (Sunarya,

2003).

Karbohidrat dalam makanan biasanya dalam bentuk umbi-umbian, serealia

maupun dalam batang tanaman. Selain dari sumber nabati, karbohidrat juga berasal

dari pangan hewani yang terbentuk dalam jumlah yang kecil melalui proses biosintesa

glikogen dan sintesa secara kimiawi. Karbohidrat dapat dioksida menjadi energi,

misalnya glukosa dalam sel jaringan manusia dan hewan. Dalam tubuh, karbohidrat

mengalami perubahan atau metabolisme yang menghasilkan antara lain glukosa yang

terdapat dalam darah. Sedangkan karbohidrat yang disintesa dalam hati berupa

glikogen digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energy (Pujianto,

2008).
38

III. METODE PRAKTIKUM

3.7. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 22 Mei 2012, pukul

08.00 WITA sampai selesai, dan bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.

3.8. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum reaksi uji karbohdirat

dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji karbohidrat
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
A. Alat
6. Tabung Reaksi Sebagai tempat reaksi suatu larutan yang akan
diamati
7. Pemanas Air Untuk memanaskan larutan
8. Pipet Ukur Mengambil larutan yang akan diamati dengan
teliti
9. Gelas Kimia Sebagai wadah saat memanaskan
B. Bahan
8. Larutan Sukrosa Sebagai Bahan Perekasi
9. Larutan Glukosa Sebagai Bahan Perekasi
10. Larutan Benedict Sebagai Bahan Pereaksi

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum reaksi uji karbohidrat

adalah sebagai berikut:

a) Memasukkan 1 ml larutan yang akan diselidiki ke dalam tabung rekasi

yang bersih dan kering. Kemudian mencampur dengan 2 ml larutan

benedict. Mengkocok larutan.


39

b) Mendidihkan selama 2 menit atau memasukkan dalam air yang mendidih

selama 5 menit.

c) Memperhatikan warna reaksi yang terjadi.


40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan reaksi benedict karbohidrat dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Pengamatan pada reaksi benedict


Tabung Perekasi Hasil Keterangan
I (1 ml sample) 2 ml benedict Warna tidak Larutan tidak
berubah menjadi mempunyai struktur
merah batu bata. ikatan kimia yang
Melainkan tetap dapat mereduksi Cu
berwarna biru

II (1 ml sukrosa) 2 ml benedict Tidak berubah Tidak terjadi reduksi


warna oleh gula

Cu2+ Cu+
III (1 ml glukosa) 2 ml benedict Terjadi perubahan Terjadi reduksi
warna menjadi
merah batu bata Oleh Gula

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, hasil reaksi menunjukkan

hasil yang berbeda. Dimana pada percobaan uji karbohidrat dengan menggunakan

pereaksi benedict 2 ml, larutan sampel hasil yang diperoleh warna tidak berubah

yang mengindikasikan bahwa tidak terjadi reduksi oleh gula (Cu2+ Cu+).

Larutan sampel tersebut merupakan larutan dari gula yang dikonsumsi sehari-hari.

Kemudian pada uji sukrosa, dimana hasil yang diperoleh juga tidak

menunjukkan perubahan warna yang mengindikasikan bahwa larutan tersebut

tidak mengandung gula. Sedangkan pada uji larutan Glukosa, hasil yang diperoleh

menunjukkan perubahan warna menjadi merah batu bata dari warna awal larutan.

Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi reduksi Cu2+ menjadi Cu+ dalam hal ini

glukosa mengandung gula yang dapat mereduksi.


41

Berdasarkan hal tersebut, menurut Hikmah (2012) bahwa Mosakarida

segera mereduksi sneyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen

peroksida, atau ion cupri (Cu2+). Pada reaksi sepreti ini, guka dioksidasi pada

gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi dimana senyawa-

senyawa pereduksi adalah pemberi electron dan senyawa pengoksidasi adalah

penerima electron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa

pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula.

Dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu

larutan gula tertentu, dapat dilakukan dengan pendugaan konsentrasi gula. Gula

yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas mereduksi indicator-indikator

seprti kompleks ion kupri (Cu2+) menjadi bentuk kupro (Cu+). Bahan pereduksi

pada reaksi-reaksi ini adalah bentuk rantai terbuka aldosa dan ketosa. Ujung

peruduksi dari suatu gula adalah ujung yang mengandung ggus aldehida atau keto

bebas.
42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa larutan seperti Glukosa yang mengandung gula dengan

struktur monosakarida dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang terdapat pada

larutan Benedict.

5.2. Saran

Saran yang dapat diajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam

setiap hasil reaksi dijelaskan dengan hubungan sebab-akibat, sehingga praktikan

dapat memahami hasil praktikum.


43

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah. 2011. Denaturasi Protein. (http://www.squidoo.com). Diakses pada


tanggal 23 Mei 2012.
Avriel. 2010. Uji Kualitatif Protein dan asam amino. (http://avriel-
uchiha.blogspot.com). Diakses pada tanggal 24 Mei 2012.
Aryulina, Diah., Choirul Muslim, Syalfinaf Manaf, Endang W. Winarni. 2006.
Biologi. Erlangga. Jakarta.
Azis, Pradhana. 2007. Enzim dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Kerja
Enzim. FIK Biochemical Experiment Class. Jakarta.
Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Campbell, Jane. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta : 570 Hal.
Desrizal. 2011. Fungsi Protein Bagi Tubuh. (http://blog.codingwear.com).
Diakses pada tanggal 22 Mei 2012.
Hertadi. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology.com)
Diakses tanggal 22 Mei 2012.

Hikmah. 2012. Uji Makanan dengan Uji Glukosa. http://biohikmah.blogspot.com.


Diakses pada tanggal 27 Mei 2012
Hutagalung, Haloman. 2004. Karbohidrat. Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sumatera.
Hanifa, Sarina. 2011. Perbedaan Mentega dan margarin. http://jazzy-
one.blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2012.
Herlina, Netti, dan Hendra S. Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik
Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara. Sumatera.
Helda. 2012. Reaksi senyawa-senyawa. http://www.scribd.com. Diakses pada
tanggal 25 Mei 2012.
Irawan, M. Anwari. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief. 1 (03) : 2-5.
James, Joyce. Colin Baker, dan Helen Swain. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk
Keperawatan. Erlangga. Jakarta Suryani. 2008. Penentuan Lipid.
FMIPA UI. Jakarta
Kuchel, Philip, dan Ralston B. Gregory. 2002. Biokimia. Erlangga. Jakarta
44

Marks, Dawn B., Allan D. Marks, Collen M. Smith. 2000. Biokimia. Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta.
Mutiara, Indah. 2008. Enzim. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sumatera.
Pujianto, Agustoni. 2011. Uji Lipid. Makalah Kimia. Universitas Gajahmada.
Yogyakarta.
Pujianto, Agus. 2008. Kimia Makanan. Pendidikan Tata Boha. Universitas
Sumatera. Sumatera.
Rachman, Riyan Syah., Tampico P., Viona M., Tri Nanda., Ervansyah. 2012.
Enzim Kinetik dan Inhibitor. Universitas Brawijaya. Malang.
Rosdiana, Ramli. 2012. Mengenal Langkah dan Metode Analisis Protein.
(http://www.kesehatan123.com). Diakses pada tanggal 24 Mei
2012.
Sacher, A. Ronald., dan Richard A. 2005. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Setiowati, Tetty., dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press.
Jakarta.
Sofyan, Muhamad. 2005. (Lipid. http://forum.upi.edu) . Dikases pada tanggal 25
Mei 2012.
Suadji, Bagod dan Siti Laila. 2007. Biologi Sains dalam kehidupan. Yudistira.
Jakarta.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. IKAPI
Kedokteran EGC. Jakarta : 540.
Sunarya, Yayan. 2003. Kimia Dasar II. Bandung: Alkemi Grafisindo Press.
Teguh. 2009. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ikan dan Udang.
http://teguh8581.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 Mei
2012.
Wane. 2011. Protein adalah senyawa organik kompleks.
(http://wanenoor.blogspot.com). Diakses pada tanggal 22 Mei
2012.
45

Anda mungkin juga menyukai