AVERTEBRATA AIR
OLEH :
i
JURNAL LENGKAP PRAKTIKUM
AVERTEBRATA AIR
Jurnal Lengkap ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada
Mata Kuliah Avertebrata Air
OLEH :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGATANTAR
Feri Renaldi
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
I. Filum Porifera.......................................................................................1
II. Filum Cnidaria......................................................................................8
III. Filum Brachiopoda................................................................................18
IV. Filum Molusca......................................................................................25
V. Filum Annelida.....................................................................................34
VI. Filum Crustacea....................................................................................43
VII. Filum Echinodermata............................................................................53
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
30. Gambar 30. Anatomi Udang Vanname (Litopaneus vannamei)................48
31. Gambar 31. Morfologi Bintang Laut (P. nodosus).....................................58
32. Gambar 32. Anatomi Bintang Laut (P. nodosus)......................................58
33. Gambar 33. Morfologi Bintang Ular Laut (O. nereidina)..........................58
34. Gambar 34. Anatomi Bintang Ular Laut (O. nereidina)............................58
35. Gambar 35. Morflogi Bulu babi (D. setosum)............................................59
36. Gambar 36. Anatomi Bulu babi (D. setosum)............................................59
37. Gambar 37. Morfologi Teripang (H.scabra).............................................59
38. Gambar 38. Anatomi Teripang (H.scabra).................................................59
viii
ix
1
FILUM PORIFERA
ABSTRAK
Avertebrata air merupakan hewan yang jenisnya tidak memiliki tulang punggung
antar ruas- ruas tulang belakang yang berlainan dengan hewan vertebrata yang
memiliki tulang belakang. Porifera hewan multi seluler yang sederhana, hewan ini
tubuhnya berpori seperti busa atau spons. Organisme yang terdapat pada filum
proifera yaitu Spons(Spongilla sp). Tujuan dari pratikum ini yaitu untuk
mengamati struktur marfologi dan anatomi pada filum porifera yaitu Spons
(Spongilla sp). Metode yang dilakukan pada pratikum avertebrata air yaitu dengan
mengamati morfologi dan anatomi pada filum porifera. Berdasarkan hasil
pengamatan secara morfologi yang telah di amati pada praktikum kali ini, Spons
(Spongilla sp) memiliki tubuh yang dipenuhi oleh lubang-lubang kecil atau biasa
disebut sebagai pori-pori (ostium) dan juga memiliki osculum sedangkan
pengamatan secara anatomi yang dilakukan pada spons dalam proses pembedahan,
spons memiliki bagian-bagian yaitu, osculum, ostium.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pori-pori tempat masuknya air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte. Sel-
sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi (Sulistiono, 2014)
Anatomi Spons (Spongilla sp) memiliki sistem saluran air (aquaferous).
Melalui ostium air dan makanan berupa bahan-bahan tersususpensi dan terlarut
dihisap dan disaring oleh sel-sel choanocytes yang memiliki bulu getar, kemudian
air tersebut keluar melalui oskulum. Spons (Spongilla sp) juga salah satu
komponen penting pada ekosistem bentik diseluruh dunia dan sebagai pemakan
suspensi yang dipengaruhi oleh perubahan pada tingkat sedimen (Soeid, 2019).
Maka dari itu sangat penting dilakukan praktikum Avertebrata Air
mengenai filum porifera dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih jauh
tentang struktur tubuh morfologi dan anatomi filum porifera
B. Tujuan dan Manfaat
Alat yang digunakan pada pratikum Avertebrata Air, Filum Porifera yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Spons (Spongilla
sp) sebagai objek pengamatan.
C. Metode Pengamatan
A. Hasil
Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi Spons (Spongilla sp) dapat
dilihat pada Gambar 1 dan 2.
B. Pembahasan
Spons (Spongilla sp) adalah hewan dari Filum Porifera yang merupakan
salah satu hewan primitif yang hidup menetap dan bersifat filter feeder. Sponge
memompa air keluar melalui tubuhnya dan menyaring partikel sebagai bahan
makanan. Secara ekologi, sponge merupakan salah satu penyusun pada
ekosistem pesisir dan laut, terutama pada ekosistem terumbu karang dan padang
lamun yang umumnya dijumpai di perairan tropik dan subtropik (Haris, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme spons
(Spongilla sp), didapatkan tubuh yang dipenuhi oleh lubang-lubang kecil atau
biasa disebut sebagai pori-pori (ostium) juga memiliki osculum. Ostium berfungsi
sebagai jalur masuknya air sedangkan osculum ialah jalur keluarnya air. Warnanya
yang keabu-abuan serta memiliki tekstur yang kenyal. Hal ini sesuai dengan
6
IV. PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
8
FILUM CNIDARIA
ABSTRAK
Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Filum Cnidaria adalah knidosit, dimana ini merupakan sel
terspesialisasi yang dipakai terutama untuk menangkap mangsa dan membela
diri dari musuh atau untuk mempertahankan dirinya. Organisme pada Filum
Cnidaria yaitu Ubur-ubur (Aurelia aurita), Karang (A. cervicornis) dan Anemon
(Metridium sp). Tujuan praktikum ini untuk mengetahui apa itu filum Cnidaria,
spesies Filum Cnidaria, morfologi dan anatomi dari setiap spesies filum Cnidaria,
habitat dari filum Cnidaria, manfaat organisme, kebiasaan makan dan
makanannya. Metode yang dilakukan pada pratikum ini yaitu dengan mengamati
morfologi dan anatomi pada filum cnidaria. Berdasarkan hasil pengamatan
morfologi dan anatomi terhadap ubur-ubur (A. aurita) memiliki warna tubuh
kecoklatan, memiliki kulit yang transparan, mempunyai bentuk tubuh seperti
mangkok, dan juga mempunyai tentakel. Bedasarkan hasil pengamatan anatomi
yang dimiliki Karang (A. cervicornis) terdiri atas ektodermis, gastrodermis dan
mesoglea. Berdasarkan hasil pengamatan Anemon (Metridium sp.) memiliki
morfologi yang terdiri dari batang tubuh, pedal disk dan oral disk
Kata Kunci: Anatomi, Anemon (Metridium sp), Cnidaria, Morfologi, Karang (A.
cervicornis), Ubur-ubur (Aurelia aurita)
9
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan
memiliki habitat di perairan. Avertebrata air ialah hewan yang tidak memiliki
tulang belakang yang habitatnya di dalam perairan baik itu perairan laut, perairan
tawar maupun perairan payau. Avertebrata air terbagi dalam beberapa filum yaitu
Porifera, Cnidaria, Brachiopoda, Mollusca, Annelida, dam filum Echinodermata
(Yanuhar, 2018).
Filum Cnidaria terdiri dari kelas anthozoa berasal dari bahasa yunani, dari
kata anthos yang berarti bunga dan zoa yang berarti hewan jadi anthozoa
merupakan hewan laut yang mempunyai bentuk menyerupai bunga, hewan ini
hidup berkoloni, tidak mempunyai bentuk medusa dan hidup sebagai polio soliter.
Rangka anthozoa terbuat dari zat kapus dan terbagi dari rangka dalam dan rangka
luar, namun ada juga hewan dari kelas ini yang tidak memiliki tubuh berbentuk
rangka. Kelas yang kedua yaitu schyzopoa berasal dari bahasa yunani, dari kata
scypho yang berarti mangkuk dan zoa berarti hewan jadi dengan demikian
schyzopoa adalah hewan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai mangkuk.
Hewan ini memiliki medusa yang dikenal sebagai ubur-ubur (Landu, 2017).
Cnidaria berasal dari bahasa Yunani yaitu cnidos yang berarti jarum
penyengat. Ciri khas yang dimiliki filum cnidaria adalah knidosit, dimana ini
merupakan sel terspesialisasi yang dipakai terutama untuk menangkap mangsa
dan membela diri dari musuh atau untuk mempertahankan dirinya. Filum
cnidaria dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama yaitu hydroid,
kelompok kedua yaitu ubur-ubur, dan kelompok ketiga yaitu anthozoa meliputi
anemon laut dan karang batu (Panuntun et al., 2018).
Anemon (Metridium sp) hidup meliang di dalam sedimen dan hanya bagian
mulut serta tentakelnya saja yang muncul ke permukaan untuk mendapatkan
makanan dan bernapas. Hal ini dilihat dari kualitas perairan laut yang baik untuk
kehidupan biota laut pada umumnya. sedangkan kualitas air yang tidak cocok
untuk kehidupan biota laut. Apabila tentakel di sentuh untuk mempertahankan
10
C. Metode Pengamatan
A. Hasil
Keterangan: Keterangan:
1. Mulut 1. Gastrodermis
2. Tantakel 2. Eksotodermis
3. Saluran pencernaan
4. Kerangka kapur
5. Mesoglea
Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi pada organisme Ubur- ubur
(A. aurita) dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
14
Keterangan: Keterangan:
1. Mulut 1. Epidermis
2. Badan 2. Mesolongea
3. Tantakel 3. Gastrodermis
4. Warna kecoklatan 4. Gonad
B. Pembahasan
selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm, antara keduanya terdapat mesoglea.
Pada tubuh bagian atas terdapat mulut yang dikelilingi tentakel, pada permukaan
tentakel terdapat knidoblas (sel penyengat atau nematosis), hidup di air tawar
ataupun air laut. Tubuhnya dapat melekat pada dasar perairan (Wahono, 2020).
Bedasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Karang
(A. cervicornis) di dapatkan mulut dan tentakel. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Romeo et al., (2017) bahwa Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang
berfungsi sebagai penang-kap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan
yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Berdasarkan
hasil pengamatan anatomi yang di dapatkan pada Karang (A. cervicornis) terdapat
gastrodermis, ekstrodermis, saluran pencernaan, kerangka kapur, dan mesoglea.
Sesuai dengan pernyataan adrianto, (2016) Di dalam rongga perut terdapat
semacam usus yang disebut dengan mesenteri fi la-men yang berfungsi sebagai
alat pencerna. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka
kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang
tersusun secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang
berdiri ini disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur
yang merupakan hasil sekresi dari polip karang. Dinding dari polip karang terdiri
dari tiga lapisan yaitu ektoderma, endoderma dan mesoglea.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada Ubur-ubur (A.
aurita) memiliki mulut, badan, tentakel, warna kecoklatan. Hal tersebut
didasarkan pada hasil pengamatan yang juga didukung oleh pernyataan
Rahmadina (2019), bahwa salah satu ciri organisme pada filum Coelentarata
adalah memiliki bentuk tubuh medusa, yang mana medusa merupakan bentuk
tubuh pada Coelentarata yang berbentuk seperti mangkok dan bisa bergerak bebas
dengan mulut yang terdapat pada bagian bawah serta tentakel, yang juga
mengarah ke bawah. Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Ubur-ubur (A. aurita) dimana mempunyai epidermis, mesolongea,
gastrodermis, dan gonad. Sesuai dengan pernyataan Hasanah (2015), Dinding
tubuh Ubur-ubur terdiri atas lapisan luar yaitu epidermis yang melapisi
permukaan luar tubuh, lapisan dalam yaitu gastrodermis yang melapisi bagian
usus, dan middle jelly yaitu mesoglia merupakan lapisan tipis elastik yang terletak
16
IV PENUTUP
A. Simpulan
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
18
FILUM BRACHIPODA
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hewan brachiopoda adalah hewan yang mempunyai organ yang berfungsi sebagai
tangan dan kaki. Hewan ini lazim disebut kerang lentera (Lamp-Shell), hal ini
karena bentuknya yang me-nyerupai bentuk lampu minyak pada zaman kerajaan
Romawi Kuno. Kerang lentera tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah
pasifik seperti kepulauan Indo-Malaya, perairan Jepang, Cina dan Philippina.
(Dewi, 2017).
Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis), terdiri dari kerangka keras
dari bahan kapur seperti halnya kerang-kerangan. Kedudukan cangkang pada
posisi mene- lungkup (dorso-ventral) dimana cangkang bagian bawah (ventral)
pada umumnya lebih besar dari bagian atas (dorsal). Sedangkan anatomi kerang
lentera memiliki bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama. Kedua
keping cangkang dihubungkan satu sama lain oleh otot dan engsel (hinge) pada
bagian posterior. Cangkang terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk kristal
kalsit dan terluar lapisan periostrakum. Permukaan cangkang adakalanya
(Purnama, 2021)
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum Avertebrata air mengenai Filum Brachiopoda dengan tujuan untuk
mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan
anatomi Filum Brachiopoda.
B. Tujuan dan Manfaat
C. Metode Pengamatan
22
A. Hasil
B. Pembahasan
lentera untuk makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2020), yang
menyatakan bahwa secara filogeni, kerang lentera merupakan anggota kelompok
Lophophorata. Lophophore merupakan istilah untuk struktur organ esensial yang
dimiliki oleh kerang lentera yang merepresentasikan cara Kerang Lentera
(Lingula anguis) makan dengan menggunakan bantuan organ lophophore. Selain
itu hasil pengamatan anatomi juga didukung oleh pernyataan Alwi, (2018) yang
menyatakan bahwa tubuh anatomi dari Kerang Lentera (Lingula anguis) terdiri
dari organ-organ seperti pankreas, gonad, hati, saluran pencernaan seperi usus dan
juga lambung, serta otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ (membuka
dan menutup cangkang, memutar tubuh).
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan dari hasil pengamatan morfologi dan anatomi terhadap Filum
Brachiopoda yakni Kerang Lentera (L. unguis), bahwa kerang lentera mempunyai
cangkang berbentuk lonjong dengan warna kehijauan, mempunyai cillia, dan
katup pedikel yang berwarna kecoklatan. Kerang Lentera (L. unguis) mempunyai
struktur anatomi tubuh berupa kelenjar pencernaan dan lophopher yang berfungsi
sebagai alat untuk mendapatkan makanannya.
B. Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat
25
FILUM MOLUSKA
ABSTRAK
Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Moluska adalah hewan inveterbrata yang berarti tidak memiliki
kerangka, tidak memiliki tulang belakang, memiliki tubuh yang lunak, dan
termasuk hewan yang berdarah dingin. Organisme yang terdapat pada Filum
Moluska yaitu Burungo (T. telescopium), Cumi-cumi (Loligo sp.), Kalandue
(Polymesoda sp.). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Moluska. Metode pengamatan
yang dilakukan yaitu berupa pengamatan secara langsung untuk mengetahui ciri
morfologinya, dan pengamatan dengan melakukan pembedahan untuk mengetahui
anatomi tubuhnya. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang dan segmen,
Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi Burungo (T. telescopium)
mempunyai anus, rectum, lamina dalam, lamina dan ginjal, hasil pengamatan
secara morfologi pada organisme Kalandue (P. erosa) memiliki umbo, growt lines,
segmen Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi Kalandue (Polymesoda sp.)
mempunyai Anus, Stomatch, Anterior Adductor Muscle, Gill, Foot, Mantle dan
gonad, Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cumi-
26
cumi (Loligo sp.) mempunyai tentakel, epidermis, eye, fin, dan arms Sedangkan
pengamatan hasil anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai lambung,
shell, Syetemic Heart, Esophagus, Gill, Radulla.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gonad jantan tampak jelas berwarna putih sedangkan untuk gonad betina berwarna
keabu-abuan yang bisa terlihat jelas pada saat memijah. Keberadaan kerang ini
diduga terus mengalami penurunan sejak kerusakan hutan mangrove dan
pencemaran dari sampah organik dan anorganik (Akbar et al., 2014).
Burungo (T. Telescopium) adalah gastropoda yang bersifat detritivor,
pemakan alga, partikel halus dan detritus. Burungo (T. telescopium) memiliki
ukuran yang sangat besar, sehingga mudah terlihat dan ditemukan, pergerakan
gastropoda T. telescopium sangat sinkron dengan kondisi pasang surut air laut,
dimana aktivitas pergerakannya dapat menempuh jarak ± 4 m per harinya dengan
puncak pergerakannya mencapai ± 10 m per hari (Harahap et al., 2022).
Cumi-cumi (Loligo sp.) meruapakan sekelompok hewan dari kelas
cephalopoda. Cumi-cumi (Loligo sp.) memiliki warna yang krem kemerahan, tapi
sesudahnya ditangkap dan mati warna tubuhnya menjadi krem. Bentuk tubuhnya
adalah simetris bilateral dan dapat dibedakan antara kepala, leher dan mantel.
Mulut pada bagian tengah dikelilingi oleh tentakel dan tangan yang memiliki alat
penghisap. Secara keseluruhan alat pencernaan cumi terdiri dari mulut, rongga
mulut, faring yang panjang, esophagus, lambung, usus, dan dubur (Rudiana, 2014).
Morfologi filum ini berbadan lunak. Badan ini diselimuti oleh selaput tipis
berupa mantel, yang merupakan pertumbuhan telur dan dinding laut, dan 16
umumnya terdapat di dalam rumahnya (cangkang). Cangkang ini di bentuk oleh
mantelnya, cangkang terbuat dari kapur atau kalsium karbonat. Kepala dianggap
berbeda nyata dengan alat-alat pengindra seperti mata dan tentakel. Kakinya berupa
suatu sol atau telapak kaki yang lebar untuk melata dan mendorong hewan ini
dengan gerakan otot atau gerakan bulu getar atau dengan kedua-duanya. Massa
visera dikelilingi oleh lipatan yang menutupi di sebelah atas yang dinamakan
mantel. Sedangkan anatominya moluska mempunyai sistem digesti, repirasi,
ekskresi dan reproduksi yang kompleks. Anatomi filum ini terdiri dari jantung yang
beruang-ruang. Sistem pembuluh darah tertutup, menyangkut sistem kapiler spesial
dalam organ-organ ekskresi dan respirasi. Sistem sirkulasi pada mollusca
merupakan sistem yang paling majemuk dari sistem sirkulasi pada invertebrata
lainnya. Pada beberapa mollusca sistem saraf dan sistem peraba sangat sukar.
28
Khusus tentang matanya ternyata mata moluska serupa dengan mata vertebrata
(Yanuhar, 2018).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum Avertebrata air mengenai Filum Moluska dengan tujuan untuk
mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan
anatomi filum moluska.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Moluska
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Moluska, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi Filum Moluska serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Moluska.
Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air tentang Filum Moluska
yaitu baki di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
29
C. Metode Pengamatan
A. Hasil
Ket : Ket :
1. Umbo. 1. Stomatch.
2. Growth lines. 2. Anterior Adductor Muscle.
3. Segmen 3. Gill.
4. Cangkang 4. Foot.
5. Mantle.
6. Gonad
7. Anus
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cumi-cumi
(Loligo sp) dapat dilihat pada pada gambar 15 dan 16
31
B. Pembahasan
Filum Moluska berasal dari bahasa Latin, molus yang berarti lunak. Filum
moluska adalah organisme yang mempunyai tubuh lunak dan berlendir. Tubuh
moluska yang lunak sebagai ciri utama ini dilindungi oleh suatu cangkang yang
keras. Moluska mempunyai ciri-ciri yaitu merupakan organisme multiselular yang
tidak memiliki tulang belakang (avertebrata), habitatnya di air tawar, air laut
maupun daratan, merupakan organisme triploblastik selomata, memiliki struktur
tubuhnya simetri bilateral, dan bagian tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan
mantel (Sianipar, 2021).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Burungo
(T. telescopium) mempunyai cangkang dan berwarna coklat keruh. Menurut
Kurniawati et al., (2014) bahwa warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan
dan coklat kehitaman lapisan luar cangkang di lengkapi garis spiral yang sangat
rapat dan mempunyai jalur yang melengkung kedalam. Panjang cangkang berkisar
antara 7,5-11 cm. Pernyataan ini selaras dengan Marlyna et al., (2020) bahwa
burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang yang berukuran besar dan tebal.
Cangkang menyerupai kerucut yang memanjang dan mempunyai putaran
cangkang dekstral (berputar kearah kanan) dengan warna kecoklat kehitaman
(keruh).
32
mulut yang terletak diujung dikelilingi oleh empat pasang tangan dan sepasang
tentakel (Maya, 2020).
Berdasarkan hasil pengamatan anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.)
mempunyai lambung, shell, syetemic heart, esophagus, gill, radulla. eshopagus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Zain (2022), yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan, alat pencernaan cumi terdiri dari rongga mulut, faring yang panjang,
esophagus, lambung, usus, anus. Bagian mulut terletak di bagian kepala dan anus
terletak pada corong di bagian ventral cumi-cumi sehingga makanan dan sisa
makanan masing-masing masuk dan keluar di bagian anterior tubuh cumi-cumi.
Sedangkan kantung tinta cumi-cumi melekat dan bermuara pada saluran
pencernaan dekat anus.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan dari hasil pengamatan morfologi dan anatomi terhadap Filum
Moluska bahwa Burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang dan segmen,
Sedangkan secara anatomi Burungo (T. telescopium) mempunyai anus, rectum,
lamina dalam, lamina dan ginjal, secara morfologi pada organisme Kalandue
(Polymesoda sp.) memiliki umbo, growt lines, segmen Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi Kalandue (Polymesoda sp.) mempunyai Anus,
Stomatch, Anterior Adductor Muscle, Gill, Foot, Mantle dan gonad, Berdasarkan
hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cumi-cumi (Loligo sp.)
34
mempunyai tentakel, epidermis, eye, fin, dan arms Sedangkan pengamatan hasil
anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai lambung, shell, Syetemic
Heart, Esophagus, Gill, Radulla.
B. Saran
FILUM ANNELIDA
ABSTRAK
tangga tali. Organisme dari filum ini yaitu Cacing Laut (Nereis sp.), Cacing Tanah
(L. terrestris), Lintah (Hirudo sp.). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk
mengamati dan mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Annelida.
Metode pengamatan pada praktikum filum annelida yaitu melakukan pengamatan
secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan pembedahan untuk
mengamati anatomi dari organisme. Hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Cacing Laut (Nereis sp.) didapatkan tentakel, jaws, parapodium,
segmen Sedangkan anatomi Cacing Laut (Nereis sp.) didapatkan pharynx,
longitudinal, intestine, dorsal vessel, Esophageal Caecum, Esophegus.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cacing Tanah (L.
terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen. Sedangkan anatomi Cacing
Tanah (L. terrestris) memiliki Cerebral Ganglion, Pharynx, Heoris, Crop
Instetine, dan Ventral. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Lintah (Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan Pasterior Sucker
Sedangkan anatomi Lintah (Hirudo sp.), memiliki anus, head sucker, salivary
ductules, crop bloodstroge organ, pharynx dan salivary cells
Kata kunci: Anatomi, Annelida, Avertebrata, Cacing Laut (Nereis sp.), Cacing
Tanah (L. terrestris), dan Lintah (Hirudo sp.)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Annelida berasal dari bahasa latin (kata annulus yang berarti cincin dan
oidos yang berarti bentuk) dari namanya annelida dapat disebut sebagai cincin
yang bentuk tubuhnya bergelang-gelang atau juga disebut cacing bergelang, pada
annelida terdapat selom yang oleh septum-septum dibagi menjadi beberapa
kompertemen. Annelida merupakan hewan simetris bilateral, mempunyai sistem
peredaran darah yang tertutup dan saraf yang tersusun seperti tangga tali.
Pembuluh darah yang utama membujur sepanjang dorsal sedangkan system saraf
terdapat pada bagian ventral (Azhari, 2018).
Cacing Laut (Nereis sp.) merupakan tipe pemajkan endapan (deposit
feeder), yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh
organisme lain sebagai makanannya. Sebagian besar fases dari cacing ini terdapat
di permukaan substrat dasar dan dalam yang dapat meningkatkan nutrisi substrat.
Cacing laut mampu mengkonsumsi sejumlah besar bahan organik berkadar N
tinggi yang sebagian besar kembali ke tanah melalui eksresi (Munairi, 2012).
Cacing Tanah (Lumbricus teresstris) merupakan hewan dari filum
Annelida, Kelas Clitella, Ordo Haplotaxida, Keluarga Lunbricidae, Marga
Lumbricus yang hidup dihabitat tanah gembur dan lembab. Spesies ini sering
digunakan untuk pakan ternak kandungan protein 65% dibanding dari protein
mamalia dan 50% lebih banyak dari pada ikan, sebagai obat tifus, dan
dibudidayakan untuk pengolahan limbah sebagai pupuk (Anggada, 2019).
Lintah (Hirudo sp.) merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam
filum Annelida dan subkelas Hirudinea yang tersebar di seluruh dunia yang hidup
di berbagai habitat seperti air tawar, air laut, gurun dan oasis. Lintah memiliki
kemampuan unik untuk menyedot darah dengan menggunakan alat pengisap
mereka denag menusuk melalui kulit dan bersamaan merilis zat anestesi untuk
menghilangkan rasa sakit dari gigitan yang ditimbulkan. Komponen saliva yang
dilepaskan dapat mencegah darah dari pembekuan dan mengeluarkan
antikoagulan sebagai zat pengencer darah (Pratama, 2017).
Morfologi Filum Annelida ialah pada bagian tubuhnya termasuk bilateral
simetris dan panjang tubuhnya jelas bersegmen-segment, memiliki alat gerak yang
berupa bulu-bulu kaku atau setae pada tiap segmen. Anatomi Filum Annelida
yaitu mempunyai alat pencernaan makanan, mereka mencerna makanannya secara
37
Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air, Filum Annelida yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Cacing Laut (Nereis
sp.), Cacing Tanah (L. terrestris), dan Lintah (Hirudo sp.) sebagai objek
pengamatan.
C. Metode Pengamatan
Gambar 17. Morfologi Cacing Laut Gambar 18. Anatomi Cacing Laut
(Nereis sp.) (Nereis sp.)
Ket : Ket :
1. Tentakel. 1. Faring.
2. Jaws. 2. Longitudinal.
3. Parapodium. 3. Intestine.
4. Segmen. 4. Dorsal Vessel.
5. Esophageal Caecum.
6. Esofagus.
Gambar 19. Morfologi Cacing Tanah Gambar 20. Anatomi Cacing Tanah
(L. terrestris) (L. terrestris)
Ket : Ket :
1. Prostomium. 1.Cerebral Ganglion.
2. Segmen. 2.Faring.
3.Heoris.
4.Crop Instetine.
5.Ventral.
6.Gizzard
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cacing Laut
(Nereis sp) dapat dilihat pada pada gambar 21 dan 22
40
B. Pembahasan
Cacing Laut (Nereis sp.) berupa sepasang nefridia yang terdapat pada tiap-tiap
segmen, disebut metarefridia.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cacing
Tanah (L. terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen. Hal ini Sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Roslim et al., (2013) bahwa secara
morfologi tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk
cincin, dan setiap segmen memiliki setae, kecuali pada dua segmen pertama. Hal
ini sesuai dengan pernyataaan Hasbimustani (2021), yang menyatakan bahwa
pada segmen tubuh cacing tanah ada yang disebut dengan parapodia yaitu
tonjolan otot dengan cilia yang berfungsi untuk membantunya bergerak.
Berdasrkan hasil pengamatan anatomi Cacing Tanah (L. terrestris) memiliki
Cerebral Ganglion, Faring, Heoris, Crop Instetine, Gizzard dan Ventral. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ratnawati et al., (2019) bahwa
setelah dilakukan pembedahan akan nampak letak mulut, letak faring, letak
spermateka, serta jumlah dan letak vesikula seminalis. Cacing tanah memiliki satu
gizzard, pada segmen dengan kutikula yang tebal untuk menghancurkan makanan
Pembuluh darah dorsal mengalirkan darah dari bagian posterior ke bagian anterior
sedangkan pembuluh darah ventral kebalikannya (sholihah, 2019).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lintah
(Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan Pasterior Sucker. Hal ini sesuai dengam
pernyataan yang dikemukakan oleh Rahmadina, (2018), bahwa tubuh lintah
berbentuk pipih dan segmen-segmennya jelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pratama (2017), yang menyatakan bahwa morfologi dari Hirudo sp. yaitu pipih,
tidak berambut, pada ujung anterior dan posterior terdapat alat penghisap bagian
anterior yang dilengkapi dengan 3 buah rahang, masing-masing dari tiga rahang
tersebut mempunyai 100 gigi, dengan total 300 gigi.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Lintah
(Hirudo sp.), memiliki head sucker, salivary ductules, crop bloodstroge organ,
Faring, salivary cells dan anus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rahmadina et al., (2018) yang menyatakan bahwa saluran pencernaannya
pada lintah (Hirudo sp.) sempurna (mulut, usus, dan anus). pada umumnya
42
hemafrodit. Hidupnya di air laut,air tawar dan darat. Makanannya cacing dan
larva serangga. Memiliki sistem peredaran ter-tutup.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan yang diperoleh pada praktikum avertebrata air filum annelida ini
yaitu filum annelida memiliki karakteristik tubuh yang bersegmen atau beruas-
ruas. Dan di dapatkan morfologi Cacing Laut (Nereis sp.) yaitu tentakel, jaws,
parapodium, segmen. Sedangkan anatomi nya didapatkan Faring, Longitudinal,
Intestine, Dorsal Vessel, Esophageal Caecum, Esophegus. Cacing Laut (Nereis
sp.) memiliki bagian-bagian yaitu tekak, tentakel dan kelamin terpisah, morfologi
43
pada organisme Cacing Tanah (L. terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen
Sedangkan anatomi Cacing Tanah (L. terrestris) memiliki Cerebral Ganglion,
Faring, Heoris, Crop Instetine, dan Ventral. Berdasarkan hasil pengamatan secara
morfologi pada organisme Lintah (Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan
Pasterior Sucker. Sedangkan anatomi Lintah (Hirudo sp.), memiliki anus, head
sucker, salivary ductules, crop bloodstroge organ, pharynx dan salivary cells.
B. Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
FILUM CRUSTACEA
ABSTRAK
44
Avertebrata air adalah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan hidup di
perairan baik itu tawar, payau, dan laut. Crustacea berasal dari bahasa romawi
crusta yang berarti kulit keras atau kerak, yaitu arthropoda yang memiliki
eksoskeleton berupa kulit tubuh atau kutikula yang keras. Organisme pada Filum
Crustacea ini yaitu Kepiting Bakau (Scylla seratta), Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus), Lobster Bambu (Panulirus versicolor), dan Udang Vanname
(Litopaneus vannamei). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk
mengamati dan mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Crustasea.
Metode pengamatan pada praktikum Filum Crustasea yaitu melakukan
pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Hasil praktikum Filum
Crustacea bahwa morfologi pada organisme Kepiting Bakau (Scylla serrata), di
dapatkan capit, badan, mata, carpus, karapas, kaki renang dan kaki jalan.
Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting Bakau
(Scylla serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus. Hasil
pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus), bahwa memiliki capit, mata, antena, karapas, lebar karapas, kaki jalan,
kaki renang dan duri akhir. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), bahwa memiliki jantung,
testis, usus, ostia dan nank. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme
Lobster Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena,
antenulla, cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster Bambu (Panulirus
versicolor), memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Berdasarkan hasil pengamatan
secara morfologi pada Udang Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki kepala,
mata, antenula, antena, cephalatorax, kaki dan ekor. Hasil pengamatan secara
anatomi pada Udang Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki mulut, usus, otak
dan perut.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
karena memiliki sifat hidup relatif menetap dalam suatu tempat. Avertebrata air
terbagi dari beberapa filum diantaranya Filum Crustacea (Luthfi et al., 2018).
Crustacea berasal dari bahasa Romawi crusta yang berarti kulit keras
atau kerak, yaitu Arthropoda yang memiliki eksoskeleton berupa kulit tubuh atau
kutikula yang keras. Crustacea memiliki 6 (enam) kelas, yaitu branchiopoda,
remipedia, cephalocarida, maxillopoda, ostracoda dan malacostraca. Adapun
filum yang memiliki nilai ekonomis adalah kelas malacostraca. Crustacea hidup
pada daerah tepian danau, sungai, dan estuarin (Hernawati et al., 2013).
Kepiting Bakau (Scylla seratta) adalah sejenis kepiting yang hidup di
ekosistem dan estuaria, anggota suku Portunidae. Kepiting yang mempunyai nilai
ekonomis penting ini didapati di pantai-pantai pesisir Afrika, Asia dan Australia.
Kebiasaan makan dari kepiting bakau (Scylla seratta) adalah pemakan segala,
pemakan bangkai dan pemakan sesama jenisnya (Siringoringo, 2017).
Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) adalah nama sekelompok
kepiting dari beberapa genus anggota famili Portunidae. Jenis-jenis kepiting ini
dapat berenang dan sepenuhnya hidup di laut dengan habitat di daerah tepi pantai
dan pesisir serta hidup pada substrat yang berpasir dan berlumpur. Rajungan
memakan beragam jenis makanan yang dapat dibagi menjadi 4 kategori/kelompok
yaitu plankton, moluska, daging, dan material tidak teridentifikasi
(Santoso et al., 2016).
Lobster Bambu (Panulirus versicolor) merupakan hewan yang masuk
kedalam Fsilum Crustacea atau udang-udangan yang memiliki kulit yang keras.
Secara umum lobster dewasa dapat ditemukan pada hamparan pasir yang terdapat
spot-spot karang dengan kedalaman antara 5-100 meter. Kebiasaan makan lobster
terdiri dari dua kelompok, yaitu omnivora dan carnivora (Purnamaningtyas
2017).
Udang Vanname (Litopaneus vannamei) Udang vanname atau udang
putih merupakan spesies udang budidaya Indonesia yang berasal dari perairan
amerika tengah, tepatnya pada negara-negara Amerika tengah dan selatan seperti
Ekuador, Venezuela, Panama, Brazil, dan Meksiko. Udang Vanname (Litopaneus
vannamei) adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan
46
Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air, Filum Crustacea yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Kepiting Bakau
(Scylla seratta), Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Lobster Bambu
(Panulirus versicolor), dan Udang Vanname (Litopaneus vannamei) sebagai objek
pengamatan.
C. Metode Pengamatan
A. Hasil
48
Gambar 25. Morfologi Kepiting Rajungan Gambar 26. Anatomi Kepiting Rajungan
(Portunus Pelagicus) (Protunus pelagicus)
Ket : Ket :
1. Capit
1. Jantung
2. Mata 2. Testis
3. Antena 3. Usus
4. Karapas 4. Ostia
5. Lebar karapas 5. Nank
49
6. Kaki jalan
7. Kaki renang
8. Duri akhir
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Lobster Bambu (Panulirus
versicolor) dapat dilihat pada pada gambar 27 dan 28
Gambar 27. Morfologi Lobster Bambu Gambar 28. Anatomi Lobster Bambu
(Panulirus versicolor) (Panulirus versicolor)
Ket : Ket :
1. Mata mejemuk
1. Mulut
2. Antena
2. Usus
3. Antenulla
3. Otak
4. Cephalotoraks
4. Perut
5. Perut
6. Kaki jalan
7. Kaki renang
8. Telson
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannamei) dapat dilihat pada pada gambar 29 dan 30
Gambar 27. Morfologi Udang Vanname Gambar 28. Anatomi Udang Vanname
(Litopaneus vannmei) (Litopaneus vannamei)
Ket : Ket :
1. Kepala 1. Mulut
2. Mata 2. Usus
3. Antenula
3. Otak
4. Antena
4. Perut
5. Cephalotorax
50
6. Kaki
7. Ekor
B. Pembahasan
Crustacea berasal dari bahasa Romawi crusta yang berarti kulit keras
atau kerak, yaitu Arthropoda yang memiliki eksoskeleton berupa kulit tubuh atau
kutikula yang keras. Crustacea memiliki 6 (enam) kelas, yaitu branchiopoda,
remipedia, cephalocarida, maxillopoda, ostracoda dan malacostraca. Adapun
filum yang memiliki nilai ekonomis adalah kelas malacostraca. Crustacea hidup
pada daerah tepian danau, sungai, dan estuarin (Hernawati et al., 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting
Bakau (Scylla serrata), di dapatkan capit, badan, mata, manus, carpus, karapas,
kaki renang dan kaki jalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ohoiulun, (2020),
bahwa kepiting bakau genus Scylla memiliki morfologi yang ditandai dengan
bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya terdapat 9 duri di sisi
kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua matanya, karapas berwarna
sedikit hijau kehijauan. Kepiting Bakau (Scylla serrata), merupakan kelompok
kepiting berenang yang dicirikan oleh pasangan kaki-kaki belakang yang pipih.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting
Bakau (Scylla serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusmadi et al., (2013), bahwa hasil pengamatan
anatomi organ dalam dari kepiting diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang
insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai
sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat
pernafasan. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus), bahwa memiliki capit, mata, antena, karapas,
lebar karapas, kaki jalan, kaki renang dan duri akhir. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Safira et al., (2019), bahwa secara umum morfologi
rajungan bеrbеdа dеngаn Kepiting Bakau, dі mana Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus) mеmіlіkі bentuk tubuh уаng lеbіh ramping dеngаn capit уаng lеbіh
panjang dаn mеmіlіkі bеrbаgаі warna уаng menarik pada karapasnya, mempunyai
51
5 pasang kaki, уаng terdiri аtаѕ 1 pasang kaki (capit) berfungsi ѕеbаgаі pemegang
dаn memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki ѕеbаgаі kaki jalan
dаn sepasang kaki tеrаkhіr mengalami modifikasi mеnјаdі alat renang уаng
ujungnya mеnјаdі pipih dаn membundar ѕереrtі dayung.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting
Rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa memiliki jantung, testis, usus, ostia dan
nank. Hal tersebut sesuai dengan pernyatan Pratiwi (2021), bahwa anatomi atau
organ dalam dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) yaitu, gonad jantung,
insang, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Hal tersebut juga sesuai
dengan pernyataan Rusamadi et al., (2014), bahwa organ di dalam tubuh dari
famili Portunus pelagicius, terdiri atas chamber atau ruang, gonad, ostia, cardiac
neb stomach, branchial berperan dalam sistem peredaran darah. abdomen segment
sebagai alat dalam sistem pencernaan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lobster
Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena, antenulla,
cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Febriani (2020), bahwa lobster memiliki tubuh yang beruas-
ruas seperti udang. Pada bagian badan berbentuk beruas-ruas yang dilengkapi
dengan lima pasang kaki renang. Ujung anterior mengandung rostrum median
yang runcing dengan mata majemuk yang bertangkai atau tidak di setiap sisi.
Mulut terletak ventral, dikelilingi oleh bagian mulut khusus, dan anus terbuka
secara ventral di telson median yang besar di ujung abdomen.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster
Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Hickman (2021) bahwa anatomi dari kelompok hewan
crustacea dikategorikan berdasarkan sistem organ yaitu, sistem sirkulasi meliputi
jantung, sistem respirasi berupa insang, sistem pencernaan, mulut, perut, rektum
dan anus serta memiliki sistem reproduksinya secara seksual atau alat kelamin
(gonad).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannmei), memiliki kepala, mata, antenula, antena, cephalatorax,
kaki dan ekor. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nadhif (2016), bahwa secara
52
garis besar morfologi udang vaname (Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua
bagian utama yaitu kepala (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang
vaname (Litopenaeus vannamei) dibungkus oleh lapisan kitin yang berfungsi
sebagai pelindung, terdiri dari antennulae, antenna, mandibula, dan dua pasang
maxillae.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannmei), memiliki mulut, usus, otak dan perut. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Lailiyah et al., (2018), bahwa mulut udang dikelilingi oleh
beberapa pasang alat tambahan yang disebut alat-alat mulut. Dari mulut berlanjut
ke esofagus, lambung yang terdiri dari bagian kardiak dan bagian pilorik, terus ke
usus dan anus. Lambung kardiak mengandung alat-alat penggerus makanan.
Kelenjar digesti (kelenjar hepatik) mengeluarkan sekret enzimatis ke dalam
lambung pilorik.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
53
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
54
FILUM ECHINODERMATA
ABSTRAK
Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, umumnya
terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Organisme pada filum
Echinodermata yaitu Bintang Laut (Protoreaster nodous), Bintang Ular Laut
(Ophiutricoides nereidina), Bulu Babi (Deadema sitosum), Teripang (Holothuiria
scabra). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Echinodermata. Metode
pengamatan pada praktikum Filum Echinodermata yaitu melakukan pengamatan
secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan pembedahan untuk
mengamati anatomi dari organisme. Hasil praktikum filum Echinodermata bahwa
morfologi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), memiliki mulut,
tangan, cakram, dubur, madreporit, pedicellariae. Sedangkan hasil pengamatan
secara anatomi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), di dapatkan
lambung, perut, gonad, anus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme
Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), memiliki mulut, buccol shield,
genitol slit, ventral shield, radial shield, lateral, dorsal shield, sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang Ular Laut (Ophiutricoides
nereidina) di dapatkan mulut, rahang, perut, perivisceral, gonad. Hasil
pengamatan secara morfologi pada organisme Bulu Babi Deadema sitosum,
memiliki mata, mouth, duri. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Bulu babi (Deadema sitosum), memiliki mulut, dubur, kerongkongan,
usus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Teripang (Holothuiria
scabra), memiliki mulut, tentakel, kaki tabung, papilla, anus. Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Teripang (Holothuiria scabra),
memiliki lambung, usus, anus, cephalotorax dan gonad.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan
memiliki habitat di perairan. Avertebrata Air ialah hewan yang tidak memiliki
tulang belakang yang habitatnya di dalam perairan baik itu perairan laut, perairan
tawar maupun perairan payau. Avertebrata air terbagi dalam beberapa filum salah
satunya yaitu filum Echinodermata (Yanuhar , 2018).
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma
artinya kulit. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, umumnya
terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Hewan ini memiliki
kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak.
Filum Echinodermata adalah hewan invertebrata yang memiliki duri pada
permukaan kulitnya. Filum Echinodermata terdiri atas 5 kelas, yaitu Asteroidea
(Bintang Laut), Ophiuroidea (Bintang Ular Laut), Echinoidea (Bulu Babi),
holothuroidea (Timun Laut), dan Crinoidea (Lili Laut). Masing-masing dari
kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut (Sianipar 2021).
Bintang Laut (Protoreaster nodous) merupakan hewan invertebrata yang
termasuk dalam Filum Echinodermata. Bintang Laut (Protoreaster nodous)
merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan.
Bintang Laut (Protoreaster nodous) tidak memiliki rangka yang mampu
membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Mereka
bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air (Rumasoreng, 2020).
Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) merupakan kelompok biota
laut yang termasuk ke dalam Filum Echinodermata. Bintang Ular Laut
mempunyai kemiripan dengan Bintang Laut, karena mempunyai bentuk tubuh
yang bersimetri pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh
cangkang kapur berbentuk keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-
duri. Tubuh Ophiutricoides nereidina terdapat berbagai organ seperti gonad,
saluran pencernaan dan sistem pembuluh air. Dari tubuh yang berbentuk cakram
ini secara radial tumbuh 5 atau lebih tangan tangan yang memanjang berbentuk
silindris dan sangat fleksibel (Ahmad, 2019).
56
C. Metode Pengamatan
A. Hasil
Gambar 33. Morfologi Bintang Ular Laut Gambar 34. Anatomi Bintang Ular Laut
(Ophiutricoides nereidina) (Ophiutricoides nereidina)
60
Ket : Ket :
1. Mouth
1. Mulut
2. Buccol shield 2. Rahang
3. Genitol slit 3. Perut
4. Ventral shield 4. Perivisceral
5. Radial shield 5. Gonad
6. Lateral
7. Dorsal shield
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Bulu Babi ( Deadema
sitosum) dapat dilihat pada pada gambar 35 dan 36
Gambar 35. Morfologi Bulu Babi Gambar 36. Anatomi Bulu Babi
(Deadema sitosum) (Deadema sitosum)
Ket : Ket :
1. Mata 1. Mulut
2. Mouth 2. Dubur
3. Duri 3. Kerongkongan
4. Usus
5. Gonad
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Teripang (Holothuria
scabra) dapat dilihat pada pada gambar 35 dan 36
Ket : Ket :
1. Tentakel 1. Lambung
2. Kaki tabung 2. Usus
3. Papila
3. Anus
4. Mulut
4. Gonad
5. Anus
B. Pembahasan
buah keeping yang dapat berfungsi sebagai lubang, pergerakan terjadi dengan
menggunakan lengannya. Mulut Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) ini
terletak di bagian oral berhubungan langsung dengan lambung, tidak punya
pyloric dan anus sisa makanan dibuang melalui mulut. Madreporit terletak di
bagian oral dekat mulut.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang
Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), di dapatkan mulut, rahang, perut,
perivisceral, gonad. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Nengoche (2022),
yang menyatakan bahwa sistem pencernaan pada hewan invertebrata ini dimulai
dengan dari mulut. Mulut Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) terletak
pada cakram bagian bawah tubuh dan dilengkapi dengan rahang. Dibagian
belakang mulut ada kerongkongan kecil dan rongga kosong yang ukurannya
memenuhi setengah cakram. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan
Puspitasari (2016) yang menyatakan bahwa, tubuh bagian dalam Bintang Ular
Laut (Ophiutricoides nereidina) terdiri dari osikula, lambung, kantung bursae dan
gonad.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Bulu
Babi (Deadema sitosum), memiliki mata, mouth, duri. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fitriani (2022), yang menyatakan bahwa Bulu Babi memiliki tubuh
berbentuk bulat seperti bola, tidak memiliki lengan, cangkang memipih yang
keras dan dipenuhi oleh duri-duri, duri-duri berwarna hitam yang panjang dan
lancip, memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan terletak di setiap segmen,
berbentuk turbekel yaitu crenatule.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Bulu Babi
(Deadema sitosum), memiliki mulut, dubur, kerongkongan, usus, gonad. Hal ini
juga sesuai dengan pernyataan Suryanti (2020), yang menyatakan bahwa anatomi
bulu babi terdiri dari sistem pencernaan yang di dalamnya terdapat 5 bagian utama
yaitu mulut, kerongkongan, lambung, usus dan anus, tersusun melingkari lentera
aristoteles, gonad berwarna krem dan putih kekuning mengindikasikan gonad
jantan berada pada tahap matang, sedangkan warna orange dan merah kecoklatan
menunjukan gonad betina berada pada tahapan pra matang.
63
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat
DAFTAR PUSTAKA
65
Ahmad, Paudi I., R. Muchlis., D. 2019. Kelimpahan Jenis Bintang Ular Laut Di
Perairan Laut Desa Ulatan Kabupaten Parigi Moutong Dan
Pemanfaatannya Sebagai Sumber Belajar. Journal Of Biology Science And
Education. 7(1): 408-413.
Akbar, J., Bahtiar., dan Ishak, E. 2014. Studi Morfometrik Kerang Kalandue di
Hutan Mangrove Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia. 4(1) 1-2.
Ambarwati, R., Rahayu, D. A., dan Faizah, U. 2019. The Potency and Food
Safety of Lamp Shell (Brachiopoda: Lingula sp.) as Food Resources.
Journal of Physics: Conference Series. 14(5) 12-13
Anggada RD, Sucahyo, dan Hastuti SP. 2019. Pertumbuhan Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus) dan Komposisi Kompos pada Media yang Diperkaya
Limbah Rumah Makan dan Limbah Industri Tahu. Jurnal Buletin Anatomi
dan Fisiologi. 4 (2): 182-191.
Asriani, D., Swasta, J., & Adnyana, B. 2019. Studi Tentang Keanekaragaman dan
Kelimpahan Moluska Bentik Serta Faktor-Faktor Ekologsi Yang
Mempengaruhinya di Pantai Mengening, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal
Pendidikian Biologi Undiksa. 6(3): 56-60
Azhari, N., Novisulastri. 2018. Identifikasi Jenis Annelida Pada Habitat Sungai
Jangkok Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Biologi. 6 (2):107-113.
Dewi, L.I dan Siregar, E. 2017. Sifat Kimia dan Organoleptik Clam Finger
Dengan Formulasi Batter yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan Politeknik Tanjungbalai. 1(1) : 1-7
66
Elfidasari, D., Noriko, N., Wulandari, N., Perdana, T., A. 2012. Identifikasi Jenis
Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu
Berdasarkan Perbedaan Morfologi. Jurnal Al -Azhar Indonesia Seri Sains
Dan Teknologi. 1(3) :140-141
Fitriani. 2022. Isolasi Bakteri Asosiasi Bulu Babi Diadema setosum yang Berasal
dari Perairan Pulau Kodingareng Lompo, Kota Makassar. [Skripsi].
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Harahap, I. M., Erlangga, E., Syalvial, Imanullah, & Ezraneli. 2022. Gastropoda
Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758) di Hutan Mangrove Desa Cut
Mamplan Provinsi Aceh, Indonesia. Jurnal Kepulauan Tropis. 25(2): 89-
93
Hartati, R., Meirawati, E., Redjeki, S., Riniatsih, I., & Mahendrajaya, R. T. 2018.
Jenis-jenis bintang laut dan bulu babi (Asteroidea, Echinoidea:
Echinodermata) di perairan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal
Kelautan Tropis, 21(1), 41-48.
Irawan, H. 2013. Biologi Anemon Di Perairan Litoral Daerah Batu Hitam Ranai
Kabupaten Natuna. Jurnal Dinamika Maritim. 3(1) : 1-10
Luthfi, O. M., Dewi, C. S. U., Sasmitha, R. D., Alim, D. S., Putranto, D. B. D.,
dan Yulianto F. 2018. Kelimpahan Invertebrata di Pulau Sempu sebagai
Indeks Bioindikator, Ekonimis Penting Komoditas Koleksi Akuarium.
Journal of Fisheries and Marine Research. 3 (2): 137-148.
Munairi A dan Abida IW. 2012. Studi Kepadatan dan Pola Distribusi Cacing Laut
(Nereis sp.) di Perairan Pesisir Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Bangkalan. Jurnal Kelautan. 5(1): 47-51.
Nabil. 2021. Pengenalan Terumbu Karang, Sebagai Pondasi Utama Laut Kita.
Aceh: Unimal Press.
Nurhadi dan Febri Yanti. 2016. Buku Bahan Ajar Taksnonomi Invertebrata.
Yogyakarta.
68
Pratama, A, Y., Arumsari, A., dan Aprilia H. 2017. Penentuan Kadar Protein Air
Liur Lintah (Hirudi medicinalis L.) dengan Metode Bradford. Jurnal
Prosiding Farmasi, 3(2), 684-685.
Purnama FM. 2021. Buku Ajar Avertebrata Air. Yayasan Pendidikan Cendikia
Muslim. Kendari.
Rudiana, E. 2014. Morfologi dan Anatomi Cumi- Cumi Loligo duvauceli yang
Memancarkan Cahaya. Jurnal Ilmu Kelautan,Vol 9(2), 36-37.
Rusmadi, Irawan, H. & Yandri, F. 2013. Studi Biologi Kepiting di Perairan Teluk
Dalam Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepualauan Riau.
Jurnal Perikanan.
Santoso, D., Kaman, Japa, L. & Raksun. 2016. Karakteristik Bioekologi Rajungan
(Portunus pelagicus) di Perairan Dusun Ujung Lombok Timur. Jurnal
Bilogi Tropis. 16(2) : 78-80.
Sianipar, H., F. 2021. Buku Ajar Avertebrata air. Penerbit Perkumpulan Rumah
Cemerlang Indonesia (PRCI). Tasikmalaya.
Siringoringo, Y. N., Desrita & Yunasfi. 2017. Kelimpahan dan Pola Pertumbuhan
Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Hutan Mangrove Kelurahan Belawan
Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumater Utara. Jurnal
Acta Aquatica. 4(1) : 240-242.
Soeid, M., Haris, A., & Syafiuddin, S. 2019. The Ability of biofilter sponge
demospongiae class with various forms of growth towards the turbidity
and total suspended solid. Torani Journal of Fisheries and Marine
Science, 87-94.
70
Suprapto, S., Bambang, W., Yusli, W., & Majariana, K. 2016. Buku Avertebrata
Air Jilid I. Swadaya. Jakarta. 227.