Anda di halaman 1dari 79

JURNAL LENGKAP PRAKTIKUM

AVERTEBRATA AIR

OLEH :

NAMA : FERI RENALDI


NIM : I1B121035
KELOMPOK : XIII (TIGA BELAS)
ASISTEN PEMBIMBING : KARISMA DWY RAHMAWATI

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DANILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

i
JURNAL LENGKAP PRAKTIKUM
AVERTEBRATA AIR

Jurnal Lengkap ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada
Mata Kuliah Avertebrata Air

OLEH :

NAMA : FERI RENALDI


NIM : I1B121035
KELOMPOK : XIII (TIGA BELAS)
ASISTEN PEMBIMBING : KARISMA DWY RAHMAWATI

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DANILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Jurnal Lengkap Praktikum Avertebrata Air


Jurnal Lengkap : Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata
Avertebrata Air
Nama : Feri Renaldi
NIM : I1B121035
Kelompok : XIII (Tiga Belas)
Jurusan : Budidaya Perairan

Jurnal Lengkap ini


Telah diperiksa dan disetujui Oleh:

Kordinator Asisten Pembimbing Asisten Pembimbing

La Ode Muh. Yasir Karisma Dwy Rahmawati


NIM. I1C119004 NIM.

Kendari, Desember 2022


Tanggal Pengesahan

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis Bernama lengkap Feri Renaldi, lahir di Tanrung, 22


Februari 2004, merupakan anak ke pertama dari dua

3X4 bersaudara. Penulis lahir dari pasangan suami istri Bapak


Wardi dan Ibu Sunarti. Penulis sekarang bertempat tinggal di
jalan Jend. AH. Nasution, Kadia, Kec. Kadia, Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Alamat dari orang tua penulis saat ini
bertempat tinggal di Kelurahan Ladongi, Kec. Ladongi, Kab. Kolaka Timur.
Penulis menyelesaikan, Pendidikan Sekolah MI Al Qarimah Tanrung dan lulus
pada tahun 2015, kemudian melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
di SMPN 4 Ajangale dan lulus pada tahun 2018, lalu melanjutkan Pendidikan
Sekolah Menengah atas di SMAN 1 Ladongi dan lulus pada tahun 2021. Pada
tahun 2021 penulis mendaftar dan diterima menjadi mahasiswa di Jurusan
Budidaya Perairan melalui jalur SMMPTN di Kampus Bumi Hijau Tridharma
Haluoleo kendari, yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di
Sulawesi Tenggara dan sekarang melanjutkan Pendidikan S-1 di Universitas Halu
Oleo Kendari, jurusan Budidaya Perairan.

iv
KATA PENGATANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang


telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan praktikum mata kuliah avertebrata air sebagaimana mestinya. Shalawat
serta salam tak lupa pula saya haturkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasalam, yang telah membuka cahaya dalam kehidupan umat manusia di
muka bumi ini.
Terima kasih saya ucapakan kepada para dosen pengampuh mata kuliah
avertebrata air, yang telah membantu saya baik secara moral maupun materi.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada kak Karisma Dwy Rahmawati selaku
asisten pembimbing saya dan terima kasih pula saya ucapkan kepada asisten
praktikum avertebrata air yang telah membimbing kami untuk melaksanakan
paktikum. Terima kasih juga saya ucapakan kepada teman-teman seperjuangan
yang telah mendukung dan bekerjasma, sehingga saya bisa menyelesaikan jurnal
lengkap ini tepat waktu.
Saya menyadari, bahwa jurnal lengkap ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi dimasa mendatang.
Semoga jurnal lengkap praktikum avertebrata air ini dapat menambah wawasan
para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Kendari, ..Desember 2022

Feri Renaldi

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
I. Filum Porifera.......................................................................................1
II. Filum Cnidaria......................................................................................8
III. Filum Brachiopoda................................................................................18
IV. Filum Molusca......................................................................................25
V. Filum Annelida.....................................................................................34
VI. Filum Crustacea....................................................................................43
VII. Filum Echinodermata............................................................................53
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 1. Morfologi Spons (S. officinalis) .................................................5


2. Gambar 2. Anatomi Spons (S. officinalis)....................................................5
3. Gambar 3. Morfologi Karang (A. cervicornis).............................................13
4. Gambar 4. Anatomi Karang (A. cervicornis)................................................13
5. Gambar 5. Morfologi Ubur-ubur (Aurelia aurita).......................................13
6. Gambar 6. Anatomi Ubur-ubur (Aurelia aurita)..........................................13
7. Gambar 7. Morfologi Anemon (Actiniaria).................................................14
8. Gambar 8. Anatomi Anemon (Actiniaria)....................................................14
9. Gambar 9. Morfologi Kerang Lentera (L. unguis).......................................22
10. Gambar 10. Anatomi Kerang Lentera (L. unguis)......................................22
11. Gambar 11. Morfologi Burungo (T. Telescopium).....................................29
12. Gambar 12. Anatomi Burungo (T. Telescopium).......................................29
13. Gambar 13. Morfologi Kalandue (Polymesoda)........................................29
14. Gambar 14. Anatomi Kalandue (Polymesoda)...........................................29
15. Gambar 15. Morfologi Cumi-cumi (Loligo sp).........................................30
16. Gambar 16. Anatomi Cumi-cumi (Loligo sp).............................................30
17. Gambar 17. Morfologi Cacing Laut (Nereis sp).........................................38
18. Gambar 18. Anatomi Cacing Laut (Nereis sp)...........................................38
19. Gambar 19. Morfologi Cacing Cacing Tanah (L. terretris)......................38
20. Gambar 20. Anatomi Cacing Cacing Tanah (L. terretris).........................38
21. Gambar 21. Morfologi Lintah (Hirudo sp)...............................................39
22. Gambar 22. Anatomi Lintah (Hirudo sp).................................................39
23. Gambar 23. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)............................47
24. Gambar 24. Anatomi Kepiting Bakau (Scylla serrata).............................47
25. Gambar 25. Morfologi Rajungan (Portunus pelagicus).............................47
26. Gambar 26. Anatomi Rajungan (Portunus pelagicus)...............................47
27. Gambar 27. Morfologi Lobster Bambu (Panulirus versicolor).................48
28. Gambar 28. Anatomi Lobster Bambu (Panulirus versicolor)....................48
29. Gambar 29. Morfologi Udang Vanname (Litopaneus vannamei).............48

vii
30. Gambar 30. Anatomi Udang Vanname (Litopaneus vannamei)................48
31. Gambar 31. Morfologi Bintang Laut (P. nodosus).....................................58
32. Gambar 32. Anatomi Bintang Laut (P. nodosus)......................................58
33. Gambar 33. Morfologi Bintang Ular Laut (O. nereidina)..........................58
34. Gambar 34. Anatomi Bintang Ular Laut (O. nereidina)............................58
35. Gambar 35. Morflogi Bulu babi (D. setosum)............................................59
36. Gambar 36. Anatomi Bulu babi (D. setosum)............................................59
37. Gambar 37. Morfologi Teripang (H.scabra).............................................59
38. Gambar 38. Anatomi Teripang (H.scabra).................................................59

viii
ix
1

FILUM PORIFERA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air merupakan hewan yang jenisnya tidak memiliki tulang punggung
antar ruas- ruas tulang belakang yang berlainan dengan hewan vertebrata yang
memiliki tulang belakang. Porifera hewan multi seluler yang sederhana, hewan ini
tubuhnya berpori seperti busa atau spons. Organisme yang terdapat pada filum
proifera yaitu Spons(Spongilla sp). Tujuan dari pratikum ini yaitu untuk
mengamati struktur marfologi dan anatomi pada filum porifera yaitu Spons
(Spongilla sp). Metode yang dilakukan pada pratikum avertebrata air yaitu dengan
mengamati morfologi dan anatomi pada filum porifera. Berdasarkan hasil
pengamatan secara morfologi yang telah di amati pada praktikum kali ini, Spons
(Spongilla sp) memiliki tubuh yang dipenuhi oleh lubang-lubang kecil atau biasa
disebut sebagai pori-pori (ostium) dan juga memiliki osculum sedangkan
pengamatan secara anatomi yang dilakukan pada spons dalam proses pembedahan,
spons memiliki bagian-bagian yaitu, osculum, ostium.

Kata Kunci : Anatomi Avertebrata Air, Morfologi, Osiculum,Ostium, Porifera,


Spons (Spongilla sp)
2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata merupakan hewan yang jenisnya tidak memiliki tulang


punggung antar ruas-ruas tulang belakang yang berlainan dengan hewan
vertebrata yang memiliki tulang belakang. Dalam pembagianya, hewan
avertebrata dibagi menjadi beberapa golongan salah satunya Filum Porifera
(Djainudin, 2018).
Filum Porifera merupakan subkingdom dari Metazoa, filum Porifera
dianggap oleh sebagian ilmuan taksonomis sebagai metazoa primitif karena
jaringan-jaringannya tampak seperti belum terbentuk dengan sempurna
Wanninger et al., (2015). Porifera berasal dari kata latin porus yaitu lubang-
lubang kecil dan fera yaitu mengandung, membawa. Kata tersebut menunjukkan
kekhususan hewan yang bersangkutan, yaitu memiliki banyak lubang-lubang kecil
dan bila disingkat cukup disebut hewan berpori (Fitri, 2016).
Spons (Spongilla sp) merupakan salah satu organisme bentik yang paling
berpengaruh dalam ekosistem terumbu karang. Banyak penelitian tentang
komunitas spons telah dilakukan secara global, dari daerah tropis hingga sub
tropis. Namun di Indonesia, komunitas spons belum cukup diamati, terutama
keanekaragaman dan interaksinya dengan habitat. Spons secara ekologi
merupakan salah satu biota penyusun ekosistem pesisir dan laut, terutama pada
ekosistem terumbu karang dan lamun di perairan tropis dan sub tropis Sayori et
al., (2022). Spons (Spongilla sp) terbagi ke dalam tiga kelas yang dibedakan dari
kerangka tubuh, spikula dan ciri-ciri lain yang dimilikinya yaitu Calcarea,
Hexactenillida dan Demospongia. Calcarea atau spons berkapur merupakan
kelompok kecil dari anggota spesies yang hidup di air dangkal dan membangun
spikulanya dari kapur (Nurhadi, 2016).
Morfologi Porifera yaitu tubuhnya berpori (ostium), multiseluler, tubuh
Spons (Spongilla sp) asimetri (tidak beraturan), berbentuk seperti tabung, vas
bunga, mangkuk, atau tumbuhan. Secara umum spons terdiri dari beberapa jenis
sel yang menyusun struktur tubuhnya. Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh
sel-sel pipih yang disebut pinacocytes. Pada dinding tubuh spons juga terdapat
3

pori-pori tempat masuknya air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte. Sel-
sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi (Sulistiono, 2014)
Anatomi Spons (Spongilla sp) memiliki sistem saluran air (aquaferous).
Melalui ostium air dan makanan berupa bahan-bahan tersususpensi dan terlarut
dihisap dan disaring oleh sel-sel choanocytes yang memiliki bulu getar, kemudian
air tersebut keluar melalui oskulum. Spons (Spongilla sp) juga salah satu
komponen penting pada ekosistem bentik diseluruh dunia dan sebagai pemakan
suspensi yang dipengaruhi oleh perubahan pada tingkat sedimen (Soeid, 2019).
Maka dari itu sangat penting dilakukan praktikum Avertebrata Air
mengenai filum porifera dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih jauh
tentang struktur tubuh morfologi dan anatomi filum porifera
B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Porifera
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Porifera, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi Filum Porifera serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Porifera.
4

II. METODE PRATIKUM

A. Waktu dan Tempat

Pratikum avertebrata air tentang Filum Porifera dilaksanakan pada hari


Sabtu, tanggal 3 Desember 2022, pukul 10.00-11.40 WITA, bertempat di
Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum Avertebrata Air, Filum Porifera yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Spons (Spongilla
sp) sebagai objek pengamatan.
C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Porifera yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian
membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.
5

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi Spons (Spongilla sp) dapat
dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Morfologi Spons Gambar 2. Anatomi Spons


(Spongilla sp) (Spongilla sp)
Keterangan: Keterangan:
1. Ostium 1. Choanocytes
2. Osculum 2. Spongocoel
3. Spicules
4. Amoebocyte

B. Pembahasan

Spons (Spongilla sp) adalah hewan dari Filum Porifera yang merupakan
salah satu hewan primitif yang hidup menetap dan bersifat filter feeder. Sponge
memompa air keluar melalui tubuhnya dan menyaring partikel sebagai bahan
makanan. Secara ekologi, sponge merupakan salah satu penyusun pada
ekosistem pesisir dan laut, terutama pada ekosistem terumbu karang dan padang
lamun yang umumnya dijumpai di perairan tropik dan subtropik (Haris, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme spons
(Spongilla sp), didapatkan tubuh yang dipenuhi oleh lubang-lubang kecil atau
biasa disebut sebagai pori-pori (ostium) juga memiliki osculum. Ostium berfungsi
sebagai jalur masuknya air sedangkan osculum ialah jalur keluarnya air. Warnanya
yang keabu-abuan serta memiliki tekstur yang kenyal. Hal ini sesuai dengan
6

pernyataan Marzuki (2021), yang menyatakan bahwa ciri-ciri morfologi spons


tubuhnya berpori (ostium). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Lianingsih dan
Ningsih (2018), yang menyatakan bahwa tubuh spons dipenuhi oleh lubang kecil
atau pori - pori yang disebut ostium yang dilalui sejumlah besar air. Air masuk ke
dalam spons melalui ostium mengalir masuk ke dalam rongga yang besar atau
biasa di sebut spongocoel. Air ini kemudian keluar dari spongocoel melalui lubang
besar yang disebut osculum.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme spons
(Spongilla sp), memiliki Choanocyte, Spongocoel, Spicules, Amoebocyte. Hal ini
sesuai dengan pendapat Marzuki (2017), dalam bukunya menuliskan Choanocyte
yang melapisi rongga spongocoel. Bentuk choanocyte yang lonjong dengan ujung
satu melekat pada mesohyl dan ujung lainnya berada di spongocoel serta
dilengkapi dengan sebuah flagelum yang dikelilingi kelopak dari fibril. Selain itu
didukung juga oleh pernyataan Yanuhar, (2018) tipe saluran air spons yang
diamati termaksud dalam tipe leucon karena memiliki bentuk tubuh yang rumit
dan memiliki banyak pori-pori serta memiliki flagellated canal yang berlipat-lipat
membuat rongga kecil yang berflagel.
.
7

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada praktikum Filum Proifera bahwa morfologi dan anatomi


pada spons (Spongilla sp) memiliki bagian-bagian tertentu yaitu, ostium sebagai
lubang masuknya air, oskulum sebagai lubang keluarnya air, dinding
tubuh/mesoglea tersusun atas dua lapisan sel, yaitu lapisan luar (sel pinakosit)
sebagai pelindung dan lapisan dalam (sel koanosit) yang berfungsi mengalirkan
air, menangkap dan mencerna bahan makanan spikula memiliki berbagai macam
bentuk sesuai dengan jenis porifera. Spons (Spongilla sp) memiliki berbagai
macam bentuk ada yang simetris radial dan ada yang berbentuk simetris, akan
tetapi semua itu tergantung dari bentuk spons yang diamati tipe saluran.

B. Saran

Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
8

FILUM CNIDARIA

Feri Renaldi2 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Filum Cnidaria adalah knidosit, dimana ini merupakan sel
terspesialisasi yang dipakai terutama untuk menangkap mangsa dan membela
diri dari musuh atau untuk mempertahankan dirinya. Organisme pada Filum
Cnidaria yaitu Ubur-ubur (Aurelia aurita), Karang (A. cervicornis) dan Anemon
(Metridium sp). Tujuan praktikum ini untuk mengetahui apa itu filum Cnidaria,
spesies Filum Cnidaria, morfologi dan anatomi dari setiap spesies filum Cnidaria,
habitat dari filum Cnidaria, manfaat organisme, kebiasaan makan dan
makanannya. Metode yang dilakukan pada pratikum ini yaitu dengan mengamati
morfologi dan anatomi pada filum cnidaria. Berdasarkan hasil pengamatan
morfologi dan anatomi terhadap ubur-ubur (A. aurita) memiliki warna tubuh
kecoklatan, memiliki kulit yang transparan, mempunyai bentuk tubuh seperti
mangkok, dan juga mempunyai tentakel. Bedasarkan hasil pengamatan anatomi
yang dimiliki Karang (A. cervicornis) terdiri atas ektodermis, gastrodermis dan
mesoglea. Berdasarkan hasil pengamatan Anemon (Metridium sp.) memiliki
morfologi yang terdiri dari batang tubuh, pedal disk dan oral disk

Kata Kunci: Anatomi, Anemon (Metridium sp), Cnidaria, Morfologi, Karang (A.
cervicornis), Ubur-ubur (Aurelia aurita)
9

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan
memiliki habitat di perairan. Avertebrata air ialah hewan yang tidak memiliki
tulang belakang yang habitatnya di dalam perairan baik itu perairan laut, perairan
tawar maupun perairan payau. Avertebrata air terbagi dalam beberapa filum yaitu
Porifera, Cnidaria, Brachiopoda, Mollusca, Annelida, dam filum Echinodermata
(Yanuhar, 2018).
Filum Cnidaria terdiri dari kelas anthozoa berasal dari bahasa yunani, dari
kata anthos yang berarti bunga dan zoa yang berarti hewan jadi anthozoa
merupakan hewan laut yang mempunyai bentuk menyerupai bunga, hewan ini
hidup berkoloni, tidak mempunyai bentuk medusa dan hidup sebagai polio soliter.
Rangka anthozoa terbuat dari zat kapus dan terbagi dari rangka dalam dan rangka
luar, namun ada juga hewan dari kelas ini yang tidak memiliki tubuh berbentuk
rangka. Kelas yang kedua yaitu schyzopoa berasal dari bahasa yunani, dari kata
scypho yang berarti mangkuk dan zoa berarti hewan jadi dengan demikian
schyzopoa adalah hewan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai mangkuk.
Hewan ini memiliki medusa yang dikenal sebagai ubur-ubur (Landu, 2017).
Cnidaria berasal dari bahasa Yunani yaitu cnidos yang berarti jarum
penyengat. Ciri khas yang dimiliki filum cnidaria adalah knidosit, dimana ini
merupakan sel terspesialisasi yang dipakai terutama untuk menangkap mangsa
dan membela diri dari musuh atau untuk mempertahankan dirinya. Filum
cnidaria dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama yaitu hydroid,
kelompok kedua yaitu ubur-ubur, dan kelompok ketiga yaitu anthozoa meliputi
anemon laut dan karang batu (Panuntun et al., 2018).
Anemon (Metridium sp) hidup meliang di dalam sedimen dan hanya bagian
mulut serta tentakelnya saja yang muncul ke permukaan untuk mendapatkan
makanan dan bernapas. Hal ini dilihat dari kualitas perairan laut yang baik untuk
kehidupan biota laut pada umumnya. sedangkan kualitas air yang tidak cocok
untuk kehidupan biota laut. Apabila tentakel di sentuh untuk mempertahankan
10

dirinya anemon ini akan memasukkan bagian tubuhnya yang muncul ke


permukaan tersebut masuk ke dalam sedimen (Irawan, 2012).
Ubur- ubur (Aurelia aurita) atau Scyphozoa merupakan Coelenterata yang
hidup baik dalam bentuk polip yang melekat didasar maupun yang berenang
bebas dalam bentuk medusa. Tubuhnya lunak seperti gelatin, transparan dan
mengandung banyak air. Ubur-ubur dapat ditemukan diseluruh lautan dunia. Hal
ini disebabkan karena kemampuan ubur-ubur yang bertahan dalam berbagai
macam suhu dan salinitas. Ubur-ubur (Aurelia aurita) memiliki Nematocyst yang
berperan sebagai penyengat. Nematocyst banyak terdapat pada tentakel dan ujung
oral. Tiap Nematocyst berisi gulungan benang kapiler yang dapat ditembakkan
dengan adanya rangsangan tertentu. Fungsinya untuk berpengang dan sebagai alat
pelindung yang bisa memegang dan melumpuhkan mangsa. Ubur-ubur
bereproduksi secara seksual dan aksesual (Larasati, 2015).
Karang (A. cervicornis), merupakan hewan yang hidup diperairan laut dan
telah menjadi tempat tinggalhewan-hewan yang ada di laut. Jenis-jenis karang
meliputi acropora acuminate, acropora cervicornis, galaxea fascicularis,
lobophyllia corymbosa. Jenis ini biasanya terdapat pada kedalaman 3-15 M
(Nabil, 2021).
Morfologi dan anatomi pada filum ini seperti tentakel tersusun dalam
sebuah lingkaran yang mengelilingi tubuh yang berbentuk silinder. Pola susunan
ini disebut simetris radial. Filum Coelenterata disebut juga Cnidaria yang
mempunyai knidocyte yang berisi kapsul penyengat kecil yang disebut nematosit
dan terletak pada sel epidermis. Tiap nematosit berisi gulungan benang kapiler
yang dapat ditembakkan dengan adanya rangsangan tertentu dan memiliki fungsi
sebagai tempat untuk berpegang dan sebagai alat pelindung yang dapat
melumpuhkan dan memegang mangsaBerdasarkan hal tersebut diatas maka sangat
penting untuk dilakukan praktikum Avertebrata air mengenai filum Cnidaria
dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh
morfologi dan anatomi filum Cnidaria (Punama, 2021).
Maka dari itu sangat penting di lakukan praktikum avertebrata air
mengenai filum porifera dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih jauh
tentang struktur tubuh morfologi dan anatomi Filum Cnidaria
11

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Cnidaria.
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Cnidaria, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi Filum Cnidaria serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Cnidaria.
12

II. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 03 Desember 2022


pukul 10.00-11.40 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitass Halu Oleo,
Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum Avertebrata Air tentang Filum


Cnidaria yaitu baki di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating
untuk meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur
organisme, pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk
membedah organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap
halus untuk membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan
pengamatan yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi.
Bahan yang digunakan yaitu sunglight digunakan untuk membersihkan meja, tisu
untuk membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Ubur-ubur
(A. aurita), Anemon (Metridium sp) dan Karang (A. Cervicornis) sebagai objek
pengamatan.

C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Cnidaria yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
13

memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian


membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi pada organisme Karang (A.


Cervucornis) dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Morfologi Karang Gambar 4. Anatomi Karang


(A. Cervicornis ) (A. Cervicornis)

Keterangan: Keterangan:
1. Mulut 1. Gastrodermis
2. Tantakel 2. Eksotodermis
3. Saluran pencernaan
4. Kerangka kapur
5. Mesoglea
Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi pada organisme Ubur- ubur
(A. aurita) dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
14

Gambar 5. Morfologi Ubur-ubur Gambar 6. Anatomi Ubur-ubur


(A. aurita) (A. aurita)

Keterangan: Keterangan:
1. Mulut 1. Epidermis
2. Badan 2. Mesolongea
3. Tantakel 3. Gastrodermis
4. Warna kecoklatan 4. Gonad

Hasil pengamatan Morfologi dan Anatomi pada organisme Anemon


(Metridium sp) dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8

Gambar 7. Morfologi anemon Gambar 8. Anatomi anemon


(Metridium sp) (Metridium sp)
Keterangan: Keterangan:
1. Mulut 1.
2. Tantakel Pharynx
3. Badang tubuh 2.
4. Oral disk Complate septum
5. Pedal disk 3.
Incomplete septa
4. Acontia

B. Pembahasan

Filum Coelenterata disebut Cnidaria yang merupakan hewan yang


memiliki rongga, termasuk hewan diploblastil, tubuh simetri radial. Lapisan
15

selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm, antara keduanya terdapat mesoglea.
Pada tubuh bagian atas terdapat mulut yang dikelilingi tentakel, pada permukaan
tentakel terdapat knidoblas (sel penyengat atau nematosis), hidup di air tawar
ataupun air laut. Tubuhnya dapat melekat pada dasar perairan (Wahono, 2020).
Bedasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Karang
(A. cervicornis) di dapatkan mulut dan tentakel. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Romeo et al., (2017) bahwa Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang
berfungsi sebagai penang-kap makanan. Mulut dilanjutkan dengan tenggorokan
yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut. Berdasarkan
hasil pengamatan anatomi yang di dapatkan pada Karang (A. cervicornis) terdapat
gastrodermis, ekstrodermis, saluran pencernaan, kerangka kapur, dan mesoglea.
Sesuai dengan pernyataan adrianto, (2016) Di dalam rongga perut terdapat
semacam usus yang disebut dengan mesenteri fi la-men yang berfungsi sebagai
alat pencerna. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka
kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang
tersusun secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang
berdiri ini disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur
yang merupakan hasil sekresi dari polip karang. Dinding dari polip karang terdiri
dari tiga lapisan yaitu ektoderma, endoderma dan mesoglea.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada Ubur-ubur (A.
aurita) memiliki mulut, badan, tentakel, warna kecoklatan. Hal tersebut
didasarkan pada hasil pengamatan yang juga didukung oleh pernyataan
Rahmadina (2019), bahwa salah satu ciri organisme pada filum Coelentarata
adalah memiliki bentuk tubuh medusa, yang mana medusa merupakan bentuk
tubuh pada Coelentarata yang berbentuk seperti mangkok dan bisa bergerak bebas
dengan mulut yang terdapat pada bagian bawah serta tentakel, yang juga
mengarah ke bawah. Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Ubur-ubur (A. aurita) dimana mempunyai epidermis, mesolongea,
gastrodermis, dan gonad. Sesuai dengan pernyataan Hasanah (2015), Dinding
tubuh Ubur-ubur terdiri atas lapisan luar yaitu epidermis yang melapisi
permukaan luar tubuh, lapisan dalam yaitu gastrodermis yang melapisi bagian
usus, dan middle jelly yaitu mesoglia merupakan lapisan tipis elastik yang terletak
16

diantara epidermis dan gastrodermis. Struktur lainnya yakni terdapat empat


sampai delapan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme anemon
(metridium sp.) yang terdiri dari mulut, tentakel, batang tubuh, pedal disk dan
oral disk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuyaini (2015) bahwa Pedal disk
merupakan bagian tubuh yang melekat pada substrat, sedangkan oral disk berupa
bagian melingkar yang terletak di dekat mulut. Berdasarkan hasil pengamatan
anatomi pada organisme anemon (Metridium sp.) Pharynx, Complate septum,
Incomplete septa, Acontia. Anatomi tubuh anemon Stichodactyla gigantea terdiri
atas beberapa bagian yaitu Pharynx, badan (column), lingkar mulut (oral disc),
Acontia dan tentakel (tentacle) hal ini sesuai dengan (Rifai, 2016).
17

IV PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada praktikum ini bahwa morfologi Ubur-ubur (A. aurita),


memiliki bentuk mulut dibagian bawah, dimana pada posisi yang sebenarnya,
kemudian disekitar mulutnya terdapat tentakel yang berfungsi untuk menangkap
mangsanya saat makan. Dibagian dalam tubuhnya pula terdapat saluran sirkular
yang apabila diamati akan nampak pula saluran radial Berdasarkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Ubur-ubur (A. aurita) dimana
mempunyai epidermis, mesolongea, gastrodermis, dan gonad. Sedangkan untuk
bagian luarnya terdapat lappet tentakel dengan lengan mulut. Morfologi Anemon
(Metridium sp.), memiliki mulut, tentakel, otot melingkar, dan basal disc. Bentuk
tubuh anemon seperti bunga,sehingga juga disebut mawar laut. Secara morfologi
Karang (A. cervicornis) memiliki sekat pada bagian luar tubuhnya kemudian ada
bagian tubuh yang disebut septal, filament dan sekat kapur. Berdasarkan hasil
pengamatan anatomi pada organisme anemon (Metridium sp.) Pharynx, Complate
septum, Incomplete septa, Acontia.
B. Saran

Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
18

FILUM BRACHIPODA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air merupakan golongan organisme akuatik yang tidak memiliki


tulang belakang (vertebrae). Filum Brachiophoda adalah salah satu kelompok
hewan invertebrata yang hidup sebagai hewan bentik di laut. Organisme pada
filum brachiopoda diketahui terdapat 335 spesies, salah diantaranya adalah kerang
lentera (L. unguis). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati
dan mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari filum branchipoda. Metode
pengamatan yang dilakukan yaitu berupa pengamatan secara langsung untuk
mengetahui ciri morfologinya, dan pengamatan dengan melakukan pembedahan
untuk mengetahui anatomi tubuhnya. Hasil pengamatan morfologi diperoleh hasil
bahwa kerang lentera (L. unguis) mempunyai cangkang, katup pedikel,
periostakum dan pedikel kutikula. Hasil pengamatan anatomi kerang lentera
diperoleh bahwa bahwa dalam tubuh kerang lentera terdapat saluran pencernaan
dan lophopher dan gonad

Kata Kunci: Anatomi, Avertebrata, Filum Brachiophoda, Kerang Lentera (L.


unguis), Morfologi,
19

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata air merupakan golongan organisme akuatik yang tidak


memiliki tulang belakang (vertebrae). Golongan biota tersebut mencakup
sebagian besar organisme dengan persebarannya di hampir seluruh ekosisten
perairan. Avertebrata air dimanfaatkan sebagai bioindikator kualitas perairan
karena memiliki sifat hidup relatif menetap dalam suatu tempat. Avertebrata air
terbagi dari beberapa filum diantaranya filum porifera, cnidaria, brachiopoda,
annelida, moluska, crustacea, dan Echinodermata (Luthfi et al., 2018)
Filum Brachiophoda adalah salah satu kelompok hewan invertebrata yang
hidup sebagai hewan bentik di laut. Sekilas hewan ini mirip kerang dari filum
moluska namun sebenarnya mereka sangat berbeda. Ditinjau dari asal katanya
brachiophoda berasal dari bahasa yunani “Brachios” yakni tangan, dan “Poda”
yang berarti kaki. Jadi hewan brachiophoda adalah hewan yang mempunyai organ
yang berfungsi sebagai tangan dan kaki, hewan ini lazim yang disebut kerang
lentera (Lamp-Shell), hal ini karena bentuknya yang menyerupai bentuk lampu
minyak pada zaman kerajaan Romawi kuno (Suprapto, 2016).
Kerang Lentera (Lingula unguis) adalah salah satu kelompok hewan
invertebrata yang hidup sebagai hewan bentik di laut. Sekilas hewan ini mirip
kerang dari filum moluska (Mollusca: Bivalvia), namun sebenarnya mereka sangat
berbeda. Untuk mengenal hewan ini dengan baik perlu pengetahuan yang
mendasar tentang ciri-ciri dan habitat hidupnya. Ditinjau dari asal katanya
brachiopoda berasal dari bahasa Yunani Brachios = tangan, Poda = kaki. Jadi
20

hewan brachiopoda adalah hewan yang mempunyai organ yang berfungsi sebagai
tangan dan kaki. Hewan ini lazim disebut kerang lentera (Lamp-Shell), hal ini
karena bentuknya yang me-nyerupai bentuk lampu minyak pada zaman kerajaan
Romawi Kuno. Kerang lentera tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah
pasifik seperti kepulauan Indo-Malaya, perairan Jepang, Cina dan Philippina.
(Dewi, 2017).
Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis), terdiri dari kerangka keras
dari bahan kapur seperti halnya kerang-kerangan. Kedudukan cangkang pada
posisi mene- lungkup (dorso-ventral) dimana cangkang bagian bawah (ventral)
pada umumnya lebih besar dari bagian atas (dorsal). Sedangkan anatomi kerang
lentera memiliki bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama. Kedua
keping cangkang dihubungkan satu sama lain oleh otot dan engsel (hinge) pada
bagian posterior. Cangkang terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk kristal
kalsit dan terluar lapisan periostrakum. Permukaan cangkang adakalanya
(Purnama, 2021)
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum Avertebrata air mengenai Filum Brachiopoda dengan tujuan untuk
mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan
anatomi Filum Brachiopoda.
B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Brachipoda.
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Branchipoda, dapat mengidentifikasi dan
memahami bagian-bagian dari anatomi Filum Branchipoda serta dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Brachipoda.
21

II. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 03 Desember 2022


pukul 10.00-11.40 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber
daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitass Halu Oleo,
Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum Avertebrata Air tentang Filum


Brachipoda yaitu baki di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating
untuk meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur
organisme, pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk
membedah organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap
halus untuk membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan
pengamatan yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi.
Bahan yang digunakan yaitu sunglight digunakan untuk membersihkan meja, tisu
untuk membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Kerang
Lentera (L. unguis) sebagai objek pengamatan.

C. Metode Pengamatan
22

Metode pengamatan pada praktikum Filum Brachipoda yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian
membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi Kerang Lentera (L. unguis)


dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10

Gambar 9. Morfologi Kerang Lentera Gambar 10. Anatomi Kerang


Lentera
(L. unguis) (L. unguis)
Ket:
Ket: 1. Pedicle
1. Cangkang 2. Posterior adductor
2. Pedikel muscle
3. Periostrakum 3. Oblique muscle
4. Katup pedikel 4. Adductor muscle
5. Cilia 5. Mantle
6. C 6. Lophophore
7. Digestiv glands
8. Gonad
23

B. Pembahasan

Filum Brachiopoda salah satunya adalah Kerang Lentera (Lingula unguis).


Kerang lentera (Lingula unguis) merupakan salah satu organisme purba yang
termasuk kedalam kelas inartikulata pada Filum Brachiopoda yang masih dapat
dijumpai sampai saat ini. Hewan ini umumnya hidup pada zona intertidal di
bawah sedimen atau substrat dengan karakteristik lempung berpasir. Akan tetapi,
kerang lentera lebih menyukai substrat berupa tanah lanau hitam dengan
kandungan materi dekomposisi yang tinggi dengan tekstur lumpur yang berpasir
(Rakmawati, 2020)
Hasil pengamatan morfologi diperoleh hasil bahwa Kerang Lentera (L.
unguis) mempunyai cangkang, pedikel, periostakum, katup pedikel, cillia,. Dari
hasil pengamatan tersebut menunjukkkan bahwa kerang lentera mempunyai
cangkang berbentuk lonjong dan berwarna hijau, ukuran kedua cangkangnya tidak
sama serta bagian pedikel berwarna agak kecoklatan. Hasil pengamatan tersebut
didukung oleh pernyataan Darmarini et al. (2017), bahwa Kerang Lentera
mempunyai dua cangkang berbentuk lonjong-bulat telur dan berwarna hijau
terang serta mempunyai pedikel atau ekor berukuran panjang dan bertekstur kasar
dan keras, serta mempunyai warna coklat muda hingga krem. Selain itu didukung
juga oleh pernyataan Manurung (2022), yang menyatakan bahwa Kerang Lentera
termasuk ke dalam filum brachiopoda. Kerang ini memiliki ekor, sehingga
membuat kerang ini berbeda dari jenis cangkang kerang lainnya.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati bentuk
anatomi dari Kerang Lentera (Lingula unguis) dapat diketahui bahwa kerang
lentera (Lingula unguis) memiliki pedicle mantle, adductor muscle, oblique
muscle, posterior adductor muscle, gonads, digestive glands dan lophophore.
Mantle merupakan bagian anatomi kerang lentera yang berfungsi sebagai
pembungkus organ dalam pada Kerang Lentera, Adductor muscle (otot adductor)
berfungsi sebagai penghubung antar cangkang pada kerang lentera. Oblique
muscle (otot oblique) adalah otot yang berfungsi mengatur buka tutup mantel
Kerang Lentera (Lingula anguis). Pada anatomi Kerang Lentera (Lingula anguis)
juga terdapat Lophophore yang merupakan organ yang digunakan oleh kerang
24

lentera untuk makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2020), yang
menyatakan bahwa secara filogeni, kerang lentera merupakan anggota kelompok
Lophophorata. Lophophore merupakan istilah untuk struktur organ esensial yang
dimiliki oleh kerang lentera yang merepresentasikan cara Kerang Lentera
(Lingula anguis) makan dengan menggunakan bantuan organ lophophore. Selain
itu hasil pengamatan anatomi juga didukung oleh pernyataan Alwi, (2018) yang
menyatakan bahwa tubuh anatomi dari Kerang Lentera (Lingula anguis) terdiri
dari organ-organ seperti pankreas, gonad, hati, saluran pencernaan seperi usus dan
juga lambung, serta otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ (membuka
dan menutup cangkang, memutar tubuh).

IV. PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan dari hasil pengamatan morfologi dan anatomi terhadap Filum
Brachiopoda yakni Kerang Lentera (L. unguis), bahwa kerang lentera mempunyai
cangkang berbentuk lonjong dengan warna kehijauan, mempunyai cillia, dan
katup pedikel yang berwarna kecoklatan. Kerang Lentera (L. unguis) mempunyai
struktur anatomi tubuh berupa kelenjar pencernaan dan lophopher yang berfungsi
sebagai alat untuk mendapatkan makanannya.
B. Saran
Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat
25

FILUM MOLUSKA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Moluska adalah hewan inveterbrata yang berarti tidak memiliki
kerangka, tidak memiliki tulang belakang, memiliki tubuh yang lunak, dan
termasuk hewan yang berdarah dingin. Organisme yang terdapat pada Filum
Moluska yaitu Burungo (T. telescopium), Cumi-cumi (Loligo sp.), Kalandue
(Polymesoda sp.). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Moluska. Metode pengamatan
yang dilakukan yaitu berupa pengamatan secara langsung untuk mengetahui ciri
morfologinya, dan pengamatan dengan melakukan pembedahan untuk mengetahui
anatomi tubuhnya. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang dan segmen,
Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi Burungo (T. telescopium)
mempunyai anus, rectum, lamina dalam, lamina dan ginjal, hasil pengamatan
secara morfologi pada organisme Kalandue (P. erosa) memiliki umbo, growt lines,
segmen Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi Kalandue (Polymesoda sp.)
mempunyai Anus, Stomatch, Anterior Adductor Muscle, Gill, Foot, Mantle dan
gonad, Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cumi-
26

cumi (Loligo sp.) mempunyai tentakel, epidermis, eye, fin, dan arms Sedangkan
pengamatan hasil anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai lambung,
shell, Syetemic Heart, Esophagus, Gill, Radulla.

Kata Kunci: Anatomi, Avertebrata, Burungo (T. telescopium), Cumi-cumi


(Loligo
sp.), Kalandue (Polymesoda sp.), Moluska, Morfologi.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata merupakan hewan yang jenisnya tidak memiliki tulang punggung


antar ruas-ruas tulang belakang. Kelompok avertebrata terbagi menjadi 10 filum
salah satunya yaitu filum moluska (Rachmawati et al., 2021).
Moluska adalah hewan inveterbrata yang berarti tidak memiliki kerangka,
tidak memiliki tulang belakang, memiliki tubuh yang lunak, dan termasuk hewan
yang berdarah dingin. Moluska umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang
cukup baik dan berperan sebagai indikator lingkungan, kebanyakan hidup di daerah
perairan dan menempel pada batu atau pada permukaan lain. Pada filum molsuka
ada beberapa kelas, diantaranya kelas Gastropoda, Pelecypoda dan Cephalopoda
(Asrinani, 2019).
Kalandue (Polymesoda sp.) merupakan kerang yang hidup di dalam lumpur
pada daerah estuari dan air payau di hutan mangrove. Kalandue memiliki ciri
morfologi yaitu adanya cangkang, dan memiliki umbo lalu dalam tubuhnya terdapat
gonad, jadi untuk mengamati gonad dan jenis kelamin, cangkangnya harus dibuka.
27

Gonad jantan tampak jelas berwarna putih sedangkan untuk gonad betina berwarna
keabu-abuan yang bisa terlihat jelas pada saat memijah. Keberadaan kerang ini
diduga terus mengalami penurunan sejak kerusakan hutan mangrove dan
pencemaran dari sampah organik dan anorganik (Akbar et al., 2014).
Burungo (T. Telescopium) adalah gastropoda yang bersifat detritivor,
pemakan alga, partikel halus dan detritus. Burungo (T. telescopium) memiliki
ukuran yang sangat besar, sehingga mudah terlihat dan ditemukan, pergerakan
gastropoda T. telescopium sangat sinkron dengan kondisi pasang surut air laut,
dimana aktivitas pergerakannya dapat menempuh jarak ± 4 m per harinya dengan
puncak pergerakannya mencapai ± 10 m per hari (Harahap et al., 2022).
Cumi-cumi (Loligo sp.) meruapakan sekelompok hewan dari kelas
cephalopoda. Cumi-cumi (Loligo sp.) memiliki warna yang krem kemerahan, tapi
sesudahnya ditangkap dan mati warna tubuhnya menjadi krem. Bentuk tubuhnya
adalah simetris bilateral dan dapat dibedakan antara kepala, leher dan mantel.
Mulut pada bagian tengah dikelilingi oleh tentakel dan tangan yang memiliki alat
penghisap. Secara keseluruhan alat pencernaan cumi terdiri dari mulut, rongga
mulut, faring yang panjang, esophagus, lambung, usus, dan dubur (Rudiana, 2014).
Morfologi filum ini berbadan lunak. Badan ini diselimuti oleh selaput tipis
berupa mantel, yang merupakan pertumbuhan telur dan dinding laut, dan 16
umumnya terdapat di dalam rumahnya (cangkang). Cangkang ini di bentuk oleh
mantelnya, cangkang terbuat dari kapur atau kalsium karbonat. Kepala dianggap
berbeda nyata dengan alat-alat pengindra seperti mata dan tentakel. Kakinya berupa
suatu sol atau telapak kaki yang lebar untuk melata dan mendorong hewan ini
dengan gerakan otot atau gerakan bulu getar atau dengan kedua-duanya. Massa
visera dikelilingi oleh lipatan yang menutupi di sebelah atas yang dinamakan
mantel. Sedangkan anatominya moluska mempunyai sistem digesti, repirasi,
ekskresi dan reproduksi yang kompleks. Anatomi filum ini terdiri dari jantung yang
beruang-ruang. Sistem pembuluh darah tertutup, menyangkut sistem kapiler spesial
dalam organ-organ ekskresi dan respirasi. Sistem sirkulasi pada mollusca
merupakan sistem yang paling majemuk dari sistem sirkulasi pada invertebrata
lainnya. Pada beberapa mollusca sistem saraf dan sistem peraba sangat sukar.
28

Khusus tentang matanya ternyata mata moluska serupa dengan mata vertebrata
(Yanuhar, 2018).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan
praktikum Avertebrata air mengenai Filum Moluska dengan tujuan untuk
mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan
anatomi filum moluska.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Moluska
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Moluska, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi Filum Moluska serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Moluska.

II. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 10 Desember 2022


pukul 10.00-11.40 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitass Halu Oleo,
Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air tentang Filum Moluska
yaitu baki di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
29

untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan


yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunlight digunakan untuk membersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Cumi-cumi (Loligo
sp.), Burungo (T. telescopium) dan Kalandue (Polymesoda sp.) sebagai objek
pengamatan.

C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Moluska yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian
membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Burungo (T.


Telescopium) dapat dilihat pada pada gambar 11 dan 12
30

Gambar 11. Morfologi Burungo Gambar 12. Anatomi


Burungo
(T. Telescopium) (T. Telescopium)
Ket : Ket :
1. Cangkang. 1. Mulut
2. Segmen. 2. Mata
3. Tentakel
4. Insang
5. Anus
6. Kaki

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Kalandue


(Polymesoda sp) dapat dilihat pada pada gambar 13 dan 14

Gambar 13. Morfologi Kalandue Gambar 14. Anatomi Kalandue


(Polymesoda sp.) (Polymesoda sp

Ket : Ket :
1. Umbo. 1. Stomatch.
2. Growth lines. 2. Anterior Adductor Muscle.
3. Segmen 3. Gill.
4. Cangkang 4. Foot.
5. Mantle.
6. Gonad
7. Anus
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cumi-cumi
(Loligo sp) dapat dilihat pada pada gambar 15 dan 16
31

Gambar 15. Morfologi Cumi-cumi Gambar 16. Anatomi Cumi-cumi


(Loligo sp.) (Loligo sp.)
Ket : Ket :
1. Mata 1. Shell.
2. Tentakel. 2. Syetemic Heart.
3. Epidermis. 3. Esophagus.
4. Eye. 4. Gill.
5. Fin. 5. Radula.
6. Arms. 6. Lambung
7. Faring

B. Pembahasan

Filum Moluska berasal dari bahasa Latin, molus yang berarti lunak. Filum
moluska adalah organisme yang mempunyai tubuh lunak dan berlendir. Tubuh
moluska yang lunak sebagai ciri utama ini dilindungi oleh suatu cangkang yang
keras. Moluska mempunyai ciri-ciri yaitu merupakan organisme multiselular yang
tidak memiliki tulang belakang (avertebrata), habitatnya di air tawar, air laut
maupun daratan, merupakan organisme triploblastik selomata, memiliki struktur
tubuhnya simetri bilateral, dan bagian tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan
mantel (Sianipar, 2021).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Burungo
(T. telescopium) mempunyai cangkang dan berwarna coklat keruh. Menurut
Kurniawati et al., (2014) bahwa warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan
dan coklat kehitaman lapisan luar cangkang di lengkapi garis spiral yang sangat
rapat dan mempunyai jalur yang melengkung kedalam. Panjang cangkang berkisar
antara 7,5-11 cm. Pernyataan ini selaras dengan Marlyna et al., (2020) bahwa
burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang yang berukuran besar dan tebal.
Cangkang menyerupai kerucut yang memanjang dan mempunyai putaran
cangkang dekstral (berputar kearah kanan) dengan warna kecoklat kehitaman
(keruh).
32

Berdasarkan hasil pegamatan secara anatomi pada Burungo (T.


telescopium) yaitu terdiri dari mata, mulut, tentakel, insang, anus dan kaki
sedangkan hasil pengamatan pada Kurniawati et al., (2014) yang menyatakan
sistem pencernaan organisme ini adalah berbentuk kantong yang bergulung-
gulung. Esophagus berupa tabung yang berbanding tipis dan berbentuk garis
panjang, perutnya berbentuk bulat per yang mengangkat caccum yang terikat pada
kelenjar pencernaan setelah melewati perut, sistem pencernaan berputar kembali
dan kemudian membentuk rektum dan anus yang berubah menjadi lubang belapis
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Kalandue
(Polymesoda sp.) memiliki cangkang umbo, growt lines, segmen. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gultom (2020), bahwa kalandue memiliki umbo berbentuk
lonjong bulat, bagian posterior terpangkas pada individu dewasa atau tua, sedikit
mengembung dan tebal. Panjang cangkang (jarak anterior-posterior) sama dengan
atau sedikit lebih besar dari tingginya (jarak dorsoventral). Garis pertumbuhan
yang konsentrik berubah menjadi tonjolan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi Kalandue (Polymesoda sp.)
mempunyai anus, Stomatch, Anterior Adductor Muscle, Gill, Foot, Mantle dan
Gonad. Hasil pengamatan anatomi juga di dukung pula oleh pernyataan
Mardiastutik (2015), bahwa kalandue (Polymesoda sp.) mempunyai struktur
anatomi tubuh berupa mulut, insang, jantung, kelenjar pencernaan, otot aduktor
dan gonad. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuheteru (2015), bahwa kerang
kalandue atau (Polymesoda sp.) memiliki gonad jantan berwarna putih susu dan
yang betina memiliki gonad berwarna keabu-abuan berkembang biak secara
seksual. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda
(berkelamin tunggal).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cumi-
cumi (Loligo sp.) mempunyai mata, tentakel, epidermis, eye, fin, dan arms. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Zailanie (2015), bahwa cumi-cumi (Loligo sp.)
mempunyai ciri morfologi berupa bentuk tubuh yang silinder dan berwarna putih
keunguan dan mempunyai tangan-tangan atau tentakel yang terdapat pada bagian
kepala. Pada kepala terdapat sepasang mata yang berkembang sempurna, dan
33

mulut yang terletak diujung dikelilingi oleh empat pasang tangan dan sepasang
tentakel (Maya, 2020).
Berdasarkan hasil pengamatan anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.)
mempunyai lambung, shell, syetemic heart, esophagus, gill, radulla. eshopagus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Zain (2022), yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan, alat pencernaan cumi terdiri dari rongga mulut, faring yang panjang,
esophagus, lambung, usus, anus. Bagian mulut terletak di bagian kepala dan anus
terletak pada corong di bagian ventral cumi-cumi sehingga makanan dan sisa
makanan masing-masing masuk dan keluar di bagian anterior tubuh cumi-cumi.
Sedangkan kantung tinta cumi-cumi melekat dan bermuara pada saluran
pencernaan dekat anus.

IV. PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan dari hasil pengamatan morfologi dan anatomi terhadap Filum
Moluska bahwa Burungo (T. telescopium) mempunyai cangkang dan segmen,
Sedangkan secara anatomi Burungo (T. telescopium) mempunyai anus, rectum,
lamina dalam, lamina dan ginjal, secara morfologi pada organisme Kalandue
(Polymesoda sp.) memiliki umbo, growt lines, segmen Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi Kalandue (Polymesoda sp.) mempunyai Anus,
Stomatch, Anterior Adductor Muscle, Gill, Foot, Mantle dan gonad, Berdasarkan
hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cumi-cumi (Loligo sp.)
34

mempunyai tentakel, epidermis, eye, fin, dan arms Sedangkan pengamatan hasil
anatomi pada Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai lambung, shell, Syetemic
Heart, Esophagus, Gill, Radulla.

B. Saran

Setelah melakukan praktikum, praktikan menyarakan agar saat proses


pelaksanaan praktikum dalam laboratorium durasi atau waktu pelaksanaannya
dapat sedikit di perpanjang lagi.

FILUM ANNELIDA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata merupakan hewan yang jenisnya tidak memiliki tulang punggung


antar ruas-ruas tulang belakang yang berlainan dengan hewan vertebrata yang
memiliki tulang belakang. Annelida merupakan hewan simetris bilateral,
mempunyai sistem peredaran darah yang tertutup dan saraf yang tersusun seperti
35

tangga tali. Organisme dari filum ini yaitu Cacing Laut (Nereis sp.), Cacing Tanah
(L. terrestris), Lintah (Hirudo sp.). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk
mengamati dan mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Annelida.
Metode pengamatan pada praktikum filum annelida yaitu melakukan pengamatan
secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan pembedahan untuk
mengamati anatomi dari organisme. Hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Cacing Laut (Nereis sp.) didapatkan tentakel, jaws, parapodium,
segmen Sedangkan anatomi Cacing Laut (Nereis sp.) didapatkan pharynx,
longitudinal, intestine, dorsal vessel, Esophageal Caecum, Esophegus.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cacing Tanah (L.
terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen. Sedangkan anatomi Cacing
Tanah (L. terrestris) memiliki Cerebral Ganglion, Pharynx, Heoris, Crop
Instetine, dan Ventral. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada
organisme Lintah (Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan Pasterior Sucker
Sedangkan anatomi Lintah (Hirudo sp.), memiliki anus, head sucker, salivary
ductules, crop bloodstroge organ, pharynx dan salivary cells

Kata kunci: Anatomi, Annelida, Avertebrata, Cacing Laut (Nereis sp.), Cacing
Tanah (L. terrestris), dan Lintah (Hirudo sp.)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata Air merupakan golongan organisme akuatik yang tidak


memiliki tulang belakang (vertebrae). Golongan biota tersebut mencakup
sebagian besar organisme dengan persebarannya di hampir seluruh ekosisten
perairan. Avertebrata air dimanfaatkan sebagai bioindikator kualitas perairan
karena memiliki sifat hidup relatif menetap dalam suatu tempat. Avertebrata air
terbagi dari beberapa filum diantaranya filum annelida (Luthfi et al., 2018).
36

Annelida berasal dari bahasa latin (kata annulus yang berarti cincin dan
oidos yang berarti bentuk) dari namanya annelida dapat disebut sebagai cincin
yang bentuk tubuhnya bergelang-gelang atau juga disebut cacing bergelang, pada
annelida terdapat selom yang oleh septum-septum dibagi menjadi beberapa
kompertemen. Annelida merupakan hewan simetris bilateral, mempunyai sistem
peredaran darah yang tertutup dan saraf yang tersusun seperti tangga tali.
Pembuluh darah yang utama membujur sepanjang dorsal sedangkan system saraf
terdapat pada bagian ventral (Azhari, 2018).
Cacing Laut (Nereis sp.) merupakan tipe pemajkan endapan (deposit
feeder), yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh
organisme lain sebagai makanannya. Sebagian besar fases dari cacing ini terdapat
di permukaan substrat dasar dan dalam yang dapat meningkatkan nutrisi substrat.
Cacing laut mampu mengkonsumsi sejumlah besar bahan organik berkadar N
tinggi yang sebagian besar kembali ke tanah melalui eksresi (Munairi, 2012).
Cacing Tanah (Lumbricus teresstris) merupakan hewan dari filum
Annelida, Kelas Clitella, Ordo Haplotaxida, Keluarga Lunbricidae, Marga
Lumbricus yang hidup dihabitat tanah gembur dan lembab. Spesies ini sering
digunakan untuk pakan ternak kandungan protein 65% dibanding dari protein
mamalia dan 50% lebih banyak dari pada ikan, sebagai obat tifus, dan
dibudidayakan untuk pengolahan limbah sebagai pupuk (Anggada, 2019).
Lintah (Hirudo sp.) merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam
filum Annelida dan subkelas Hirudinea yang tersebar di seluruh dunia yang hidup
di berbagai habitat seperti air tawar, air laut, gurun dan oasis. Lintah memiliki
kemampuan unik untuk menyedot darah dengan menggunakan alat pengisap
mereka denag menusuk melalui kulit dan bersamaan merilis zat anestesi untuk
menghilangkan rasa sakit dari gigitan yang ditimbulkan. Komponen saliva yang
dilepaskan dapat mencegah darah dari pembekuan dan mengeluarkan
antikoagulan sebagai zat pengencer darah (Pratama, 2017).
Morfologi Filum Annelida ialah pada bagian tubuhnya termasuk bilateral
simetris dan panjang tubuhnya jelas bersegmen-segment, memiliki alat gerak yang
berupa bulu-bulu kaku atau setae pada tiap segmen. Anatomi Filum Annelida
yaitu mempunyai alat pencernaan makanan, mereka mencerna makanannya secara
37

ekstraseluler. Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut,


faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. mulut dilengkapi gigi kitin yang
berada di ujung depan sedangkan anus berada di ujung belakang (Lumaenta,
2017).
Berdasarkan uraian diatas maka penting dilakukan pengamatan pada filum
cnidaria agar dapat mengetahui dan memahami bentuk morfologi dan anatomi
dari masing-masing organisme yaitu Cacing Laut (Nereis sp.), Cacing Tanah (L.
terrestris), dan Lintah (Hirudo sp.).
B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Annelida.
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Annelida, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi Filum Annelida serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Annelida.

II. METODE PRATIKUM

A. Waktu dan Tempat

Pratikum avertebrata air tentang filum annilida dilaksanakan pada hari


Sabtu, tanggal 10 Desember 2022, pukul 10.00-11.40 WITA, bertempat di
Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
38

Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air, Filum Annelida yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Cacing Laut (Nereis
sp.), Cacing Tanah (L. terrestris), dan Lintah (Hirudo sp.) sebagai objek
pengamatan.
C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Annelida yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian
membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digun

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cacing Laut
(Nereis sp) dapat dilihat pada pada gambar 17 dan 18
39

Gambar 17. Morfologi Cacing Laut Gambar 18. Anatomi Cacing Laut
(Nereis sp.) (Nereis sp.)
Ket : Ket :
1. Tentakel. 1. Faring.
2. Jaws. 2. Longitudinal.
3. Parapodium. 3. Intestine.
4. Segmen. 4. Dorsal Vessel.
5. Esophageal Caecum.
6. Esofagus.

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cacing Tanah (L


terrestris) dapat dilihat pada pada gambar 19 dan 20

Gambar 19. Morfologi Cacing Tanah Gambar 20. Anatomi Cacing Tanah
(L. terrestris) (L. terrestris)

Ket : Ket :
1. Prostomium. 1.Cerebral Ganglion.
2. Segmen. 2.Faring.
3.Heoris.
4.Crop Instetine.
5.Ventral.
6.Gizzard
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada organisme Cacing Laut
(Nereis sp) dapat dilihat pada pada gambar 21 dan 22
40

Gambar 5. Morfologi Lintah Gambar 6.

Gambar 21. Morfologi Lintah Gambar 22. Anatomi Lintah


(Hirudo sp) (Hirudo sp)
Ket : Ket :
1. Head. 1. Head sucker.
2. Segmen. 2. Salivary Ductules.
3. Pasterior Sucker. 3. Crop Bloodstroge Organ
4. Faring.
5. Salivary Cells
6. Anus

B. Pembahasan

Annelida umumnya hidup menetap pada suatu subtrat sehingga annelida


dapat memberikan suatu gambaran kondisi pada ekosiste yang ditempati. Annelida
berasal dari bahasa latin kata annulus yang berarti cincin dan oidos yang berarti
bentuk, dari namanya annelida dapat disebut sebagai cacing yang bentuk badannya
bergelang-gelang atau disebut juga cacing gelang (Azhari, 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cacing
Laut (Nereis sp.) didapatkan tentakel, jaws, parapodium, segmen. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Apriyanti, (2018) bahwa organisme Cacing Laut (Nereis sp.)
memiliki tentakel terletak dekat mulut dan berfungsi untuk mengambil makanan,
seluruh permukaan tubuh cacing laut atau polychaeta mengandung rambut-rambut
kaku atau setae yang dilapisi kutikula sehingga licin dan kaku.
Berdasarkan hasil pengamatan anatomi Cacing Laut (Nereis sp.)
didapatkan faring, longitudinal, intestine, dorsal vessel, esophageal caecum,
esofagus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hani (2020), yang menyatakan bahwa
sistem organ dalam tubuh cacing laut (Nereis sp.) terdiri dari sistem pencernaan
makanan, sistem ekskresi, sistem pernafasan dan sistem reproduksi. Pada sistem
pencernaan makanan terdiri dari mulut yang berhubungan dengan faring,
esophagus (kerongkongan), tembolok, empela, intestinum, dan anus. Alat ekskresi
41

Cacing Laut (Nereis sp.) berupa sepasang nefridia yang terdapat pada tiap-tiap
segmen, disebut metarefridia.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Cacing
Tanah (L. terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen. Hal ini Sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Roslim et al., (2013) bahwa secara
morfologi tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk
cincin, dan setiap segmen memiliki setae, kecuali pada dua segmen pertama. Hal
ini sesuai dengan pernyataaan Hasbimustani (2021), yang menyatakan bahwa
pada segmen tubuh cacing tanah ada yang disebut dengan parapodia yaitu
tonjolan otot dengan cilia yang berfungsi untuk membantunya bergerak.
Berdasrkan hasil pengamatan anatomi Cacing Tanah (L. terrestris) memiliki
Cerebral Ganglion, Faring, Heoris, Crop Instetine, Gizzard dan Ventral. Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ratnawati et al., (2019) bahwa
setelah dilakukan pembedahan akan nampak letak mulut, letak faring, letak
spermateka, serta jumlah dan letak vesikula seminalis. Cacing tanah memiliki satu
gizzard, pada segmen dengan kutikula yang tebal untuk menghancurkan makanan
Pembuluh darah dorsal mengalirkan darah dari bagian posterior ke bagian anterior
sedangkan pembuluh darah ventral kebalikannya (sholihah, 2019).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lintah
(Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan Pasterior Sucker. Hal ini sesuai dengam
pernyataan yang dikemukakan oleh Rahmadina, (2018), bahwa tubuh lintah
berbentuk pipih dan segmen-segmennya jelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pratama (2017), yang menyatakan bahwa morfologi dari Hirudo sp. yaitu pipih,
tidak berambut, pada ujung anterior dan posterior terdapat alat penghisap bagian
anterior yang dilengkapi dengan 3 buah rahang, masing-masing dari tiga rahang
tersebut mempunyai 100 gigi, dengan total 300 gigi.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Lintah
(Hirudo sp.), memiliki head sucker, salivary ductules, crop bloodstroge organ,
Faring, salivary cells dan anus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rahmadina et al., (2018) yang menyatakan bahwa saluran pencernaannya
pada lintah (Hirudo sp.) sempurna (mulut, usus, dan anus). pada umumnya
42

hemafrodit. Hidupnya di air laut,air tawar dan darat. Makanannya cacing dan
larva serangga. Memiliki sistem peredaran ter-tutup.

IV. PENUTUP
A. Simpulan

Simpulan yang diperoleh pada praktikum avertebrata air filum annelida ini
yaitu filum annelida memiliki karakteristik tubuh yang bersegmen atau beruas-
ruas. Dan di dapatkan morfologi Cacing Laut (Nereis sp.) yaitu tentakel, jaws,
parapodium, segmen. Sedangkan anatomi nya didapatkan Faring, Longitudinal,
Intestine, Dorsal Vessel, Esophageal Caecum, Esophegus. Cacing Laut (Nereis
sp.) memiliki bagian-bagian yaitu tekak, tentakel dan kelamin terpisah, morfologi
43

pada organisme Cacing Tanah (L. terrestris) di dapatkan prostomium, dan segmen
Sedangkan anatomi Cacing Tanah (L. terrestris) memiliki Cerebral Ganglion,
Faring, Heoris, Crop Instetine, dan Ventral. Berdasarkan hasil pengamatan secara
morfologi pada organisme Lintah (Hirudo sp.), memiliki head, segmen, dan
Pasterior Sucker. Sedangkan anatomi Lintah (Hirudo sp.), memiliki anus, head
sucker, salivary ductules, crop bloodstroge organ, pharynx dan salivary cells.
B. Saran

Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.

FILUM CRUSTACEA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK
44

Avertebrata air adalah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan hidup di
perairan baik itu tawar, payau, dan laut. Crustacea berasal dari bahasa romawi
crusta yang berarti kulit keras atau kerak, yaitu arthropoda yang memiliki
eksoskeleton berupa kulit tubuh atau kutikula yang keras. Organisme pada Filum
Crustacea ini yaitu Kepiting Bakau (Scylla seratta), Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus), Lobster Bambu (Panulirus versicolor), dan Udang Vanname
(Litopaneus vannamei). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk
mengamati dan mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Crustasea.
Metode pengamatan pada praktikum Filum Crustasea yaitu melakukan
pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Hasil praktikum Filum
Crustacea bahwa morfologi pada organisme Kepiting Bakau (Scylla serrata), di
dapatkan capit, badan, mata, carpus, karapas, kaki renang dan kaki jalan.
Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting Bakau
(Scylla serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus. Hasil
pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus), bahwa memiliki capit, mata, antena, karapas, lebar karapas, kaki jalan,
kaki renang dan duri akhir. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), bahwa memiliki jantung,
testis, usus, ostia dan nank. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme
Lobster Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena,
antenulla, cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster Bambu (Panulirus
versicolor), memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Berdasarkan hasil pengamatan
secara morfologi pada Udang Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki kepala,
mata, antenula, antena, cephalatorax, kaki dan ekor. Hasil pengamatan secara
anatomi pada Udang Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki mulut, usus, otak
dan perut.

Kata kunci: Anatomi, Avertebrata, Kepiting Bakau (Scylla seratta), Kepiting


Rajungan (Portunus pelagicus), Lobster Bambu (Panulirus
versicolor), Udang Vanname (Litopaneus vannamei).

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata Air merupakan golongan organisme akuatik yang tidak


memiliki tulang belakang (vertebrae). Golongan biota tersebut mencakup
sebagian besar organisme dengan persebarannya di hampir seluruh ekosisten
perairan. Avertebrata air dimanfaatkan sebagai bioindikator kualitas perairan
45

karena memiliki sifat hidup relatif menetap dalam suatu tempat. Avertebrata air
terbagi dari beberapa filum diantaranya Filum Crustacea (Luthfi et al., 2018).
Crustacea berasal dari bahasa Romawi crusta yang berarti kulit keras
atau kerak, yaitu Arthropoda yang memiliki eksoskeleton berupa kulit tubuh atau
kutikula yang keras. Crustacea memiliki 6 (enam) kelas, yaitu branchiopoda,
remipedia, cephalocarida, maxillopoda, ostracoda dan malacostraca. Adapun
filum yang memiliki nilai ekonomis adalah kelas malacostraca. Crustacea hidup
pada daerah tepian danau, sungai, dan estuarin (Hernawati et al., 2013).
Kepiting Bakau (Scylla seratta) adalah sejenis kepiting yang hidup di
ekosistem dan estuaria, anggota suku Portunidae. Kepiting yang mempunyai nilai
ekonomis penting ini didapati di pantai-pantai pesisir Afrika, Asia dan Australia.
Kebiasaan makan dari kepiting bakau (Scylla seratta) adalah pemakan segala,
pemakan bangkai dan pemakan sesama jenisnya (Siringoringo, 2017).
Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) adalah nama sekelompok
kepiting dari beberapa genus anggota famili Portunidae. Jenis-jenis kepiting ini
dapat berenang dan sepenuhnya hidup di laut dengan habitat di daerah tepi pantai
dan pesisir serta hidup pada substrat yang berpasir dan berlumpur. Rajungan
memakan beragam jenis makanan yang dapat dibagi menjadi 4 kategori/kelompok
yaitu plankton, moluska, daging, dan material tidak teridentifikasi
(Santoso et al., 2016).
Lobster Bambu (Panulirus versicolor) merupakan hewan yang masuk
kedalam Fsilum Crustacea atau udang-udangan yang memiliki kulit yang keras.
Secara umum lobster dewasa dapat ditemukan pada hamparan pasir yang terdapat
spot-spot karang dengan kedalaman antara 5-100 meter. Kebiasaan makan lobster
terdiri dari dua kelompok, yaitu omnivora dan carnivora (Purnamaningtyas
2017).
Udang Vanname (Litopaneus vannamei) Udang vanname atau udang
putih merupakan spesies udang budidaya Indonesia yang berasal dari perairan
amerika tengah, tepatnya pada negara-negara Amerika tengah dan selatan seperti
Ekuador, Venezuela, Panama, Brazil, dan Meksiko. Udang Vanname (Litopaneus
vannamei) adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan
46

kedalaman 72 meter. Umumnya Udang Vanname (Litopaneus vannamei) bersifat


bentis dan hidup pada permukaan dasar laut (Nababan, 2015).
Morfologi Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang
menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Sedangkan
anatomi crustacea memiliki sIstem pecernaan yang sempurna, karena di tubuhnya
sudah ada mulut dan anus. Alat pencernaan berupa mulut terletak pada bagian
anterior tubuhnya, sedangkan esophagus, lambung, usus dan anus terletak di
bagian posterior. Hewan ini memiliki kelenjar pencernaan atau hati yang terletak
di kepala dada di kedua sisi abdomen (Lumaenta, 2017)
Maka dari itu sangat penting dilakukan praktikum avertebrata air
mengenai filum crustasea dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih
jauh tentang struktur tubuh morfologi dan anatomi Filum Crustasea.
B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Crustacea.
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Crustacea, dapat mengidentifikasi dan memahami
bagian-bagian dari anatomi filum crustasea, serta dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum Crustacea.

II. METODE PRATIKUM

A. Waktu dan Tempat

Pratikum avertebrata air tentang Filum Crustacea dilaksanakan pada hari


Sabtu, tanggal 17 Desember 2022, pukul 10.00-11.40 WITA, bertempat di
47

Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu


Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum avertebrata air, Filum Crustacea yaitu
baki yang di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas laminating untuk
meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk mengukur organisme,
pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan untuk membedah
organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme, lap halus untuk
membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis digunakan
untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan pengamatan
yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang
digunakan yaitu sunglight digunakan untuk memmbersihkan meja, tisu untuk
membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Kepiting Bakau
(Scylla seratta), Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus), Lobster Bambu
(Panulirus versicolor), dan Udang Vanname (Litopaneus vannamei) sebagai objek
pengamatan.
C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Crustacea yaitu melakukan


pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-langkah yang
dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas laminating
kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati. Selanjutnya
mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan melakukan
pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar bentuk
morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan
memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian
membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
48

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Kepiting Bakau (Scylla


serrata) dapat dilihat pada pada gambar 23 dan 24

Gambar 23. Morfologi Kepiting Bakau Gambar 24. Anatomi Kepiting


Bakau
(Scylla serrata) (Scylla serrata)
Ket : Ket :
1. Capit 1. Ruang insang
2. Badan 2. Jantung
3. Mata 3. Anal
4. Manus 4. Gonad
5. Carpus 5. Usus
6. Karapas
7. Kaki renang
8. Kaki jalan
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Kepiting Rajungan
(Portunus Pelagicus) dapat dilihat pada pada gambar 23 dan 24

Gambar 25. Morfologi Kepiting Rajungan Gambar 26. Anatomi Kepiting Rajungan
(Portunus Pelagicus) (Protunus pelagicus)

Ket : Ket :
1. Capit
1. Jantung
2. Mata 2. Testis
3. Antena 3. Usus
4. Karapas 4. Ostia
5. Lebar karapas 5. Nank
49

6. Kaki jalan
7. Kaki renang
8. Duri akhir
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Lobster Bambu (Panulirus
versicolor) dapat dilihat pada pada gambar 27 dan 28

Gambar 27. Morfologi Lobster Bambu Gambar 28. Anatomi Lobster Bambu
(Panulirus versicolor) (Panulirus versicolor)
Ket : Ket :
1. Mata mejemuk
1. Mulut
2. Antena
2. Usus
3. Antenulla
3. Otak
4. Cephalotoraks
4. Perut
5. Perut
6. Kaki jalan
7. Kaki renang
8. Telson
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannamei) dapat dilihat pada pada gambar 29 dan 30

Gambar 27. Morfologi Udang Vanname Gambar 28. Anatomi Udang Vanname
(Litopaneus vannmei) (Litopaneus vannamei)

Ket : Ket :
1. Kepala 1. Mulut
2. Mata 2. Usus
3. Antenula
3. Otak
4. Antena
4. Perut
5. Cephalotorax
50

6. Kaki
7. Ekor

B. Pembahasan
Crustacea berasal dari bahasa Romawi crusta yang berarti kulit keras
atau kerak, yaitu Arthropoda yang memiliki eksoskeleton berupa kulit tubuh atau
kutikula yang keras. Crustacea memiliki 6 (enam) kelas, yaitu branchiopoda,
remipedia, cephalocarida, maxillopoda, ostracoda dan malacostraca. Adapun
filum yang memiliki nilai ekonomis adalah kelas malacostraca. Crustacea hidup
pada daerah tepian danau, sungai, dan estuarin (Hernawati et al., 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting
Bakau (Scylla serrata), di dapatkan capit, badan, mata, manus, carpus, karapas,
kaki renang dan kaki jalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ohoiulun, (2020),
bahwa kepiting bakau genus Scylla memiliki morfologi yang ditandai dengan
bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya terdapat 9 duri di sisi
kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua matanya, karapas berwarna
sedikit hijau kehijauan. Kepiting Bakau (Scylla serrata), merupakan kelompok
kepiting berenang yang dicirikan oleh pasangan kaki-kaki belakang yang pipih.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting
Bakau (Scylla serrata), memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusmadi et al., (2013), bahwa hasil pengamatan
anatomi organ dalam dari kepiting diperoleh yaitu jantung, insang bersih, ruang
insang, usus, telur, dan kelenjar pencernaan. Jantung dan usus berfungsi sebagai
sistem peredaran darah. Insang bersih dan ruang insang berguna sebagai alat
pernafasan. Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Kepiting
Rajungan (Portunus pelagicus), bahwa memiliki capit, mata, antena, karapas,
lebar karapas, kaki jalan, kaki renang dan duri akhir. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Safira et al., (2019), bahwa secara umum morfologi
rajungan bеrbеdа dеngаn Kepiting Bakau, dі mana Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus) mеmіlіkі bentuk tubuh уаng lеbіh ramping dеngаn capit уаng lеbіh
panjang dаn mеmіlіkі bеrbаgаі warna уаng menarik pada karapasnya, mempunyai
51

5 pasang kaki, уаng terdiri аtаѕ 1 pasang kaki (capit) berfungsi ѕеbаgаі pemegang
dаn memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki ѕеbаgаі kaki jalan
dаn sepasang kaki tеrаkhіr mengalami modifikasi mеnјаdі alat renang уаng
ujungnya mеnјаdі pipih dаn membundar ѕереrtі dayung.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting
Rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa memiliki jantung, testis, usus, ostia dan
nank. Hal tersebut sesuai dengan pernyatan Pratiwi (2021), bahwa anatomi atau
organ dalam dari kepiting rajungan (Portunus pelagicus) yaitu, gonad jantung,
insang, ruang insang, usus, hati, dan kelenjar pencernaan. Hal tersebut juga sesuai
dengan pernyataan Rusamadi et al., (2014), bahwa organ di dalam tubuh dari
famili Portunus pelagicius, terdiri atas chamber atau ruang, gonad, ostia, cardiac
neb stomach, branchial berperan dalam sistem peredaran darah. abdomen segment
sebagai alat dalam sistem pencernaan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lobster
Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena, antenulla,
cephalotoraks, perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Febriani (2020), bahwa lobster memiliki tubuh yang beruas-
ruas seperti udang. Pada bagian badan berbentuk beruas-ruas yang dilengkapi
dengan lima pasang kaki renang. Ujung anterior mengandung rostrum median
yang runcing dengan mata majemuk yang bertangkai atau tidak di setiap sisi.
Mulut terletak ventral, dikelilingi oleh bagian mulut khusus, dan anus terbuka
secara ventral di telson median yang besar di ujung abdomen.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Lobster
Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mulut, usus, otak, dan perut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Hickman (2021) bahwa anatomi dari kelompok hewan
crustacea dikategorikan berdasarkan sistem organ yaitu, sistem sirkulasi meliputi
jantung, sistem respirasi berupa insang, sistem pencernaan, mulut, perut, rektum
dan anus serta memiliki sistem reproduksinya secara seksual atau alat kelamin
(gonad).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannmei), memiliki kepala, mata, antenula, antena, cephalatorax,
kaki dan ekor. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nadhif (2016), bahwa secara
52

garis besar morfologi udang vaname (Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua
bagian utama yaitu kepala (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang
vaname (Litopenaeus vannamei) dibungkus oleh lapisan kitin yang berfungsi
sebagai pelindung, terdiri dari antennulae, antenna, mandibula, dan dua pasang
maxillae.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada Udang Vanname
(Litopaneus vannmei), memiliki mulut, usus, otak dan perut. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Lailiyah et al., (2018), bahwa mulut udang dikelilingi oleh
beberapa pasang alat tambahan yang disebut alat-alat mulut. Dari mulut berlanjut
ke esofagus, lambung yang terdiri dari bagian kardiak dan bagian pilorik, terus ke
usus dan anus. Lambung kardiak mengandung alat-alat penggerus makanan.
Kelenjar digesti (kelenjar hepatik) mengeluarkan sekret enzimatis ke dalam
lambung pilorik.

IV. PENUTUP

A. Simpulan
53

Simpulan yang dapat di tarik pada praktikum Filum Crustacea bahwa


morfologi pada organisme Kepiting Bakau (Scylla serrata), di dapatkan capit,
badan, mata, manus, carpus, karapas, kaki renang dan kaki jalan. Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting Bakau (Scylla serrata),
memiliki ruang insang, jantung, anal, gonad, dan usus. Hasil pengamatan secara
morfologi pada organisme Kepiting Rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa
memiliki capit, mata, antena, karapas, lebar karapas, kaki jalan, kaki renang dan
duri akhir. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Kepiting
Rajungan (Portunus Pelagicus), bahwa memiliki jantung, testis, usus, ostia dan
nank. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Lobster Bambu
(Panulirus versicolor), memiliki mata mejemuk, antena, antenulla, cephalotoraks,
perut, kaki jalan, kaki renang dan telson. Dan hasil pengamatan secara anatomi
pada organisme Lobster Bambu (Panulirus versicolor), memiliki mulut, usus,
otak, dan perut. Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada Udang
Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki kepala, mata, antenula, antena,
cephalatorax, kaki dan ekor. Dan hasil pengamatan secara anatomi pada Udang
Vanname (Litopaneus vannmei), memiliki mulut, usus, otak dan perut.
B. Saran

Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat.
54

FILUM ECHINODERMATA

Feri Renaldi1 dan Karisma Dwy Rahmawati2


1
Jurusan Budidaya Perairan, Kendari, Jl. AH. Nasution, frenaldi650@gmail.com
2
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Ranomeeto, Jl.simbo lrg Merdeka,
karismadwyrahmawati@gmail.com

ABSTRAK

Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan memiliki
habitat di perairan. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, umumnya
terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Organisme pada filum
Echinodermata yaitu Bintang Laut (Protoreaster nodous), Bintang Ular Laut
(Ophiutricoides nereidina), Bulu Babi (Deadema sitosum), Teripang (Holothuiria
scabra). Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan
mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Echinodermata. Metode
pengamatan pada praktikum Filum Echinodermata yaitu melakukan pengamatan
secara langsung untuk mengamati morfologi, dan melakukan pembedahan untuk
mengamati anatomi dari organisme. Hasil praktikum filum Echinodermata bahwa
morfologi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), memiliki mulut,
tangan, cakram, dubur, madreporit, pedicellariae. Sedangkan hasil pengamatan
secara anatomi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), di dapatkan
lambung, perut, gonad, anus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme
Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), memiliki mulut, buccol shield,
genitol slit, ventral shield, radial shield, lateral, dorsal shield, sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang Ular Laut (Ophiutricoides
nereidina) di dapatkan mulut, rahang, perut, perivisceral, gonad. Hasil
pengamatan secara morfologi pada organisme Bulu Babi Deadema sitosum,
memiliki mata, mouth, duri. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Bulu babi (Deadema sitosum), memiliki mulut, dubur, kerongkongan,
usus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Teripang (Holothuiria
scabra), memiliki mulut, tentakel, kaki tabung, papilla, anus. Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Teripang (Holothuiria scabra),
memiliki lambung, usus, anus, cephalotorax dan gonad.

Kata Kunci: Anatomi, Avertebrata Air, Bintang Laut (Protoreaster nodous),


Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), Bulu Babi
(Deadema sitosum), Morfologi, Teripang (Holothuiria scabra)
55

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Avertebrata air ialah hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan
memiliki habitat di perairan. Avertebrata Air ialah hewan yang tidak memiliki
tulang belakang yang habitatnya di dalam perairan baik itu perairan laut, perairan
tawar maupun perairan payau. Avertebrata air terbagi dalam beberapa filum salah
satunya yaitu filum Echinodermata (Yanuhar , 2018).
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma
artinya kulit. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, umumnya
terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Hewan ini memiliki
kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak.
Filum Echinodermata adalah hewan invertebrata yang memiliki duri pada
permukaan kulitnya. Filum Echinodermata terdiri atas 5 kelas, yaitu Asteroidea
(Bintang Laut), Ophiuroidea (Bintang Ular Laut), Echinoidea (Bulu Babi),
holothuroidea (Timun Laut), dan Crinoidea (Lili Laut). Masing-masing dari
kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut (Sianipar 2021).
Bintang Laut (Protoreaster nodous) merupakan hewan invertebrata yang
termasuk dalam Filum Echinodermata. Bintang Laut (Protoreaster nodous)
merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan.
Bintang Laut (Protoreaster nodous) tidak memiliki rangka yang mampu
membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Mereka
bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air (Rumasoreng, 2020).
Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) merupakan kelompok biota
laut yang termasuk ke dalam Filum Echinodermata. Bintang Ular Laut
mempunyai kemiripan dengan Bintang Laut, karena mempunyai bentuk tubuh
yang bersimetri pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh
cangkang kapur berbentuk keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-
duri. Tubuh Ophiutricoides nereidina terdapat berbagai organ seperti gonad,
saluran pencernaan dan sistem pembuluh air. Dari tubuh yang berbentuk cakram
ini secara radial tumbuh 5 atau lebih tangan tangan yang memanjang berbentuk
silindris dan sangat fleksibel (Ahmad, 2019).
56

Bulu Babi (Deadema sitosum) merupakan hewan nokturnal atau aktif di


malam hari, sepanjang siang mereka hanya bersembunyi di celah-celah karang
dan akan keluar pada malam hari untuk mencari makanan. Bulu Babi (Deadema
sitosum) terbagi dalam dua sub kelas berdasarkan bentuk tubuhnya, yaitu Bulu
Babi (Deadema sitosum) beraturan (Regular Sea Urchin) dan Bulu Babi
(Deadema sitosum) tidak beraturan (Irregular Sea Urchin). Bulu Babi (Deadema
sitosum) dalam kelompok regular memiliki bentuk tubuh hemisfer, membulat di
bagian atas dan merata di bagian bawah, juga memiliki duri yang panjang dan
kadang warnanya mencolok. Sedangkan kelompok irregular memiliki bentuk
tubuh yang memipih (Basir, 2014).
Teripang (Holothuiria scabra) adalah hewan invertebrata laut yang
merupakan anggota hewan berkulit duri dan memiliki potensi ekonomi yang
cukup besar karena mengandung berbagai bahan yang bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai sumber protein hewani, obat luka dan anti inflamasi. Eksploitasi
yang terjadi secara besar-besaran dikhawatirkan akan merusak. Tubuh teripang
umumnya berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar 10-30 cm, dengan mulut
pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Mulut teripang dikelilingi
oleh tentakel atau lengan peraba yang kadang bercabang-cabang. Tubuhnya
berotot, sedangkan kulitnya dapat halus atau berbintil (Elfidasari, 2012).
Morfologi Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul atau
runcing panjang. Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat yang
disebut testa. Anatomi Echinodermata mempunyai sistem pencernaan terdiri dari
mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Sistem ekskresi tidak ada. Pertukaran
gas terjadi melalui insang kecil yang merupakan pemanjangan kulit. Sistem
sirkulasi belum berkembang baik. Echinodermata melakukan respirasi dan makan
pada selom (Lumaenta, 2017).
Maka dari itu sangat penting di lakukan praktikum Avertebrata Air
mengenai Filum Echinodermata dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal
lebih jauh tentang struktur tubuh morfologi dan anatomi Filum Echinodermata.
57

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan di laksanakan praktikum ini yaitu untuk mengamati dan


mengindtifikasi morfologi dan anatomi dari Filum Echinodermata
Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat memahami ciri-ciri fisik
meliputi morfologi dan Filum Echinodermata, dapat mengidentifikasi dan
memahami bagian-bagian dari anatomi Filum Echinodermata serta dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai jenis-jenis dari Filum
Echinodermata.
58

II. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 17 Desember 2022


pukul 10.00-11.40 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitass Halu Oleo,
Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pratikum Avertebrata Air tentang Filum


Echinodermata yaitu baki di gukakan untuk menyimpan organisme, kertas
laminating untuk meletakkan organisme saat dokumentasi , mistar untuk
mengukur organisme, pingset untuk menjepit organisme, pisau bedah digunakan
untuk membedah organisme, pisau cutter digunakan untuk memotong organisme,
lap halus untuk membersihkan alat, lap kasar untuk membersihkan meja, alat tulis
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, toples untuk menyimpan bahan
pengamatan yang diambil dari laut dan kamera digunakan untuk dokumentasi.
Bahan yang digunakan yaitu sunglight digunakan untuk membersihkan meja, tisu
untuk membersihkan alat, alkohol 70% sebagai bahan sterilisasi dan Bintang Laut
(Protoreaster nodous), Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), Bulu Babi
(Deadema sitosum), Teripang (Holothuiria scabra) sebagai objek pengamatan

C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan pada praktikum Filum Echinodermata yaitu


melakukan pengamatan secara langsung untuk mengamati morfologi, dan
melakukan pembedahan untuk mengamati anatomi dari organisme. Langkah-
langkah yang dilakukan, yaitu mengambil dan meletakkan organisme pada kertas
laminating kemudian mengambil dokumentasi dari organisme yang diamati.
Selanjutnya mengidentifikasi bagian-bagian morfologi organisme tersebut dan
melakukan pembedahan untuk mengamati anatominya. Setelah itu, menggambar
bentuk morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi
59

dan memberinya keterangan, lalu membuat laporan sementara. Kemudian


membersihkan dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Bintang Laut (Protoaster


nodous) dapat dilihat pada pada gambar 31 dan 32

Gambar 31. Morfologi Bintang Laut Gambar 32. Anatomi Bintang


Laut
(Protoreaster nodous) (Protoreaster nodous)
Ket : Ket :
1. Mulut 1. Lambung
2. Tangan 2. Perut
3. Cakram 3. Anus
4. Anus 4. Gonad
5. Madreporit
6. Pedicellariae
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Bintang Ular Laut
(Ophiutricodes nereidina ) dapat dilihat pada pada gambar 33 dan 34

Gambar 33. Morfologi Bintang Ular Laut Gambar 34. Anatomi Bintang Ular Laut
(Ophiutricoides nereidina) (Ophiutricoides nereidina)
60

Ket : Ket :
1. Mouth
1. Mulut
2. Buccol shield 2. Rahang
3. Genitol slit 3. Perut
4. Ventral shield 4. Perivisceral
5. Radial shield 5. Gonad
6. Lateral
7. Dorsal shield
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Bulu Babi ( Deadema
sitosum) dapat dilihat pada pada gambar 35 dan 36

Gambar 35. Morfologi Bulu Babi Gambar 36. Anatomi Bulu Babi
(Deadema sitosum) (Deadema sitosum)
Ket : Ket :
1. Mata 1. Mulut
2. Mouth 2. Dubur
3. Duri 3. Kerongkongan
4. Usus
5. Gonad
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi pada Teripang (Holothuria
scabra) dapat dilihat pada pada gambar 35 dan 36

Gambar 37. Morfologi Teripang Gambar 38. Anatomi Teripang


61

(Holothuiria scabra) (Holothuiria scabra)

Ket : Ket :
1. Tentakel 1. Lambung
2. Kaki tabung 2. Usus
3. Papila
3. Anus
4. Mulut
4. Gonad
5. Anus

B. Pembahasan

Echinodermata merupakan hewan avertebrata yang secara morfologis


memiliki bentuk tubuh simetri radial. Echinodermata dibagi menjadi 5 kelas yaitu
Asteroidea, Echinoidea, ophiudea, Crinoidea, dan Holothuroidea. Di Indonesia
dan sekitarnya terdapat 5 kelas filim Echinodermata yang terditi dari 141 jenis
teripang, 87 jenis Bintang Laut, 142 jenis bintang ular laut, 84 jenis bulu babi dan
91 jenis lili laut. (Yanuhar, 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Bintang
Laut (Protoreaster nodous), memiliki mulut, tangan, cakram, madreporit,
pedicellariae Anus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartati (2018), yang
menyatakan bahwa Bintang Laut mempunyai lima lengan dan ada yang memiliki
hanya empat lengan. Jika pada bagian dorsal ditemukan duri, madreporit dan anus
maka pada bagian ventral ditemukan pedicellariae, kaki tabung (ambulacial
groove) dan mulut.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang
Laut (Protoreaster nodous), di dapatkan lambung, perut, gonad, anus. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Teguh (2017), yang mengatakan bahwa Bintang Laut
sistem digesti hewan ini terdiri dari mulut, esophagus, lambung, usus halus, anus,
namun usus dan anusnya tak berfungsi. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
Fitriani (2013) yang menyatakan bahwa, tubuh bagian dalam Bintang Laut terdiri
dari gonad, perut pilorus, saluran pilorus, kerongkongan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Bintang
Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), memiliki mulut, tangan, cakram,anus
madreporit, pedicellariae. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atoillah (2019), yang
menyatakan bahwa mulutnya terletak di tengah-tengah cakram, dikelilingi lima
62

buah keeping yang dapat berfungsi sebagai lubang, pergerakan terjadi dengan
menggunakan lengannya. Mulut Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) ini
terletak di bagian oral berhubungan langsung dengan lambung, tidak punya
pyloric dan anus sisa makanan dibuang melalui mulut. Madreporit terletak di
bagian oral dekat mulut.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang
Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), di dapatkan mulut, rahang, perut,
perivisceral, gonad. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Nengoche (2022),
yang menyatakan bahwa sistem pencernaan pada hewan invertebrata ini dimulai
dengan dari mulut. Mulut Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina) terletak
pada cakram bagian bawah tubuh dan dilengkapi dengan rahang. Dibagian
belakang mulut ada kerongkongan kecil dan rongga kosong yang ukurannya
memenuhi setengah cakram. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan
Puspitasari (2016) yang menyatakan bahwa, tubuh bagian dalam Bintang Ular
Laut (Ophiutricoides nereidina) terdiri dari osikula, lambung, kantung bursae dan
gonad.
Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Bulu
Babi (Deadema sitosum), memiliki mata, mouth, duri. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fitriani (2022), yang menyatakan bahwa Bulu Babi memiliki tubuh
berbentuk bulat seperti bola, tidak memiliki lengan, cangkang memipih yang
keras dan dipenuhi oleh duri-duri, duri-duri berwarna hitam yang panjang dan
lancip, memiliki 5 titik putih pada bagian atas dan terletak di setiap segmen,
berbentuk turbekel yaitu crenatule.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Bulu Babi
(Deadema sitosum), memiliki mulut, dubur, kerongkongan, usus, gonad. Hal ini
juga sesuai dengan pernyataan Suryanti (2020), yang menyatakan bahwa anatomi
bulu babi terdiri dari sistem pencernaan yang di dalamnya terdapat 5 bagian utama
yaitu mulut, kerongkongan, lambung, usus dan anus, tersusun melingkari lentera
aristoteles, gonad berwarna krem dan putih kekuning mengindikasikan gonad
jantan berada pada tahap matang, sedangkan warna orange dan merah kecoklatan
menunjukan gonad betina berada pada tahapan pra matang.
63

Berdasarkan hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Teripang


(Holothuiria scabra), memiliki mulut, tentakel, kaki tabung, papilla, anus. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Karnila (2012), yang menyatakan bahwa tentakel
berfungsi sebagai alat gerak, merasa, memeriksa dan alat penagkap mangsa.
Sedangkan mulut dan anus terletak di ujung poros berlawanan, yaitu mulut di
anterior dan anus di posterior, di sekitar mulut Teripang terdapat tentakel yang
dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan secara anatomi pada organisme Teripang
(Holothuiria scabra), memiliki lambung, usus, anus, dan gonad. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Puspitasari (2016) yang menyatakan bahwa, saluran
pencernaan Teripang (Holothuiria scabra), terdiri atas mulut, esophagus,
lambung, usus, kloaka dan anus. Organisme ini bersifat dioecious yakni terdiri
dari individu jantan dan betina. Hal tersebut sesuai juga dengan peryataan
Wirdarosalina (2019), gonad berfungsi sebagai penghasil hormone kelamin.
Saluran kelamin berfungsi sebagai saluran menuju gonad.
64

IV. PENUTUP
A. Simpulan

Simpulan yang dapat di tarik pada praktikum Filum Echinodermata bahwa


morfologi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), memiliki mulut,
tangan, cakram, dubur, madreporit, pedicellariae. Sedangkan hasil pengamatan
secara anatomi pada organisme Bintang Laut (Protoreaster nodous), di dapatkan
lambung, perut, gonad, anus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme
Bintang Ular Laut (Ophiutricoides nereidina), memiliki mulut, buccol shield,
genitol slit, ventral shield, radial shield, lateral, dorsal shield, sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Bintang Ular Laut (Ophiutricoides
nereidina) di dapatkan mulut, rahang, perut, perivisceral, gonad. Hasil
pengamatan secara morfologi pada organisme Bulu Babi (Deadema sitosum),
memiliki mata, mouth, duri. Sedangkan hasil pengamatan secara anatomi pada
organisme Bulu Babi (Deadema sitosum), memiliki mulut, dubur, kerongkongan,
usus. Hasil pengamatan secara morfologi pada organisme Teripang (Holothuiria
scarba), memiliki mulut, tentakel, kaki tabung, papilla, anus. Sedangkan hasil
pengamatan secara anatomi pada organisme Teripang (Holothuiria scarba),
memiliki lambung, usus, anus,dan gonad.
B. Saran

Saran saya pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih belajar dan
memahami materi praktikum sebelum masuk ke dalam laboratorium agar dapat
menjawab respons dengan benar dan tepat

DAFTAR PUSTAKA
65

Adrianto. 2016. Variasi morfologi karang bercabang (branching) berdasarkan


zona terumbu karang di perairan pulau badi kabupaten pangkep. [Skripsi].

Ahmad, Paudi I., R. Muchlis., D. 2019. Kelimpahan Jenis Bintang Ular Laut Di
Perairan Laut Desa Ulatan Kabupaten Parigi Moutong Dan
Pemanfaatannya Sebagai Sumber Belajar. Journal Of Biology Science And
Education. 7(1): 408-413.

Akbar, J., Bahtiar., dan Ishak, E. 2014. Studi Morfometrik Kerang Kalandue di
Hutan Mangrove Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia. 4(1) 1-2.

Alwi, D., Sandra, H, I dan Bisi, S. 2018. Invenarisasi Organisme Avertebrata


Terumbu Karang di Perairan Tanjung Dehegila Kabupaten Pulau Morotai.
Jurnal Ilmu Kelautan Kepualuan, 1 (1), 220-570.

Ambarwati, R., Rahayu, D. A., dan Faizah, U. 2019. The Potency and Food
Safety of Lamp Shell (Brachiopoda: Lingula sp.) as Food Resources.
Journal of Physics: Conference Series. 14(5) 12-13

Anggada RD, Sucahyo, dan Hastuti SP. 2019. Pertumbuhan Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus) dan Komposisi Kompos pada Media yang Diperkaya
Limbah Rumah Makan dan Limbah Industri Tahu. Jurnal Buletin Anatomi
dan Fisiologi. 4 (2): 182-191.

Apriyanti, D. & Tumiran. 2018. Teknik Identifikasi Polychaeta di Delta


Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Buletin Teknik Litkayasa Sumber
Daya Penangkapan. 16 (1): hal 49-53.

Asriani, D., Swasta, J., & Adnyana, B. 2019. Studi Tentang Keanekaragaman dan
Kelimpahan Moluska Bentik Serta Faktor-Faktor Ekologsi Yang
Mempengaruhinya di Pantai Mengening, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal
Pendidikian Biologi Undiksa. 6(3): 56-60

Azhari, N., Novisulastri. 2018. Identifikasi Jenis Annelida Pada Habitat Sungai
Jangkok Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Biologi. 6 (2):107-113.

Basir, Nora I, Intan N, Irwan N, Sukal M Dan Sepridawati S, 2014. Identifikasi


Kolagen Dari Cangkang Bulu Babi (Diadema Setosum) Asal Perairan
Pulau Lemukutan. Jurnal ilmu kelautan. 5(2): 136 – 141.

Carlson, S. J. 2016. The Evolution of Brachiopoda. Jurnal Annual Review of


Earth & Planetary Sciences. 44 (5) 67-69

Darmarini, A.S., Yusli Wardiatno., Tri Partonon., Kadarwan Soewardi. 2017.


Komunikasi Singkat: Rekor Baru Brakiopoda Primitif, Lingula sp. di
Lubuk Damar Indonesia. Jurnal Biodiversitas.18(4):140-143

Dewi, L.I dan Siregar, E. 2017. Sifat Kimia dan Organoleptik Clam Finger
Dengan Formulasi Batter yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan Politeknik Tanjungbalai. 1(1) : 1-7
66

Djainudin A, Sandra Hi. Muhammad, Sukirno Bisi. 2018. Inventarisasi


Organisme Avertebrata Terumbu Karang Di Perairan Tanjung Dehegila
Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan. 1 (1); 71 –
83.

Elfidasari, D., Noriko, N., Wulandari, N., Perdana, T., A. 2012. Identifikasi Jenis
Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu
Berdasarkan Perbedaan Morfologi. Jurnal Al -Azhar Indonesia Seri Sains
Dan Teknologi. 1(3) :140-141

Fitri H. 2016. Tingkat Keanekaragaman Hewan Invertebrata Filum Porifera di


Gili Nanggu Desa Tawun Sekotan Lombok barat.

Fitriani. 2022. Isolasi Bakteri Asosiasi Bulu Babi Diadema setosum yang Berasal
dari Perairan Pulau Kodingareng Lompo, Kota Makassar. [Skripsi].
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gultom, S, P. 2020. Penentuan Status Cemaran Logam Mangan Pada Daging


Kerang Kepah (Polymesoda erosa) di Sungai Batanghari Kota Madya
Jambi. [Skripsi].

Hani, S. 2020. Uji Kandungan Protein Pada Cacing Nyele. [Skripsi].

Harahap, I. M., Erlangga, E., Syalvial, Imanullah, & Ezraneli. 2022. Gastropoda
Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758) di Hutan Mangrove Desa Cut
Mamplan Provinsi Aceh, Indonesia. Jurnal Kepulauan Tropis. 25(2): 89-
93

Haris A, Nurafni, Lestari DN, Hasania M. 2019. Keanekaragaman dan Komposisi


Jenis Sponge (Porifera:Demospongia) Di Reel Flat Pulau Barranglompo.
Journal Of Fisheries And Marine Science (Jfmarsci). 3(1):26-36

Haris A, Werorilangi S,Gosalam S, Mas’ud A. 2014. Komposisi jenis dan


kepadatan sponge (porifera Demospongiae) di kepulauan spermonde kota
makassar. Jurnal Biota. 19(1):36-42.

Hartati, R., Meirawati, E., Redjeki, S., Riniatsih, I., & Mahendrajaya, R. T. 2018.
Jenis-jenis bintang laut dan bulu babi (Asteroidea, Echinoidea:
Echinodermata) di perairan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal
Kelautan Tropis, 21(1), 41-48.

Hemawati, R. T., Nuryanto, A. & Indarmawan. 2013. Kajian Tentang Kekayaan


dan Hubungan Kekerabatan Crustasea (Decapoda) di Sungai Cijalu
Kecamatan majenang Kabupaten Cilacap. Jurnal Akuatik

Irawan, H. 2013. Biologi Anemon Di Perairan Litoral Daerah Batu Hitam Ranai
Kabupaten Natuna. Jurnal Dinamika Maritim. 3(1) : 1-10

Karnila, R. 2012. Pemanfaatan Komponen Bioaktif Tripang Dalam Bidang


Kesehatan. Jurnal Biologi Ilmiah, 12(2), 101-102.
67

Kurniawati. A, Bengen. G., D,Madduppa.H, 2014. Telescopium telescopium Pada


Ekosistem Mangrove di Segara Anakan, Jawa Tengah. Jurnal Bonorowo.
4(2): 71-81.

Kuvaini, A. 2015. Pengelolaan dan Pemanfaatan Kandungan Asam Amino Ubur-


Ubur Bagi Kesehatan Manusia Sebagai Implementasi Protokol Nagoya.
Jurnal Citra Widya Edukasi.7 (1): 24-32

Landu MU. 2017. Aplikasi Pembelajaran Jenis-jenis Hewan Berbasis Windows


Phone. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer. 69

Lumaenta, C. 2017. Avertebrata Air. Manado. Unsrat Press

Luthfi, O. M., Dewi, C. S. U., Sasmitha, R. D., Alim, D. S., Putranto, D. B. D.,
dan Yulianto F. 2018. Kelimpahan Invertebrata di Pulau Sempu sebagai
Indeks Bioindikator, Ekonimis Penting Komoditas Koleksi Akuarium.
Journal of Fisheries and Marine Research. 3 (2): 137-148.

Manurung, L, D dan Siregar, E. 2022. Analisa Kandungan Logam Berat dan


Kandungan Nutrisi Dari Kerang Lentera (Lingula unguis) Sebagai Bahan
Baku Produk Perikanan. Jurnal Perikanan, 12 (1), 50-60.

Mardiastutik, W.E. 2015. Mengenal Hewan Invertebrata. Bekasi: Mitra Utama

Marzuki, I. 2021. Eksplorasi Spons Indonesia: Seputar Kepulauan Spermonde.


Yayasan Kita

Maya S & Nurhidayah. 2020. Zoologi Invertebrata. Widina Bhakti Persada


Bandung.

Mudijiono, Suparman, M. 2012. Sekilas Tentang Kerang Lentera Filum


Brachipoda. Jurnal Oseana, 17 (4): 161.

Munairi A dan Abida IW. 2012. Studi Kepadatan dan Pola Distribusi Cacing Laut
(Nereis sp.) di Perairan Pesisir Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Bangkalan. Jurnal Kelautan. 5(1): 47-51.

Nababan, E., Putra, I. & Rusliadi. 2015. Pemeliharaan Udang Vaname


(Litopaneus Vannamei) dengan Presentase Pemberian Pakan yang
Berbeda. Jurnal Akuatik.

Nabil. 2021. Pengenalan Terumbu Karang, Sebagai Pondasi Utama Laut Kita.
Aceh: Unimal Press.

Nengoche. 2022. Bintang Ular Laut-Anatomi dan Contoh Spesiesnya. Diperoleh


dari https://dosenbiologi.com/hewan/bintang-ular-laut/amp

Nurhadi dan Febri Yanti. 2016. Buku Bahan Ajar Taksnonomi Invertebrata.
Yogyakarta.
68

Ohoiulun, D. & Hanoatubun, M. 2020. Analisis Morfometrik Kepiting Bakau


(Scylla serrata) Hasil Tangkapan dari Perairan Desa Warwut Kabupaten
Maluku Tenggara. Jurnal Jambura Fish Processing. 2(1): 2720-8826.

Panuntun P, Yulianto B, Ambriyanto. 2017. Akumulasi Logam Berat Pb pada


Karang Acropora aspera: Studi Pendahuluan. Journal of Marine Research.
1(1): 153-158.

Pratama, A, Y., Arumsari, A., dan Aprilia H. 2017. Penentuan Kadar Protein Air
Liur Lintah (Hirudi medicinalis L.) dengan Metode Bradford. Jurnal
Prosiding Farmasi, 3(2), 684-685.

Pratiwi, W. B., Nuraini, R. A. T. & Widianingsih. 2021. Kajian Morfometri


Rajungan (Portunus pelagicus) Linnaeus, 1758 (Crustacea: Portunidae)
pada dua Fase Bulan yang Berbeda di Perairan Desa Tunggulsari,
Rembang. Jurnal Of Marine Research. 10(1) : 456-458.

Purnama FM. 2021. Buku Ajar Avertebrata Air. Yayasan Pendidikan Cendikia
Muslim. Kendari.

Purwaningtyas, S. E. & Nurfiani, A. 2017. Kebiasaan Makan Beberapa Spiny


Lobster di Teluk Grepuk dan Teluk Bumbang, Nusa Tenggara Barat.
Jurnal akuatika Indonesia. 2(2): 35-38.

Puspitasari, T. A. 2016. Keanekaragaman dan Kelimpahan Echinodermata di


Pulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. [Skripsi].
Makassar: UIN Alauddin.

Rachmawati, R.C., Imtiman. I, Santoso, L. P,Puput, P.,S,Setyaningrum.S, dan


Asih, W.,S. 2021. Identifikasi Kelimpahan Invertebrata di Pantai Marina
Semarang, Kota Semarang Jawa Tengah: Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Enterpreneurship.

Rahmadina, Linda E, 2018. Identifikasi Hewan Invertebrata Pada Filum Annelida


di Daerah Penangkaran Buaya Asam Kumbang Dan Pantai Putra Deli.
Jurnal Klorofil. 2(2): 56-58

Rahmadina. 2019. Biologi Taksonomi Invertebrata. Medan: Fakultas Sains dan


Teknologi UINSU..

Rakmawati. & Ambarwati, R. 2020. Komunitas Bivalvia yang Berasosiasi dengan


Kerang Lentera (Brachiopoda: Lingulata) di Zona Intertidal Selat Madura.
Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya. 2(1) hal: 36-42.

Romeo., Thamrin., & Yoswaty, D. 2017. Kondisi Terumbu Karang di Pantai


Tureloto Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Universitas Riau. 3 (3).
69

Roslim, D. I., Nastiti, D. S. & Herman. 2013. Karakter Morfologi dan


Pertumbuhan Tiga Jenis Cacing Tanah Lokal Pekanbaru pada Dua Macam
Media Pertumbuhan. Jurnal Biosaintifika. 5 (1): hal 1-9.

Rudiana, E. 2014. Morfologi dan Anatomi Cumi- Cumi Loligo duvauceli yang
Memancarkan Cahaya. Jurnal Ilmu Kelautan,Vol 9(2), 36-37.

Rumasoreng, S. 2020. Kepadatan Dan Keragaman Bintang Laut (Asteroidea)


Diperairan Dewa Waai Kabupaten Maluku Tengah. [Skripsi]. IAIN
Ambon

Rusmadi, Irawan, H. & Yandri, F. 2013. Studi Biologi Kepiting di Perairan Teluk
Dalam Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepualauan Riau.
Jurnal Perikanan.

Rusyana, A. 2013. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Bandung: Alfabeta.


Hal :282.

Safira , A., Zairon & Mashar, A. 2019. Analisis Keragaman Morfometrik


Rajungan (Portunus pelagicus Linneus, 1778) di WPP 712 Sebagai Dasar
Pengelolaan. Journal Of Tropical Fisheries Management.

Sainipar, H. F. 2021. Buku Ajaran Avertebrata. Tasikmalaya : Perkumpulan


Rumah Cemerlang Indonesia.

Santoso, D., Kaman, Japa, L. & Raksun. 2016. Karakteristik Bioekologi Rajungan
(Portunus pelagicus) di Perairan Dusun Ujung Lombok Timur. Jurnal
Bilogi Tropis. 16(2) : 78-80.

Sayori N, Tururaja TS, Kalibongso D. 2022. Komunitas Spons (Porifera) pada


Ekosistem Terumbu Karang Di Manokwari. Jurnal Kelautan Tropis. 25
(3);400-410.

Sholihah W. 2019. Toksisitas Subakut Ekstrak Cacing Tanah Terhadap


Histopatologi Jantung Paru-Paru Tikus Putih.[Skripsi].

Sianipar, H., F. 2021. Buku Ajar Avertebrata air. Penerbit Perkumpulan Rumah
Cemerlang Indonesia (PRCI). Tasikmalaya.

Siringoringo, Y. N., Desrita & Yunasfi. 2017. Kelimpahan dan Pola Pertumbuhan
Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Hutan Mangrove Kelurahan Belawan
Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumater Utara. Jurnal
Acta Aquatica. 4(1) : 240-242.

Soeid, M., Haris, A., & Syafiuddin, S. 2019. The Ability of biofilter sponge
demospongiae class with various forms of growth towards the turbidity
and total suspended solid. Torani Journal of Fisheries and Marine
Science, 87-94.
70

Sulistiono. 2014. Karakteristik morfologi dan molekuler teritip Spons


(Cirripedia,Archaeobalanidae) serta spesies spesifik antara Spons dan
teritip. Bogor.

Suprapto, S., Bambang, W., Yusli, W., & Majariana, K. 2016. Buku Avertebrata
Air Jilid I. Swadaya. Jakarta. 227.

Teguh. 2017. Sintesi 15 FMIPA UNM. Diperoleh dari


http://pendidikanipa15unm.blogspot.com/2017/08/protoreaster-
nodosus.html?m=1.

Theteru, M., Notosoedarmo, M. & Martosupono, M. 2014. Aspek Biologi


Geloina erosa di Hutan Mangrove. Jurnal Prosiding

Wahono, 2020. Mengenal Coelenterata. Alprin : Semarang.

Wanninger A et al. 2015. Evolutionary Developmental Biology Of Invertebraates


1: Introduction Non-Bilateral, Acheolomorpha, Xenoturbellida,
Chaeganatha. University of Queensland: Australia.

Yanuhar U. 2018. Avertebrata. Universitas Brawijaya Press : Malang

Zailanie, K. (2015). Fish Handling. Malang: UB Press.

Zain,A,R. (2022). Hukum Memakan Cairan Hitam Cumi-cumi. [Skripsi].

Anda mungkin juga menyukai