Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ILMU TINGKAH LAKU HEWAN


(ABKC2505)

TINGKAH LAKU BIAWAK

OLEH:
Kelompok XIV

Annisa Aliffira Syaumi 1710119120001


Dieny Aulia 1710119220007
Ikramina Yusti Amina 1710119220010
Maulida 1710119120015
Nida Hayati 1710119120017

ASISTEN DOSEN:
Naufal Hafidh Mahdi S. P.
Nada Salsabila
Siti Muthia Rahmah
Sonia Audra

KOORDINATOR ASISTEN:
Halimudair, S.Pd.
HeryFajeriadi, S.Pd.,M.Pd.
M. Arsyad, S.Pd.

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Dharmono, M.Si.
Mahrudin, S.Pd.,M.Pd.
Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc., M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
NOVEMBER
2019

0
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Karena berkat
rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
“Perilaku Biawak(Varanus salvator) ini. Sholawat serta salam tak lupa saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat
dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Dharmono, M.Si,Mahrudin, S.Pd, M.Pd dan Maulana Khalid Riefani,


S.Si, M.Sc., M.Pd.selaku dosen mata kuliah Ilmu Tingkah Laku Hewan.
2. Naufal Hafidh Mahdi S. P., Nada Salsabila, Siti Muthia Rahmah, dan
Sonia Audraselaku asisten dosen inti mata kuliah Ilmu Tingkah Laku
Hewan.
3. Halimudair, S.Pd., Hery Fajeriadi, S.Pd., M.Pd., M. Arsyad, S.Pd. selaku
koordinator asisten mata kuliah Ilmu Tingkah Laku Hewan.
4. Asisten lapangan yang dalam penyusunan makalah ini namanya tidak
penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari segalanya tiada yang sempurna kecuali Allah SWT.
Karenanya dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perkembangan ilmu pengetahuan, kesempurnaan dan pembuatan makalah yang
akan datang.

i
Banjarmasin, November 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................7
1.3 Batasan Masalah..............................................................................................8
1.4 Tujuan Penulisan...................................................................................................8
1.5 Manfaat Penulisan............................................................................................8
1.6 Metode Penelitian...................................................................................................8
BAB II...............................................................................................................................9
PEMBAHASAN...............................................................................................................9
2.1 Klasifikasi.........................................................................................................9
2.2 Perilaku Reptil Secara Umum.........................................................................9
2.3 Gambaran Umum Biawak Air (Varanus salvator).......................................10
2.4 Perilaku Pada Biawak Air (Varanus salvator)..............................................11
2.4.1 Perilaku Makan......................................................................................11
2.4.2 Perilaku Territorial atau Penguasaan Wilayah atau Pergerakan......17
2.4.3 Perilaku Reproduksi atau Kawin..........................................................21
2.4.4 Perilaku Sosial........................................................................................25
BAB III...........................................................................................................................27

ii
PENUTUP.......................................................................................................................27
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................27
3.2 Saran...............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................29
LAMPIRAN TABEL HASIL PENGAMATAN..............................................................31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 (Sumber : Chris Li, 2011)............................................................12


Gambar 2 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019).......................................18
Gambar 3 (Sumber : Salva, 2019)................................................................19
Gambar 4 (Sumber : Chris Li, 2011)............................................................22
Gambar 5 (Sumber : Chris Li, 2011)............................................................25
Gambar 6 (Sumber : Iskandar dkk, 2016)....................................................26

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman spesies biawak tinggi, yaitu
40% dari total biawak (73 spesies) di dunia (Koch et al. 2010). Biawak air
(Varanus salvator) merupakan salah satu spesies yang paling umum
terdapat di Indonesia. Status spesies ini tergolong tidak dilindungi dalam
Peraturan Pemerintah Indonesia No. 7 Tahun 1999, “least concern” dalam
Lembaga Konservasi Alam Internasional (International Union
Conservation Nature/IUCN).
Biawak air merupakan komoditas ekspor kulit reptil terbesar di
Indonesiasejak tahun 1980-an hingga saat ini. Rerata penangkapan V.
salvator mencapaisekitar 500 ribu ekor/tahun dan diperkirakan lebih dari
95% diperoleh dari alam. Lima puluh persen lebihdari kuota biawak air
Indonesia berasal dari wilayah Sumatera, khususnyaSumatera Utara,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, danSumatera Barat
Varanus salvator merupakan species complex atau kompleks
spesies. Kompleks spesies adalah kelompok-kelompok spesiesyang
terisolasi secara reproduksi, berkerabat dekat, dan mirip secara morfologis.
Kompleks spesies dapat terjadi karena persebaran yangluas dan banyak
dipicu oleh peristiwa geologi sehingga terjadi isolasi geografi.Isolasi
geografi menghambat aliran gen (gene flow) dan memunculkan
hanyutangen atau genetic drift. Akibatnya, terjadilah spesiasi alopatrik.
Spesiasi alopatrikdiduga terjadi pada V. salvator kompleks sehingga saat
ini V. salvator kompleksterdiri atas 10 spesies, yaitu: 8 spesies biawak air
berada di Filipina (V.palawanensis, V. bangonorum, V. marmoratus, V.
dalubhasa, V. samarensis, V.nuchalis, V. cumingi, dan V. ramusseni); ada
satu spesies berada endemik di PulauTogean, Indonesia (V. togianus); dan
satu spesies, yaitu V. salvator terdapat diIndia, Burma, Thailand, China
bagian Selatan, Malaysia, dan Indonesia (Koch et al, 2007).

4
Varanus salvator merupakan spesies politipik yaitu satu spesies
yang memilikibanyak subspesies. Menurut Koch et al, (2007)V. salvator
terdiri dari enamsubspesies yaitu V. salvator salvator, V. s. andamanensis,
V. s. macromaculatus,V. s. bivittatus, V. s. ziegleri, dan V. s. celebensis V.
salvator yangberasal dari wilayah Sumatera dikenal sebagai V. salvator
macromaculatus.
Menurut Bennett (2010), Varanus salvator adalah biawak yang
hidup secara terestrial dan arboreal, yang memiliki sinonim biawak Air.
Hewan ini memiliki taksonomi kingdom Animalia, filum Chordata,
subfilum Vertebrata, kelas Reptilia, ordo Squamata, subordo
Autarchoglossa, famili Varanidae, genus Varanus, dan spesies Varanus
salvator (Ouwens 1912). Hewan ini ditemukan di Australia (bagian Utara,
Queensland), Indonesia (Irian Jaya, Maluku), Kirabati, Papua New Guinea
(Bismarck Archipelago, pulau Solomon Utara), kepulauan Marshall, dan
kepulauan Mariana Utara.
Bagian kepala, badan, punggung, ekor, dan kaki Varanus salvator
dominan berwarna hitam dengan bintik-bintik kuning yang menyebar
secara merata dan bagian perut berwarna putih kekuning-kuningan. Hewan
ini memiliki kepala dan leher yang panjang, empat kaki yang kuat dengan
lima kuku yang tajam. Penampang hidung Varanus salvator dan Varanus
togianus berbentuk oval sedangkan penampang hidung spesies lain seperti
Varanus indicus berbentuk bulat. Jarak hidung lebih dekat ke moncong
dibandingkan jaraknya ke mata. Lidah biawak ini berwarna hitam, ekor
berbentuk pipih, keras, sangat kokoh dan panjangnya melebihi panjang
kepala dan badan. Panjang ekor terhadap kepala 7.5 kali sedangkan
panjang ekor terhadap badan 2.5 kali. Bobot badan berkisar antara 500-
1900 g dan panjang tubuh berkisar antara 50-200 cm. Ukuran tubuh yang
jantan lebih besar dari betina. Jenis kelamin biawak dapat ditentukan
dengan ada tidaknya sepasang hemipenis, yang bila dilakukan pemijatan
akan keluar di sekitar kloaka (Philipp et al. 1999).

5
Varanus salvator memiliki persebaran yang luas karena daya
adaptasinya yangtinggi. Tingginya adaptasi V. salvator terkait dengan
kemampuannya berenangmelalui badan air sehingga dapat mengoloni
suatu pulau. Spesies ini juga dikenal memiliki kesintasan yang tinggi
karenarentang jenis pakannya yang lebar dan hidup pada habitat yang
beragam.Biawak air merupakan cryptic species atau spesies tersamar.
Spesiestersamar adalah dua atau lebih spesies yang tersamar dalam satu
nama spesies(Bickford et al. 2007).
Varanus salvator macromaculatus yang berasal dari wilayah
Sumatera merupakan subspesies tersamar. Artinya kelompokindividu
yang berada di Pulau Sumatera dan pulau–pulau
satelitnyaberkemungkinan menjadi spesies dan atau subspesies baru jika
deskripsimorfologi maupun genetik molekulernya dapat diidentifikasi
dengan jelas, sepertiyang telah terjadi pada biawak air di Filipina (Welton ,
2014).
Pada umumnya untuk melakukan aktivitas, semua jenis reptil
membutuhkan suhu tubuh antara 20oC-40oC. Reptil berkembang biak
dengan cara ovipar (bertelur) dan ovovivipar (bertelur dan beranak) (Goin
dan Goin 1971). Proses pembuahan telur oleh sel sperma reptil terjadi
secara internal. Tidak banyak yang tahu mengenai perilaku reproduksi
biawak. Perilaku biawak jantan saat ingin kawin adalah dengan mengejar
betina, mendekati pasangannya dan sesekali melakukan gerakan zigzag
pada kepalanya kemudian menungganginya. Biawak jantan akan
menyentuh leher betina dengan lidahnya dan menghentak leher betina
serta memegang punggung betina dengan kaki belakangnya. Kadang-
kadang biawak jantan menggigit leher betina bahkan terkadang melukai
kulit betina. Proses perkawinan biawak terkadang bisa menyebabkan
biawak betina mati akibat terluka terkena cakaran dan gigitan biawak
jantan. Tanda awal dari proses kawin adalah biawak jantan mulai
memeriksa tubuh betina seperti bagian kepala, leher dan lubang kelamin
dengan menggunakan lidah dan kakinya. Proses perkawinan terjadi hanya

6
beberapa detik atau lebih dan akan berlanjut beberapa jam sehari selama
seminggu atau lebih (Bennett 1998).
Reptil betina menyimpan telurnya yang bercangkang pada lubang
atau serasah (Halliday dan Adler 2000). Biawak betina bertelur di sebuah
lubang dan menguburnya dengan pasir serta daun-daun bila terkena sinar
matahari dapat berfungsi sebagai alat inkubasi. Seekor biawak juga dapat
bertelur di sebuah gundukan sarang rayap (Hoeve 1992).
Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk
respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons
dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan
respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat
diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus.
Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada
organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme
tadi melihat dan merasakan seperti kita.
Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara
pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu
organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan 
atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung.
Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku
disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar),
sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Sebab itulah, pada makalah ini
membahas hasil pengamatan secara langsung di lapangan dengan
perbandingan teori yang sudah ada.

1.2 Rumusan Masalah


1. Untuk mendeskripsikan perilaku reptile secara umum
2. Untuk mendeskripsikan gambaran umum perilaku biawak air
3. Untuk menjelaskan perilaku makan, perilaku territorial atau penguasaan
wilayah atau pergerakan, perilaku kawin atau reproduksi, dan perilaku
sosial

7
1.3 Batasan Masalah
Agar penulisan makalah ini tidak menyimpang dan mengambang dari
tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan
data dan informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan
yaitu penulis hanya menjelaskan tentang gambaran umum, perilaku
emidactylus frenatus) yang ada di kawasan kampus tepatnya dikebun
depan Gedung Student Activities Center, ULM Banjarmasin,

1.4 Tujuan Penulisan


1. Untuk mendeskripsikanperilaku reptilsecara umum
2. Untuk mendeskripsikan gambaran umum perilaku biawak air
3. Untuk menjelaskan perilaku makan, perilaku territorial atau penguasaan
wilayah atau pergerakan, perilaku kawin atau reproduksi, dan perilaku
sosial

1.5 Manfaat Penulisan


Mahasiswa dapat mengenal gambaran umum dari perilaku reptil,
mendeskripsikan dan menjelaskan perilaku makan, perilaku territorial atau
penguasaan wilayah atau pergerakan, perilaku kawin atau reproduksi, dan
perilaku sosialpada biawak air (Varanus salvator)

1.6 Metode Penelitian


Metode pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan
metode observasi. Observasi adalah melakukan pengamatan untuk
memperoleh data secara langsung dengan menggunakan semua indera ke
objek penelitian sehingga dapat melihat tentang hal-hal yang menjadi tujuan
pengamatan. Setelah data didapatkan pengolahan data dilakukan dengan
metode pencatatan hasil pengamatan dan pencarian sumber-sumber informasi
lain dari buku dan literatur-literatur lainnya.

8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi
Menurut Laurenti (1768) biawak air (Varanus salvator) mempunyai
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :Animalia
Phylum : Chordata
Class : Reptilia
Ordo : Squamata
Familiy : Varanidae
Genus : Varanus
Species : Varanus salvator
(Sumber : Laurenti, 1768)

2.2 Perilaku Reptil Secara Umum


Pola tingkah laku reptilia merupakan perilaku yang terorganisir
dengan fungsi tertentu karena reptilia termasuk kelompok hewan
poikiloterm (berdarah dingin). Kelompok ini sangat dipengaruhi perubahan
dan kondisi lingkungan. Perilaku dapat berupa aksi tunggal atau aksi
berurutan yang terintegrasi dan biasanya muncul sebagairespon terhadap
stimulus dari lingkungannya. Setiap spesies memiliki karakteristik tersendiri
(Curtis, 1983; Ensminger, 1980 dalam Kusumo, 2016). Perilaku seekor
satwa(reptilia) dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (hormon
dan system saraf)dan faktor dari luar (cahaya, suhu dan kelembaban).
Tingkah laku bersifat bawaan (genetis), tetapi dapat berubah oleh
lingkungan dan proses belajar satwa (Hafez, 1968 dalam Kusumo, 2016).
Reptil adalah satwa ektotermal, yaitu mereka memerlukan sumber
panas eksternal untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Karena itu
reptil sering dijumpai berjemur di daerah terbuka, khususnya pada pagi hari.
Reptil akan berjemur sampai mencapai suhu badan yang dibutuhkan dan

9
kemudian bersembunyi atau melanjutkan kegiatannya (Halliday dan Adler,
2000 dalam Endarwin, 2006). Reptil memiliki berbagai perilaku pertahanan
hidup. Ada beberapa jenis ular yang berpura-pura mati jika merasa
terancam. Beberapa jenis ular dan dua jenis kadal dari genus Heloderma
juga memiliki bisa untuk mempertahankan diri (Endarwin, 2006).

2.3 Gambaran Umum Biawak Air (Varanus salvator)


Biawak merupakan anggota dari famili Varanidae yang merupakan
bagian dari bangsa kadal. Bangsa kadal dari famili Varanidae ini merupakan
jenis kadal-kadal yang berukuran tubuh besar. Salah satu anggota
Varanidae dari jenis Varanus salvator merupakan spesies yang
penyebarannya paling luas diantara seluruh anggota varanidae. Spesies ini
dapat ditemukan di berbagai habitat dan mampu beradaptasi pada habitat
terganggu seperti hunian manusia(Janiawati, 2010).
Biawak (Varanus salvator) yang dapat ditemukan diberbagai habitat
menyebabkan jenis ini cukup toleran terhadap kawasan yang sudah dihuni
oleh manusia. Varanus salvatorberguna sebagai agen pengontrol hama,
selain dikategorikan sebagai pemakan bangkai karena sering memakan
bangkai hewan (Janiawati, 2010).
Secara umum Varanus salvatordikenal sebagai detrivore yaitu hewan
pemakan bangkai, namun dari beberapa literatur dipaparkan bahwa jenis ini
dapat juga menjadi predator. Seperti Laidlaw (1901) dan Gadow (1901)
dalam Janiawati (2010) yang melaporkan bahwa Varanus salvatorpernah
ditemukan memakan bajing terbang. Sejalan dengan hasil temuan tersebut,
Varanus salvatorjuga dikenal sebagai top predator, namun ada hal lain
terungkap dimana Varanus salvator juga menjadi mangsa bagi organisme
lain (Janiawati, 2010).
Kasus lain yang ditemukan yakni Varanus salvator yang merupakan
hewan diurnal, diketahui melakukan aktivitas di malam hari (nocturnal).
Kondisi-kondisi dan temuantemuan ini menandakan adanya interaksi yang
terjadi antara Varanus salvatordengan spesies lain baik yang sebagai

10
mangsa ataupun pemangsanya. Interaksi tersebut dan juga interaksi Varanus
salvator dengan makanannya sebagai detrivore dapat menjadi bahasan yang
menarik karena seiring dengan perkembangan ilmu dan penelitian yang
dilakukan ditemukan fakta-fakta yang memperlihatkan sisi lain dari
interaksi yang dilakukan oleh kadal jenis ini (Janiawati, 2010).
Pada berbagai tingkatan kehidupan di dunia, kadal besar (Varanus
salvator) merupakan bagian dari kehidupan satwa yang menarik dan banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Kadal ini menyediakan protein penting
dan dapat menjadi obat tradisional, selain itu kulit mereka dapat
dimanfaatkan untuk tujuan lokal ataupun upacara (Janiawati, 2010).

2.4 Perilaku Pada Biawak Air (Varanus salvator)


Setiap hewan memiliki perilaku yang bermacam-macam, baik dari segi
perilaku makan, perilaku territorial atau penguasaan wilayah atau
pergerakan, perilaku social, dan perilaku reproduksi atau kawin pada
berdasarkan hasil pengamatan dengan referensi yang relavan, sebagai
berikut :
2.4.1 Perilaku Makan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di kebun depan
Gedung Student Activities Center, maka dapat diketahui bahwa untuk
perilaku pada saat makan tidak terjadi proses perilaku makan, sehingga
untuk jenis makan, durasi makan, dan gerakan badan tidak diketahui.
Biawak pada saat diamati dalam keadaan diam dan terkadang sesekali
merayap pada tumpukan sampah yang di sekelilingnya berupa hutan
rawa, dan dedaunan. Melihat biawak berada pada lingkungan tersebut
juga tidak terlihat perilaku makan. Hal ini kemungkinan jenis makanan
yang dimakan tidak terdapat pada tempat biawak tersebut berada.

11
Gambar 1 (Sumber : Chris Li, 2011)

Varanus salvator dewasa mampu memakan kura-kura M.


macrocephala dengan ukuran karapas 10 cm tanpa menggigit atau
mengunyahnya, sedangkan untuk kura-kura berukuran 20 cm, jenis
varanus ini memerlukan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih
besar untuk menelannya (Janiawati, 2010).
Varanus salvator akan mengibas-ngibaskan ekornya di dalam air
sehingga ikan yang ada di dalam genangan air tersebut terlempar keluar,
mengibaskan ekor bukan untuk membuat ikan terpojok di tempat dangkal
melainkan untuk melontarkan ikan langsung ke daratan, baru kemudian
dimangsa.Dari penelitian tersebut, selama 5 menit kegiatan tersebut
dilakukan ditemukan 30 ikan terlempar berasal dari jenis catfish (Mystus
sp. dan Heteropneustes sp.), barbs (Puntius sp.), dan climbing perches
(Anabas testudineus). Selain itu, Varanus salvator hanya memakan 10
ikan diantaranya dengan ukuran yang bervariasi dan uniknya kadal tidak
memakan catfish dari jenis Mystus sp (Janiawati, 2010).
Menurut Karunarathna et al (2008) dalam Janiawati (2010),
preferesi mangsa yang menghindari ikan Mystus sp. ini dikarenakan
kenampakan luar ikan ini yang berduri.
Hewan lain yang diketahui dapat menjadi mangsa dari Varanus
salvator adalah tikus, bangsa crustaceae, dan biawak lainnya, tetapi
sebagian besar bangsa kadal membutuhkan waktu yang lama untuk
melakukan aktivitas pemangsaan sampai perut mereka benar-benar lapar.

12
Varanus salvator utamanya memakan vertebrata dan bangsa udang-
udangan. (Laidlaw, 1901 dan Gadow, 1901 dalam Janiawati, 2010)
melaporkan bahwa kadal jenis ini memakan bajing terbang, kura-kura,
tikus dan serangga pada kotoran hewan sedangkan Lonnberg, 1903
dalam Janiawati, 2010) menemukan bunglon (bangsa agamidae) di dalam
perut Varanus salvator yang diteliti. Di Myanmar, pada perut Varanus
salvator dengan panjang lima kaki ditemukan katak (Smith, 1930 dalam
Janiawati, 2010) melaporkan bahwa Varanus salvator memakan ikan,
buaya, ular, mamalia, burung, udangudangan, dan telur penyu atau
buaya, selain itu ditemukan juga kura-kura darat (tortoise, Melanochelys
trijuga) dengan panjang karapas 16 cm dan lebar 10,5 cm di dalam perut
V. salvator dengan panjang total 2,1 m menemukan rusa berukuran kecil
dengan berat 1,8 kg di dalam perut Varanus salvator.
Pada saat pemangsaan terjadi, Varanus salvator mampu menelan
mangsa yang besar secara keseluruhan sama halnya dengan ular. Hanya
saja Varanus salvatormampu menelan mangsa lebih cepat dibandingkan
ular. Hal ini disebabkan karena kemampuan gerak rahang (cranial
kinesis) dari jenis Varanus salvatorlebih berkembang dibandingkan ular.
Cranial kinesis memungkinkan Varanus salvatoruntuk menelan mangsa
yang besar secara keseluruhan dengan cepat. Namun untuk efisiensi
energi, Varanus salvatortidak terlalu sering memangsa mangsa dengan
ukuran besar. Jenis ini lebih memilih mangsa berukuran kecil, sehingga
waktu pemangsaan akan menurun (Janiawati, 2010).
Beberapa Varanus salvator sedang hingga besar, ukuran mangsa
yang mereka dapatkan tidak terbatas kemampuan menelan mereka,
namun lebih dibatasi oleh kemampuan mereka menangkap dan
melumpuhkan mangsa. Berbeda halnya ular dapat menelan mangsanya
secara utuh, ukuran mangsa yang dapat dimangsa terbatas pada
kemampuan menelan (Stanner, 2010 dalam Janiawati, 2010).
Secara umum Varanus salvatordikenal sebagai pemakan bangkai.
Detrivore merupakan bagian dari saprotrop yaitu organisme yang

13
memakan mengunakan bahan organik dari bangkai atau bagian
organisme yang mati (Begon, 2006 dalam Janiawati, 2006). Bangkai
spesies seperti mamalia dan reptil sering menjadi makanan bagi spesies
ini. Keberadaan bangkai/ bahan organik hewan yang sudah mati ini
mampu menjadi pengontrol populasi dari hewan detrivore, bangkai
hewan ini dikenal dengan sebutan donor controlled (Janiawati, 2010).
Menurut Rahman (2017), pada bulan November dan Desember,
ketika suhu turun menjadi sekitar 12°C, kegiatan mulai nanti dan
berakhir lebih awal dari pada musim panas. Dalam penelitian ini,
perilaku mencari makan Varanus salvator termasuk kombinasi dari
kegiatan berjalan, berenang dan memanjat. Perilaku mencari makan dari
Varanus salvator memiliki kemajuan yang lambat, maju dengan
goyangan kepala yang progresif dari sisi ke sisi menjentikkan sisi dan
lidah biasa untuk mendeteksi kehadiran mangsa. Mayes et al. (2005)
dalam Rahman (2017) menggambarkan aktivitas mencari makan yang
sama untuk Varanus salvator mertensi di ekosistem darat dan perairan.
Selama masa studi, tertinggi Kegiatan mencari makan dicatat pada bulan
Agustus karena kondisi dan suhu lingkungan yang sesuai. Pada bulan
Agustus, suhu rata-rata adalah 26°C. Kebanyakan daerah yang dihuni
oleh V. salvator tunduk pada perubahan musiman yang ekstrem (Gaulke
ӕ Horn, 2004 dalam Rahman, 2017).
Tampaknya hewan-hewan itu lebih aktif selama hangat dan basah
bagian dari tahun, dan kurang aktif di musim kering musim dingin. Kadal
monitor juga menunjukkan aktivitas gerakan yang berkurang di bawah
suhu rendah (Green ӕ King, 1978 dalam Rahman, 2017). Aktivitas
Varanus salvator adalah sebagian besar terlihat di paruh pertama hari itu
dan saat sore hari. Suhu lebih rendah selama November dan Desember
dibandingkan dengan bulan-bulan penelitian lainnya periode, dan
aktivitas makan terendah adalah juga direkam selama waktu itu.
Aktivitas pemberian V. salvator tergantung pada makanan kelimpahan,

14
suhu lokal dan ukurannya binatang (Traeholt, 1997dalam Rahman,
2017).
Menurut Rahman (2017), V. salvatoradalah karnivora, dan
memiliki jangkauan luas dari mangsa, yang bervariasi sehubungan
dengan habitat (Gaulke ӕ Horn, 2004, dalam Rahman 2017). Mereka
dikenal makan ikan, katak, tikus, burung, kepiting, ular, kura-kura, buaya
muda dan telur buaya (Whitaker, 1981; Sprackland, 1992, dalam Rahman
2017). Dalam sebuah penelitian oleh Ku labtong ӕ Mahaprom (2015),
dalam Rahman (2017), mereka mencatat 15 item mangsa sebagai bagian
dari pemantau air. V. salvatormenghabiskan banyak waktu istirahat untuk
bersantai, tidur atau untuk memulihkan kekuatan. Di dalam studi,
proporsi waktu yang dihabiskan dalam perilaku resting oleh V. salvator
ditemukan lebih tinggi selama musim hujan daripada musim kemarau
musim. Bisa jadi itu mempelajari hewan lebih aktif secara proporsional
selama musim hujan dan pemulihan kekuatan yang mereka habiskan
untuk istirahat yang cukup lama. Seperti reptil lainnya, sebagian besar
Varanid biasanya menyesuaikan suhu tubuh inti mereka untuk
memulihkan kekuatan. Selama winter, sebagian besar mereka dapat
bertahan suhu tubuh mereka dengan berjemur, dan itulah alasan mengapa
hewan beraktivitas jarang diamati selama musim dingin bulan. Varanid
berjemur di bawah sinar matahari untuk mendapatkan suhu tubuh inti
dalam kisaran suhu yang lebih disukai. Diketahui bahwa selama malam,
monitor suhu tubuh kadal turun di bawah ambient, dan pada hari
berikutnya mereka harus menaikkannya dengan berjemur sebelum
memulai mencari makan dan lainnya kegiatan (Abayaratna ӕ
Mahaulpatha, 2006 dalam Rahman, 2017). Ketika suhu tubuh mereka
meningkat sangat, mereka pindah ke tempat teduh. Oleh karena itu,
termoregulasi secara aktif mempengaruhi perilaku dan pemilihan habitat
V. salvator. Konflik adalah tipe perilaku lain ditunjukkan oleh monitor
air yang kita diamati selama studi lapangan.

15
Pertempuran ritual di V. salvatortelah diperhatikan beberapa kali
keduanya di alam liar dan penawanan (Horne et al., 1994; Gaulke ӕ
Horn, 2004 dalam Rahman, 2017). Meskipun demikian, dalam hal ini
mempelajari perilaku yang bertentangan muncul untuk kompetisi
makanan saja. Sebenarnya bentrokan umumnya muncul dengan gagak
hutan dan anjing peliharaan. Kami menemukan perilaku yang
bertentangan yang sama dalam kasus V. bengalensis (Rahman et al.,
2015, dalam Rahman, 2017). Seperti V. salvatorspesies akuatik, kadang-
kadang selama periode aktif dan pengumpulan data mereka kembali
tenggelam di bawah air. Dalam dengan cara yang sama, mereka
terkadang bersembunyi atau mengamuk sendiri di daerah lebat atau di
liang untuk tujuan yang berbeda. Seperti disebutkan di atas, aktivitasnya
pola monitor air secara signifikan dipengaruhi oleh variabel lingkungan.
Kondisi iklim musiman juga memainkan peran utama dalam hal aktivitas
mereka pola. Seperti kadal semi-akuatik lainnya, kadal monitor juga
menunjukkan variasi geografi dan musiman yang serupa dalam kegiatan
(Losos ӕ Greene, 1988, dalam Rahman, 2017). Selama bulan-bulan
musim panas, di berbagai habitat kami spesies studi lebih aktif selama
paruh pertama dan terakhir (0900 - 1200) jam dan dari 1530 - 1700 jam),
karena selama waktu itu suhu sekitar lebih cocok untuk pola aktivitas
mereka, tetapi mereka kurang aktif selama 1300-1530 jam, karena pada
saat ini suhunya terlalu tinggi bagi mereka untuk mencari makan.
Karenanya, selama panas tengah hari terkadang kegiatan mereka direkam
dari hutan yang teduh dan lebat sebagai habitat. Meski begitu, dalam
sebuah laporan oleh Gaulke ӕ Horn (2004), dalam Rahman (2017),
mereka menyebutkan bahwa air memantau kegiatan umum lebih penting
antara 1200 - 1500 jam sehari. Ibrahim (2000) dalam Rahman (2017)
juga mencatat bahwa ada variasi yang signifikan dalam tingkat aktivitas
kadal monitor dalam 12- periode jam. Pada bulan-bulan musim dingin,
pemantau air kurang aktif sepanjang hari selama masa studi. Ada yang
signifikan perbedaan antara musim panas dan musim dingin pola

16
aktivitas pemantauan air selama berbulan-bulan di habitat yang berbeda.
Selama ini, mereka sering ditemukan berjemur di dekat sungai dan tepi
kanal dan kadang-kadang pada a batang pohon tumbang untuk mengatur
tubuh mereka suhu. Di bulan-bulan musim dingin V. penyelamat lebih
aktif selama 1300 - 1530 jam dari hari dan kurang aktif antara pukul
09.00 - 1200 jam dan dari 1530 - 1700 jam dari hari. Namun, data dari
berbagai negara mengungkapkan bahwa kegiatan pemantauan air tetap
dengan puncak sepanjang tahun selama pertengahan setengah hari
(Gaulke ӕ Horn, 2004). Namun demikian, penelitian kami menyatakan
bahwa hanya di bulan-bulan musim dingin monitor tetap lebih aktif
selama pertengahan hari. Karena monitor air hewan ektotermik dan
mereka memiliki kendala fisiologis terkait termoregulasi, pengaruh
variabel lingkungan terhadap aktivitas mereka di habitat yang berbeda
baik di musim panas atau di musim dingin. jangan diabaikan.
Pengamatan lapangan kami menyarankan untuk tujuan pemberian
makan V. salvatortetap aktif di berbagai habitat Sundarbans, dari dataran
banjir, tanah berawa, lahan pertanian dan semak belukar ke lantai hutan,
dan lebih suka tinggal di dataran rendah dan rawa dekat tepi sungai atau
tepi badan air. Namun, karena faktor antropogenik dan kegiatan
pengembangan, habitatnya menyusut, dan populasinya juga menurun
setiap hari dalam tingkat yang mengkhawatirkan (Rahman et al., 2017).

2.4.2 Perilaku Territorial atau Penguasaan Wilayah atau Pergerakan


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di kebun depan
Gedung Student Activities Center, maka dapat diketahui bahwa Varanus
salvator melakukan perilaku territorial atau pengguasaan wilayah atau
pergerakan ini. Untuk gerakan datang hanya diam diatas tumpukan
serasah daun kering dan sampah kering selama 45 detik. Untuk Gerakan
disekitar makanan dengan cara mengangkat kepala pada detik ke 37
selama 1 detik tangan kanan juga ikut terangkat untuk merayap pada
menit ke 45 tangan kanan terlebih dahulu untuk merayap selama 18

17
detik. Kemudian kembali berdiam di serasah sampah selama 59 detik.
Sedangkan untuk gerakan meninggalkan makanan terjadi sebanyak 3
kali, yang pertama biawak merayap dengan menggunakan tangan kanan
terlebih dahulu, sambil menjulurkan lidahnya (Selama 19 detik), yang
kedua sebelum meninggalkan makanan kepala biawak menengok ke arah
kiri dan kanan sambil menjulurkan lidah, kemudian merayap dengan
menggunakan tangan kanan terlebih dahulu (Selama 51 detik), yang
ketiga biawak merayap kembali dengan menggunakan tangan kanan
terlebih dahulu dan merayap menuju hutan dan rawa-rawa selama 10
detik.

Gambar 2 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

Varanus salvator merupakan jenis semi akuatik dan oportunis serta


menempati berbagai habitat alami seperti hutan primer dan hutan rawa
mangrove. Kehadiran manusia tidak menghalangi jenis ini untuk ada di
kawasan hunian manusia, jenis ini dilaporkan pernah ditemukan di
kawasan pertanian (seperti sawah dan kebun sawit). Kebiasaan mereka
yang hidup di kawasan perairan membuat mereka lebih, dan kebiasaan
makan yang generalis dapat juga membuat spesies ini lebih mampu
bertahan dan lebih fleksibel dalam sistem ekologi. Di Kalimantan dan
Sulawesi, spesies ini lebih peka terhadap aktivitas manusia dan tidak
secara keseluruhan menempati kawasan perkebunan/pertanian. spesies ini

18
dapat hidup di tipe ekosistem mana saja, namun mereka lebih menyukai
tempat dimana terdapat vegetasi mangrove, rawa, dan lahan basah
dengan ketinggian di bawah 1000m (Janiawati, 2010).

Gambar 3 (Sumber : Salva, 2019)

Perilaku bergerak pada kelas umur anak banyak dilakukan karena


kelas umur anak lebih senang menjelajah untuk mencari hal baru, selain
itu juga dilakukan untuk menghindari dari ancaman biawak dewasa. Pada
kelas umur muda aktif bergerak untuk menjelajah dan mencari sumber
pakan yang kemudian dijadikan wilayah teritorinya nanti diusia dewasa.
Pada biawak dewasa jenis kelamin jantan, melakukan aktivitas bergerak
untuk mencari makan dan menjaga teritorinya dari biawak lainnya,
sedangkan pada jenis kelamin betina melakukan aktivitas bergerak untuk
mencari persarangan dan bertelur (Iskandar, 2016).
Perilaku istirahat ditunjukkan dengan merebahkan atau
menempelkan seluruh bagian tubuh biawak ke permukaan tanah. Perilaku
istirahat dilakukan setelah melakukan aktivitas bergerak, makan, atau
berjemur dan dilakukan dengan tidur. Pola istirahat yang stabil dilakukan
oleh semua kelas adalah melakukan tidur di siang dan malam hari. Di
malam hari, istirahat biawak di Pulau Biawak dilakukan di dalam
persarangan berupa kubangan yang tertutup semak dan ranting
pepohonan (Iskandar, 2016).
Periode aktif bergerak biawak dilakukan pada pagi dan sore hari
hal ini dilakukan selain untuk mencari makan, biawak bergerak untuk

19
menghindari ancaman dari biawak lainnya dan mencari tempat untuk
beristirahat. Aktivitas makan biawak dilakukan sepanjang hari dan
frekuensi yang rendah. Periode aktif makan lebih banyak dilakukan di
pagi dan sore hari. Hal ini dikarenakan jenis pakan biawak di Pulau
Biawak lebih banyak melakukan aktivitasnya di pagi dan sore hari seperti
tikus dan ikan. Aktivitas sosial biawak jarang terjadi, hal ini dikarenakan
biawak merupakan satwa soliter yang jarang berkomunikasi dengan
biawak lain. Menurut Bennet (1998), biawak biasanya tidak
bersosialisasi dengan binatang lain. Faktor terjadinya aktivitas sosial
adalah proses kawin, perebutan makan dan wialyah teritorialnya,
sehingga aktivitas ini tidak terpaku pada alokasi waktu aktivitas harian
biawak (Iskandar, 2016).
Menurut Suratmo (1979) dalam Purba (2008), perilaku satwa
merupakan ekspresi satwa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
baik faktor internal maupun faktor eksternal. Perilaku merupakan gerak-
gerik satwa yang dilakukan sebagai respon dari tubuhnya terhadap
rangsangan dari lingkungannya. Fungsi perilaku adalah untuk
menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan yang dipengaruhi oleh
faktor luar dan faktor dalam (Alikodra 2002).
Aktivitas biawak secara umum ditentukan berdasarkan temperatur,
suhu, kelembaban dan cahaya. Aktivitas biawak dimulai saat cahaya
matahari mulai muncul dan berakhir saat matahari terbenam sehingga
biawak termasuk satwa diurnal (Bennett 1998).
Biawak bukan termasuk jenis satwa sosial. Biawak sering
ditemukan di pinggir sungai dan termasuk satwa yang soliter. Biawak
hanya akan berkumpul pada saat musim kawin (Bennett 1998). Di alam
wilayah teritori sering terjadi overlap dan biawak juga akan merasakan
tanda-tanda kedatangan biawak lain melalui penciumannya. Perkelahian
antara biawak sering terjadi khususnya pada biawak jantan. Perkelahian
terjadi apabila terjadi perebutan wilayah teritori atau perebutan makanan.
Biawak yang lebih besar dan kuat akan mengalahkan biawak lain dengan

20
mencengkram tubuh biawak menggunakan keempat kaki dan cakarnya.
Biawak juga menggunakan giginya untuk menggigit lawannya hingga
terluka (Bennett, 1998).
Perilaku alami yang biasa dilakukan biawak adalah berjemur.
Biawak anakan dan remaja lebih banyak menghabiskan waktu di atas
pohon (arboreal) sedangkan biawak dewasa lebih banyak beraktivitas di
darat (terestrial). Menurut Mochtar (1992) dalam Purba (2008) aktivitas
memanjat pada komodo merupakan salah satu usaha untuk melindungi
diri. Karena sifat komodo adalah kanibal dan berlaku juga terhadap
biawak terbukti biawak dewasa dapat memangsa telur biawak itu sendiri
dan bahkan biawak yang terlihat lemah saat kekurangan pakan.

2.4.3 Perilaku Reproduksi atau Kawin


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di kebun
depan Gedung Student Activities Center, maka dapat diketahui bahwa
Varanus salvator tidak melakukan perilaku reproduksi atau kawin
sehingga untuk gerakan kawin, waktu kawinnya tidak diketahui. Selain
itu, pada saat diamati Varanus salvator itu hanya sendiri bertempat di
atas serasah-serasah tumpukan daun dan sampah, dan tidak adanya
ditemukan lawan jenis atau kadal jenis lainnya, sehingga untuk terjadi
nya proses perilaku reproduksi tidak terjadi.
Musim kawin pada biawak ditentukan oleh suhu, hujan dan
ketersediaan pakan. Biawak jantan akan menjadi agresif dan menjaga
teritorial ketika musim kawin (Barten 1996b). Frekuensi reproduksi
biawak tergantung pada kondisi lingkungan dan nutrisi biawak tersebut.
Biawak bersifat ovipar dan dapat menghasilkan telur lebih dari satu kali
dalam setahun. Bila kopulasi terjadi sebelum ovulasi, sperma akan
disimpan oleh betina. Hal ini menyebabkan reptil betina mampu untuk
menghasilkan telur tanpa adanya kopulasi. Namun fertilisasi akan
meningkat bila kopulasi terjadi saat berlangsungnya pembentukan telur.

21
Betina dewasa akan aktif bereproduksi pada bulan Agustus dan
April. Sebagian besar biawak betina di kawasan Sumatera selatan
membuat beberapa sarang tiap tahunnya. Betina yang berukuran lebih
besar akan bertelur lebih cepat dibandingkan betina yang berukuran lebih
kecil. Varanus salvator jantan dewasa ditandai dengan ukuran testis yang
bengkak dan besar dengan pembuluh yang mengalirkan sperma
(Janiawati, 2010).

Gambar 4 (Sumber : Chris Li, 2011)

Biawak jantan memiliki sepasang hemipenis yang berbentuk


seperti kantung, terletak di pangkal ekor dan menimbulkan tonjolan pada
bagian ventral ekor. Walaupun mempunyai sepasang hemipenis, pada
saat kopulasi hanya satu yang dimasukkan ke liang kloaka betina. Musim
kawin biawak ditentukan oleh suhu, hujan, dan ketersediaan
pakan.Biawak jantan akan menjadi agresif dan menjaga territorial ketika
musim kawin (Nurkarimah, 2019).
Jika biawak jantan mendekati biawak betina, maka biawak betina
akan mengembangkan tenggorokan, dan melengkungkan tubuhnya
sedikit, dan akan mendesisi. Jika biawak jantan terlalu mendekati biawak
betina, sehingga biawak betina akan terganggu, maka biawak betina akan
menggunakan ekornya untuk mencambuk biawak jantan. Ketika dua
biawakjantanmendekati biawak betina, maka biawak jantan yang paling
besar yang akan didekati oleh biawak betina. Biawak betina didekati oleh

22
biawak jantan dari sisi kuartal belakang atau dari belakang. Jika biawak
betina menolak biawak jantan, maka biawak betina akan menunjukkan
sikap bertahannya melalui postur tubuhnya yaitu tenggorokan, inflasi,
kompresi lateral tubuh, desisi, dan memutar kepala untuk mengamati
biawak jantan yang akan mendekat. Biawak jantan akan selalu mendekati
biawak betina. Jika biawak betina menerima biawak jantan, maka biawak
jantan akan bergerak berdampingan dengan biawak betina dan akan
mengangkangkan ekor betina dengan kaki di satu sisi. Di saat biawak
betina benar-benar menerima biawak jantan, maka biawak betina akan
selalu menunduk ke tanah dan mungkin menutup matanya.
Selain itu, lidahnya terus menerus menjetikkannya. Lidah
menjentikkan mencapai frekuensi yang paling tinggi. Ketika kepala
biawak jantan mencapai leher biawak betina, dan kepala biawak jantan
akan menempatkan kepalanya di atas betina (Cota, 2011).
Biawak jantan akan memposisikan panggulnya di sebelah kiri atau
kanan panggul biawak betina. Pada sisi manapun, biawak betina akan
selalu terikat dan berkaitan dengan biawak jantan. Biawak jantan akan
akan mengangkat kaki di atas pangkal ekor betina. Setelah biawak jantan
mengalami titik maneuver, maka pinggul biawak jantan akan
bermanuaver ke bagian bawah betina dan memasukkan hemipenisnya.
Setelah hubungan seksual atau kawin dimulai, maka kepala biawak
jantan akan memposisikan di atas biawak betina, dan sering melakukan
gerakan menyentak. Peristiwa kawin sering dilakukan di darat dan di air
yang dangkal (Cota, 2011).
Di alam liar habitatV. salvatorhampir soliter. Sebagian besar siang
hari dihabiskan secara konstan gerakan, mencari makanan. Biawak air
lebih cenderung berinteraksi dengan satu lain selama musim kawin
puncak, ketika biawak jantan bersaing untuk pasangan (Auffenberg,
1981dalam Rahman, 2017).
Pola reproduksi secara keseluruhan untuk meningkatkan peluang
fertilisasidan laju kesintasan anak disebut strategi reproduksi. Variasi

23
strategi reproduksibiasanya dikaitkan ciri reproduksinya, seperti struktur
organisasi ovari, ukuransaat mencapai dewasa atau maturity at size, dan
jumlah telur dalam sarang atauclutch size (Bautizta et al, 2015). Strategi
reproduksi yang berbeda telahdiketahui pada beberapa spesies
kadal(Inger & Greenberg, 1966). Pola reproduksi suatu jenis yang
teradaptasi denganregim biotik dan klimatik lokal (Zug et al. 1979) dapat
menimbulkan variasireproduksi. V. salvator merupakan jenis kompleks
yang tersebar luas sehinggadiduga memiliki keragaman reproduksi.
Proses reproduksi dimulai dari perkawinan. Perilaku kawin biawak
airdipicu oleh hujan deras yang pertama kali turun sebelum masuk ke
musim hujan.Perilaku kawin meliputi pra-bercumbu, bercumbu dan
perilaku kawin. Sistemkawinnya poliandri atau poligini (Cota, 2011).
Hewan ini bertelur sekitar kurangdari 2 bulan setelah kawin. Biawak
membuatsarang di tempat yang berbeda-beda, seperti tanah berpasir,
lubang pada cabangpohon, sarang rayap, gundukan sarang burung,
dengan lokasi tempat bersarang tunggal dan komunal. Penggalian sarang
dilakukan 10-14 harisebelum meletakkan telur atau oviposisi (Hairston
dan Burchfield 1992).
Reptil berkembang biak dengan cara ovipar (bertelur) dan
ovovivipar (bertelur dan beranak) (Goin dan Goin 1971). Proses
pembuahan telur oleh sel sperma reptil terjadi secara internal. Tidak
banyak yang tahu mengenai perilaku reproduksi biawak. Perilaku biawak
jantan saat ingin kawin adalah dengan mengejar betina, mendekati
pasangannya dan sesekali melakukan gerakan zigzag pada kepalanya
kemudian menungganginya. Biawak jantan akan menyentuh leher betina
dengan lidahnya dan menghentak leher betina serta memegang punggung
betina dengan kaki belakangnya. Kadang-kadang biawak jantan menggigit
leher betina bahkan terkadang melukai kulit betina. Proses perkawinan
biawak terkadang bisa menyebabkan biawak betina mati akibat terluka
terkena cakaran dan gigitan biawak jantan. Tanda awal dari proses kawin
adalah biawak jantan mulai memeriksa tubuh betina seperti bagian kepala,

24
leher dan lubang kelamin dengan menggunakan lidah dan kakinya. Proses
perkawinan terjadi hanya beberapa detik atau lebih dan akan berlanjut
beberapa jam sehari selama seminggu atau lebih (Bennett 1998).
Reptil betina menyimpan telurnya yang bercangkang pada lubang
atau serasah (Halliday dan Adler 2000). Biawak betina bertelur di sebuah
lubang dan menguburnya dengan pasir serta daun-daun bila terkena sinar
matahari dapat berfungsi sebagai alat inkubasi. Seekor biawak juga dapat
bertelur di sebuah gundukan sarang rayap (Hoeve 1992).

2.4.4 Perilaku Sosial


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di kebun
depan Gedung Student Activities Center, maka dapat diketahui bahwa
Varanus salvator tidak melakukan perilaku sosial, sehingga untuk
perilaku dalam berkelompok, gerakan perkelahian tidak diketahui. Hal
ini juga dikarenakan kadal itu hanya sendiri bertempat di serasah-serasah
tumpukan daun dan sampah, dan tidak adanya ditemukan kadal-kadal
yang lain, atau hewan-hewan yang lain untuk dijadikan sebagai
perilakunya dalam berinteraksi, sehingga dalam pengamatan tidak
diperoleh perilaku sosial.

Gambar 5 (Sumber : Chris Li, 2011)

Interaksi organisme atau spesies terjadi ketika ada spesies lain yang
tinggal bersama dengan spesies tersebut. Interaksi yang didapatkan
berupa persaingan antara spesies, pemangsaan, dekomposer dan

25
detrivore, parasitisme, dan mutualisme. Varanus salvator sebagai
carnivore sekaligus detrivore melakukan beberapa interaksi dengan
spesies lainnya. Interaksi yang dilakukan diantaranya sebagai detrivore
untuk spesies yang mati (bangkai), interaksi dalam pemangsaan baik
sebagai predator bagi spesies lain seperti ikan, mamalia kecil dan kadal
ataupun sebagai prey bagi spesies lain seperti berangberang (Janiawati,
2010).

Gambar 6 (Sumber : Iskandar dkk, 2016)

Pola aktivitas berjemur banyak dilakukan vegetasi terbuka dan


sesekali ke tepi pantai dan mangrove. Hal ini dilakukan untuk
beraktivitas berjemur dan mencari makan. Biawak dewasa lebih banyak
memangsa tikus dan sesekali memangsa ikan di pantai. Perilaku sosial
dapat terjadi pada semua kelas umur, akan tetapi selama pengamatan
hanya terjadi satu kali pada kelas umur dewasa jenis kelamin jantan.
Perilaku yang ditunjukkan adalah berkelahi memperebutkan makanan.
(Iskandar, 2016). Biawak jantan merupakan hirarki yang paling tinggi,
dan pangkat yang paling mendominasi. Peringkat hirarki yang paling
utama didasarkan pada ukuran. Biawak jantan akan menandakan
wilayahnya dengan cara menggosok bagian bawah dan samping leher ke
sisi anterior batang di pohon. Biawak yang akan datang akan
mempeprhatikan dan menghabiskan banyak waktu untuk menyelidiki
aroma tersebut sebelum pindah. Di dalam suatu populasi, yang selalu

26
hadir adalah biawak yang memiliki ukuran yang paling besar (Cota,
2011).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Perilaku reptil secara umum ialahperilaku yang terorganisir dengan
fungsi tertentu karena reptilia termasuk kelompok hewan poikiloterm
(berdarah dingin). Kelompok ini sangat dipengaruhi perubahan dan
kondisi lingkungan. Perilaku dapat berupa aksi tunggal atau aksi
berurutan yang terintegrasi dan biasanya muncul sebagairespon terhadap
stimulus dari lingkungannya. Setiap spesies memiliki karakteristik
tersendiri.
2. Deskripsi gambaran umum perilaku biawak air antara lain biawak
merupakan anggota dari famili Varanidae yang merupakan bagian dari
bangsa kadal. Bangsa kadal dari famili Varanidae ini merupakan jenis
kadal-kadal yang berukuran tubuh besar. Salah satu anggota Varanidae
dari jenis Varanus salvator merupakan spesies yang penyebarannya
paling luas diantara seluruh anggota varanidae. Varanus salvatorberguna
sebagai agen pengontrol hama, selain dikategorikan sebagai pemakan
bangkai karena sering memakan bangkai hewan
3. Beberapa perilaku pada biawak air (Varanus salvator) seperti perilaku
makan yang tidak ditemukan saat pengamatan, namun menurut literatur
Varanus salvatorakanmemangsamakanannya tidak terbatas dari
kemampuan menelan mereka, namun lebih dibatasi oleh kemampuan
mereka menangkap dan melumpuhkan mangsa, serta biawak air biasanya
makan bangkai (karnivora), laluperilaku territorial atau penguasaan
wilayah atau pergerakan biawak lebih sering memantau daerahnya untuk
mencari makan atau sekedar menjaga daerah teritorialnya, kemudian
perilaku kawin atau reproduksi tidak ditemukan saat dilapangan, namun
menurut literatur pada biawak jantan akan selalu mendekat dan

27
mengiringi biawak betina, dan perilaku social tidak ditemukan saat
dilapangan, namun biasanya biawak air sering hidup soliter.
3.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis tingkah
laku hewa pada Biawak air lebih terperinci tentang dasar klasifikasinya yang
menandakan perbedaan tingkah laku pada perilaku umum yang ditunjukan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bennett D, Gaulke M, Pianka ER, Somaweera R, Sweet SS (2010)


"Varanussalvator." The IUCN Red List of Threatened Species,
Bickford D, Lohman DJ, Sodhi NS, Ng PK, Meier R, Winker K, Ingram KK,
Das I. 2007. Cryptic species as a window on diversity and conservation.
TrendsEcol Evol. 22: 148-155.
Chris, Li. 2011. Biawak. Quarterly Journal of Varanid Biology and Husbandry.
Cota M. 2011. Mating and intraspecific behavior of Varanus
salvatormacromaculatus in an urban population. Biawak. 5: 17-23
Hairston C, Burchfield PM. 1992. The reproduction and husbandry of the
watermonitor Varanus salvator at the Gladys Porter Zoo, Brownsville.
Int ZooYearb. 31: 124-130.
Inger RF, Greenberg B. 1966. Annual reproductive patterns of lizards from a
Bornean rain forest. 1007-1021.
Iskandar, Hanjar, Nitibaskara. 2016. Populasi Dan Pola Aktivitas Harian
Biawak Air (Varanus Salvator) Di Kawasan Konservasi Laut Daerah
Pulau Biawak, Indramayu (Population And Daily Behavior Of Asian
Water Monitor (Varanus Salvator) In Biawak Island Regional Marine
Conservation Area, Indramayu). Jurnal Nusa Sylva. 16 (1), 19-21.
Janiawati, Ida Ayu Ari. 2010. Makalah Ekologi Dan Konservasi Satwa Liar
Interaksi Varanus Salvator: Prey, Predator, Atau Detrivore? (Varanus
Salvator Interaction: Prey, Predator, Or Detrivore?). Skripsi. Bogor :
Jurusan Konservasi Biodiversitas.
Kusumo. 2016. Perilaku Reptilia Ketika Gerhana Matahari Parsial di
Yogyakarta. Diakses melalui https://www.researchget.net/ pada 10
November 2019
Nurkarimah, Azizah Bilqis. 2019. Identifikasi Protozoa Pada Darah Dan
Saluran Pencernaan Biawak Air (Valanus Salvator). Skripsi. Surabaya ;
Universitas Airlangga

29
Koch A, Auliya M, Ziegler T. 2010. Updated checklist of the living monitor
lizards of the world (Squamata: Varanidae). Bonn Zool Bull. 57: 127-136
Rahman . 2017. Activity Budgets and Dietary Investigations of Varanus
salvator (Reptilia: Varanidae) in Karamjal Ecotourims Spot of
Bangladesh. Diakses melalui https://ojs.herpetologica.org/ pada 10
November 2019
Ramírez-Bautista A, Luría-Manzano R, Cruz-Elizalde R, Pavón NP, David
Wilson L. 2015. Variation in reproduction and sexual dimorphism in the long-
tailed spiny lizard, Sceloporus siniferus, from the southern Pacific coast
of Mexico. Salamandra. 51: 73-82
Salva. 2019. Posts Tagged. Diakses melalui http://picdeer.net/tagnyambek.
Pada tanggal 23 Oktober 2019.
Welton LJ, Travers S, Siler CD, Brown RM. 2014. Integrative taxonomy and
phylogeny-based species delimitation of Philippine water monitor lizards
(Varanus salvator Complex) with descriptions of two new cryptic
species. Zootaxa. 3881: 201-227
Zug GR, Hedges SB, Sunkel S. 1979. Variation in reproductive parameters of
three neotropical snakes, Coniophanes fissidens, Dipsas catesbyi, and
lmantodes cenchoa. Smithson Contrib Zool. VIII: 1-20

30
LAMPIRAN TABEL HASIL PENGAMATAN
Biawak air (Varanussalvator )

Waktu Aktivitas/Perilaku Hasil Pengamatan Foto Pengamatan Foto Literatur

Perilaku makan  Jenis makanan : Tidak teramati perilaku makan


Pada saat dilakukan pengamatan tidak selama pengamatan
terjadi proses perilaku makan. (Sumber : Chris Li, 2011)

 Durasi Makan :
Karena tidak terjadinya perilaku
makan, sehingga pada saat
pengamatan tidak dapat diamati durasi
makan.

 Gerakan Badan :
Karena tidak terjadinya perilaku
makan, sehingga pada saat
pengamatan tidak dapat diamati

31
gerakan badan pada saat makan.
13.00 Perilaku territorial  Bentuk Gerakan Datang : (Sumber : Dok. Pribadi, 2019) (Sumber : Salva, 2019)
atau penguasaan Diam diatas tumpukan serasah daun
wilayah atau kering dan sampah kering selama 45
pergerakan detik.

 Gerakan di sekitar makanan :


Mengangkat kepala pada detik ke 37
selama 1 detik tangan kiri juga ikut
terangkat untuk merayap dengan pada
menit ke 45 tangan kanan terlebih
dahulu untuk merayap selama 18
detik

 Waktu di di sekitar makanan :


Durasi di sekitar makanan selama 45
detik dengan perilaku diam di atas
serasah sampah dengan kepala
mengangkat keatas dan mulai

32
merayap pada menit ke 45 dengan
durasi selama 18 detik dan kembali
berdiam di serasah sampah selama 59
detik.

 Gerakan meninggalkan makanan:


Terjadi 3 kali gerakan biawak
meninggalkan makanan, yang
pertama biawak merayap dengan
menggunakan tangan kanan terlebih
dahulu, sambil menjulurkan lidahnya
(Selama 19 detik), yang kedua
sebelum meninggalkan makanan
kepala biawak menengok ke arah kiri
dan kanan sambil menjulurkan lidah,
kemudian merayap dengan
menggunakan tangan kanan terlebih
dahulu (Selama 51 detik), yang ketiga
biawak merayap kembali dengan

33
menggunakan tangan kanan terlebih
dahulu dan merayap menuju hutan
dan rawa-rawa. (Selama 10 detik)
Perilaku  Gerakan Kawin : Tidak teramati perilaku
reproduksi/kawin Pada saat dilakukan pengamatan reproduksi/kawin selama
tidak terjadi proses perilaku pengamatan
reproduksi atau kawin (Gerakan
kawin).

 Waktu Kawin :
Pada saat dilakukan pengamatan
tidak terjadi proses perilaku (Sumber : Chris Li, 2011)
reproduksi atau kawin (Gerakan
kawin).

 Perilaku Kawin :
Pada saat dilakukan pengamatan
tidak terjadi proses perilaku
reproduksi atau kawin (Gerakan

34
kawin).
 Berkelompok :
Pada saat dilakukan pengamatan tidak
terjadi proses perilaku sosial
(berkelompok).

 Gerakan Perkelahian :
Pada saat dilakukan pengamatan tidak
terjadi proses gerakan perkelahian
Tidak teramati perilaku sosial
Perilaku sosial selama pengamatan
 Waktu Perkelahian : (Sumber : Chris Li, 2011)

Pada saat dilakukan pengamatan tidak


terjadi proses perilaku sosial (waktu
perkelahian).

 Perilaku saat bertemu sejenis :


Pada saat dilakukan pengamatan tidak
terjadi proses perilaku sosial (perilaku
saat bertemu jenis). (Sumber : Iskandar dkk, 2016)

35
LAMPIRAN HASIL DISKUSI
1. Pertanyaan Nida Lessy
Jawab : Perbedaan jantan dan betina pada biawak?
Jawaban :
Jantan dan betina pada biawak dapat dilihat dari ukuran tubuh, ukuran
tubuh jantan lebih besar dari pada betina, selain itu, juga dapat dilihat dari
jenis kelamin biawak. Jika jantan, maka ada sepasang hemipenis, yang bila
dilakukan pemijatan akan keluar di sekitar kloaka, sedangkan betina tidak
memilikinya.

2. Pertanyaan Muhammad Iqbal


Perilaku menjulur lidah pada biawak, kemudian masuk dalam kubangan
air beberapa menit setelah itu turun hujan, apakah ada tambahan indra
sensorik ada hewan biawak ?
Jawab :
Ikramina :
Tidak mempunyai indra sensorik (pendeteksi) tambahan yang dimiliki
biawak (setelah menjulurkan lidah, kemudian biawak bisa mendeteksi
pasti terjadinya hujan tersebut). Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi bukan
semata mata karena ketika biawak menjulur lidah, lalu masuk kubangan
air pasti akan turun hujan. Hal ini dikarenakan aktivitas biawak
dipengaruhi oleh kelembaban, temperatur, suhu dan cahaya. Biawak
termasuk hewan poikiloterm (hewan berdarah dingin, yang akan
menyesuaikan suhu dilingkungannya). Perilaku biawak saat menjulurkan
lidahnya salah satu cara dalam mendeteksi.
1. Lidahnya sebagai alat sensorik (alat deteksi), kemudian akan
menerjemahkan deteksi tersebut di langit langit mulutnya (sebagai media
respon deteksi suhu melalui lidahnya, lalu masuk dalam mulut)
2. Sistem saraf yang dimiliki hewan biawak banyak, kemungkinannya
pembuluh darahnya juga banyak di organ tertentu, sehingga aktivitasnya
berpengaruh pada suhu dilingkungannya.

31
3. Pertanyaan Riska
Perbedaan gigitan pada saat perlaku perkelahian dengan reproduksi/kawin
hewan biawak ?
Jawab :
Nida Hayati
Pada saat perkawinan, gigitan yang terjadi bukan gigitan saat perkelahian,
karena gigitan saat perkawinan tidak melukai pasangannya. Berbeda
dengan gigitan perkelahian yang mana gigitan ini melukai musuhnya
dengan air liur biawak yang bersifat patogenik.
Sebagai tambahan, karena di air liur biawak mengandung banyak bakteri
yang bersifat patogenik, maka pertolongan pertama saat terkena gigitan
biawak yaitu jangan terlalu banyak bergerak, karena bakteri akan masuk
kedalam tubuh dengan cepat. Lalu usapkan beberapa air hangat untuk
menghambat bergeraknya virus dan bakteri yang menjalar kedalam tubuh.
Kemudian segera bawa ke rumah sakit.

32

Anda mungkin juga menyukai