Disusun Oleh :
Kelompok 4
Universitas Brawijaya
Malang
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah mata kuliah Koralogi ini dapat disusun
dengan baik. Sholawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah menjadi panutan dengan suri tauladan yang
senantiasa beliau ajarkan kepada umatnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ekosistem perairan tropis yang paling unik adalah ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem bahari yang banyak
menarik perhatian karena merupakan daerah alamiah yang mempunyai nilai
estetika tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Terumbu karang
merupakan ekosistem paling indah dalam hal warna dan bentuk serta desainnya
sangat kaya akan keanekaragaman jenis biota yang hidup di dalamnya (Nybakken,
1992).
1
Studi reproduksi seksual karang menjadi populer setelah adanya laporan
spawning masal 156 jenis karang tahun 1983 di Great Barrier Reef, Australia.
Fadlallah (1983) telah mencatat studi reproduksi seksual di beberapa wilayah,
seperti di Australia Barat (28 spesies), di Karibia (20 spesies), di Laut Merah (13
spesies), di Okinawa (11 spesies), di Hawaii (10 spesies) dan di Palau (10 spesies).
Namun sayang, di wilayah-wilayah dimana terdapat karang yang melimpah belum
ada laporan penelitian mengenai reproduksi karang, seperti di Asia Tenggara dan
Afrika. Di Indonesia penelitian reproduksi karang sangat kurang. Sebagai pusat
distribusi karang dunia maka penelitian reproduksi karang di wilayah Indonesia
menjadi penting terutama berkaitan dengan usaha-usaha preservasi dan konservasi
terumbu karang (Munasik, 2002)
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi reproduksi seksual
2. Untuk mengetahui proses reproduksi seksual pada karang
3. Untuk mengetahui bagian karang yang berperan
4. Untuk membedakan reproduksi karang secara seksual dan aseksual
5. Untuk mengetahui contoh spesies yang melakukan reproduksi seksual
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
Gambar
Gambar 1.Terumbu
1 Terumbu karang
Karang
Terumbu karang adalah ekosistem di laut yang terbentuk oleh biota luat
penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alaga berkapur, bersama
dengan biota lain yang hidup di dasar lautan. Terumbu karang merupakan
ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitanya serta produktivitas tinggi,
karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan. Secara ekologis,
terumbu karang merupakan tempat organisme hewan maupun tumbuhan mencari
makan dan berlindung. Secara fisik menjadi pelindung pantai dan kehidupan
ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut. Terdapat dua jenis karang, yaitu karang
keras (hard coral) dan karang lunak (soft coral). Karang lunak (soft coral) tidak
bersimbiosis dengan alga, bentuknya seperti tanaman (Risnandar, 2015). Karang
keras (hard coral) merupakan endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang
dihasilkan dari organisme karang pembentuk terumbu karang dari filum Coridaria,
Ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae dan sedikit
tambahan alga berkapur serta organisme lain yang mensekresikan kalsium
karbonat.
3
2.2 Karang
Gambar 2 Karang
4
laut, yang juga mengikuti karang hidup dan karang mat yang menempel pada batuan
kapur tersebut. Sedimentasi kapur diterubu berasal dari karang maupun alga. Secara
fisik terumbu adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasil kan oleh
karang. Di Indonesia sendiri semua terumbu berasal dari kapur yang dihasilkanoleh
karang (Wahyudi, 2013).
Selain itu karang juga dapat dibagi berdasarkan struktur atau jarak dengan
daratan. Ini berdasarkan teori Darwin (1842) dimana ia membagi karang yang ada
di permukaan bumi dengan 3 (tiga) jenis yaitu :
5
ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian cukup arus,
sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu karang cenderung
mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan sering banyak yang mati
karena mengalami kekeringan.
2.4.1 Kecerahan
Karang pada umumnya hidup diperairan yang memiliki kecerahan
tinggi. Perairan yang jernih sangat memengaruhi pertumbuhan karang karena
akan berpengaruh pada kemampuan Zooxanthellae melakukan proses
fotosintesis. Sutama (1986) mengemukakan bahwa apabila nilai kecerahan
berada di bawah 10 meter, maka akan sangat mengganggu penetrasi cahaya
ke dalam perairan sehingga pertumbuhan karang tidak optimum.
6
2.4.2 Suhu
Selain kecerahan, Suhu perairan merupakan salah satu parameter
kualitas fisik air yang penting bagi kehidupan organisme air.Karang dapat
hidup dan berkembang biak dengan baik apabila suhunya cocok dengan
karang. Hellawel (1986) menjelaskan bahwa suhu air merupakan faktor
pengontrol ekologi komunitas perairan, berpengaruh secara langsung dan
akut terhadap batas lethal organisme, berpengaruh secara tidak langsung dan
kronis terhadap proses fi siologis dari proses reproduksi, laju pertumbuhan
dan tingkah laku. Setiap organisme mempunyai batas toleransi terhadap suhu
yang memungkinkan untuk menunjang kelangsungan kehidupannya.
Peningkatan suhu perairan dapat menghentikan perkembangan hidup,
mempercepat atau memperlambat laju pertumbuhan organisme perairan,
secara tidak langsung dapat meningkatkan daya akumulasi, daya racun
sebagai zat kimia. Efendi (2003) menyebutkan bahwa suhu berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem terutama dalam proses fi sika, kimia dan
biologi perairan. Suhu juga dapat meningkatkan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan
gaya kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan
sebagainya.
2.4.3 Arus
Kecepatan arus di suatu perairan sangat diperlukan karena berguna bagi
tersedianya aliran arus yang membawa serta makanan, oksigen dan jasad
renik dari daerah lain. Pola arus dari kedua stasiun pengamatan sangat
dipengaruhi oleh pola pasang surut air laut. Arus didominasi oleh komponen
arus Utara-Selatan pada waktu sekitar 4–5 jam menjelang surut terendah atau
pasang tertinggi. Arus surut menuju ke Selatan dan arus pasang menuju ke
Utara. Arus sangat berperan dalam menghindarkan ekosistem karang dari
penumpukan endapan yang dapat membahayakan pertumbuhan dan
perkembangan karang. Kecepatan arus dapat membersihkan sekaligus
menghindari endapan material tersuspensi dengan berlebihan pada tubuh
karang.
7
2.4.4 Salinitas
Salinitas berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembang biakan
karang. Dahuri (2003) mengemukakan bahwa banyak spesies karang peka
terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh
dengan baik di sekitar wilayah pesisir pada salinitas 30–35‰.
2.4.5 DO
Organisme laut memerlukan oksigen terlarut untuk kegiatan
metabolismenya. Oksigen tersebut digunakan dalam proses metabolisme
tubuh untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Rahayu (1991)
menyebutkan bahwa bila konsentrasi oksigen terlarut yang selalu rendah akan
mengakibatkan ikan dan hewan lainnya yang membutuhkan oksigen akan
mengalami kematian. Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang
penting untuk menggambarkan kualitas suatu perairan. Oksigen terlarut DO
(Dissolved Oxygen) merupakan jumlah kadar oksigen yang terlarut dalam
perairan, yang kelimpahannya sangatlah dipengaruhi oleh suhu, turbulensi
dan tekanan atmosfer. Michael (1994) menjelaskan bahwa oksigen terlarut
adalah faktor yang penting dalam menetapkan kualitas air. Air yang polusi
organiknya sangat tinggi memiliki sangat sedikit oksigen terlarut.
2.4.6 PH
Kondisi keasaman perairan laut merupakan salah satu parameter
penting untuk menggambarkan kualitas air sekaligus kondisi makhluk hidup
yang berada di dalamnya. Jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolok ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih
asam suatu larutan dan lebih sedikit ion H+ berarti lebih basa larutan tersebut,
larutan yang bersifat basa banyak mengandung ion OH- dan sedikit ion H+.
Atkinson et al. (1995) mengungkapkan bahwa terjadi pertumbuhan karang
yang baik pada pH yang rendah (7,6–8,3) dan nutrien yang tinggi. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang tentang persentase
tutupan karang, indeks kematian karang, pola pembentukan bentuk
pertumbuhan karang terdapat hubungan dengan kondisi faktor oseanografi
kecerahan, suhu, kecepatan arus, salinitas, kandungan O2, dan pH pada
perairan.
8
2.5 Reproduksi Karang
Menurut Rani (2011), Reproduksi pada karang memperlihatkan suatu
variasi yang tinggi, baik antara spesies maupun dalam spesies di lokasi yang
berbeda. Sebagai contoh karang Pocillopora verrucosa melakukan brooding
(mengerami) di Atol Enewetak , tetapi spawning (memijahkan gametnya) di Laut
Merah. Demikian pula pada jenis P. damicornis ditemukan memijahkan gametnya
di bagian timur Pasifik, tetapi mengerami di Enewetak dan Hawaii. Hal yang
menarik bahwa P. damicornis ditemukan memijahkan gametnya dan juga
mengerami planulanya di Pulau Rottnest, Australia Barat. Dari kedua cara
reproduksi tersebut, tipe pemijah merupakan cara reproduksi yang dominan pada
karang, yaitu 168 dari 210 spesies karang. Meskipun demikian cara reproduksi ini
juga memperlihatkan variasi menurut lokasi, sebagai contoh cara reproduksi
dengan mengerami lebih dominan di Karibia tetapi di Great Barrier Reef (GBR)
didominasi oleh jenis karang yang memijah. Karang tidak memiliki ciri seksual
sekunder yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelaminnya. Oleh karena
itu gonad yang hanya dapat dilihat melalui pembedahan merupakan cara satu-
satunya dalam menentukan jenis kelamin suatu jenis karang. Jenis kelamin pada
karang terdiri atas gonokorik dan hermafrodit. Dari 210 jenis yang telah diteliti,
sebanyak 142 jenis tergolong hermafrodit simultan, yaitu suatu individu dapat
menghasilkan gamet betina (telur) dan gamet jantan (sperma) dalam waktu yang
bersamaan. Proses gametogenesis pada karang secara umum bersiklus dan
biasanya memperlihatkan ritme tahunan atau menurut fase bulan. Siklus
gametogenesis pada karang memperlihatkan variasi menurut cara reproduksi
karang, yaitu jenis yang memijahkan gametnya untuk pembuahan di luar tubuh,
umumnya memiliki siklus gametogenesis yang tunggal dalam setahun, sedangkan
jenis yang mengerami planulanya memiliki siklus gametogenesis yang berganda
(multiple gametogenic cycles). Demikian pula terlihat adanya variasi menurut
lokasi (lintang), sebagai contoh karang Acropora (Isopora) palifera di Lae, Papua
Nugini (daerah tropik) memiliki enam siklus gametogenesis, sedangkan di Pulau
Heron (GBR) jenis ini memiliki hanya satu kali siklus gametogenesis (single
gametogeneic cycles) dalam setahun.
9
2.6 Reproduksi Seksual Karang
2.6.1 Jenis Kelamin Karang
Jenis kelamin organisme karang tidak mudah dilihat dari luar sebagaimana
pada organisme tingkat tinggi lainnya. Untuk menentukan jenis kelamin secara
langsung harus mengamati gonad matang di dalam coelenteron. Jenis kelamin dapat
mudah dilihat lebih jelas sewaktu karang brooder mengandung embrionya dalam
coelenteron. Testis karang biasanya berwarna putih, sedangkan ovarium tampak
berwarna lebih menyolok merah, merah muda, orange, coklat atau biru. Jenis
kelamin karang dibedakan atas hermafrodit dan gonokorik. Karang hermafrodit
adalah karang yang menghasilkan gamet jantan dan gamet betina dalam satu koloni
atau individu dalam sepanjang hidupnya. Sedangkan karang gonokorik adalah
karang yang berbentuk koloni atau individu yang menghasilkan gamet jantan dan
gamet betina secara sendiri-sendiri sepanjang hidupnya (dioecious, kelamin
terpisah). Karang scleractinia yang termasuk dalam kelompok gonokorik
kebanyakan adalah sub-ordo Fungiina, anatara lain: Agaricidae, Siderastreidae,
Fungiidae dan Poritidae. Sedangkan kelompok hermafrodit adalah famili
Acroporidae, Pocilloporidae, Faviidae, Merulinidae, Oculinidae, Musiidae dan
Pectinidae. Karang hermaprodit menurut perkembangan gonadnya terbagi atas (1)
hermafrodit simultan (simultaneous hermaphrodite) dan (2) hermafrodit berurutan
(sequentialhermaphrodite). Pada karang hermafrodit simultan, ovum dan sperma
karang matang secara serentak, sedangkan hermafrodit berurutan adalah
kematangan ovum dan sperma berbeda waktunya. Matang gonad pada hermafrodit
berurutan mempunyai dua pengertian, yaitu jantan matang lebih dulu daripada
betina yang disebut protrandus, atau betina lebih dulu matang daripada jantan yang
disebut protogynous (Munasik, 2002).
6. Model Reproduksi Seksual Karang
10
1. Reproduksi seksual
2. Reproduksi aseksual
11
atau lebih bentuk aseksual tunas atau reproduksi; dan siklus reproduksi seksual
berulang (Iteroparitas) yang melibatkan produksi gamet, pembuahan,
perkembangan embrio, dan fase larva yaitu biasanya planktonik dan dispersif
sampai taraf. Jika planula bertahan dan berhasil menempel dan mengendap secara
permanen pada substrat keras (Gbr. 1), Lalu, bermetamorfosis dari bentuk larva
menjadi polip remaja yang memulai membentuk exoskeleton kalsium karbonat.
Pertumbuhan selanjutnya selama remaja presexual awal fase mengarah pada
perkembangan menjadi dewasa yang disebut reproduksi seksual, yang melengkapi
siklus hidup. Empat pola dasar seksual reproduksi jelas di antara karang, yang
meliputi: pemijah siaran hermafrodit, induk hermafrodit, petelur siaran gonochoric,
atau induk brook gonochoric. Karang hermafroditic memiliki kedua jenis kelamin
berkembang di dalamnya polip dan koloni, sedangkan karang gonochoric terpisah
jenis kelamin; dan karang dengan pola seksual ini disiarkan menelurkan gamet
mereka untuk pembuahan eksternal dan embrio dan perkembangan larva
selanjutnya, atau memiliki internal fertilisasi dan embrio induk dan larva planula di
dalamnya polip mereka. Namun, tidak semua spesies karang mudah
diklasifikasikan ke dalam pola dasar ini, sebagai campuran pola seksual atau kedua
mode perkembangan diketahui terjadi pada beberapa spesies (Harrison, 2011).
12
sperma ke kolom perairan dan pembuahan terjadi secara eksternal selanjutnya
embrio juga berkembang di perairan. Sebagian besar karang di dunia bereproduksi
dengan cara spawning, begitu pula dengan model reproduksi di Indonesia. Dari 21
spesies karang yang dilaporkan hanya 1 spesies (Pocillopora damicornis) yang
melepaskan planulae dan 1 spesies (Stylophora pistillata) belum jelas model
reproduksinya (Tabel 1). Perbedaan model reproduksi ini akan mempengaruhi
beberapa aspek ekologi karang, antara lain transfer alga symbiont zooxanthellae ke
dalam larva, larval competency (kemampuan larva dalam melakukan penempelan
untuk menetap dan metamorfosis), penyebaran larva, pola distribusi karang,
keanekaragaman genetis, laju spesiasi dan evolusi.
13
2.7 Keuntungan dan Kerugian Reproduksi Seksual Karang
14
melakukan spawning sepanjang tahun. Pengelompokan ini didasarkan karena letak
geografis perairan Indonesia yang terletak pada iklim tropis yang hanya memiliki
dua musim; musim hujan dan musim kemarau. Pengelompokan ini masih
merupakan langkah awal, mengingat laporan-laporan reproduksi karang di
Indonesia masih kurang dan belum didukung dengan data-data gametogenesis
(perkembangan gamet) masing-masing jenis karang. Perkiraan musim spawning
merupakan puncak-puncak spawning dan kemungkinan pada bulan-bulan lainnya
diperkirakan terjadi spawning susulan pada populasi karang. Keadaan ini berbeda
dengan kejadian spawning di wilayah lain belahan dunia. Di Great Barrier Reef
Australia spawning masal terjadi di musim semi (Oktober-Nopember) sedangkan
di wilayah Pasifik Tengah, Okinawa, Hawaii dan Laut Merah spawning terjadi pada
musim panas (lihat review Richmond dan Hunter, 1990).
15
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kita dapatkan dari mempelajari reproduksi terumbu karang
adalah :
- Pada karang hermafrodit simultan, ovum dan sperma karang matang secara
serentak, sedangkan hermafrodit berurutan adalah kematangan ovum dan sperma
berbeda waktunya. Matang gonad pada hermafrodit berurutan mempunyai dua
pengertian, yaitu jantan matang lebih dulu daripada betina yang disebut
protrandus, atau betina lebih dulu matang daripada jantan yang disebut
protogynous contohnya
- Pada karang gonokorik kebanyakan adalah sub-ordo Fungiina, anatara lain:
Agaricidae, Siderastreidae, Fungiidae dan Poritidae. Sedangkan kelompok
hermafrodit adalah famili Acroporidae, Pocilloporidae, Faviidae, Merulinidae,
Oculinidae, Musiidae dan Pectinidae. Karang hermaprodit menurut
perkembangan gonadnya terbagi atas (1) hermafrodit simultan (simultaneous
hermaphrodite) dan (2) hermafrodit berurutan (sequentialhermaphrodite).
3.2 Saran
Saran bagi mahasiswa adalah lebih mampu memahami tentang proses reproduksi
terhadap terumbu karang dan matakuliah Koralogi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Harfiandri. 2003. Terumbu karang kita. Journal Mangrove dan Pesisir.
Vol. 3 (2).
Harrison, P. 2011. Sexual Reproduction of Sclerectinian Corals
KBSLOF. 2014. Unit 5: Coral Reproduction. Science Without Borders
Komarudin, A. N., Munasik, J.Marwoto. 2013. Prediksi waktu spawning karang
acropora pada musim peralihan kedua di Pulau Sambangan Kepulauan
Karimunjawa Jepara. Journal Of Marine Research. Vol 2 (4): 84-93.
Muhlis. 2011. Ekosistem terumbu karang dan kondisi oseanografi perairan kawasan
wisata bahari Lombok. Journal Berk. Penel. Hayati. Vol 16: 111–118.
Munasik. 2002. Reproduksi seksual karang di Indonesia: Suatu Kajian. Jurnal Ilmu
Kelautan Undip
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine
Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G.
Bengen, M. Hutomo, & S
Rani,Chair. 2011. Beberapa aspek reproduksi seksual karang tropik Acropora
Nobilis dan Pocillopora Verrucosa. UNHAS: Makasar
17