Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BESAR MATA KULIAH KORALOGI

Reproduksi Seksual Pada Karang

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Amalia Izzy Farhaninur 175080601111026

Diana Ningrum 175080601111009

Gibran Aji Basutikto 175080607111030

Lutfi Oktasyah 175080607111007

Muhammad Annas Firlian S 175080607111022

Muhammad Rizki Saleh 175080607111002

Putri Dila Nur Fatimah Afionita 175080601111011

Progam Studi Ilmu Kelautan

Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Malang

2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah mata kuliah Koralogi ini dapat disusun
dengan baik. Sholawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah menjadi panutan dengan suri tauladan yang
senantiasa beliau ajarkan kepada umatnya.

Pada makalah ini, kami menyajikan mengenai reproduki terumbu karang


secara seksual yang pada dasarnya adalah hasil rangkuman dari berbagai referensi
yang ada. Makalah ini akan menjelaskan seperti mengenai cara maupun organ yang
berperan dalam reproduksi sekdual pada terumbu karang.

Kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak


yang telah membantu dalam penyelesaian makalah mata kuliah Koralogi ini.
Menyadari akan keterbatasan yang kami miliki, kami mengharapkan masukan-
masukan berupa kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan buku
panduan ini di lain waktu.

Malang, 20 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 3
2.1 Pengertian Terumbu Karang.......................................................................... 3
2.2 Karang ........................................................................................................... 4
2.3 Jenis-Jenis Terumbu Karang ......................................................................... 5
2.3.1 Terumbu karang tepi (fringing reefs)...................................................... 5
2.3.2 Terumbu karang penghalang (barrier reefs) ........................................... 6
2.3.3 Terumbu karang cincin (atoll) ................................................................ 6
2.4 Faktor Pembatas Karang................................................................................ 6
2.4.1 Kecerahan ............................................................................................... 6
2.4.2 Suhu ........................................................................................................ 7
2.4.3 Arus ......................................................................................................... 7
2.4.4 Salinitas................................................................................................... 8
2.4.5 DO........................................................................................................... 8
2.4.6 PH ........................................................................................................... 8
2.5 Reproduksi Karang ........................................................................................ 9
2.6 Reproduksi Seksual Karang ........................................................................ 10
2.6.1 Jenis Kelamin Karang ........................................................................... 10
2.7 Keuntungan dan Kerugian Reproduksi Seksual Karang ............................. 14
2.8 Masa Reproduksi ......................................................................................... 14
3. PENUTUP ......................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 16
3.2 Saran ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Terumbu Karang .................................................................................... 3


Gambar 2 Karang .................................................................................................... 4
Gambar 3 Macam-Macam Karang .......................................................................... 5
Gambar 4. Pemijahan Serentak ............................................................................. 11
Gambar 5 Planula Menempel dan Bertahan pada substrat keras .......................... 12
Gambar 6 Keuntungan dan Kerugian Reproduksi Seksual Karang ...................... 14

iii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu ekosistem perairan tropis yang paling unik adalah ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem bahari yang banyak
menarik perhatian karena merupakan daerah alamiah yang mempunyai nilai
estetika tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Terumbu karang
merupakan ekosistem paling indah dalam hal warna dan bentuk serta desainnya
sangat kaya akan keanekaragaman jenis biota yang hidup di dalamnya (Nybakken,
1992).

Biologi reproduksi dan proses yang terkait dengan penyebaran (dispersal)


dan peremajaan (recruitment) karang merupakan prasyarat penting untuk studi
ekologi populasi dan komunitas karang (Harrison & Wallace, 1990). Pengetahuan
akan biologi reproduksi, penyebaran dan peremajaan juga menjadi dasar utama
dalam memahami mekanisme pengendalian populasi dan menjembatani kehidupan
bersama bagi suatu spesies. Perairan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, yang
terletak di daerah Indo-Pasifik Barat, terkenal memiliki keragaman spesies karang
yang tertinggi di dunia dengan 79 genus dan 450 spesies (Tomascik et al., 1997).
Khusus untuk genus Acropora tercatat 91 spesies ditemukan di perairan Indonesia
Hingga saat ini, informasi mengenai aspek reproduksi karang umunya berasal dari
daerah subtropik seperti dari Great Barrier Reef, Laut Karibia, Hawai dan Pasifik
Timur (Richmond, 1997). Hal yang menarik dari hasil kajian tersebut yaitu adanya
variasi yang luas dalam cara dan waktu reproduksi serta siklus gametogenesisnya,
baik antarspesies maupun dalam spesies yang sama. Variasi tersebut disebabkan
perbedaan letak geografi (lintang) atau oleh keragaman lingkungan seperti suhu,
salinitas, pasang surut, dan pencahayaan (Richmond & Jokiel, 1984; Wallace, 1985;
Szmant, 1986; Babcock et al., 1986; Hunter, 1988; Oliver et al., 1988; Richmond
& Hunter, 1990; McGuire 1998). Dengan demikian suatu populasi karang yang
berasal dari daerah tropik seperti dari perairan Indonesia diduga memiliki
perbedaan atau variasi dalam aspek reproduksinya dibandingkan dengan populasi
karang dari daerah lain, terutama dari perairan subtropik (Underwood &
Fairweather, 1989 dalam Rani dan Budimawan 2006).

1
Studi reproduksi seksual karang menjadi populer setelah adanya laporan
spawning masal 156 jenis karang tahun 1983 di Great Barrier Reef, Australia.
Fadlallah (1983) telah mencatat studi reproduksi seksual di beberapa wilayah,
seperti di Australia Barat (28 spesies), di Karibia (20 spesies), di Laut Merah (13
spesies), di Okinawa (11 spesies), di Hawaii (10 spesies) dan di Palau (10 spesies).
Namun sayang, di wilayah-wilayah dimana terdapat karang yang melimpah belum
ada laporan penelitian mengenai reproduksi karang, seperti di Asia Tenggara dan
Afrika. Di Indonesia penelitian reproduksi karang sangat kurang. Sebagai pusat
distribusi karang dunia maka penelitian reproduksi karang di wilayah Indonesia
menjadi penting terutama berkaitan dengan usaha-usaha preservasi dan konservasi
terumbu karang (Munasik, 2002)

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi reproduksi seksual
2. Untuk mengetahui proses reproduksi seksual pada karang
3. Untuk mengetahui bagian karang yang berperan
4. Untuk membedakan reproduksi karang secara seksual dan aseksual
5. Untuk mengetahui contoh spesies yang melakukan reproduksi seksual

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud reproduksi seksual?
2. Bagaimana cara reproduksi seksual pada karang?
3. Bagaimana perbedaan reproduksi karang secara seksual dan aseksual?

2
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Terumbu Karang

Gambar
Gambar 1.Terumbu
1 Terumbu karang
Karang

Terumbu karang adalah ekosistem di laut yang terbentuk oleh biota luat
penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alaga berkapur, bersama
dengan biota lain yang hidup di dasar lautan. Terumbu karang merupakan
ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitanya serta produktivitas tinggi,
karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan. Secara ekologis,
terumbu karang merupakan tempat organisme hewan maupun tumbuhan mencari
makan dan berlindung. Secara fisik menjadi pelindung pantai dan kehidupan
ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut. Terdapat dua jenis karang, yaitu karang
keras (hard coral) dan karang lunak (soft coral). Karang lunak (soft coral) tidak
bersimbiosis dengan alga, bentuknya seperti tanaman (Risnandar, 2015). Karang
keras (hard coral) merupakan endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang
dihasilkan dari organisme karang pembentuk terumbu karang dari filum Coridaria,
Ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae dan sedikit
tambahan alga berkapur serta organisme lain yang mensekresikan kalsium
karbonat.

3
2.2 Karang

Gambar 2 Karang

Karang pembentuk terumbu Scleractinian merupakan spesies dasar pada


terumbu karang karena mereka memberikan dimensi kompleks struktur dan
kerangka utama terumbu karang dan habitat penting dan sumber daya penting
lainnya bagi banyak orang ribuan spesies terkait. Meskipun karang tersebar luas di
seluruh Indonesia, laut dunia dan lingkungan laut yang lebih dalam, mereka secara
khusus signifikan di laut dangkal tropis dan subtropis di mana simbiosis mutualistik
antara polip karang dan polipnya dinoflagellata endosimbiotik (zooxanthellae)
menyulut cahaya peningkatan kalsifikasi dan pertumbuhan karang pembentuk
karang yang cepat, menghasilkan pengembangan terumbu karang. Karang bisa luas
dibagi secara ekologis, tetapi tidak sistematis, menjadi pembentuk terumbu
(hermatypic) karang dan karang yang tidak membangun karang (ahermatypic).
Karang hermatypic menciptakan kerangka dasar dan terumbu karang kebanyakan
spesies hermatypic di habitat air hangat dangkal secara normal mengandung jutaan
zooxanthellae (mis., zooxanthellate); sebaliknya, meskipun karang ahermatypic
juga mengeluarkan kompleks rangka luar mereka biasanya tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap pembentukan karang, dan sebagian besar kekurangan
zooxanthellae (Harrison, 2011).

Binatang karang adalah pembentuk uta,a ekosistem terumbu karang.


Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah
ribuan membentuk koloni yang dikenal dengan karang(karang batu atau karang
lunak). Dalam pengistilahan “Terumbu karang”, “Karang” yang dimaksud adalah
coral, sekelompokhewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai
pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimenkapur di

4
laut, yang juga mengikuti karang hidup dan karang mat yang menempel pada batuan
kapur tersebut. Sedimentasi kapur diterubu berasal dari karang maupun alga. Secara
fisik terumbu adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasil kan oleh
karang. Di Indonesia sendiri semua terumbu berasal dari kapur yang dihasilkanoleh
karang (Wahyudi, 2013).

2.3 Jenis-Jenis Terumbu Karang

Gambar 3 Macam-Macam Karang

Menurut Damanhuri (2003), Hewan karang dapat dibedakan menurut


bentuk (lifeform) ada yang dikenal dengan karang bercabang ( brancing), meja
(tabulate), bunga/daun ( foliose), kerak (encrusting), bulat padat ( massive),
gundukan ( sub massive), dan cendawan/jamur ( mushroom).

Akan tetapi karang juga dapat dibedakan berdasarkan ordonya (Order


Scleractinia), ada yang dikenal dengan terumbu karang hermatipik ( reef building)
dimana memerlukan cahaya untuk dapat tumbuh dan berkembang, selanjutnya juga
ada yang dikenal sebagai karang bukan terumbu karang (reef non building) dikenal
dengan istilah ahermatipik, dimana tidak tergantung kepada cahaya untuk hidup
biasanya dikenal dengan akar bakau. Sedangkan karang-karang yang tidak
mempunyai kerangka dikenal dengan karang lunak “ soft coral” dan ada juga karang
yang berkaitan dengan sea anemoni.

Selain itu karang juga dapat dibagi berdasarkan struktur atau jarak dengan
daratan. Ini berdasarkan teori Darwin (1842) dimana ia membagi karang yang ada
di permukaan bumi dengan 3 (tiga) jenis yaitu :

2.3.1 Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi berkembang sepanjang pantai dan mencapai


kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan

5
ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian cukup arus,
sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu karang cenderung
mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan sering banyak yang mati
karena mengalami kekeringan.

2.3.2 Terumbu karang penghalang (barrier reefs)


Terumbu karang tipe penghalang ini terletak di berbagai jarak kejauhan
dari pantai dan dipisahkan dari pantai terbesar oleh dasar laut yang terlalu
dalam bagi pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Umumnya terumbu
karang tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar
seakanakan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar.

2.3.3 Terumbu karang cincin (atoll)


Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkar goba.
Kedalaman goba di dalam atoll ratarata 45 meter. Atoll tertumpu pada dasar
lautan yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusunan
terumbu karang dapat hidup

2.4 Faktor Pembatas Karang


Menurut Muhlis (2011), Karang dapat hidup diperairan yang jernih dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup, biasanya karang hidup diperairan yang
memiliki suhu, salinitas, DO, yang baik. Posisi karang di laut biasanya setelah
keberadaan lamu. Hal ini dikarenakan karang tidak dapat hidup pada tempat yang
memiliki sedimentasi yang tinggi. Agar karang dapat tumbuh dan berkembang biak
dengan baik, maka terdapat faktor faktor pembatas yang ada diperairan. Faktor-
faktor pembatas tersebut adalah :

2.4.1 Kecerahan
Karang pada umumnya hidup diperairan yang memiliki kecerahan
tinggi. Perairan yang jernih sangat memengaruhi pertumbuhan karang karena
akan berpengaruh pada kemampuan Zooxanthellae melakukan proses
fotosintesis. Sutama (1986) mengemukakan bahwa apabila nilai kecerahan
berada di bawah 10 meter, maka akan sangat mengganggu penetrasi cahaya
ke dalam perairan sehingga pertumbuhan karang tidak optimum.

6
2.4.2 Suhu
Selain kecerahan, Suhu perairan merupakan salah satu parameter
kualitas fisik air yang penting bagi kehidupan organisme air.Karang dapat
hidup dan berkembang biak dengan baik apabila suhunya cocok dengan
karang. Hellawel (1986) menjelaskan bahwa suhu air merupakan faktor
pengontrol ekologi komunitas perairan, berpengaruh secara langsung dan
akut terhadap batas lethal organisme, berpengaruh secara tidak langsung dan
kronis terhadap proses fi siologis dari proses reproduksi, laju pertumbuhan
dan tingkah laku. Setiap organisme mempunyai batas toleransi terhadap suhu
yang memungkinkan untuk menunjang kelangsungan kehidupannya.
Peningkatan suhu perairan dapat menghentikan perkembangan hidup,
mempercepat atau memperlambat laju pertumbuhan organisme perairan,
secara tidak langsung dapat meningkatkan daya akumulasi, daya racun
sebagai zat kimia. Efendi (2003) menyebutkan bahwa suhu berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem terutama dalam proses fi sika, kimia dan
biologi perairan. Suhu juga dapat meningkatkan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan
gaya kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan
sebagainya.

2.4.3 Arus
Kecepatan arus di suatu perairan sangat diperlukan karena berguna bagi
tersedianya aliran arus yang membawa serta makanan, oksigen dan jasad
renik dari daerah lain. Pola arus dari kedua stasiun pengamatan sangat
dipengaruhi oleh pola pasang surut air laut. Arus didominasi oleh komponen
arus Utara-Selatan pada waktu sekitar 4–5 jam menjelang surut terendah atau
pasang tertinggi. Arus surut menuju ke Selatan dan arus pasang menuju ke
Utara. Arus sangat berperan dalam menghindarkan ekosistem karang dari
penumpukan endapan yang dapat membahayakan pertumbuhan dan
perkembangan karang. Kecepatan arus dapat membersihkan sekaligus
menghindari endapan material tersuspensi dengan berlebihan pada tubuh
karang.

7
2.4.4 Salinitas
Salinitas berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembang biakan
karang. Dahuri (2003) mengemukakan bahwa banyak spesies karang peka
terhadap perubahan salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh
dengan baik di sekitar wilayah pesisir pada salinitas 30–35‰.

2.4.5 DO
Organisme laut memerlukan oksigen terlarut untuk kegiatan
metabolismenya. Oksigen tersebut digunakan dalam proses metabolisme
tubuh untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Rahayu (1991)
menyebutkan bahwa bila konsentrasi oksigen terlarut yang selalu rendah akan
mengakibatkan ikan dan hewan lainnya yang membutuhkan oksigen akan
mengalami kematian. Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang
penting untuk menggambarkan kualitas suatu perairan. Oksigen terlarut DO
(Dissolved Oxygen) merupakan jumlah kadar oksigen yang terlarut dalam
perairan, yang kelimpahannya sangatlah dipengaruhi oleh suhu, turbulensi
dan tekanan atmosfer. Michael (1994) menjelaskan bahwa oksigen terlarut
adalah faktor yang penting dalam menetapkan kualitas air. Air yang polusi
organiknya sangat tinggi memiliki sangat sedikit oksigen terlarut.

2.4.6 PH
Kondisi keasaman perairan laut merupakan salah satu parameter
penting untuk menggambarkan kualitas air sekaligus kondisi makhluk hidup
yang berada di dalamnya. Jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolok ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih
asam suatu larutan dan lebih sedikit ion H+ berarti lebih basa larutan tersebut,
larutan yang bersifat basa banyak mengandung ion OH- dan sedikit ion H+.
Atkinson et al. (1995) mengungkapkan bahwa terjadi pertumbuhan karang
yang baik pada pH yang rendah (7,6–8,3) dan nutrien yang tinggi. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang tentang persentase
tutupan karang, indeks kematian karang, pola pembentukan bentuk
pertumbuhan karang terdapat hubungan dengan kondisi faktor oseanografi
kecerahan, suhu, kecepatan arus, salinitas, kandungan O2, dan pH pada
perairan.

8
2.5 Reproduksi Karang
Menurut Rani (2011), Reproduksi pada karang memperlihatkan suatu
variasi yang tinggi, baik antara spesies maupun dalam spesies di lokasi yang
berbeda. Sebagai contoh karang Pocillopora verrucosa melakukan brooding
(mengerami) di Atol Enewetak , tetapi spawning (memijahkan gametnya) di Laut
Merah. Demikian pula pada jenis P. damicornis ditemukan memijahkan gametnya
di bagian timur Pasifik, tetapi mengerami di Enewetak dan Hawaii. Hal yang
menarik bahwa P. damicornis ditemukan memijahkan gametnya dan juga
mengerami planulanya di Pulau Rottnest, Australia Barat. Dari kedua cara
reproduksi tersebut, tipe pemijah merupakan cara reproduksi yang dominan pada
karang, yaitu 168 dari 210 spesies karang. Meskipun demikian cara reproduksi ini
juga memperlihatkan variasi menurut lokasi, sebagai contoh cara reproduksi
dengan mengerami lebih dominan di Karibia tetapi di Great Barrier Reef (GBR)
didominasi oleh jenis karang yang memijah. Karang tidak memiliki ciri seksual
sekunder yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelaminnya. Oleh karena
itu gonad yang hanya dapat dilihat melalui pembedahan merupakan cara satu-
satunya dalam menentukan jenis kelamin suatu jenis karang. Jenis kelamin pada
karang terdiri atas gonokorik dan hermafrodit. Dari 210 jenis yang telah diteliti,
sebanyak 142 jenis tergolong hermafrodit simultan, yaitu suatu individu dapat
menghasilkan gamet betina (telur) dan gamet jantan (sperma) dalam waktu yang
bersamaan. Proses gametogenesis pada karang secara umum bersiklus dan
biasanya memperlihatkan ritme tahunan atau menurut fase bulan. Siklus
gametogenesis pada karang memperlihatkan variasi menurut cara reproduksi
karang, yaitu jenis yang memijahkan gametnya untuk pembuahan di luar tubuh,
umumnya memiliki siklus gametogenesis yang tunggal dalam setahun, sedangkan
jenis yang mengerami planulanya memiliki siklus gametogenesis yang berganda
(multiple gametogenic cycles). Demikian pula terlihat adanya variasi menurut
lokasi (lintang), sebagai contoh karang Acropora (Isopora) palifera di Lae, Papua
Nugini (daerah tropik) memiliki enam siklus gametogenesis, sedangkan di Pulau
Heron (GBR) jenis ini memiliki hanya satu kali siklus gametogenesis (single
gametogeneic cycles) dalam setahun.

9
2.6 Reproduksi Seksual Karang
2.6.1 Jenis Kelamin Karang
Jenis kelamin organisme karang tidak mudah dilihat dari luar sebagaimana
pada organisme tingkat tinggi lainnya. Untuk menentukan jenis kelamin secara
langsung harus mengamati gonad matang di dalam coelenteron. Jenis kelamin dapat
mudah dilihat lebih jelas sewaktu karang brooder mengandung embrionya dalam
coelenteron. Testis karang biasanya berwarna putih, sedangkan ovarium tampak
berwarna lebih menyolok merah, merah muda, orange, coklat atau biru. Jenis
kelamin karang dibedakan atas hermafrodit dan gonokorik. Karang hermafrodit
adalah karang yang menghasilkan gamet jantan dan gamet betina dalam satu koloni
atau individu dalam sepanjang hidupnya. Sedangkan karang gonokorik adalah
karang yang berbentuk koloni atau individu yang menghasilkan gamet jantan dan
gamet betina secara sendiri-sendiri sepanjang hidupnya (dioecious, kelamin
terpisah). Karang scleractinia yang termasuk dalam kelompok gonokorik
kebanyakan adalah sub-ordo Fungiina, anatara lain: Agaricidae, Siderastreidae,
Fungiidae dan Poritidae. Sedangkan kelompok hermafrodit adalah famili
Acroporidae, Pocilloporidae, Faviidae, Merulinidae, Oculinidae, Musiidae dan
Pectinidae. Karang hermaprodit menurut perkembangan gonadnya terbagi atas (1)
hermafrodit simultan (simultaneous hermaphrodite) dan (2) hermafrodit berurutan
(sequentialhermaphrodite). Pada karang hermafrodit simultan, ovum dan sperma
karang matang secara serentak, sedangkan hermafrodit berurutan adalah
kematangan ovum dan sperma berbeda waktunya. Matang gonad pada hermafrodit
berurutan mempunyai dua pengertian, yaitu jantan matang lebih dulu daripada
betina yang disebut protrandus, atau betina lebih dulu matang daripada jantan yang
disebut protogynous (Munasik, 2002).
6. Model Reproduksi Seksual Karang

Reproduksi adalah proses yang bertujuan untuk menciptakan keturunan.


Suatu organisme harus melakukan reproduksi untuk mempertahankan
kelangsungan spesiesnya. Begitupun dengan Karang, mereka membutuhkan proses
reproduksi. Namun, Bagaimana karang berkembang biak? Perlu diingat bahwa
karang memiliki sifat yang sesil atau unik. Hal ini dikarenakan karang dapat
melakukan reproduksi dengan dua metode antara lain:

10
1. Reproduksi seksual

2. Reproduksi aseksual

Disini akan dibahas mengenai reproduksi seksual pada karang, dimana


karang yang bereproduksi secara seksual untuk memperoleh organisme baru
membutuhkan produksi dari sperma dan sel telur yang disebut sebagai gamet.
Gamet merupakan sel reproduksi seksual yang telah matang. Mayoritas spesies
karang bersifat hermafrodit, artinya mereka menghasilkan sperma dan telur.
Sisanya terdiri dari jenis kelamin yang terpisah (laki-laki atau perempuan) yang
berarti bahwa mereka menghasilkan telur atau sperma. Ketika sperma dan sel telur
bergabung untuk membentuk organisme baru itu disebut fertilisasi. Mayoritas
karang dianggap sebagai pemijah siaran hermafrodit, sejenis pemupukan eksternal.
Pemijah siar, kadang-kadang disebut sebagai pemijah masal atau pemijah serentak,
melepaskan sperma dan telur ke dalam air pada saat bersamaan

Gambar 4. Pemijahan Serentak


Pada Gambar 1, Beberapa karang melepaskan telur dibiarkan mengapung
dan bundel sperma. Mereka tentu tidak membuahi diri sendiri, tetapi sebaliknya,
mereka mengapung ke permukaan air di mana mereka akan terpecah, melepaskan
gamet, yang kemudian bergabung dengan karang lain dengan tujuan menyelesaikan
proses pembuahan. Karang lain membuahi telur secara internal di rongga
gastrovaskular dan memungkinkan mereka tumbuh menjadi planula. Karang ini
disebut induk.

Karang memiliki siklus hidup yang relatif sederhana yang melibatkan


dominan fase polip bentik dan fase larva planula yang lebih pendek. Fase polip
ditandai dengan pertumbuhan jaringan dan Kerangka yang sering termasuk satu

11
atau lebih bentuk aseksual tunas atau reproduksi; dan siklus reproduksi seksual
berulang (Iteroparitas) yang melibatkan produksi gamet, pembuahan,
perkembangan embrio, dan fase larva yaitu biasanya planktonik dan dispersif
sampai taraf. Jika planula bertahan dan berhasil menempel dan mengendap secara
permanen pada substrat keras (Gbr. 1), Lalu, bermetamorfosis dari bentuk larva
menjadi polip remaja yang memulai membentuk exoskeleton kalsium karbonat.
Pertumbuhan selanjutnya selama remaja presexual awal fase mengarah pada
perkembangan menjadi dewasa yang disebut reproduksi seksual, yang melengkapi
siklus hidup. Empat pola dasar seksual reproduksi jelas di antara karang, yang
meliputi: pemijah siaran hermafrodit, induk hermafrodit, petelur siaran gonochoric,
atau induk brook gonochoric. Karang hermafroditic memiliki kedua jenis kelamin
berkembang di dalamnya polip dan koloni, sedangkan karang gonochoric terpisah
jenis kelamin; dan karang dengan pola seksual ini disiarkan menelurkan gamet
mereka untuk pembuahan eksternal dan embrio dan perkembangan larva
selanjutnya, atau memiliki internal fertilisasi dan embrio induk dan larva planula di
dalamnya polip mereka. Namun, tidak semua spesies karang mudah
diklasifikasikan ke dalam pola dasar ini, sebagai campuran pola seksual atau kedua
mode perkembangan diketahui terjadi pada beberapa spesies (Harrison, 2011).

Gambar 5 Planula Menempel dan Bertahan pada substrat keras


Secara umum karang mempunyai dua model reproduksi yang sangat
berbeda, yaitu (1) brooding (mengandung larva) dan (2) spawning (pemijahan).
Perbedaan ini ditentukan oleh cara pertemuan gamet jantan dan gamet betina. Pada
karang yang melakukan brooding, telur - telur yang dibuahi secara internal di dalam
gastrovasculer dierami hingga perkembangannya mencapai stadium larva planula.
Sedangkan karang yang melakukan spawning adalah melepaskan telur-telur dan

12
sperma ke kolom perairan dan pembuahan terjadi secara eksternal selanjutnya
embrio juga berkembang di perairan. Sebagian besar karang di dunia bereproduksi
dengan cara spawning, begitu pula dengan model reproduksi di Indonesia. Dari 21
spesies karang yang dilaporkan hanya 1 spesies (Pocillopora damicornis) yang
melepaskan planulae dan 1 spesies (Stylophora pistillata) belum jelas model
reproduksinya (Tabel 1). Perbedaan model reproduksi ini akan mempengaruhi
beberapa aspek ekologi karang, antara lain transfer alga symbiont zooxanthellae ke
dalam larva, larval competency (kemampuan larva dalam melakukan penempelan
untuk menetap dan metamorfosis), penyebaran larva, pola distribusi karang,
keanekaragaman genetis, laju spesiasi dan evolusi.

13
2.7 Keuntungan dan Kerugian Reproduksi Seksual Karang

Gambar 6 Keuntungan dan Kerugian Reproduksi Seksual Karang


Keuntungan dari spawners salah satunya mereka dapat menghasilkan lebih
banyak sel sperma dan telur yang dilepaskan. Dalam hal ini, dapat diasumsikan
keamanan dalam segi jumlahnya. Lalu, sperma dan telur ini akan dengan mudah
terbawa oleh arus dengan jarak yang jauh yang memungkinkan terdapat berbagai
keberagaman genetic yang lebih besar. Lalu, membutuhkan hanya sedikit energi
dalam prosesnya. Namun, kerugian yang dialami salah satunya peluang telur dan
sperma untuk bertahan hidup tentu semakin kecil jika persebaran telur yang dibawa
arus semakin jauh. Sel telur dan sperma harus memperoleh sinkronisasi yang baik
agar gamet dapat bereproduksi Beberapa karang benar-benar dapat menggunakan
kombinasi induk dan pemijahan untuk mendapatkan manfaat dari setiap strategi
reproduksi dan memastikan kelangsungan hidup spesies mereka. Pemijahan massal
terjadi ketika banyak spesies karang yang berbeda mensinkronisasi pelepasan telur
dan sperma mereka. Pemijahan massal telah diamati di terumbu karang di seluruh
dunia. Biasanya acara terjadi setahun sekali; Namun, dua pemijahan telah
didokumentasikan. Selain itu, di beberapa daerah, peristiwa pemijahan kecil terjadi
sepanjang tahun. Secara umum, peristiwa pemijahan terjadi setelah bulan purnama
selama waktu-waktu tertentu dalam setahun, tergantung pada lokasi. (KBSLOF,
2014).

2.8 Masa Reproduksi


Sejauh ini pengetahuan reproduksi karang di perairan Indonesia dibagi
kedalam tiga kelompok, yaitu karang yang melakukan spawning pada musim
peralihan pertama atau sebelum musim Timur (Januari-April), kelompok kedua
adalah karang yang melakukan spawning pada musim peralihan kedua atau
sebelum musim Barat (SeptemberNovember), dan kelompok ketiga adalah yang

14
melakukan spawning sepanjang tahun. Pengelompokan ini didasarkan karena letak
geografis perairan Indonesia yang terletak pada iklim tropis yang hanya memiliki
dua musim; musim hujan dan musim kemarau. Pengelompokan ini masih
merupakan langkah awal, mengingat laporan-laporan reproduksi karang di
Indonesia masih kurang dan belum didukung dengan data-data gametogenesis
(perkembangan gamet) masing-masing jenis karang. Perkiraan musim spawning
merupakan puncak-puncak spawning dan kemungkinan pada bulan-bulan lainnya
diperkirakan terjadi spawning susulan pada populasi karang. Keadaan ini berbeda
dengan kejadian spawning di wilayah lain belahan dunia. Di Great Barrier Reef
Australia spawning masal terjadi di musim semi (Oktober-Nopember) sedangkan
di wilayah Pasifik Tengah, Okinawa, Hawaii dan Laut Merah spawning terjadi pada
musim panas (lihat review Richmond dan Hunter, 1990).

Variasi temperatur tahunan dan curah hujan diindikasikan sebagai faktor


utama penentu “timing” spawning karang. Spawning karang Montastrea annularis
di Jamaika dipengaruhi kombinasi faktor temperatur dan curah hujan. Spawning
terjadi di bulan sebelum musim hujan dimana temperatur maksimum. Lebih jauh
dinyatakan sebaliknya bahwa pembentukan gamet karang tidak dipengaruhi oleh
curah hujan. Di Indonesia yang mempunyai musim kemarau dan musim hujan
dengan kondisi perairan yang hangat sepanjang tahun maka kombinasi keduanya
akan menentukan masa spawning (Komarudin et al, 2013).

15
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kita dapatkan dari mempelajari reproduksi terumbu karang
adalah :

 Reproduksi adalah proses yang bertujuan untuk menciptakan keturunan. Suatu


organisme harus melakukan reproduksi untuk mempertahankan kelangsungan
spesiesnya. Begitupun dengan Karang, mereka membutuhkan proses reproduksi
yaitu secara seksual dan aseksual.

 Mayoritas spesies karang bersifat hermafrodit, artinya mereka menghasilkan


sperma dan telur. Sisanya terdiri dari jenis kelamin yang terpisah (laki-laki atau
perempuan) yang berarti bahwa mereka menghasilkan telur atau sperma. Ketika
sperma dan sel telur bergabung untuk membentuk organisme baru itu disebut
fertilisasi.

 - Pada karang hermafrodit simultan, ovum dan sperma karang matang secara
serentak, sedangkan hermafrodit berurutan adalah kematangan ovum dan sperma
berbeda waktunya. Matang gonad pada hermafrodit berurutan mempunyai dua
pengertian, yaitu jantan matang lebih dulu daripada betina yang disebut
protrandus, atau betina lebih dulu matang daripada jantan yang disebut
protogynous contohnya
- Pada karang gonokorik kebanyakan adalah sub-ordo Fungiina, anatara lain:
Agaricidae, Siderastreidae, Fungiidae dan Poritidae. Sedangkan kelompok
hermafrodit adalah famili Acroporidae, Pocilloporidae, Faviidae, Merulinidae,
Oculinidae, Musiidae dan Pectinidae. Karang hermaprodit menurut
perkembangan gonadnya terbagi atas (1) hermafrodit simultan (simultaneous
hermaphrodite) dan (2) hermafrodit berurutan (sequentialhermaphrodite).
3.2 Saran
Saran bagi mahasiswa adalah lebih mampu memahami tentang proses reproduksi
terhadap terumbu karang dan matakuliah Koralogi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Harfiandri. 2003. Terumbu karang kita. Journal Mangrove dan Pesisir.
Vol. 3 (2).
Harrison, P. 2011. Sexual Reproduction of Sclerectinian Corals
KBSLOF. 2014. Unit 5: Coral Reproduction. Science Without Borders
Komarudin, A. N., Munasik, J.Marwoto. 2013. Prediksi waktu spawning karang
acropora pada musim peralihan kedua di Pulau Sambangan Kepulauan
Karimunjawa Jepara. Journal Of Marine Research. Vol 2 (4): 84-93.
Muhlis. 2011. Ekosistem terumbu karang dan kondisi oseanografi perairan kawasan
wisata bahari Lombok. Journal Berk. Penel. Hayati. Vol 16: 111–118.
Munasik. 2002. Reproduksi seksual karang di Indonesia: Suatu Kajian. Jurnal Ilmu
Kelautan Undip
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine
Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G.
Bengen, M. Hutomo, & S
Rani,Chair. 2011. Beberapa aspek reproduksi seksual karang tropik Acropora
Nobilis dan Pocillopora Verrucosa. UNHAS: Makasar

17

Anda mungkin juga menyukai