Disusun oleh :
Kelas / Kelompok : V2
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN FIELDTRIP
DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
PADA BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
DI DESA JATIKERTO, KECAMATAN KROMENGAN,
KABUPATEN MALANG
Telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat kelulusan praktikum
Dasar Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Oleh :
Kelas / Kelompok : V2
Disetujui oleh :
Koordinator Asisten
Dasar Perlindungan Tanaman 2019 Asisten Praktikum
Kelas / Kelompok : V2
Asisten Praktikum : Adrian Syahputra Harahap
Tim Penyusun :
1. Ammar Faiz Naufal 185040107111083
2. Linda Febriana 185040101111030
3. Dyah Ayu Mufida Dewi 185040101111045
4. Erlin Friska Agustin 185040101111048
5. Dewi Adriana Fitria 185040101111058
6. Mark Jubilee 185040101111060
7. Intan Salva Anggraeni 185040101111078
8. Dyah Ayu Puspitasari 185040101111103
9. M. Edo Nanda Pratama 185040107111006
10. Ivonia Indah Armasari 185040107111016
11. Rifqi Airlangga 185040107111024
12. Kelvin Lawrence 185040107111025
13. Muhammad Ilham Wildan 185040107111043
14. Hanifan Isnaini Arofat 185040107111060
15. Stefanna Dewi Andrianti 185040107111067
16. Aulia Safira Fitri 185040107111068
FORM PENILAIAN UAP PRESENTASI
2. Linda Febriana
6. Mark Jubilee
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Dasar Perlindungan
Tanaman. Laporan ini disusun berdasarkan dari kegiatan fieldtrip di Di Desa
Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Fieldtrip dilakukan Untuk
mengetahui mengenai jenis-jenis hama dan penyakit pada komoditas jagung
serta pengendalian OPT pada komoditas jagung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum Dasar
Perlindungan Tanaman yang telah membantu proses penyusunan laporan
fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya laporan ini. Penulis
berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan
acuan bagi pembaca untuk mempelajari matakuliah Dasar Perlindungan
Tanaman.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks. Hal.
1. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung ................................................................... 4
2. Ulat Penggerek ................................................................................................ 6
3. Lalat Bibit ......................................................................................................... 6
4. Ulat Tanah ....................................................................................................... 7
5. Lundi................................................................................................................ 7
6. Penyakit Bulai .................................................................................................. 8
7. Penyakit Hawar Daun ...................................................................................... 8
8. Penyakit Karat Daun ........................................................................................ 9
iii
DAFTAR TABEL
No. Teks Hal.
1. Alat Praktikum................................................................................................ 13
2. Bahan ............................................................................................................ 14
3. Hasil Identifikasi Hama .................................................................................. 17
4. Hasil Identifikasi Musuh ................................................................................. 18
5. Hasil Identifikasi Serangga Lain ..................................................................... 19
6. Hasil Diagnosa Penyakit Jagung ................................................................... 19
iv
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang
mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun
sebagai penopang perekonomian. Kebutuhan pangan semakin meningkat yang
menyebabkan sektor pertanian juga semakin meningkat. Selain mempunyai
manfaat sebagai kebutuhan pangan, produk pertanian juga mempunyai manfaat
dalam bidang industri, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut, perlu adanya budidaya tanaman.
Pada kegiatan budidaya tanaman jagung, yang merupakan salah satu
komoditas pertanian subsektor tanaman pangan. Serangan yang disebabkan
oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala
dalam usaha budidaya tanaman jagung. Hama yang sering dijumpai menyerang
tanaman jagung yaitu ulat grayak, ulat penggerek batang jagung, ulat daun.
Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung yaitu, hawar daun, karat daun,
dan bulai. Akibat serangan dari organisme pengganggu tanaman tersebut, dapat
menimbulkan penurunan produktivitas tanaman jagung. Menurut data dari BPS,
produksi jagung di Jawa Timur mengalami fluktuatif. Produksi jagung pada tahun
2012 sebanyak 6.295.301 ton jagung, tahun 2013 sebanyak 5.760.959 ton
jagung.
Oleh sebab itu, pengendalian untuk mengatasi kerusakan yang
disebabkan oleh OPT sangat perlu dilakukan. Pengendalian dapat dilakukan
secara biologis, kimiawi, mekanis, dan fisika. Sebelum dilakukan pengendalian,
perlu dilakukan pengamatan gejala dan tanda yang ditinggalkan OPT terlebih
dahulu. Organisme pengganggu tanaman (OPT) tidak harus dimusnahkan,
organisme tersebut tetap boleh berada di lingkungan pertanian sepanjang
aktivitasnya masih bisa ditolerir sehingga tidak mengganggu produksi pertanian.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman yang
dilaksanakan di Jatikerto adalah untuk mengetahui jenis-jenis hama dan penyakit
serta mengidentifikasi jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman Jagung.
1.3 Manfaat
Manfaat kegiatan fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman yang
dilaksanakan di Desa Jatikerto yaitu dapat menambah wawasan mengenai jenis-
2
jenis hama dan penyakit pada komoditas jagung serta pengendalian OPT pada
komoditas jagung.
3
a. Penanaman
Penanaman benih tanaman jagung secara tugal dengan kedalaman
kurang lebih 3 cm dengan jarak tanamnya 40 x 50 cm. Setiap lubang tanam
dimasukkan sekitar 3 benih tanaman jagung, setelah itu tutup dengan sedikit
tanah.
b. Perawatan
Tanaman jagung disiram sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi dan
sore hari. Penyiraman tanaman jagung disesuaikan dengan. Tanaman
jagung dipilih yang pertumbuhannya optimum, dan menyisakan satu
tanaman/lubang tanam. Penyiangan dilakukan setiap satu minggu sekali
dengan mencabuti gulma-gulma, sedangkan pembumbunan dilakukan
bersamaan dengan penyiangan gulma.
c. Pemupukan
Pemberian pupuk NPK pada tanaman jagung sebanyak 3 kali yaitu saat
waktu tanam. Pupuk dimasukkan ke dalam tanah disebelah lubang tanam
dan diberi jarak, kemudian tutup dengan tanah. Saat tanaman jagung telah
berumur 3 minggu setelah tanam, tanaman jagung diberikan pupuk lagi saat
tanaman jagung telah berumur 6 minggu. Tanaman jagung juga diberikan
pupuk kandang pada saat pengolahan tanah kedua yaitu dua minggu
sebelum tanam.
d. Pencegahan hama dan penyakit
Pencegahan serangan hama tanaman jagung dapat menggunakan
pestisida yang sesuai dengan jenis hama atau penyakitnya juga dengan
dosis yang sesuai, tidak kurang dan tidak lebih. Selain itu taktik serta terknik
pengendalian dapat dilakuakan dengan terus mengusahakan tanaman tetap
sehat, penggunaan varietas tahan, pengendalian secara hayati, penggunaan
senyawa hormon (Balitbang, 2018).
e. Panen
Menurut Iskandar ( 2006 ) tanaman jagung bisa dipanen pada umur 60 –
75 setelah tanam.Tanaman jagung yang dipanen pada umur lebih dari 75
hari menghasilkan biji dengan tekstur yang lebih keras dan biji berkerut
sehingga menurunkan kualitas produksi.
6
– zat hara dan air rusak terpotong oleh serangan hama uret. Sedangkan
pada tanaman tua ditandai dengan layunya pucuk tanaman, kemudian
kering daunnya dan akhirnya roboh dan mati (Estiningtyas, 2000).
2.3.2 Penyakit Tanaman Jagung
Adapun penyakit yang terdapat pada tanaman jagung adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit Bulai (Peronosclerospora sp.)
Misalnya untuk mengendalikan hama ulat jengkal yang aktivitas hidupnya pada
siang hari, pengendalian pada saat siang hari akan efektif dilakukan. Akan tetapi
akan berbeda apabila pengendalian hama ulat grayak/ulat tanah secara fisik
dilakukan pada siang hari karena ulat grayak / ulat tanah tidak akan ditemukan
pada siang hari. Demikian pula untuk memperhatikan siklus serangga hama.
Misalnya untuk mengendalikan hama ulat tetapi siklusnya untuk daerah tersebut
sudah menjadi kupu-kupu atau ngengat, maka tidak akan didapatkan hama
berupa ulat. Untuk itu perlu pengenalan terhadap karakteristik ,sifat dan siklus
dari serangga hama yang akan kita kendalikan secara fisik.
2.4.2 Pengendalian Faktor Biotis (Musuh Alami)
Musuh alami sebagai bagian dari suatu agroekosistem memiliki peran
dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama (Untung, 2006). Setiap
spesies memiliki musuh alami (predator, parasit dan patogen) masing-masing
yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Menurut Nonci
(2004). Semakin banyak musuh alami di iklim mikro, budidaya akan menurunkan
populasi hama karena konsumsi musuh alami bertambah. Upaya pengendalian
dengan musuh alami mulai menguat setelah disadari bahwa pengendalian hama
dengan insektisida menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan
lingkungan.
2.4.3 Pengendalian Dengan Faktor Edafik
Faktor edafik merupakan salah satu cara pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang tergolong ramah lingkungan karena
pengendalian dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan,
memiliki resiko yang kecil, tidak menimbulkan hama kebal dan aman bagi
kesehatan manusia dan lingkungan. Pengendalian dengan faktor edafik dapat
dilakukan dengan cara pengelolaan ekosistem, menjaga keseimbangan nutrisi
(N, P, K), menggunakan pupuk dengan dosis yang tepat, pergiliran atau rotasi
tanaman, penggunaan mulsa, solarisasi tanah (Hasyim, et al. 2015). Selain
itu, pengendalian dengan faktor edafik dapat dilakukan pula dengan
penggunaan tanaman penutup tanah (Brotodjojo, 2009)
2.4.4 Pengendalian Dengan Varietas Tahan
Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu bentuk pengendalian
yang bersifat ramah lingkungan (Asadi, 2012). Mekanisme ketahanan varietas
tahan terhadap hama dan penyakit tanaman dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu: toleran, antibiosis dan antixenosis. Tanaman toleran adalah tanaman
11
yang memiliki kemampuan melawan serangan hama dan mampu hidup terus
serta tetap mampu berproduksi. Tanaman antibiosis adalah tanaman yang
mengandung toksin atau racun yang dapat menurunkan kemampuan
berkembang biak dan meningkatkan mortalitas serangga. Tanaman
Antixenosis adalah tanaman yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak
disukai serangga yang dapat menolak kehadiran serangga. (Rahmawati,
2012). Varietas tahan juga memiliki kelebihan karena tingkat produksi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan varietas rentan (Syahri dan Somantri, 2016).
2.4.5 Pengendalian Dengan Pestisida
Pestisida merupakan salah satu cara pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang paling sering digunakan diberbagai negara
karena cara kerjanya yang cepat dan efektif. Penggunaan pestisida yang
bijaksana akan memberikan keuntungan bagi manusia karena akan
meningkatkan produksi tanaman akibat menurunnya gangguan hama dan
penyakit tanaman, meningkatkan kesehatan, meningkatkan kualitas dan
ketersediaan bahan makanan bermutu. Dibalik dampak positif, pestisida juga
memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan karena penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana (Adriyani, 2006).
2.5 Perangkap Arthropoda
Pitfall trap merupakan teknik perangkap yang digunakan untuk serangga
tanah pada daerah vegetasi rendah atau dilahan kosong, dimana serangga-
serangga tersebut merupakan serangga aktif. Metode ini digunakan untuk
mengetahui kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap
merupakan metode yang paling baik untuk menjebak serangga yang aktif di atas
permukaan tanah (Darma, 2013).
Yellow Sticky Trap digunakan dengan menyesuaikan dengan jenis
serangga yang dituju Menurut Cornelius (2014) serangga dapat membedakan
warna-warna kemungkinan karena adanya perbedaan pada sel-sel retina pada
mata serangga, preferensi warna pada serangga dilakukan dengan
menggunakan yellow sticky trap. Bentuk dari yellow sticky trap adalah berbentuk
silinder atau segi empat. Warna dari sticky trap disesuaikan dengan warna yang
akan diamati, penggunaan perangkap yellow sticky trap warna kuning, biru, putih
hijau, dan merah, untuk melakukan pemantauan populasi hama pada beberapa
tanaman, guna menentukan sebaran dan aktivitas kehidupan hariannya terutama
12
pengamatan preferensi warna yang disukai oleh serangga pada tanaman kacang
kedelai, terong, jagung, kangkung dan kacang panjang.
Menurut Cornelius (2014) bahwa warna yang disukai serangga biasanya
warna-warna kontras seperti kuning cerah. Prinsip kerjanya Yellow Sticky
trap tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang
datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna kuning
yang dipasang. Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut
akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna
tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut
akan menempel dan mati
Jala ayun (sweep net) terbuat dari bahan ringan dan kuat seperti kain
kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap dapat terlihat. Prinsip
kerja ini yaitu dengan cara pengayunan pada setiap titik sampling masing-
masing. Cara ini sangat sederhana dan cepat untuk pengambilan sampel
serangga vegetasi (Mustika, 2017). Cara ini sangat baik digunakan untuk
mengumpulkan serangga yang terbang rendah di tajuk tanaman atau semak-
semak.
13
Ambil pitfall pada keesokan hari dan saring air detergen menggunakan tisu basah
b. Sweepnet
Menyiapkan sweepnet
Menggambil spesimen yang tertangkap lalu membius dengan memasukkan serangga kedalam
plastik dan kapas yang telah diberi alkohol
d. Pengambilan manual
Ambil spesimen lalu bius dengan menggunakan kapas yang diberi alkohol dan simpan pada plastik
Belalang (Acrididae)
1. Ordo: Orthoptera
Famili: Arcrididae
Kumbang Gelap
(Tenebrionidae)
2.
Ordo: Coleoptera
Kepik
3. (Pentatomidae)
Ordo: Hemiptera
18
Kumbang Penyelam
(Dytiscidae)
4.
Ordo: Coleoptera
Lalat Bangau
(Nephrotama
6. appendiculata)
Ordo: Diptera
Famili: Limoniidae
Kepik Sejati
(Hemiptera linnaeus)
7.
Ordo: Hemiptera
1. Semut (Formicidae)
19
Lalat Hitam
(Hermetia illucens)
1.
Ordo: Diptera
Famili: Stratiomydae
Karat Puccinia
1
Daun polysora
Sumber :
Soenartiningsih &
Fatmawati (2012)
Peronosclerosp
2 Bulai
ora maydis
Sumber:
Semangun (2001)
20
Hawar Helminthospori
3
Daun um turcicum
Sumber :
Soenartiningsih &
Fatmawati (2012)
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hasil Identifikasi Arthropoda
A. Hasil Identifikasi Hama
1. Belalang Acrididae
Morfologi belalang sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan
tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai
predator pada serangga lain. Belalang memiliki tipe mulut penggigit dan
pengunyah . Sayap depan belalang berukuran lebih sempit daripada
sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras. Sayap belakang
berupa membran dan melebar dengan vena-vena yang teratur (Jumar,
2000). Perkembangan daur hidup belalang terdiri dari fase telur, nimfa
dan imago. Imago jantan umurnya berukuran 18-27 mm, sedangkan
imago betina antara 24-43,5 mm. Imago berwarna hijau kekuningan atau
kuning kecoklatan dan tampak mengkilat. Imago jantan mempunyai
sepasang garis terang dikepala dan bagian dorsal sedangkan pada imago
betina terdapat garis gelap dibagian mata hingga pangkal sayap . Nimfa
dan imago adalah stadia yang aktif merusak pertanaman, kedua stadia ini
memiliki habitat (tempat hidup) yang sama. Imago betina meletakkan telur
di dalam tanah yang selanjutnya akan menetas pada saat keadaan tanah
cukup lembab. Belalang betina meletakkan telurnya sekitar 1-2 inci di
dalam tanah menggunakan ovipositor pada ujung perutnya. Belalang
betina akan bertelur setiap interval 3-4 hari hingga semua telur
dikeluarkan. Belalang betina dapat meletakkan hingga ratusan butir
selama masa bertelur. Telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan
tampilan belalang dewasa versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi.
Nimfa belalang yang baru menetas biasanya berwarna putih, namun
setelah terkena sinar matahari, warna khas mereka akan segera muncul.
Gejala serangn yang ditimbulkan adalah terdapat robekan pada daun,
21
dan ada serangan yang hebat hanya tersisa tinggal tulang-tulang daun
saja.
2. Kumbang Tenebrionidae ( Kumbang Gelap)
Berdasarkan hasil penelititan ditemukan Kumbang Tenebrionidae
atau Kumbang Gelap. Serangga yang termasuk dalam famili
Tenebrionidae merupakan serangga yang hidup dalam gelap dan
nokturnal. Kumbang Tenebrionidae merupakan pemakan biji-bijian
dengan habitat yang tersebar luas hampir di seluruh permukaan bumi
(Purwakusuma, 2007). Kumbang Tenebrionidae memiliki rangka luar
yang bertekstur keras . Jumlah kaki yang dimiliki sebanyak 3 pasang dan
tubuh dibedakan menjadi tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
Kebanyakan serangga, kumbang memiliki dua pasang sayap, pasangan
sayap depan yang tebal dan keras berfungsi sebagai pelingdung.
Sepadang sayap belakang tipis berfungsi untuk terbang dan letaknya
terlipat dibawah sayap depan saat fase istirahat. Kumbang ini memakan
biji bijian menyesuaikan diri untuk hidup di tempat yang kering (Hama
sains, 2008)
3. Kepik Pentatomidae
Pada kegiatan fieldtrip ditemukan hama Kepik Penttatomidae.
Serangga tersebut merupakan hama yang polifag atau hama yang
tanaman inangnya tidak hanya satu yang dapat menyerag tanamana
pangan, buah-buahan, tanaman hias, sayuran bahkan beberapa jenis
gulma (Prayogo, 2013). Kepik Pentatomidae mulai ada pada tanaman
pada umur kurang lebih 35 hari setelah tanam, pada waktu tersebut kepik
meletakkan telur pada permukaan daun (Vivan dan Panizzi,2006).
Menurut Nurjanah (2008), kepik hijau memiliki bentuk tubuh segilima
seperti perisai, panajng tubuh sekitar 1-1.5 cm. kepik hijau memiliki dua
pasang sayap. Sayap depan menebal pada bagian pangkal. Bentuk tubuh
pipih, memiliki kaki yang pendek serta kepada terlihat membungkuk
kebawah. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antena, mata
dan oceli, mempunyai alat mulut menusuk dan menghisap yang muncul
dari depan kepala dan dinamakan stilet atau struktur anatomi yang keras
dan tajam (Rioardi, 2009). Kepik Pentatomidae menyerang biji-bijian yang
menyebabkan biji mengalami kehampaan, terlambat tumbuh dan cacat
(Nurjanah, 2008).
22
bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau sisa-sisa
tanaman di lahan (Ratnawati, 2015)
26
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari yang telah dilakukan pada fieldtrip Dasar
Perlindungan Tanaman di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten
Malang ditemukan beberapa jenis serangga yang berperan sebagai hama dan
musuh alami yang hidup di lahan pertanian komoditas jagung. Hama yang
ditemukan adalah lalat bangau, kepik sejati dan lalat tentara hitam. Musuh alami
yang ditemukan adalah Mirmoteras sp. Selain itu juga ditemukan gejala penyakit
yang meyerang tanaman jagung seperti karat daun, bulai dan hawar.
5.2 Saran
Penanganan hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan
menerapkan musuh alami. Apabila sudah melebihi batas kerusakan yang
diakibatkan hama dapat dilakukan pengendalian dengan pestisida yang sesui
dengan dosis. Apabila penggunaan pestisida yang berlebih dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Penanganan penyakit tanaman dapat dilakukan dapat
menggunakan bibit yang unggul pada saat awal panen karena dapat mengurangi
resiko terkena penyakit. Penanganan dapat menggunakan metode kimiawi
apabila serangan penyakit melebihi ambang batas yang dapat merusak tanaman
budidaya. Kepada para praktikan agar labih teliti dalam pengamatan hama dan
penyakit yang ada dilapang sehingga data yang terkumpul lebih baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, Retno. 2006. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat
Penggunaan Pestisida Pertanian. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Arianingrum, R. 2004. Kandungan Kimia Jagung dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. J. Budidaya Pertanian. 1: 128-130
Asadi. 2012. Sidik Lintas Karakter Agronomi dan Ketahanan Hama Pengisap
Polong Terhadap Hasil Plasma Nutfah Kedelai. Buletin Plasma Nutfah. 18
(1): 1-8.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2015. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Holtikultura, Balai Penelitian dan Pengembangan Holtikultura.
Balitbang. 2018. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Tanaman Jagung.
http://jateng.litbang.pertanian.go.id/index.php/artikel/artikel-info-
teknologi/item/441-pengelolaan-tanaman-terpadu-ptt-tanaman-jagung.
Diakses pada 19 Oktober 2019.
Badan Pusat Statistik. 2019. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 1993-2015.
Jakarta: Berita Resmi Statistik.
Brotodjojo, R. R. R. 2009. Pengendalian Hama dengan Pengelolaan
Agroekosistem dalam Kerangka Pertanian Berkelanjutan untuk
Mendukung Ketahanan Pangan. Pangan. 55 (18): 198-211.
Cornelius. 2014. Pengaruh Bentuk dan Ketinggian Perangkap Sticky Trap Kuning
Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.) Pada TanamanTomat (Solanum
lypersicum mill.) di Dataran Rendah. J.Agrotek 3(1):32-44.
Darma. 2013. Keanekargaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Areal
Bekas Tambang Timah di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan
Bangka-Belitung (Diversity of mesofauna and Macrofauna of soil at Tin
Post-Mined Area in Belitung Residence, Province of Bangka-Belitung).
Jurnal Silvikultur tropika. 4(1): 35-41.
Efendi, R. dan Suwardi. 2010. Respon Tanaman Jagung Hibrida terhadap
Tingkat Takaran Pemberian Nitrogen dan Kepadatan Populasi. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN :
978-979-8940-29-3. 9 hlm.
Estiningtyas. 2000. Patogenisitas Nematoda Entomopatogen Isolat Lokal,
Heterorhabditis Indicus (Isolat Ngadass) Terhadap Hama Tebu Anomala
viridis F. dan Lepidiota stigma F. (Coleoptera : Scrabaeidae). Jember:
Universitas Jember.
Fahmi, M. R., Saurin, H. & I. W. Subamia. 2007. Potensi Maggot Sebagai
Sumber Protein Alternatif. Depok: Loka Riset Budidaya Ikan Hias. 125-
130.
Feriadi, Dani. 2013. Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Untuk Simulasi
Diagnosa Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai. Lampung: Informasi
STMIK.
Hadi, H. M., Udi, T dan Rully, R. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Hall, D. C dan R. R. Gerhardt. 2002. Flies (Diptera), pp 127-161. In G. R. Mullen
& L. A. Durden (editors). Medical and Veterinary Entomology. Academic
Press. San Diego, California.
28
Hasyim, A., Wiwin S., dan Liferdi L. 2015. Inovasi Teknologi Pengendalian OPT
Ramah Lingkungan pada Cabai: Upaya Alternatif Menuju EKosistem
Harmonis. Pengembangan Inovasi Pertanian. 8 (1): 1-10.
Iskandar, D., 2006. Pengaruh Dosis Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Jagung Manis di Lahan Kering. Jurnal Sains dan
Teknologi. 4(5):1-4.
Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama
Empat Dekade yang Lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Badan
Litbang: Nasional Agribisnis Jagung.
Mukholik, Asriful. 2013. Rancangan Aplikasi Diagnosa Penyakit Pada Tanaman
Jagung Menggunakan Bahasa Pemprogaman Visual Basic. Lampung:
Insformatika STMIK.
Mulyadi, N. 2013. Beberapa OPT Pada Tamaman Tomat.
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/, diakses pada Selasa, 19
November 2019.
Mustika. 2017. Keanekaragaman Serangga Sebagai Potensi Pakan Alami
Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) di Kawasan Hutan Lindung
Batutegi Kabupaten Tanggamus. Lampung: Universitas Lampung,
Bandarlampung.
Nonci, Nurnina. 2004. Biologi dan Musuh Alami Penggerek Batang Ostrinia
furnacalis Guenee. (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Tanaman Jagung.
Jurnal Litbang Pertanian. Vol 23(1) : 8-14.
Ratnawati. 2015. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Holtikultura, Balai Penelitian dan Pengembangan
Holtikultura. Beberapa Penyakit Pada Tanaman Jagung Dan
Pengendaliannya. http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/, diakses pada 19
November 2019.
Rahmawati, R. 2012. Cepat dan Tepat Berantas Hama dan Penyakit Tanaman.
25-37. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Saenong, M. S. 2005. Pengelolaan Hama Pada Jagung. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Jagung Jakarta: Gramedia.
Semangun H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sukri, Zayin. 2016. Penanganan Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk Dalam
Desain Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Menggunakan Metode
Euclidean Distance. Jember: Politeknik Negri Jember.
Suriana. 2017. Deskripsi Morfologi dan Status Taksonomi Semut dari Komunitas
Mangrove di Pulau Hoga Kawasan Taman Nasional Wakatobi. Kendari,
Sulawesi Tenggara.
Surtikanti. 2011. Penyakit pada Tanaman Jagung di Sulawesi Selatan dan
Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Syafruddin, & Fadhly, A. F. 2004. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih
Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serealia. 14-
16.
Syukur. 2018. Aspek Penting Pengendalian Hama dan Penyakit. Widyaiswara
29
BPP. Jambi.
Soemadi W. dan A. Mutholib. 2000. Sayuran Baby. Penebar Swadaya. Depok.
Sukarsono, dkk. 2003. Tumbuhan untuk Pengobatan. Umm Press. Malang.
Surtinah, et al. 2016. "Komparasi Tampilan Dan Hasil Lima Varietas Jagung
Talanca, H. 2013. Status Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung Dan
Pengendaliannya. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Serelia.
Untung, Kasumbogo. 2006. Pengatur Pengelolaan Hama Terpadu.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Manis (Zea Mays Saccharata, Sturt) Di Kota Pekanbaru." Jurnal Ilmiah Pertanian
Unila.
Tjahjadi, Nur. 2001. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta; Kanisius. Hlm.
72.
Tjitrosoepomo, G. 2013. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Wakman, W., S. Pakki., dan S. Kontong. 2007. Evaluasi ketahanan varietas/galur
jagung terhadap penyakit bulai. Laporan Tahunan Kelompok Peneliti
Hama dan Penyakit. Balitsereal, Maros. p.121.
Website Resmi Desa Jatikerto Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. 2019.
www.kominfo.malangkab.go.id, diakses pada 18 November 2019.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Lapang
3. Pengamatan Visual
4. Lahan Jagung di
Jatikerto
31
5. Pengamatan Penyakit
6. Pitfall
7. Pengamatan pitfall
8. Pitfall