Disusun oleh :
Kelas / Kelompok : D/D1
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN FIELDTRIP DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
PADA BUDIDAYA TANAMAN HORTENSIA (Hydrangea
macrophylla) DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN
BUMIAJI KOTA BATU
Telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat kelulusan praktikum
Dasar Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Oleh :
Kelas / Kelompok : D/D1
Disetujui oleh :
Koordinator Asisten
Dasar Perlindungan Tanaman 2018
Asisten Praktikum
Tim Penyusun :
1. Dewi Rahmawati 175040100111037
2. Sekar Ayu Al Fatihah 175040100111063
3. Muhamad Fauzan 175040100111086
4. Dessy Saidah 175040100111099
5. Viranti Sukma 175040100111107
6. Wukir Prasasti 175040100111108
7. Izza Kartika Amalia 175040100111109
8. Achmad 175040100111111
9. Rayhan Putra Handita 175040100111112
10. Sherlina Pratiwi 175040100111113
11. Riska Ayu Febriana 175040100111114
12. Jimmy Poelta Jaya 175040100111115
13. Moch Agung Prayoga 175040100111116
14. Muhammad Ulil Khikmah 175040100111117
15. Muhammad Rif’at Fathurrah 175040100111118
16. Wahda Ma’muria 175040100111119
17. Ikke Ainun Ruswiliyanti 175040100111120
FORM PENILAIAN UAP PRESENTASI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan besar praktikum Dasar Perlindungan
Tanaman ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan
besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini berisi tentang hasil dan
pembahasan dari fieldtrip yang telah kami lakukan.
Penyelesaian laporan besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini
tidak terlepas dari bantuan dari banyak pihak dan kerjasama seluruh anggota.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan
besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini. Namun bila masih ada
kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun dalam penulisan laporan besar praktikum Dasar
Perlindungan Tanaman berikutnya.
Tim Peyusun
v
DAFTAR ISI
COVER DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Pengertian Hama dan Penyakit Tanaman.............................................................3
2.2 Tanaman Hortensia...................................................................................................3
2.2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Hortensia...........................................................4
2.3.2 Penyakit..........................................................................................................6
III. METODOLOGI..............................................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................................13
3.3 Cara Kerja................................................................................................................14
3.3.1 Pengamatan Arthropoda.............................................................................14
vi
4.2 Pembahasan...........................................................................................................19
4.2.1 Hasil Identifikasi Arthropoda.......................................................................19
V. PENUTUP......................................................................................................29
5.1 Kesimpulan..............................................................................................................29
5.2 Saran........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
LAMPIRAN......................................................................................................... 30
vii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
Tabel 1 Tabel Hasil Identifikasi Hama 15
Tabel 2 Tabel Hasil Identifikasi Musuh Alami 15
Tabel 3 Tabel Hasil Identifikasi Serangga Lain 16
Tabel 4 Tabel Hasil Identifikasi Penyakit Tanaman Hortensia 17
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses budidaya tanaman dalam pertanian tidak akan terlepas dari adanya
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro ataupun makro yang
mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan
gulma, merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme
pengganggu tanaman ini pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju
pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman
yang dibudidayakan dengan OPT ini menjadi serat dan tempat perlindungan bagi
hama dan penyakit, sementara bagi gulma tanaman budidaya akan bersaing
untuk mendapatkan nutrisi yang sama, maka dari itu untuk mengatasi masalah
ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas
tanaman tersebut. OPT dapat merugikan proses budidaya tanaman dari segi
ekonomi dan dapat mengurangi nilai kualitas suatu tanaman budidaya.
Untuk mengetahui dan mempelajari permasalahan lebih dalam maka perlu
dilakukan pengamatan di lapangan (fieldtrip). Sehingga untuk membuktikan serta
membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada, maka pengamatan
lapangan (fieldtrip) ini perlu untuk dilakukan. Selain itu kegiatan lapang ini
nantinya di harapkan agar adanya penanganan dan pengendalian terpadu
terhadap gangguan OPT yang merugikan.
Laporan ini akan disampaikan mengenai cara budidaya tanaman hortensia
lebih khusus lagi tentang permasalahan OPT pada tanaman hortensia dan cara
pengendaliannya. Identifikasi OPT dapat memperjelas jenis OPT yang
mengganggu pada lahan tanaman hortensia ini. Diharapkan dengan mengetahui
permasalahan OPT pada tanaman hortensia, budidaya tanaman ini dapat optimal
dan dapat terkendalinya OPT di lahan budidaya tanaman tersebut.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan tujuan dari fieldtrip adalah
untuk mengetahui cara budidaya tanaman hortensia, mengetahui jenis OPT,
musuh alami dan organisme tanah yang terdapat di lahan serta mengetahui cara
pengendalian OPT pada lahan.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengenali jenis-jenis OPT yang ada pada budidaya
hortensia. Mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri yang ditimbulkan setiap
2
masyarakat dan lebih sering digunakan sebagai tanaman hias. Daun dan akar
tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan
salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan pigmen yang sangat tinggi.
Klasifikasi secara ilmiah bunga hortensia yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Rosales
Famili : Hydrangeaceae
Genus : Hydrangea
Spesies : Hydrangea macrophylla
Nama Umum : Hortensia, bunga bokor
Nama Lokal :Pecah seribu atau kembang seribu (Bali), pancawarna (Jawa),
bunga sanggul.
(Riana, 2016)
2.2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Hortensia
Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah
dataran tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut.
Namun, hortensia juga bisa dibudidayakan di daerah yang kurang sejuk dengan
beberapa perlakuan yang bisa membuat tanaman yang dikenal dengan nama
kembang bokor ini tetap hidup baik. Antara lain dengan menanamnya di media
yang benar-benar subur, misalnya humus yang berasal dari sisa-sisa tanaman.
Tanaman ini cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan
kompos. Hortensia menyukai struktur media yang poros atau remah tetapi bisa
mengikat air dengan baik. Selain itu tanaman ini menghendaki pasokan air yang
teratur dalam jumlah yang cukup. Jangan menyiram terlalu berlebihan karena
bisa menyebabkan tanaman busuk. Tanaman hortensia meyukai sinar matahari
penuh pada pagi hari dan tempat teduh pada sore hari (Setena, 2011)
2.2.2 Bagian Yang Dipanen
Tanaman Hortensia merupakan tanaman penghasil bunga atau dengan
kata lain bunga dari tanaman inilah yang diambil sebagai barang komoditas
untuk dijual sebagai bunga potong. Ciri bunga yang sudah siap dipanen adalah
Bunga sudah memiliki warna yang beragam dan tekstur bunga sudah kering
5
seperti kertas atau sudah tidak terlihat basah dan kadar airnya tinggi. Panen
bunga dilakukan dengan memotong tangkai bunga sekitar 25 sampai 30 cm
dengan menggunakan gunting pangkas (Rachmawaty, 2012)
2.2.3 Teknis Budidaya Secara Umum
Menurut Purwanti (2017) bunga hortensia bisa ditanam dengan berbagai
cara, salah satunya ialah stek. Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek
pucuk (terminal) dari batang atau vegetatif stock tanaman. Waktu yang
dibutuhkan 3-4 minggu agar stek tidak basah sebelum bibit tanaman siap
dipindahkan ke lapangan. Ada tiga faktor yang dibutuhkan dalam membuat stek
tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari hama dan penyakit, optimum
suhu untuk pengakaran 24ºC -25ºC, dan memperhatikan sanitasi selama
pengakaran. Perlakuan atau pengkondisian suhu di bawah 20 oC selama enam
minggu pada saat pembibitan, akan merangsang pembungaan lebih cepat,
sedangkan perlakuan suhu di atas 25oC batang tanaman dan bunga cenderung
kecil. Pemilihan batang atau cabang yang akan dipotong berasal dari indukan
minimal 2-3 kali berbunga, batang yang dipilih tidak terlalu tua atau tidak terlalu
muda. Agar bunga hortensia merekah maksimal, tanaman harus mendapatkan
panas sinar matahari yang cukup. Pangkas tangkai bunga yang sudah berukuran
50 cm dengan menggunakan gunting stek beserta daun tuanya. Lalu akan
muncul tunas bunga pada bagian tangkai tersebut. Waktu yang dibutuhkan dari
muncul bunga sampai siap dipangkas tangkainya sekitar 1-2 minggu.
Selanjutnya setelah tangkai bunga dipangkas, akan keluar tunas bunga baru
sekitar 3 bulan.
Perawatan tanaman hortensia tergolong mudah, seperti pemberian pupuk
NPK dosis ¼ sendok 2 minggu sekali per tanaman. Penyiraman cukup dilakukan
seminggu sekali tetapi disesuaikan dengan cuaca, jika terlalu panas disiram pada
pagi dan sore hari. Untuk pemupukan hanya perlu menaburkan pupuk organik
sebanyak satu sendok makan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Pastikan
menambahkan pupuk secukupnya, apabila berlebihan akan menyebabkan
tanaman panca warna yang anda tanam tidak bisa berbunga, atau bahkan bisa
mati membusuk. Untuk masalah hama, tanaman hortensia juga harus dipastikan
terhindar dari masalah hama. Lakukan pengecekan tiap 2 hari sekali dan lihat
apakan ada hama tanaman yang menempel pada daun-daun panca warna.
Apabila ditemukan hama maka harus dikendalikan dengan cara memyemprotkan
pestisida secukupnya. Selain itu, Perawatan tanaman hortensia berupa
6
kuning yang pada permukaanya di lapisi lem laila agar serangga yang
terperangkap tidak lepas kembali. Tujuan dari perangkap kuning ini adalah untuk
menjebak serangga dengan memanfaatkan ketertarikan serangga terhadap
warna yang cerah seperti warna kuning.
Ketertarikan serangga terhadap warna dapat dijadikan acuan untuk usaha
pengendalian, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberi daya tarik
serangga terhadap warna. Salah satunya adalah dengan memasang kertas
warna-warni yang diberikan perekat. Warna media yang digunakan harus dapat
memberi pantulan cahaya atau adanya zat penarik. (Sihombing et al., 2013)
Menurut (Hakim et al., 2016) dalam menentukan warna yang spesifik bagi
masing-masing serangga belum dapat ditentukan namun jumlah serangga yang
terperangkap di kertas kuning jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan warna
lainnya. Ketertarikan serangga terhadap warna disebabkan pemantulan cahaya
kesegala arah dan banyak serangga pemakan tumbuhan menanggapi positif
pola pantulan cahaya dari tanaman inang, dan tanggapan ini bisa sangat
spesifik. Ketertarikan serangga terhadap warna kuning cenderung lebih tinggi
dapat disebabkan adanya kemiripan warna polen bungan menjelang masak.
2.5.2 Perangkap Pitfall
Perangkap jatuh (pitfall trap) yaitu perangkap yang digunakan untuk
menangkap serangga yang ada di permukaan tanah sekitar tanaman (Aryoudi,
Pinem, & Marheni, 2015). Sedangkan menurut (Siregar, Bakti, & Zahara, 2014)
perangkap jatuh (Pit Fall Trap) serangga yang aktif pada siang hari dan malam
hari digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah.
Alat ini dibuat dengan menggunakan gelas plastik berdiameter 9 cm dimasukkan
ke dalam lubang sehingga permukaan gelas sejajar dengan permukaan tanah.
Setiap gelas plastik dituangkan deterjen yang telah dilarutkan sebanyak 150 ml,
deterjen berfungsi sebagai perekat dimana serangga yang masuk didalam gelas
plastik terperangkap dan tidak bisa keluar lagi.
2.5.3 Perangkap jaring (Sweep Net)
Menurut (Aryoudi et al., 2015)Perangkap jaring (Sweep Net) digunakan
untuk mengambil sampel serangga vegetasi. Alat ini terbuat dari bahan ringan
dan kuat seperti kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap
dapat terlihat. Sedangkan menurut (Yatno, Pasaru, & Wahid, 2013) teknik Jaring
Serangga (sweep net), Metode ini menggunakan jaring ayun berbentuk kerucut,
mulut jaring terbuat dari kawat melingkar (diameter 30 cm) jaring terbuat dari kain
12
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Fieldtrip DPT ini dilaksanakan di Desa Sumberbrantas yang terletak di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur pada hari Sabtu, 28 April 2018.
Fieldtrip ini dimulai pada pukul 06.30 hingga selesai kegiatan praktikum Dasar
Perlindungan Tanaman pada pukul 11.00.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat Fungsi
Plastik Wadah bagi serangga
Bahan Fungsi
Kapas Media pembius spesimen
b. Bahan
14
3.3.1.2 Sweepnet
3.3.1.3 Yellowtrap
3.3.
Mendiamkan selama 24 jam atau sehari
2 Pengamatan Penyakit
Menyiapakan alat dan bahan
Mendokumentasikan
Mengidentifikasi
III.4.2 Yellowtrap
Penggunaan yellowtrap langakah pertama adalah menyiapkan alat dan
bahan seperti yellow trap dan botol 600 ml. Setelah itu yellow trap ditempelkan
pada botol. Perangkap ini diletakkan dengan penyangga dalam plot dan
dipasang sehari sebelum pelaksanaan fieldtrip. Setelah semalam yellowtrap
dapat diambil dan dibungkus menggunakan plastic agar serangga tidak rusak.
Pengidentifikasian dilakukan dengan mengamati serangga yang menempel pada
perangkap.
III.4.3 Pitfall
Penggunaan perangkap pitfall dilakukan dengan cara menyiapkan alat
dan bahan seperti gelas mineral dan air deterjen. Setelah itu memasukkan air
deterjen ke dalam gelas mineran. Perangkap ini diletakkan di pojok plot untuk
pemasangan dilakukan sehari sebelum pelaksanaan fieldtrip. Setelah itu
mengambil serangga yang terjebak pada pitfall. Seluruh air dalam gelas mineral
dituangkan kedalam plastik lalu diikat. Kemudian mengidentifikasi bagi serangga
yang diketahui dan menyimpan serangga lain untuk mengidentifikasi kembali.
III.4.4 Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan dengan mengamati kondisi tanaman di
plot. Syarat tanaman terkena penyakit dapat dilihat dari perubahan tubuh
tanaman, perubahan warna pada daun dan tanaman kerdil. Pertama identifikasi
perubahan bentuk yang terjadi lalu bendingkan dengan literature yang ada,
Perubahan bentuk tubuh tanaman hanya terjadi di beberapa tanaman saja bukan
semua tanaman. Apabila semua tanaman mengalami perubahan bentuk tubuh
maka yang terjadi bukanlah penyakit melainkan bisa jadi defisiensi tanah.
17
2 Hama thrips
(Thrips sp)
(thysanoptera famili
thripidae)
1 Kumbang tanah
(Acupalcus testaceus)
(coleoptera famili carabidae)
2 Lalat
(famili asilidae)
3 Laba-laba peloncat
(famili salticidae)
2 Nyamuk
(famili culicidae)
19
3 Lalat
(famili ceratopogonidae)
Antenna pada famili carabidae timbul agak disebelah lateral, pada sisi-sisi
kepala antara mata dan mandibel, klipeus tidak timbul secara lateral dibelakang
dasar-dasar sungut. (Borror et al., 1992). Kumbang famili carabidae dikenal
sebagai predator yang cukup efektif pada hama seperti hama penggulung daun.
b. Famili Tipuliade
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tipulidae
Adapun ciri-ciri khusus serangga ini yaitu; tubuhnya dibedakan atas kaput,
toraks, abdomen dan mempunyai 3 pasang kaki, memiliki sepasang mata, dan
sepasang antena. kaki sangat panjang dan ramping, mesonotum dengan celah
yang jelas seperti bentuk ‘V’. Sebagian besar berukuran 10-25 mm, kecoklatan
atau abu-abu, beberapa dengan spot-spot yang gelap disayap, seperti nyamuk.
Serangga famili tipuliade merupakan serangga yang cukup umum di
temukan dalam lingkungan kita. Serangga ini memiliki mulut yang memanjang
dan mulut tersebut tidak digunakan untuk menggigit, layaknya nyamuk mulut
atau probocis dari famili tipuliade digunakan untuk menghisap.
c. Famili Culicidae
Klasifikasi spesimen menurut Harbach (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Pada dasarnya famili culicidae memiliki tiga bagian tubuh utama pada
morfologinya yaitu pada bagian kepala (caput) memiliki bagian yang lebih kecil
dibandingkan dengan thorax atau abdomennya. Lalu terdapat perbedaan
diantara culicidae jantan dan betina. Pada probocis culicidae jantan digunakan
untuk menghisap bahan cair dari tumbuhan tumbuhan yang diserangnya.
(Umniyati, 2003). Sementara pada probocis betina digunakan untuk menghisap
darah.
21
Menurut Hadi dan Soviana (2010) tubuh nyamuk memiliki tiga bagian, yaitu
kepala, toraks, dan abdomen. Kepala nyamuk berbentuk agak membulat dengan
sepasang mata majemuk, sepasang antena panjang (15 segmen), sepasang
palpi, dan sebuah probosis. Menurut Susanto et al. (2008) nyamuk berukuran
kecil (4-13 mm). Kepalanya mempunyai probosis halus dan panjang yang
melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat
untuk mengisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk
mengisap bahan bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan
juga keringat. Antenna pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada
nyamuk betina jarang (pilose). Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai
vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang
letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang
disebut umbai (fringe). Abdomen berbentuk silinder dan terdiri atas 8 ruas.
Siklus hidup nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola),
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk tertarik pada cahaya, pakaian
berwarna gelap, manusia, dan hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan zat-
zat yang dikeluarkan hewan, terutama CO2, beberapa asam amino, dan lokasi
yang dekat dengan suhu hangat serta kelembapan yang tinggi (Hadi dan
Koesharto 2006).
d. Famili Salticidae
Klasifikasi spesimen menurut Subyanto et al., (1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Famili : Salticidae
Famili Salticidae memiliki 3 bagian tubuh utama yaitu memiliki ciri-ciri khusus
dibandingkan dengan famili famili yang lain, contohnya pada bagian mata famili
salticidae, pada mata serangga famili salticidae mata anteriornya berada di
bagian depan wajahnya. Sehingga terlihat seperti memiliki wajah yang datar.
(Richman et al., 2005). Serangga famili Salticidae juga bergantung pada kaki-
kaki bagian belakang mereka untuk melompat.
Laba - laba salticidae pada fase dewasa mempunyai ukuran 5-9 mm. Tubuh
padat, kaki pendek dan kuat. Kadang-kadang berambut, kadang-kadang tidak.
22
Kaki bewarna lebih terang dari tubuh. Mempunyai dua mata besar. Salticidae
menyukai kondisi kering (lahan kering) dan tinggal didalam gulungan/lipatan
daun sambil menunggu mangsanya.
Menurut Richman (1992) salticidae memiliki cara memburu mangsanya yaitu
dengan cara mendekati mangsanya secara perlahan-lahan lalu melompat
dengan cepat. Perilaku ini merupakan cara untuk menangkap mangsanya.
Menurut Roberts (1995) famili ini juga memiliki karakteristik mata yang sangat
unik. Pada mata bagian depan yang berukuran besar dan tengah yang
berukuran kecil dapat berfungsi untuk tetap fokus terhadap sesuatu yang rumit
serta mengenali warna. Mata bagian belakang yang berukuran sedang dapat
digunakan untuk mendeteksi pergerakan mangsa. Berdasarkan Rakhmadani
(2014) Salticidae memiliki makanan utama yaitu serangga. Salticidae dapat
ditemukan didaerah hutan basah, batang pohon, dan batu-batu yang besar
(Taylor & Jackson, 1999).
e. Famili Ceratopogonidae
Klasifikasi spesimen menurut Subyanto et al., (1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Salticidae
Genus : Culicoides
Menurut Subyanto et al. (1991) ceratopogonidae mempunyai tarsi kaki
depan tidak memanjang, metanotum membulat, tubuh sangat kecil, menggigit
dan sangat menganggu manusia, beberapa jenis hidup sebagai ektoparasit,
beberapa sebagai predator, larva hidup di air. Menurut Hadi (2010) culicoides ini
mempunyai perilaku yang sama dengan nyamuk, hanya lalat betina yang
mengisap darah (0.139-0,410 mikroliter), sedang yang jantan menghisap cairan
tumbuh-tumbuhan. Peranan Culicoides dalam dunia kesehatan yang utama
adalah sebagai pengganggu dan penghisap darah.
f. Famili Thripidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
23
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Genus : Thrips
Menurut Heming (1993) thrips (thysanoptera) merupakan serangga yang
memiliki tubuh kecil dan ramping. Trips memiliki alat mulut maraut-mengisap
yang asimetris. Trips dapat memiliki sayap ataupun tanpa sayap. Sayap trips
sempit dengan venasi yang tereduksi dengan sekeliling sayap memiliki rambut
yang merumbai. Tipe metamorfosis peralihan antara tidak sempurna dan
sempurna. Menurut Borror (2005) jantan dan betina thrips memiliki bentuk yang
sama, namun jantan biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil. Trips
memiliki ovipositor yang digunakan untuk meletakkan telur pada jaringan
tanaman. Thrips betina biasanya meletakkan telur pada celah-celah jaringan
tanaman atau di bawah lapisan membran sel tanaman. Thrips memiliki kisaran
inang yang sangat luas dan biasanya berkumpul pada bagian bunga .
Jaringan tanaman yang diserang trips menjadi kering sehingga menimbulkan
gejala keperakan. Gejala pada bunga berupa bintik-bintik putih atau kadang
berupa bercak berwarna merah yang muncul juga di permukaan daun (Mound
dan Kibby 1998). Menurut Dibiyantoro (1998) thrips dapat berperan sebagai
hama penting pada tanaman, vektor penyakit tanaman, serangga predator, atau
sebagai serangga penyerbuk.
g. Famili Asilidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Asilidae
Asilidae biasanya dikenali sebagai lalat perompak. Pada famili ini dewasa
bersifat pemangsa dan menyerang berbagai ragam serangga, yang mencakup
tabuhan, lebah, capung, belalang dan lalat-lalat lainnya. Seringkali menyerang
serangga yang ukurannya lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri. Biasanya
menyerang pada serangg-serangga yang sedang istirahat. Menurut Subyanto et
al. (1991) asilidae memiliki ciri-ciri tubuh sebagian besar memanjang dengan
abdomen pipih, nampak kokoh. Thoraks relatif besar, kokoh dengan kaki yang
panjang. Tubuh ada yang berambut dan ada yang tidak. Umumnya bewarna abu-
24
abu, coklat atau hitam. Bagian puncak kepala jelas berbentuk cekung. Asiilidae
sering memangsa serangga yang ukuran tubuhnya lebih besar. Baik larva
maupun dewasa, umumnya bertindak sebagai predator.
h. Famili Nitidulidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Famili : Nitidulidae
Pada spesimen ini memiliki ciri yaitu memiliki antena agak panjang dan
tubuh bewarna hitam. Pada bagian sayap bewarna kegelapan tetapi bagian
abdomen berbentuk bulat telur. Menurut Borror et al. (1992) spesimen ini
termasuk famili nitidulidae (kumbang cairan tumbuhan) memiliki bentuk dan
ukuran yang bervariasi. Jenis ini berukuran kecil dan memanjang berbentuk bulat
telur dan banyak pada elitra adalah pendek dan menunjukkan ruas pada ujung
abdomen. Banyak dari famili ini ditemukan di bawah kulit pohon yang longgar
dan di dalam bunga. Bagian tanaman yang diserang oleh hama ini adalah buah
dan batang.
i. Lalat rumah
Klasifikasi spesimen menurut West (1951) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorrhapha
Family : Muscidae
Genus : Musca
Species : Musca domestica
Lalat merupakan jenis seranggga yang termasuk ordo Diptera dan hidupnya
dekat dengan lingkungan manusia. Kelompok lalat yang berdekatan dengan
manusia adalah lalat rumah, lalat hijau, dan lalat daging. Lalat memiliki
metamorfosis sempurna yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat dewasa
mengisap cairan yang mengandung gula atau makanan yang telah busuk dan
juga Lalat dewasa bersayap dan aktif bergerak, sebaliknya larva lalat
25
kuning hingga coklat kehitaman pada daun. Akibatnya, daun akan mengering
bahkan mati. Tidak hanya itu, bunga pada tanaman hortensia tidak akan mekar
dan tanaman menjadi kerdil. Sedangkan belalang dan ulat daun memakan daun
tanaman hortensia dan menyebabkan lubang pada daun.
Menurut penjelasan Pak Deni, adanya serangan hama juga perlu
dikendalikan yakni secara mekanis dan kimia. Pada pengendalian mekanis,
dilakukan dengan mengambil dan membuang hama secara manual dengan
tangan. Selain itu, daun yang terkena penyakit dipetik dan dibuang agar tidak
menyebar. Pengendalian mekanis hanya dilakukan saat intensitas serangan
hama rendah. Sedangkan pengendalian kimia dilakukan dengan penyemprotan
pestisida pada daun, yakni Drusban. Pada penggunaannya, Drusban 50 cc
dilarutkan dengan air lalu dituangkan pada drum berbentuk tabung berukuran
sekitar 200 liter. Sedangkan untuk akar, dilakukan penyemprotan fungisida.
Penyemprotan dilakukan pada pagi hari menggunakan power sprayer. Frekuensi
penyemprotan dilakukan 1x tiap minggu dan 3x tiap minggu saat serangan hama
tinggi.
Tingkat serangan OPT dapat dipengaruh oleh pengolahan tanah. Tanah
yang gembur dengan mengandung humus tinggi dan menyebabkan tanaman
lebih subur. Tanaman yang subur akan lebih disenangi hama dalam memenuhi
nutrisi. Akibatnya, tanaman lebih cepat terkena penyakit akibat hama. Pada
tanah terdapat organisme hidup yang juga memberi dampak bagi lahan dan
tanaman hortensia. Adanya cacing (Lumbricina) dalam tanah memberi
keuntungan bagi kesuburan tanah. Namun aktivitas cacing mencampur tanah
yang berlebihan juga akan membuat tanah terlalu gembur. Sama halnya dengan
orong-orong (Gryllotalpidae) yang membuat lubang pada tanah dan membuat
tanah menjadi gembur. Sedangkan ulat tanah atau embuk (Lepidiota stigma F:)
memberi dampak buruk karena memakan akar sehingga bunga pada tanaman
tidak tumbuh atau kerdil.
Organisme dalam tanah yakni cacing, orong-orong, dan ulat tanah
tersebut statusnya lebih banyak sebagai OPT merugikan. Presentase OPT,
mempengaruhi produksi dalam budidaya komoditas hortensia. Organisme
memberi dampak masing-masing baik untung maupun rugi. Sedangkan dampak
kerugian karena peledakan OPT ialah dapat menurunkan hasil produksi sekitar
20%-30%.
28
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dari pelaksanaan
kegiatan fieldtrip maka dapat disimpulkan bahwa pada komoditas yang kita amati
yaitu tanaman hortensia terdapat berbagai macam serangga yang mempunyai
peranannya masing-masing. Serangga yang ditemukan pada lahan tanaman
hortensia dan berperan sebagai hama diantaranya yaitu kumbang sap, dan
rayap. Kumbang sap termasuk kedalam famili nitidulidae, ditemukan di bawah
kulit pohon yang longgar dan di dalam bunga. Kumbang sap menyerang bagian
tanaman yaitu buah dan batang.
Serangga yang berperan sebagai musuh alami pada lahan tanaman
hortensia yaitu kumbang tanah, Strepsiptera, lalat, dan laba-laba peloncat.
Kumbang tanah yang berperan sebagai musuh alami masuk kedalam famili
carabidae yang dikenal sebagai predator terhadap hama penggulung daun.
Sedangkan laba-laba peloncar termasuk kedalam famili salticidae dimana kaki
bagian belakang digunakan untuk melompat.
Ditemukan pula serangga lain pada lahan tanaman hortensia yaitu lalat
rumah, lalat bangau, semut, dan nyamuk. Lalat bangau termasuk kedalam famili
tipuliade yang memiliki mulut memanjang dan digunakan untuk menghisap.
Sedangkan lalat termasuk kedalam famili ceratopogonidae yang beberapa
jenisnya berperan sebagai ektoparasit, predator, dan larvanya hidup di air. Lalat
jantan menghisap cairan tumbuh-tumbuhan.
Terdapat pula penyakit yang menyerang tamanan hortensia. Penyakit
yang menyerang tanaman hortensia yaitu bercak pada daun yang disebabkan
oleh patogen Alternaria sp. Bercak daun yang ditemukan pada lahan hortensia
cukup banyak dan pada setiap ukuran daun yang membesar maka bercak pada
daun juga akan membesar. Bercak ini berwarna coklat tua dan kering. Patogen
penyebab bercak daun ini menyerang pada bagian bawah daun.
Dengan adanya berbagai macam serangga yang ditemukan pada lahan
horetntia dan berpotensi merugikan terhadap produktivitas lahan tersebut, maka
dapat dilakukan adanya pengendalian terhadap serangan hama yang ada secara
tepat dan terpadu. Selain pengendalian terhadap hama, perlu memperhatikan
jarak tanam yang sesuai pada budidaya tanaman hortensia agar tidak
menimbulkan lingkungan yang terlalu lembab sehingga muncul patogen dan
menyebabkan penyakit bercak daun. Dengan pola tanam yang sudah dipakai
30
DAFTAR PUSTAKA
Umniyati, S.R. 2003. Nyamuk yang berperan sebagai Vektor Penyakitdan Cara
Pengendaliannya. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
West, L. S. 1951. The housefly: its natural history, medical importance, and
control. Comstock Publishing, Ithaca, NY.
Yatno, Pasaru, F., & Wahid, A. 2013. Keanekaragaman arthropoda pada
pertanaman kakao ( Theobroma cacao L .) di Kecamatan Palolo
Kabupaten Sigi. E-J. Agrotekbis, 1(5)
30
LAMPIRAN
Pengenalan Power Sprayer Uji Coba Power Sprayer Yellowtrap di plot Hortensia