Anda di halaman 1dari 44

i

LAPORAN FIELDTRIP DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


PADA BUDIDAYA TANAMAN HORTENSIA (Hydrangea
macrophylla) DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN
BUMIAJI KOTA BATU

Disusun oleh :
Kelas / Kelompok : D/D1

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN FIELDTRIP DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
PADA BUDIDAYA TANAMAN HORTENSIA (Hydrangea
macrophylla) DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN
BUMIAJI KOTA BATU

Telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat kelulusan praktikum
Dasar Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Oleh :
Kelas / Kelompok : D/D1

Disetujui oleh :

Koordinator Asisten
Dasar Perlindungan Tanaman 2018
Asisten Praktikum

Afrida Rachma Utami


NIM. 155040200111053
Achmad Fitriadi T.
NIM. 166040200011016
iii

LAPORAN FIELDTRIP DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


PADA BUDIDAYA TANAMAN HORTENSIA (Hydrangea
macrophylla) DI DESA SUMBERBRANTAS KECAMATAN
BUMIAJI KOTA BATU

Kelas / Kelompok : D/D1


Asisten Praktikum : Achmad Fitriadi T.

Tim Penyusun :
1. Dewi Rahmawati 175040100111037
2. Sekar Ayu Al Fatihah 175040100111063
3. Muhamad Fauzan 175040100111086
4. Dessy Saidah 175040100111099
5. Viranti Sukma 175040100111107
6. Wukir Prasasti 175040100111108
7. Izza Kartika Amalia 175040100111109
8. Achmad 175040100111111
9. Rayhan Putra Handita 175040100111112
10. Sherlina Pratiwi 175040100111113
11. Riska Ayu Febriana 175040100111114
12. Jimmy Poelta Jaya 175040100111115
13. Moch Agung Prayoga 175040100111116
14. Muhammad Ulil Khikmah 175040100111117
15. Muhammad Rif’at Fathurrah 175040100111118
16. Wahda Ma’muria 175040100111119
17. Ikke Ainun Ruswiliyanti 175040100111120
FORM PENILAIAN UAP PRESENTASI

Kelompok : D1 Asisten Penguji :……………………

No Nama Laporan PPT Penampilan Diskusi Rata-rata


1. Dewi Rahmawati
2. Sekar Ayu Al Fatihah
3. Muhamad Fauzan
4. Dessy Saidah
5. Viranti Sukma
6. Wukir Prasati
7. Izza Kartika Amalia
8. Achmad
9. Rayhan Putra Handita
10. Sherlina Pratiwi
11. Rizka Ayu Febriana
12. Jimmy Poelta Jaya
13. Moch Agung Prayoga
14. Muhammad Ulil Khikmah
15. Muhammad Rif’at Fathurrah
16. Wahda Ma’muria
17. Ikke Ainun Ruswiliyanti
iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan besar praktikum Dasar Perlindungan
Tanaman ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan
besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini berisi tentang hasil dan
pembahasan dari fieldtrip yang telah kami lakukan.
Penyelesaian laporan besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini
tidak terlepas dari bantuan dari banyak pihak dan kerjasama seluruh anggota.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan
besar praktikum Dasar Perlindungan Tanaman ini. Namun bila masih ada
kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun dalam penulisan laporan besar praktikum Dasar
Perlindungan Tanaman berikutnya.

Malang, 9 Mei 2018

Tim Peyusun
v

DAFTAR ISI

COVER DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Pengertian Hama dan Penyakit Tanaman.............................................................3
2.2 Tanaman Hortensia...................................................................................................3
2.2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Hortensia...........................................................4

2.2.2 Bagian Yang Dipanen....................................................................................4

2.2.3 Teknis Budidaya Secara Umum...................................................................5

2.3 Hama dan penyakit pada tanaman Hortensia.....................................................6


2.3.1 Hama...............................................................................................................6

2.3.2 Penyakit..........................................................................................................6

2.4 Macam-Macam Metode Pengendalian Hama dan Penyakit...............................6


2.5 Penjelasan Mengenai Perangkap Arthrpoda yang digunakan (Yellow
StickyTrap, Pitfall, dan Sweepnet)...........................................................................6
2.5.1 Perangkap Kuning (Yellow Trap)...............................................................11

2.5.2 Perangkap Pitfall..........................................................................................11

2.5.3 Perangkap jaring (Sweep Net)...................................................................12

III. METODOLOGI..............................................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................................13
3.3 Cara Kerja................................................................................................................14
3.3.1 Pengamatan Arthropoda.............................................................................14
vi

3.3.2 Pengamatan Penyakit.................................................................................15


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................17
4.1 Hasil..........................................................................................................................17
4.1.1 Hasil Identifikasi Arthropoda yang Terperangkap....................................17

4.1.2 Hasil Identifikasi Penyakit...........................................................................19

4.2 Pembahasan...........................................................................................................19
4.2.1 Hasil Identifikasi Arthropoda.......................................................................19

4.2.2 Hasil Identifikasi Penyakit...........................................................................25

4.2.3 Hasil Wawancara.........................................................................................25

V. PENUTUP......................................................................................................29
5.1 Kesimpulan..............................................................................................................29
5.2 Saran........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
LAMPIRAN......................................................................................................... 30
vii

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman
Tabel 1 Tabel Hasil Identifikasi Hama 15
Tabel 2 Tabel Hasil Identifikasi Musuh Alami 15
Tabel 3 Tabel Hasil Identifikasi Serangga Lain 16
Tabel 4 Tabel Hasil Identifikasi Penyakit Tanaman Hortensia 17
1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses budidaya tanaman dalam pertanian tidak akan terlepas dari adanya
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro ataupun makro yang
mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan
gulma, merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme
pengganggu tanaman ini pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju
pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman
yang dibudidayakan dengan OPT ini menjadi serat dan tempat perlindungan bagi
hama dan penyakit, sementara bagi gulma tanaman budidaya akan bersaing
untuk mendapatkan nutrisi yang sama, maka dari itu untuk mengatasi masalah
ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas
tanaman tersebut. OPT dapat merugikan proses budidaya tanaman dari segi
ekonomi dan dapat mengurangi nilai kualitas suatu tanaman budidaya.
Untuk mengetahui dan mempelajari permasalahan lebih dalam maka perlu
dilakukan pengamatan di lapangan (fieldtrip). Sehingga untuk membuktikan serta
membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada, maka pengamatan
lapangan (fieldtrip) ini perlu untuk dilakukan. Selain itu kegiatan lapang ini
nantinya di harapkan agar adanya penanganan dan pengendalian terpadu
terhadap gangguan OPT yang merugikan.
Laporan ini akan disampaikan mengenai cara budidaya tanaman hortensia
lebih khusus lagi tentang permasalahan OPT pada tanaman hortensia dan cara
pengendaliannya. Identifikasi OPT dapat memperjelas jenis OPT yang
mengganggu pada lahan tanaman hortensia ini. Diharapkan dengan mengetahui
permasalahan OPT pada tanaman hortensia, budidaya tanaman ini dapat optimal
dan dapat terkendalinya OPT di lahan budidaya tanaman tersebut.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan tujuan dari fieldtrip adalah
untuk mengetahui cara budidaya tanaman hortensia, mengetahui jenis OPT,
musuh alami dan organisme tanah yang terdapat di lahan serta mengetahui cara
pengendalian OPT pada lahan.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengenali jenis-jenis OPT yang ada pada budidaya
hortensia. Mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri yang ditimbulkan setiap
2

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) agar dapat mengendalikan secara


tepat.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Hama dan Penyakit Tanaman
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang
yang aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga
menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi
hama adalah binatang yang menyerang tanaman budidaya sehingga
menimbulkan kerugian. Hama tanaman sering disebut serangga hama (pest)
(Rukmana 2002). Hama yang merusak tanaman secara langsung dapat dilihat
bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan.
Sedangkan penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan
tanaman tidak berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan
secara terus menerus oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan
akan menghasilkan perkembangan gejala (Agrios 2005). Menurut Herlinda et al.
(2005) penyakit dapat disebabkan oleh cendawan, bakteri, virus, dan nematoda.
Cendawan atau jamur adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai
tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki dinding sel, berkembang biak dengan
spora, tetapi tidak memiliki klorofil
2.2 Tanaman Hortensia
Tanaman bunga hortensia (Hydrangea macrophylla) merupakan tanaman
hias yang berasal dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Wilayah Indonesia
lebih mengenal hortensia dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal
dengan nama pecah seribu atau kembang seribu dan lebih banyak
dibudidayakan sebagai bunga potong dan tanaman hias. Bunga hortensia
berwarna biru atau biru kemerahan. Saat awal mekar berwarna biru kehijauan,
kemudian menjadi biru, biru ungu atau biru kemerahan, tergantung pada pH
tanah. Tanaman ini memiliki tinggi ± 1-3 m, termasuk sebagai tanaman semak
tegak. Batangnya kuat berwarna hijau sewaktu muda. Daunnya tunggal dan
letaknya berhadapan bersilang. Helaian daunnya lebar dan tebal. Pangkal dan
ujung daun runcing, tepi bergerigi, dan sistem pertulangannya menyirip. Warna
permukaan atas daun ini adalah hijau tua dan bagian bawah daun hijau
kekuningan. Bunga hortensia/pancawarna memiliki diameter ± 20 cm berupa
gugusan bunga-bunga tunggal.
Bunga hortensia bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua
bagian tanaman mengandung glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang
ada kasus keracunan karena tanaman ini tidak pernah dikonsumsi oleh
4

masyarakat dan lebih sering digunakan sebagai tanaman hias. Daun dan akar
tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan
salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan pigmen yang sangat tinggi.
Klasifikasi secara ilmiah bunga hortensia yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo : Rosales
Famili : Hydrangeaceae
Genus : Hydrangea
Spesies : Hydrangea macrophylla
Nama Umum : Hortensia, bunga bokor
Nama Lokal :Pecah seribu atau kembang seribu (Bali), pancawarna (Jawa),
bunga sanggul.
(Riana, 2016)
2.2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Hortensia
Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah
dataran tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut.
Namun, hortensia juga bisa dibudidayakan di daerah yang kurang sejuk dengan
beberapa perlakuan yang bisa membuat tanaman yang dikenal dengan nama
kembang bokor ini tetap hidup baik. Antara lain dengan menanamnya di media
yang benar-benar subur, misalnya humus yang berasal dari sisa-sisa tanaman.
Tanaman ini cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan
kompos. Hortensia menyukai struktur media yang poros atau remah tetapi bisa
mengikat air dengan baik. Selain itu tanaman ini menghendaki pasokan air yang
teratur dalam jumlah yang cukup. Jangan menyiram terlalu berlebihan karena
bisa menyebabkan tanaman busuk. Tanaman hortensia meyukai sinar matahari
penuh pada pagi hari dan tempat teduh pada sore hari (Setena, 2011)
2.2.2 Bagian Yang Dipanen
Tanaman Hortensia merupakan tanaman penghasil bunga atau dengan
kata lain bunga dari tanaman inilah yang diambil sebagai barang komoditas
untuk dijual sebagai bunga potong. Ciri bunga yang sudah siap dipanen adalah
Bunga sudah memiliki warna yang beragam dan tekstur bunga sudah kering
5

seperti kertas atau sudah tidak terlihat basah dan kadar airnya tinggi. Panen
bunga dilakukan dengan memotong tangkai bunga sekitar 25 sampai 30 cm
dengan menggunakan gunting pangkas (Rachmawaty, 2012)
2.2.3 Teknis Budidaya Secara Umum
Menurut Purwanti (2017) bunga hortensia bisa ditanam dengan berbagai
cara, salah satunya ialah stek. Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek
pucuk (terminal) dari batang atau vegetatif stock tanaman. Waktu yang
dibutuhkan 3-4 minggu agar stek tidak basah sebelum bibit tanaman siap
dipindahkan ke lapangan. Ada tiga faktor yang dibutuhkan dalam membuat stek
tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari hama dan penyakit, optimum
suhu untuk pengakaran 24ºC -25ºC, dan memperhatikan sanitasi selama
pengakaran. Perlakuan atau pengkondisian suhu di bawah 20 oC selama enam
minggu pada saat pembibitan, akan merangsang pembungaan lebih cepat,
sedangkan perlakuan suhu di atas 25oC batang tanaman dan bunga cenderung
kecil. Pemilihan batang atau cabang yang akan dipotong berasal dari indukan
minimal 2-3 kali berbunga, batang yang dipilih tidak terlalu tua atau tidak terlalu
muda. Agar bunga hortensia merekah maksimal, tanaman harus mendapatkan
panas sinar matahari yang cukup. Pangkas tangkai bunga yang sudah berukuran
50 cm dengan menggunakan gunting stek beserta daun tuanya. Lalu akan
muncul tunas bunga pada bagian tangkai tersebut. Waktu yang dibutuhkan dari
muncul bunga sampai siap dipangkas tangkainya sekitar 1-2 minggu.
Selanjutnya setelah tangkai bunga dipangkas, akan keluar tunas bunga baru
sekitar 3 bulan.
Perawatan tanaman hortensia tergolong mudah, seperti pemberian pupuk
NPK dosis ¼ sendok 2 minggu sekali per tanaman. Penyiraman cukup dilakukan
seminggu sekali tetapi disesuaikan dengan cuaca, jika terlalu panas disiram pada
pagi dan sore hari. Untuk pemupukan hanya perlu menaburkan pupuk organik
sebanyak satu sendok makan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Pastikan
menambahkan pupuk secukupnya, apabila berlebihan akan menyebabkan
tanaman panca warna yang anda tanam tidak bisa berbunga, atau bahkan bisa
mati membusuk. Untuk masalah hama, tanaman hortensia juga harus dipastikan
terhindar dari masalah hama. Lakukan pengecekan tiap 2 hari sekali dan lihat
apakan ada hama tanaman yang menempel pada daun-daun panca warna.
Apabila ditemukan hama maka harus dikendalikan dengan cara memyemprotkan
pestisida secukupnya. Selain itu, Perawatan tanaman hortensia berupa
6

pencegahan terhadap organisme pengganggu tanaman seperti cendawan atau


penyakit dapat dilakukan melalu penyemprotan sejak pembibitan dengan
menggunakan Benlate atau fungisida lain. Apabila virus yang menyerang
tanaman, maka pohon induk yang terkena virus sejak awal harus dicabut atau
dieleminasi. Pengaturan warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH
tanah. Aluminium yang banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan
pH tanah menurun (pH 5,5) sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru.
Namun, apabila kandungan kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-
7 akan mempengaruhi warna bunga menjadi pink. Demikian pula apabila terlalu
banyak dalam pemberian pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya
aluminium (semakin berkurang) sehingga pH rendah.
2.3 Hama dan penyakit pada tanaman Hortensia.
Menurut Rachmawaty (2012) Tanaman Hortensia tentunya memiliki Hama
dan Penyakit, antara lain yaitu:
2.3.1 Hama
Thrips, Hama trips ini menimbulkan bercak kekuningan hingga kecoklatan
pada daun. Jika hama sudah menyerang, pertumbuhan bunga hortensia
terganggu. Ketika hama dibiarkan, daun akan mengering dan mati. Bunga pun
tidak bisa mekar dan ukuran bunga tidak bisa berkembang. Hama trips
menyerang tanaman dengan menghisap daun. Yang paling disukai adalah daun
muda.
2.3.2 Penyakit
Hortensia juga memiliki jenis penyakit yang disebut Powdery Mildew atau
pada bahasa Indonesia disebut Embun Tepung, penyakit ini disebabkan oleh
jamur. Penyakit ini memiliki ciri ciri antara lain yaitu munculnya bercak putih pada
daun (biasanya pada daun bagian atas) yang berupa serbuk, daun yang
terserang akan menjadi coklat dan kemudian berguguran, karena disebabkan
oleh jamur maka penyebaran penyakit ini terbilang cepat (Muflihaini, 2016)
2.4 Macam-Macam Metode Pengendalian Hama dan Penyakit
Menurut Mulyanti (2006) terdapat beberapa metode untuk mengendalikan
penyakit pada tanaman, antara lain :
1. Pengendalian Penyakit dengan Peraturan (Undang-undang)
Peraturan yang dimaksud adalah peraturan pemerintah. Peraturan
ini dimaksudkan untuk membersihkan patogen yang baru saja masuk ke
suatu wilayah baru (eradikasi) dan usaha mencegah masuknya suatu
patogen ke suatu wilayah baru yang masih bebas patogen (karantina).
7

Usaha pengendalian dengan cara eradikasi perlu dilakukan secara masal


oleh semua penanam, dan yang harus dimusnahkan bukan hanya
tanaman yang sudah menunjukkan gejala akan tetapi juga tanaman yang
belum menunjukkan gejala, bahkan tumbuhan lain yang diduga
merupakan inang alternatif bagi patogen. Tanpa peraturan yang tegas
usaha ini tidak akan berhasil karena adanya keengganan bagi penanam
untuk membongkar tanamannya, apalagi bila tanaman tersebut tidak
menunjukkan gejala sakit. Eradikasi hanya dapat diterapkan pada
penyakit-penyakit yang meluas dengan lambat, sedangkan untuk penyakit
yang bersifat air borne yang dipencarkan oleh udara teknik ini tidak dapat
dilaksanakan
2. Pengendalian dengan Cara Kultur Teknis
Untuk mendapatkan suatu pertanaman yang sehat, perlu
dilakukan pemeliharaan tanaman yang sebaik-baiknya dimulai sejak
pemilihan lahan, benih, perlindungan dari serangan patogen, pemungutan
hasil, sampai dengan pasca panennya. Pemilihan lahan yang tepat akan
sangat menentukan dalam proses budidaya selanjutnya. Pemilihan lahan
yang bebas penyakit dalam arti tanah yang relatif atau sama sekali bebas
dari patogen yang dapat merugikan tanaman yang akan ditanam di
tempat tersebut, hal ini terutama untuk menghindari penyakit-penyakit
bawaan tanah. Pemilihan benih atau bibit yang sehat akan sangat
membantu dalam mengatasi penyakit-penyakit yang terbawa biji, serta
penyakit yang terbawa bersama bahan tanaman yang bersifat vegetatif.
Biji dan bibit yang sehat sejak awal (uninfected) dapat diperoleh dari
tumbuhan yang ditanam di daerah yang benar-benar bebas penyakit,
atau dari petakpetak yang memang dipersiapkan untuk memproduksi
benih atau bibit, sehinga dipelihara secara intensif. Pemeliharaan
tanaman yang baik akan dimulai sejak melakukan pemilihan tempat yang
bebas bibit penyakit, penyiapan tanah yang intensif, peningkatan
kesuburan tanah, penyebaran benih yang baik dan benar, pengaturan
drainase dan irigasi, pemeliharaan pertumbuhan tanaman seperti
pemangkasan, sanitasi, pengaturan jarak tanam, dll. yang dilakukan
dengan baik, sampai dengan pemungutan hasil yang harus hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka, merupakan tindakan yang akan
memperkecil kerugian akibat serangan patogen. Sanitasi lahan
dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan tempat
8

bersarangnya patogen yang dilakukan dengan mengatur gulma maupun


tanaman pembantu seperti, tanaman penutup tanah maupun tanaman
pelindung, membongkar tanaman yang merupakan inang alternatif dari
patogen, menghilangkan tanaman sakit yang dapat menjadi sumber
inokulum sesegera mungkin setelah munculnya gejala, maupun dengan
menghilangkan bagian tanaman yang sakit.
3. Pengendalian dengan Penggunaan Kultivar Tahan
Alam sebenarnya sudah terjadi seleksi ketahanan. Adanya serangan
patogen, genotip-genotip yang rentan akan musnah, sehingga yang
tersisa hanyalah genotip-genotip yang tahan yang dapat
mempertahankan diri, berkembang dan berbiak serta mewariskan sifat
ketahannya kepada generasi berikutnya. Keturunan ini juga akan
mendapatkan serangan dari patogen dan akan tetap terjadi seleksi alam,
sehingga akan terjadi keseimbangan yang dinamis antara tanaman
dengan patogen. Tumbuhan yang sudah mengalami ko-evolusi ini dikenal
dengan nama ras pribumi (land race) yang mempunyai ketahanan
horizontal yang tinggi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, para
pakar Pemulia Tanaman dan Ilmu Penyakit Tumbuhan dapat melakukan
pemeliharaan, pemilihan, pembiakan individu-individu yang tahan,
mengadakan hibridisasi, serta mengadakan infeksi buatan untuk
mempercepat proses seleksi, sehingga diperoleh kultivar yang tahan.
Kendala upaya memperoleh kultivar tahan adalah bahwa ketahanan
terhadap suatu penyakit belum tentu diikuti pula dengan ketahanan
terhadap penyakit yang lainnya, karena pada umumnya satu pasang gen
hanya membawa ketahanan terhadap satu ras atau satu jenis patogen
saja
4. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian biologi merupakan setiap usaha untuk mengurangi
intensitas penyakit tumbuhan dengan memakai bantuan satu atau lebih
jasad hidup, selain tumbuhan inang dan manusia. Pengendalian biologi
merupakan teknik pengendalian yang relatif aman, namun hasilnya tidak
dapat segera terlihat karena memerlukan waktu untuk terjadinya interaksi
antara jasad agen pengendali biologi dengan patogen, sehingga hasil
interaksi tersebut tidak segera kelihatan.
5. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi yang dimaksud di sini terutama adalah
penggunaan pestisida (fungisida, bakterisida, nematisida) untuk
9

mengendalikan patogen tumbuhan. Pengendalian dengan cara ini


memerlukan biaya yang tinggi, namun kebanyakan petani lebih menyukai
teknik ini karena hasilnya segera kelihatan sesaat setelah aplikasi dan
usaha pengendalian ini dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang kurang
terdidik, serta pengendalian dengan memanfaatkan pestisida tidak
bersifat spesifik lokasi
Sedangkan menurut Slosser (2000) untuk pengendalian hama terdapat
beberapa metode antara lain :
1. Pengendalian melalui Teknik Budi daya Tanaman
Dalam pengendalian melalui teknik budi daya dilakukan modifikasi dari
praktik pertanian baku untuk mencegah serangan hama atau membuat
lingkungan menjadi kurang sesuai untuknya. Salah satu metode yang
digunakan adalah dengan pergiliran tanaman untuk memutus daur hidup
hama. Metode sanitasi dilakukan dengan cara membersihkan semua
tanaman pengganggu (gulma) atau materi lain (sisa-sisa tanaman, buah
busuk) yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya hama. Praktek
penanaman berbagai jenis tanaman yang berbeda atau polikultur
membuat hama mengalami kesulitan untuk menemukan tanaman
inangnya dan sekaligus menciptakan habitat yang nyaman bagi berbagai
jenis musuh alami. Metode lain adalah menggunakan tanaman perangkap
yang disukai oleh hama di dekat tanaman yang dilindungi (trap cropping).
Hama-hama yang terkonsentrasi pada tanaman perangkap, kemudian
dapat dimatikan. Untuk menghindari jenis-jenis hama tertentu perlu
mempertimbangkan waktu penanaman yang tepat.
2. Tanaman Tahan Hama
Secara alami berbagai jenis tanaman memiliki kemampuan untuk
mengusir, mentoleransi, atau bahkan membunuh hama. Para pakar
pemuliaan tanaman telah memanfaatkannya dan bahkan meningkatkan
kemampuan tersebut untuk mengembangkan varietas-varietas tanaman
yang tahan terhadap serangan jenis-jenis hama tertentu selain teknik
tradisional dengan melakukan persilangan, tanaman tahan hama juga
sudah dapat dihasilkan dengan metode bioteknologi modern.
3. Pengendalian Mekanik
Metode pengendalian mekanik dilakukan dengan menyingkirkan atau
membunuh hama yang dijumpai. Metode pengendalian mekanik sesuai
untuk menghadapi masalah-masalah hama akut yang ringan.
Pengendalian mekanik relatif tidak berdampak negatif terhadap musuh
10

alami sehingga sangat tepat jika dipadukan dengan pengendalian hayati


di dalam pendekatan PHT. Persiapan lahan pertanian yang dapat
mengakibatkan hama yang hidup di tanah kekeringan atau rentan
terhadap pemangsa juga merupakan contoh dari pengendalian mekanik.
4. Pengendalian Kimia
Pengendalian kimia adalah penggunaan senyawa kimia untuk
membunuh, mengusir, menghambat makan, perkawinan, atau
perilakuperilaku lain yang penting. Senyawa-senyawa kimia yang
digunakan dapat berupa produk alami atau materi sintesis. Senyawa
kimia pengusir (repellant), pembingung (confusant), pengiritasi (irritant)
biasanya tidak beracun tetapi mengganggu perilaku normal hama.
Pestisida adalah macam-macam racun, baik produk alami ataupun
sintetis, yang digunakan untuk membunuh hama. Beberapa alasan
mengapa pestisida organik sintetik sedemikian populer dan luas
penggunaannya adalah karena:
1. sangat efektif, yaitu satu produk dapat mengendalikan beberapa jenis
hama sekaligus berbeda
2. harganya relatif murah
3. hasilnya dapat diperkirakan
4. hanya butuh sedikit orang untuk menerapkannya.
Di samping penggunaannya dalam bidang pertanian, insektisida kimia
juga sangat penting dalam memerangi serangga yang menjadi vektor
penyakit, misalnya nyamuk yang membawa penyakit malaria. Kelemahan
dari pengendalian kimia adalah pengaruh buruknya terhadap organisme
bukan target. Sebagian besar insektisida sangat beracun terhadap jenis-
jenis serangga yang bermanfaat bagi manusia, seperti musuh alami dan
penyerbuk. Serangga yang menjadi target dan bukan target mampu
mengembangkan ketahanan terhadap insektisida. Kecuali itu, pestisida
juga dapat mengganggu kesehatan manusia, terutama bagi para
penyemprot dan pekerja-pekerja pertanian. Ketergantungan yang
berlebihan pada pestisida dapat mendorong pertanian menuju ke arah
yang jauh dari keadaan yang lebih alami dan seimbang.
2.5 Penjelasan Mengenai Perangkap Arthrpoda yang digunakan (Yellow
StickyTrap, Pitfall, dan Sweepnet)
2.5.1 Perangkap Kuning (Yellow Trap)
Menurut (Sinubulan, Bakti, & Tarigan, 2013) Perangkap kuning
merupakan perangkap yang dilapisi dengan plastik maupun kertas berwarna
11

kuning yang pada permukaanya di lapisi lem laila agar serangga yang
terperangkap tidak lepas kembali. Tujuan dari perangkap kuning ini adalah untuk
menjebak serangga dengan memanfaatkan ketertarikan serangga terhadap
warna yang cerah seperti warna kuning.
Ketertarikan serangga terhadap warna dapat dijadikan acuan untuk usaha
pengendalian, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberi daya tarik
serangga terhadap warna. Salah satunya adalah dengan memasang kertas
warna-warni yang diberikan perekat. Warna media yang digunakan harus dapat
memberi pantulan cahaya atau adanya zat penarik. (Sihombing et al., 2013)
Menurut (Hakim et al., 2016) dalam menentukan warna yang spesifik bagi
masing-masing serangga belum dapat ditentukan namun jumlah serangga yang
terperangkap di kertas kuning jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan warna
lainnya. Ketertarikan serangga terhadap warna disebabkan pemantulan cahaya
kesegala arah dan banyak serangga pemakan tumbuhan menanggapi positif
pola pantulan cahaya dari tanaman inang, dan tanggapan ini bisa sangat
spesifik. Ketertarikan serangga terhadap warna kuning cenderung lebih tinggi
dapat disebabkan adanya kemiripan warna polen bungan menjelang masak.
2.5.2 Perangkap Pitfall
Perangkap jatuh (pitfall trap) yaitu perangkap yang digunakan untuk
menangkap serangga yang ada di permukaan tanah sekitar tanaman (Aryoudi,
Pinem, & Marheni, 2015). Sedangkan menurut (Siregar, Bakti, & Zahara, 2014)
perangkap jatuh (Pit Fall Trap) serangga yang aktif pada siang hari dan malam
hari digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah.
Alat ini dibuat dengan menggunakan gelas plastik berdiameter 9 cm dimasukkan
ke dalam lubang sehingga permukaan gelas sejajar dengan permukaan tanah.
Setiap gelas plastik dituangkan deterjen yang telah dilarutkan sebanyak 150 ml,
deterjen berfungsi sebagai perekat dimana serangga yang masuk didalam gelas
plastik terperangkap dan tidak bisa keluar lagi.
2.5.3 Perangkap jaring (Sweep Net)
Menurut (Aryoudi et al., 2015)Perangkap jaring (Sweep Net) digunakan
untuk mengambil sampel serangga vegetasi. Alat ini terbuat dari bahan ringan
dan kuat seperti kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap
dapat terlihat. Sedangkan menurut (Yatno, Pasaru, & Wahid, 2013) teknik Jaring
Serangga (sweep net), Metode ini menggunakan jaring ayun berbentuk kerucut,
mulut jaring terbuat dari kawat melingkar (diameter 30 cm) jaring terbuat dari kain
12

blacu,dengan panjang tangkai 1 m. Jaring dimaksud untuk mengumpulkan


arthropoda tajuk yang aktif pada siang hari dengan cara mengayunkan jaring
secara zig-zag sebanyak 10 kali ayunan gandapada plot areal tanaman kakao.
Serangga yang tertangkap langsung dimasukkan ke dalam botol kecil yang telah
berisi alcohol 70% dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
13

III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Fieldtrip DPT ini dilaksanakan di Desa Sumberbrantas yang terletak di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur pada hari Sabtu, 28 April 2018.
Fieldtrip ini dimulai pada pukul 06.30 hingga selesai kegiatan praktikum Dasar
Perlindungan Tanaman pada pukul 11.00.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat

Alat Fungsi
Plastik Wadah bagi serangga

Alat tulis Mencatat hasil

Kamera Mendokumentasi hasil

Yellow trap Menangkap hama

Sweepnet Menangkap hama

Pitfall Menangkap hama

Buku KDS Mengidentifikasi serangga

Bahan Fungsi
Kapas Media pembius spesimen

Alkohol 70% Membius spesimen

Spesimen Bahan pengamatan

b. Bahan
14

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Pengamatan Arthropoda
3.3.1.1 Pittfall

Menyiapkan alat dan bahan

. Membuat titik perangkap dengan skop


tanah

Meletakkan gelas bekas air mineral yang berisi detergen

Mendiamkan selama 24 jam atau sehari

Memindahkan air detergen yang terdapat dalam pitfall ke dalam


kantong plastik bening

. Menamai kantong plastik berdasarkan titik penemuannya


pppenempenepenemuannyapenemuannya

Mengidentifikasi serangga yang telah terjebak dalam air detergen

Mencatat dan mendokumentasikan hasil identifikasi

3.3.1.2 Sweepnet

Menyiapkan alat dan bahan

Mengayunkan sweepnet sebanyak tiga kali ayunan diatas tajuk


tanaman
15

Membentuk huruf U sambil berjalan kemudian memegang ujung


sweepnet dengan erat dan ujung lingkaran menyentuh tanaman yang ada di
depan, kemudian sweepnet diayunkan lalu pada ayunan ketiga tutup
sweepnet dengan cara membalikkan bagian yang terbuka ke arah bawah

membuka resleting bagian bawah sweepnet dan memasukkan


serangga yang tertangkap di dalamnya ke dalam plastik bening yang
telah diberi alkohol dan kapas

3.3.1.3 Yellowtrap

Menyiapkan alat dan bahan

Memasangkan perangkap menggunakan botol plastik warna kuning


yang telah diberi
perekat

3.3.
Mendiamkan selama 24 jam atau sehari

Mendokumentasikan kondisi serangga yang menempel pada


yellowtrap untuk mengantisipasi apabila serangga rusak dalam
perjalanan.

Memasukkan yellowtrap ke plastik

2 Pengamatan Penyakit
Menyiapakan alat dan bahan

Mengamati bagian tanaman yang terdapat tanda dan gejala penyakit

Mendokumentasikan

Mengidentifikasi

III.4 Analisa Perlakuan


III.4.1 Sweepnet
16

Cara penggunaan sweepnet ialah menyiapkan sweepnet dan plastik


berisi kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Langakah ini dibutuhkan
minimal dua orang. Salah satu bertugas mengayunkan sweepnet dan satunya
berperan menyiapkan plastik saat serangga sudah ditangkap oleh seepnet.
Sweepnet diayunkan tiga kali (kiri – kanan – kiri) dengan jarak 5 – 10 cm di atas
tanaman menggunakan alurnya maju membentuk U. Serangga yang tertangkap
dimasukkan ke dalam plastik yang berisi kapas beralkohol dan diikat. Kemudian
mengidentifikasi bagi serangga yang diketahui dan menyimpan serang lain yang
belum bisa diidentifikasi untuk menidentifikasi kembali.

III.4.2 Yellowtrap
Penggunaan yellowtrap langakah pertama adalah menyiapkan alat dan
bahan seperti yellow trap dan botol 600 ml. Setelah itu yellow trap ditempelkan
pada botol. Perangkap ini diletakkan dengan penyangga dalam plot dan
dipasang sehari sebelum pelaksanaan fieldtrip. Setelah semalam yellowtrap
dapat diambil dan dibungkus menggunakan plastic agar serangga tidak rusak.
Pengidentifikasian dilakukan dengan mengamati serangga yang menempel pada
perangkap.
III.4.3 Pitfall
Penggunaan perangkap pitfall dilakukan dengan cara menyiapkan alat
dan bahan seperti gelas mineral dan air deterjen. Setelah itu memasukkan air
deterjen ke dalam gelas mineran. Perangkap ini diletakkan di pojok plot untuk
pemasangan dilakukan sehari sebelum pelaksanaan fieldtrip. Setelah itu
mengambil serangga yang terjebak pada pitfall. Seluruh air dalam gelas mineral
dituangkan kedalam plastik lalu diikat. Kemudian mengidentifikasi bagi serangga
yang diketahui dan menyimpan serangga lain untuk mengidentifikasi kembali.
III.4.4 Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan dengan mengamati kondisi tanaman di
plot. Syarat tanaman terkena penyakit dapat dilihat dari perubahan tubuh
tanaman, perubahan warna pada daun dan tanaman kerdil. Pertama identifikasi
perubahan bentuk yang terjadi lalu bendingkan dengan literature yang ada,
Perubahan bentuk tubuh tanaman hanya terjadi di beberapa tanaman saja bukan
semua tanaman. Apabila semua tanaman mengalami perubahan bentuk tubuh
maka yang terjadi bukanlah penyakit melainkan bisa jadi defisiensi tanah.
17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Identifikasi Arthropoda yang Terperangkap
Tabel 1 Hasil Identifikasi Hama
No Nama (Umum + Latin) Dokumentasi Dokumentasi
Literatur
1 Kumbang sap
(coleoptera famili
nitidulidae)

2 Hama thrips
(Thrips sp)
(thysanoptera famili
thripidae)

Tabel 2 Hasil Identifikasi Musuh Alami


No Nama (Umum + Latin) Dokumentasi Dokumentasi
Literatur
18

1 Kumbang tanah
(Acupalcus testaceus)
(coleoptera famili carabidae)

2 Lalat
(famili asilidae)

3 Laba-laba peloncat
(famili salticidae)

Tabel 3 Hasil Identifikasi Serangga Lain


No Nama (Umum + Latin) Dokumentasi Dokumentasi
Literatur
1 Lalat rumah
(musca domestica)
(famili muscidae)

2 Nyamuk
(famili culicidae)
19

3 Lalat
(famili ceratopogonidae)

4.1.2 Hasil Identifikasi Penyakit

Nama Umum Nama Gambar


No Dokumentasi
Penyakit Patogen Literatur

1. Bercak Daun Alternaria sp.

Tabel 4. Hasil Identifikasi Penyakit Tanaman Hortensia


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat penyakit bercak daun
pada tanaman hortensia yang disebabkan oleh jamur Alternaria sp.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Identifikasi Arthropoda
Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan Hortensia ditemukan beberapa
serangga, sebagai berikut :
a. Famili Carabidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Carabidae
20

Antenna pada famili carabidae timbul agak disebelah lateral, pada sisi-sisi
kepala antara mata dan mandibel, klipeus tidak timbul secara lateral dibelakang
dasar-dasar sungut. (Borror et al., 1992). Kumbang famili carabidae dikenal
sebagai predator yang cukup efektif pada hama seperti hama penggulung daun.
b. Famili Tipuliade
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tipulidae
Adapun ciri-ciri khusus serangga ini yaitu; tubuhnya dibedakan atas kaput,
toraks, abdomen dan mempunyai 3 pasang kaki, memiliki sepasang mata, dan
sepasang antena. kaki sangat panjang dan ramping, mesonotum dengan celah
yang jelas seperti bentuk ‘V’. Sebagian besar berukuran 10-25 mm, kecoklatan
atau abu-abu, beberapa dengan spot-spot yang gelap disayap, seperti nyamuk.
Serangga famili tipuliade merupakan serangga yang cukup umum di
temukan dalam lingkungan kita. Serangga ini memiliki mulut yang memanjang
dan mulut tersebut tidak digunakan untuk menggigit, layaknya nyamuk mulut
atau probocis dari famili tipuliade digunakan untuk menghisap.
c. Famili Culicidae
Klasifikasi spesimen menurut Harbach (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae

Pada dasarnya famili culicidae memiliki tiga bagian tubuh utama pada
morfologinya yaitu pada bagian kepala (caput) memiliki bagian yang lebih kecil
dibandingkan dengan thorax atau abdomennya. Lalu terdapat perbedaan
diantara culicidae jantan dan betina. Pada probocis culicidae jantan digunakan
untuk menghisap bahan cair dari tumbuhan tumbuhan yang diserangnya.
(Umniyati, 2003). Sementara pada probocis betina digunakan untuk menghisap
darah.
21

Menurut Hadi dan Soviana (2010) tubuh nyamuk memiliki tiga bagian, yaitu
kepala, toraks, dan abdomen. Kepala nyamuk berbentuk agak membulat dengan
sepasang mata majemuk, sepasang antena panjang (15 segmen), sepasang
palpi, dan sebuah probosis. Menurut Susanto et al. (2008) nyamuk berukuran
kecil (4-13 mm). Kepalanya mempunyai probosis halus dan panjang yang
melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat
untuk mengisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk
mengisap bahan bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan
juga keringat. Antenna pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada
nyamuk betina jarang (pilose). Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai
vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang
letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang
disebut umbai (fringe). Abdomen berbentuk silinder dan terdiri atas 8 ruas.
Siklus hidup nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola),
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk tertarik pada cahaya, pakaian
berwarna gelap, manusia, dan hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan zat-
zat yang dikeluarkan hewan, terutama CO2, beberapa asam amino, dan lokasi
yang dekat dengan suhu hangat serta kelembapan yang tinggi (Hadi dan
Koesharto 2006).

d. Famili Salticidae
Klasifikasi spesimen menurut Subyanto et al., (1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Famili : Salticidae
Famili Salticidae memiliki 3 bagian tubuh utama yaitu memiliki ciri-ciri khusus
dibandingkan dengan famili famili yang lain, contohnya pada bagian mata famili
salticidae, pada mata serangga famili salticidae mata anteriornya berada di
bagian depan wajahnya. Sehingga terlihat seperti memiliki wajah yang datar.
(Richman et al., 2005). Serangga famili Salticidae juga bergantung pada kaki-
kaki bagian belakang mereka untuk melompat.
Laba - laba salticidae pada fase dewasa mempunyai ukuran 5-9 mm. Tubuh
padat, kaki pendek dan kuat. Kadang-kadang berambut, kadang-kadang tidak.
22

Kaki bewarna lebih terang dari tubuh. Mempunyai dua mata besar. Salticidae
menyukai kondisi kering (lahan kering) dan tinggal didalam gulungan/lipatan
daun sambil menunggu mangsanya.
Menurut Richman (1992) salticidae memiliki cara memburu mangsanya yaitu
dengan cara mendekati mangsanya secara perlahan-lahan lalu melompat
dengan cepat. Perilaku ini merupakan cara untuk menangkap mangsanya.
Menurut Roberts (1995) famili ini juga memiliki karakteristik mata yang sangat
unik. Pada mata bagian depan yang berukuran besar dan tengah yang
berukuran kecil dapat berfungsi untuk tetap fokus terhadap sesuatu yang rumit
serta mengenali warna. Mata bagian belakang yang berukuran sedang dapat
digunakan untuk mendeteksi pergerakan mangsa. Berdasarkan Rakhmadani
(2014) Salticidae memiliki makanan utama yaitu serangga. Salticidae dapat
ditemukan didaerah hutan basah, batang pohon, dan batu-batu yang besar
(Taylor & Jackson, 1999).
e. Famili Ceratopogonidae
Klasifikasi spesimen menurut Subyanto et al., (1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Salticidae
Genus : Culicoides
Menurut Subyanto et al. (1991) ceratopogonidae mempunyai tarsi kaki
depan tidak memanjang, metanotum membulat, tubuh sangat kecil, menggigit
dan sangat menganggu manusia, beberapa jenis hidup sebagai ektoparasit,
beberapa sebagai predator, larva hidup di air. Menurut Hadi (2010) culicoides ini
mempunyai perilaku yang sama dengan nyamuk, hanya lalat betina yang
mengisap darah (0.139-0,410 mikroliter), sedang yang jantan menghisap cairan
tumbuh-tumbuhan. Peranan Culicoides dalam dunia kesehatan yang utama
adalah sebagai pengganggu dan penghisap darah.
f. Famili Thripidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
23

Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Genus : Thrips
Menurut Heming (1993) thrips (thysanoptera) merupakan serangga yang
memiliki tubuh kecil dan ramping. Trips memiliki alat mulut maraut-mengisap
yang asimetris. Trips dapat memiliki sayap ataupun tanpa sayap. Sayap trips
sempit dengan venasi yang tereduksi dengan sekeliling sayap memiliki rambut
yang merumbai. Tipe metamorfosis peralihan antara tidak sempurna dan
sempurna. Menurut Borror (2005) jantan dan betina thrips memiliki bentuk yang
sama, namun jantan biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil. Trips
memiliki ovipositor yang digunakan untuk meletakkan telur pada jaringan
tanaman. Thrips betina biasanya meletakkan telur pada celah-celah jaringan
tanaman atau di bawah lapisan membran sel tanaman. Thrips memiliki kisaran
inang yang sangat luas dan biasanya berkumpul pada bagian bunga .
Jaringan tanaman yang diserang trips menjadi kering sehingga menimbulkan
gejala keperakan. Gejala pada bunga berupa bintik-bintik putih atau kadang
berupa bercak berwarna merah yang muncul juga di permukaan daun (Mound
dan Kibby 1998). Menurut Dibiyantoro (1998) thrips dapat berperan sebagai
hama penting pada tanaman, vektor penyakit tanaman, serangga predator, atau
sebagai serangga penyerbuk.
g. Famili Asilidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Asilidae
Asilidae biasanya dikenali sebagai lalat perompak. Pada famili ini dewasa
bersifat pemangsa dan menyerang berbagai ragam serangga, yang mencakup
tabuhan, lebah, capung, belalang dan lalat-lalat lainnya. Seringkali menyerang
serangga yang ukurannya lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri. Biasanya
menyerang pada serangg-serangga yang sedang istirahat. Menurut Subyanto et
al. (1991) asilidae memiliki ciri-ciri tubuh sebagian besar memanjang dengan
abdomen pipih, nampak kokoh. Thoraks relatif besar, kokoh dengan kaki yang
panjang. Tubuh ada yang berambut dan ada yang tidak. Umumnya bewarna abu-
24

abu, coklat atau hitam. Bagian puncak kepala jelas berbentuk cekung. Asiilidae
sering memangsa serangga yang ukuran tubuhnya lebih besar. Baik larva
maupun dewasa, umumnya bertindak sebagai predator.
h. Famili Nitidulidae
Klasifikasi spesimen menurut Borror et al. (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Famili : Nitidulidae
Pada spesimen ini memiliki ciri yaitu memiliki antena agak panjang dan
tubuh bewarna hitam. Pada bagian sayap bewarna kegelapan tetapi bagian
abdomen berbentuk bulat telur. Menurut Borror et al. (1992) spesimen ini
termasuk famili nitidulidae (kumbang cairan tumbuhan) memiliki bentuk dan
ukuran yang bervariasi. Jenis ini berukuran kecil dan memanjang berbentuk bulat
telur dan banyak pada elitra adalah pendek dan menunjukkan ruas pada ujung
abdomen. Banyak dari famili ini ditemukan di bawah kulit pohon yang longgar
dan di dalam bunga. Bagian tanaman yang diserang oleh hama ini adalah buah
dan batang.
i. Lalat rumah
Klasifikasi spesimen menurut West (1951) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorrhapha
Family : Muscidae
Genus : Musca
Species : Musca domestica
Lalat merupakan jenis seranggga yang termasuk ordo Diptera dan hidupnya
dekat dengan lingkungan manusia. Kelompok lalat yang berdekatan dengan
manusia adalah lalat rumah, lalat hijau, dan lalat daging. Lalat memiliki
metamorfosis sempurna yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat dewasa
mengisap cairan yang mengandung gula atau makanan yang telah busuk dan
juga Lalat dewasa bersayap dan aktif bergerak, sebaliknya larva lalat
25

berkembang terbatas di media habitat misalnya timbunan kompos atau sampah


untuk lalat rumah (Hadi dan Koesharto, 2010). Ciri-ciri lalat M. domestica yaitu
memiliki banyak rambut-rambut halus dan terdapat cairan perekat pada kakinya
sehingga juga memungkinkan banyaknya jenis jamur yang dapat terbawa ketika
lalat kontak langsung dengan habitatnya. M. domestica hidup di sekitar
permukiman manusia dan cepat beradaptasi dengan lingkungan. Tingkat
reproduksinya sangat tinggi sehingga sangat mudah berkembang biak. M.
domestica memiliki thoraks dan abdomen berwarna hitam atau kuning dan
mempunyai pita gelap yang berupa garis memanjang pada permukaan toraks.
Lalat rumah merupakan serangga lain yang bisa menjadi dekomposer. Menurut
Hadi dan Soviana (2010) Lalat rumah menyukai sampah rumah tangga dan
bahan organik asal tanaman yang telah membusuk.
4.2.2 Hasil Identifikasi Penyakit
Tanaman hortensia yang telah dibudidayakan oleh pak Deni mengalami
permasalahan, salah satunya adalah permasalahan tentang hama dan penyakit.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan ditemukan adanya tanaman
hortensia yang terserang oleh penyakit bercak daun. Menurut Parinthawong et
al. (2010), penyakit bercak daun disebabkan oleh fungi patogen dari genus
Curvularia, Alternaria, Helminthosporium, Cercospora dan lain-lain. Hasil
pengamatan pada saat fieldtrip telah ditemukan banyaknya daun yang memiliki
bercak-bercak bulat berwarna kecoklatan dengan dikelilingi oleh batasan warna
yang lebih gelap mengindikasikan tanaman yang terserang oleh penyakit bercak
daun. Ukuran dari bercak pada daun bervariasi, semakin lama bercak pada daun
semakin membesar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putra (2015) bahwa gejala
serangan bercak daun yang ditimbulkan oleh Alternaria Sp adalah adanya
bercak kering berwarna coklat tua pada daun tanaman. Mula-mula bercak
berukuran kecil, makin lama melebar di permukaan daun. Alternaria Sp
menyerang daun-daun bagian bawah, kemudian berkembang dengan diameter
mencapai 15 mm. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu curah hujan dan
kelembapan yang tinggi pada lahan penanaman serta jarak tanam yang terlalu
rapat. Pengendalian yang cocok untuk serangan Alternaria Sp yaitu dengan cara
pengaturan jarak tanam dan aplikasi fungisida.
4.2.3 Hasil Wawancara
Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada narasumber bernama Pak
Deni Prasetyo yang merupakan petani di Desa Sumberbrantas. Pak Deni
26

merupakan petani tanaman hortensia (Hydrangeae macrophylla). Pak Deni


membudidayakan tanaman Hortensia untuk dipanen bunganya yang berwarna
putih. Pak Deni bekerja sama dengan salah seorang temannya yang bernama
Pak Buari dengan menggunakan sistem bagi hasil. Kerjasama terjadi karena pak
Buari yang hanya memiliki lahan namun tidak memiliki bibit maupun ilmu untuk
mengolahnya, sedangkan Pak Deni memiliki bibit dan kemampuan untuk
mengelolanya tetapi tidak memiliki lahan. Sehingga timbulah kerjasama dintara
keduanya. Pak buari sebagai penyedia lahan sedangakan pak dani sebagai
pemilik bibit dan pengolah. Lahan yang dimiliki beliau berupa lahan tegalan
dengan luas 25 x 25 m2 yang sepenuhnya untuk budidaya tanaman hortensia.
Dalam pengelolaan lahan yang dilakukan pak Dani diantaranya pengolahan
lahan, pemupukan, irigasi, dan penyiangan.
Pada pengolahan lahan, dilakukan pencakulan untuk menggemburkan
tanah agar subur dan mudah ditanami. Penanaman dilakukan dengan
penyemaian batang tanaman hortensia kemudian ditanam pada polybag.
Tanaman hortensia ditanam dengan jarak tanam 30x30 cm. Dalam lahan Pak
Dani menggunakan 900 bibit untuk di tanam. Sebelum dilakukan penanaman
dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik berupa kotoran
ayam. Dibutuhkan 30 karung pupuk kandang untuk satu kali pemupukan. Pupuk
diberikan sebanyak tiga kali dalam 1 tahun yang dilakukan pada awal musim
penghujan, awal kemarau, serta pertengahan musim. Menurut beliau waktu yang
baik untuk pemupukan ialah saat pagi hari.
Sistem irigasi yang digunakan dengan ialah melalui sumber mata air yang
dialirkan oleh diesel menuju sprinkle disekitar lahan. Juga dilakukan penyiangan
secara manual dengan mencabut atau memetik daun yang menguning, mati,
ataupun terkena penyakit menggunakan tangan. Lahan budidaya Hortensia
(Hydrangeae macrophylla) awalnya ditanam menggunakan sistem tumpangsari
dengan brokoli. Namun saat hortensia mulai tumbuh tinggi, diputuskan diubah
menjadi monokultur untuk difokuskan pengelolaan pada Hortensia (Hydrangeae
macrophylla)..
Menurut Pak Deni, dalam budidaya tanaman hortensia juga mengalami
gangguan dari berbagai hama. Populasi dan intensitas serangan hama yang
terjadi tergolong tinggi. Hama yang menyerang antara lain Thrips (Thrips sp),
Belalang (Oxya chinensis), dan Ulat daun (Spodoptera exigua). Menurut Saputro
dan Hasballah (2014) gejala yang timbul dari serangan Thrips ialah bercak
27

kuning hingga coklat kehitaman pada daun. Akibatnya, daun akan mengering
bahkan mati. Tidak hanya itu, bunga pada tanaman hortensia tidak akan mekar
dan tanaman menjadi kerdil. Sedangkan belalang dan ulat daun memakan daun
tanaman hortensia dan menyebabkan lubang pada daun.
Menurut penjelasan Pak Deni, adanya serangan hama juga perlu
dikendalikan yakni secara mekanis dan kimia. Pada pengendalian mekanis,
dilakukan dengan mengambil dan membuang hama secara manual dengan
tangan. Selain itu, daun yang terkena penyakit dipetik dan dibuang agar tidak
menyebar. Pengendalian mekanis hanya dilakukan saat intensitas serangan
hama rendah. Sedangkan pengendalian kimia dilakukan dengan penyemprotan
pestisida pada daun, yakni Drusban. Pada penggunaannya, Drusban 50 cc
dilarutkan dengan air lalu dituangkan pada drum berbentuk tabung berukuran
sekitar 200 liter. Sedangkan untuk akar, dilakukan penyemprotan fungisida.
Penyemprotan dilakukan pada pagi hari menggunakan power sprayer. Frekuensi
penyemprotan dilakukan 1x tiap minggu dan 3x tiap minggu saat serangan hama
tinggi.
Tingkat serangan OPT dapat dipengaruh oleh pengolahan tanah. Tanah
yang gembur dengan mengandung humus tinggi dan menyebabkan tanaman
lebih subur. Tanaman yang subur akan lebih disenangi hama dalam memenuhi
nutrisi. Akibatnya, tanaman lebih cepat terkena penyakit akibat hama. Pada
tanah terdapat organisme hidup yang juga memberi dampak bagi lahan dan
tanaman hortensia. Adanya cacing (Lumbricina) dalam tanah memberi
keuntungan bagi kesuburan tanah. Namun aktivitas cacing mencampur tanah
yang berlebihan juga akan membuat tanah terlalu gembur. Sama halnya dengan
orong-orong (Gryllotalpidae) yang membuat lubang pada tanah dan membuat
tanah menjadi gembur. Sedangkan ulat tanah atau embuk (Lepidiota stigma F:)
memberi dampak buruk karena memakan akar sehingga bunga pada tanaman
tidak tumbuh atau kerdil.
Organisme dalam tanah yakni cacing, orong-orong, dan ulat tanah
tersebut statusnya lebih banyak sebagai OPT merugikan. Presentase OPT,
mempengaruhi produksi dalam budidaya komoditas hortensia. Organisme
memberi dampak masing-masing baik untung maupun rugi. Sedangkan dampak
kerugian karena peledakan OPT ialah dapat menurunkan hasil produksi sekitar
20%-30%.
28

Berdasarkan wawancara, ada juga upaya pemantauan terhadap populasi


OPT. Pemantauan yang dilakukan 1x tiap minggu dan 3x tiap minggu sat
serangan cukup parah. Pengendalian dan pemantauan OPT tersebut memberi
hasil secara ekonomi. Pengendalian OPT juga telah efektif karena saat musim
kemarau ,gulma pada lahan dibiarkan untuk menjaga kelembaban tanah agar
tanah tetap dingin. Sedangkan pada musim penghujan, gulma dicabuti agar
tanah terkena cahaya dan air. Pengendalian OPT yang utama dalam lahan
tersebut ialah dengan penyemprotan pestisida.
Pada awal dilakukan budidaya tanaman hortensia, Pak Deni
menggunakan modal pribadi yang berasal dari pinjaman koperasi. Modal
tersebut digunakan untuk membeli kebutuhan lahan dengan rincian, sebagai
berikut :
No Nama Barang Jumlah Harga Satuan Jumlah Harga
1. Bibit 900 4000 Rp. 3.600.000
2. Pupuk Kandang 30 karung 15.000/ karung Rp. 450.000
400.000/ 1kali
3. Pestisida 48 kali Rp. 19.200.000
semprot
4. Biaya panen 24.000 batang 250/batang Rp. 6.000.000
Biaya total Rp. 29.250.000
Bunga dapat dipanen saat tinggi tanamannya >40 cm. Bunga yang
dipanen tiap minggu sekitar 350-500 batang. Sehingga diasumsikan dlm satu
tahun dihasilkan 24.000 bunga. Setiap panen Pak Deni juga menyewa buruh
pemotong bunga yang diberi upah Rp250 tiap batang. Sekali panen, uang yang
didapat sekitar Rp700.000 – Rp1.000.000. Dapat diasumsikan dalam satu tahun
dihasilkan uang sebesar 48 juta. Setelah itu bunga dijual kepada tengkulak atau
pengepul dengan harga Rp1.000 – Rp2.000 per batang. Bunga dipasarkan
dengan diikat tiap 10 batangnya. Pemasaran bunga hortensia sejauh ini tidak
mengalami kendala. Bunga hortensia biasanya dikirim ke Surabaya dan Bali
dengan harga Rp6.000 – Rp8.000 per batang. Dapat diasumsikan dalam satu
tahun dihasilkan uang sebesar 48 juta. Dengan begitu dalam budidaya tanaman
hortensia (Hydrangeae macrophylla) mendapatkan untung sebesar
Rp.18.750.000.
29

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dari pelaksanaan
kegiatan fieldtrip maka dapat disimpulkan bahwa pada komoditas yang kita amati
yaitu tanaman hortensia terdapat berbagai macam serangga yang mempunyai
peranannya masing-masing. Serangga yang ditemukan pada lahan tanaman
hortensia dan berperan sebagai hama diantaranya yaitu kumbang sap, dan
rayap. Kumbang sap termasuk kedalam famili nitidulidae, ditemukan di bawah
kulit pohon yang longgar dan di dalam bunga. Kumbang sap menyerang bagian
tanaman yaitu buah dan batang.
Serangga yang berperan sebagai musuh alami pada lahan tanaman
hortensia yaitu kumbang tanah, Strepsiptera, lalat, dan laba-laba peloncat.
Kumbang tanah yang berperan sebagai musuh alami masuk kedalam famili
carabidae yang dikenal sebagai predator terhadap hama penggulung daun.
Sedangkan laba-laba peloncar termasuk kedalam famili salticidae dimana kaki
bagian belakang digunakan untuk melompat.
Ditemukan pula serangga lain pada lahan tanaman hortensia yaitu lalat
rumah, lalat bangau, semut, dan nyamuk. Lalat bangau termasuk kedalam famili
tipuliade yang memiliki mulut memanjang dan digunakan untuk menghisap.
Sedangkan lalat termasuk kedalam famili ceratopogonidae yang beberapa
jenisnya berperan sebagai ektoparasit, predator, dan larvanya hidup di air. Lalat
jantan menghisap cairan tumbuh-tumbuhan.
Terdapat pula penyakit yang menyerang tamanan hortensia. Penyakit
yang menyerang tanaman hortensia yaitu bercak pada daun yang disebabkan
oleh patogen Alternaria sp. Bercak daun yang ditemukan pada lahan hortensia
cukup banyak dan pada setiap ukuran daun yang membesar maka bercak pada
daun juga akan membesar. Bercak ini berwarna coklat tua dan kering. Patogen
penyebab bercak daun ini menyerang pada bagian bawah daun.
Dengan adanya berbagai macam serangga yang ditemukan pada lahan
horetntia dan berpotensi merugikan terhadap produktivitas lahan tersebut, maka
dapat dilakukan adanya pengendalian terhadap serangan hama yang ada secara
tepat dan terpadu. Selain pengendalian terhadap hama, perlu memperhatikan
jarak tanam yang sesuai pada budidaya tanaman hortensia agar tidak
menimbulkan lingkungan yang terlalu lembab sehingga muncul patogen dan
menyebabkan penyakit bercak daun. Dengan pola tanam yang sudah dipakai
30

yaitu 1 meter setiap 3 tanaman hal tersebut mendukung untuk munculnya


patogen karena kerapatan tiap tanamannya sangat dekat sehingga terciptanya
kelembaban yang menudukung muculnya patogen.
Sistem perawatan yang dilakukan seperti menggunakan penyemprot
fungisida dengan power sprayer sudah tepat dilakukan pada waktu yang tepat
pula. Didakannya pemantauan terhadap OPT sudah rutin dilakukan dnegan hal
tersebut maka akan mengedalikan meledaknya populasi serangga pengganggu.
Serta dengan pemetikan daun yang terserang penyakit dan pemetikan daun agar
bunga tumbuh lebih cepat adalah solusi yang baik agar produktivitas pada lahan
tersebut meningkat.
5.2 Saran
Terdapatnya serangga dengan peran sebagai hama maupun musuh alami
harus dikenadalikan pada lahan tanaman hortensia. Pengendalian dapat
dilakukan secara biologis, mekanik, maupun kimia. Pertama yaitu pengendalian
dengan cara mekanik dengan mengambil serangga hama secara langsung atau
dengan membuat jebakan serangga namun juga harus dipertimbangkan agar
yang terperangkap hanya hama saja bukan musuh alami. Kemudian melakukan
pengendalian biologis dengan menggunakan musuh alami. Selanjutnya adalah
langkah terakhir apabila popilasi hama sudah meledak yaitu dengan
menggunakan pengendalian kimia dengan pestisida, fungisida, maupun
insektisida dengan takaran dan dosis yang sesuai dan tepat sasaran.
Penggunaan bahan kimia sebagai pengendalian hama harus
mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan serta pelaratan untuk keselamatan
petani pada saat pengaplikasiannya. Terutama petani harus lebihg
memperhatikan ajrak tanam pada lahan tersebut. Jarak tanam sangat penting
karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut dan untuk
perawatan yang lebih mudah sehingga tidak menimbulkan adanya patogen yang
dapat menyebabkan penyakit pada tanaman hortensia yang merugikan secara
kualitas maupun kuantitas.
31

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology Fifth edition. Academic press.


Aryoudi, A., Pinem, M. I., & Marheni. 2015. Interaksi Tropik Jenis Serangga di
atas Permukaan Tanah (Yellow Trap) dan pada Permukaan Tanah (Pitfall
Trap) pada Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.) di
Lapangan. J. Agroekoteknologi, 3(4)
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., and Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Keenam. Diterjemahkan oleh: Partosoedjono, S. dan
Brotowidjoyo, M.D. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. An Introduction to The Studies of
Insects 7th Edition. United States of America (US). Brooks/Cole
Dibiyantoro ALH. 1998. Trips pada Tanaman Sayuran. Bandung. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran
Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli.
PTP.Nusantara II, Medan
Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk dalam Hama Permukiman Indonesia:
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor. Unit Kajian Pengendalian
Hama Permukiman.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor. IPB Press
Hakim, Lukmanul et al., 2016. Pengendalian Alternatif Hama Serangga Sayuran
dengan Menggunakan Perangkap Kertas. Banda Aceh. Jurnal Agro, vol.
III(2)
Harbach, R. E. 2007. The Culicidae (Diptera): a Review of Taxonomy,
Classification and Phylogeny. Zootoxa 1668. Hal: 591-638.
Heming, BS. 1993. Structure, function, ontogeny, and evolution of feeding in
thrips (Thysanoptera). Lanham (US). Entomological Society of America
Muflihaini, M. A. 2016. Manipulasi Warna pada Bunga Pancawarna (Hydrangea
macrophylla) melalui Pengaturan pH Tanah.
http://www.biodiversitywarriors.org/manipulasi-warna-pada-bunga-
pancawarna-hydrangea-macrophylla-melalui-pengaturan-ph-tanah.html
(diakses pada 2 Mei 2018)
Mulyanti IK, Dewandari T, Kailaku SI. 2006. Aflatoksin pada Jagung dan Cara
Pencegahannya. Balai Besar Penelitian dan Pengenbangan Pascapanen
Pertanian. Bogor
Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera An Identification Guide. Canberra (AU).
CSIRO Entomology
Parinthawong, N., P. Tansian & C. Youngnit. 2010. Effects of Three Plant Crude
Extracts on Fungal Spore Germination and Hyphal Growth of Curvularia
sp. Asian Agricultural Symposium and international symposium on
agricultural technology. Faculty of Agricultural Technology. Thailand. King
Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang
32

Purwanti, Puput. 2017. 5 Cara Menanam Hydrangea Paling Mudah.


https://ilmubudidaya.com/cara-menanam-hydrangea (diakses pada 2 Mei
2018)
Putra, Tedy Viryawan I. 2015. Bercak Daun Alternaria Sp. Online.
http://www.otremoles.com/2015/04/bercak-daun-alternaria-sp.html.
(diakses pada 1 Mei 2018)
Rakhmadani, Apris Nur. 2014. Katalog Laba- Laba Peloncat. Kehati,
biodiversitywarriors.org (diakses pada 10 Mei 2018)
Rachmawaty, Eva. 2012. Kegiatan Panen dan Pasca Panen Bunga Potong
Gerbera (Gerbera jamesonii) di PT Puri Sekar Asri, Lembang, Bandung.
Bogor. IPB
Riana. 2016. Tertarik Budidaya Bunga Potong Hortensia? Ikuti Langkah Ini.
http://www.jitunews.com/read/35561/tertarik-budidaya-bunga-potong-
hortensia-ikuti-langkah-ini (diakses pada 2 Mei 2018)
Richman, D.B., Edwards, G.B. & Cutler, B. 2005. "Salticidae". Dalam Ubick, D.;
Paquin, P.; Cushing, P.E. & Roth, V. Spiders of North America: an
identification manual. American Arachnological Society. hlmn. 205–216.
Richman DB, Jackson RR. 1992. A review of the ethology of jumping spiders
(Araneae, Salticidae). J Bull Br Arachnol. Soc 9: 33 - 37.
Roberts MJ. 1995. Collins Field Guide Spiders of Britain and Northern Europe.
Ramsbury. The Bath Press
Rukmana, Rahmat. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Yogyakarta. Kanisius.
Sinubulan, R. A., Bakti, D., & Tarigan, M. U. 2013. Penggunaan Perangkap
Kuning Berdasarkan Bentuk dan Beberapa Ketinggian Perangkap Terhadap
Hama Liriomyza spp . ( Diptera : Agromyzidae ) Pada Tanaman Bawang
Merah ( Allium ascalonicum L .) 1(4)
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Setena, Made. 2011. Analisa Kelayakan Usahatani Tanaman Bunga Hortensia di
Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Denpasar.
Universitas Udayana
Sihombing, S.W., P. Yuswani, U.T. Mena. 2013. Perangkap Warna Perekat
terhadap Hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) (Hemiptera : Miridae)
Pada Tanaman Tembakau. J. Agroteknologi, 1(4)
Siregar, A. S., Bakti, D., & Zahara, F. (2014). Keanekaragaman Jenis Serangga
Di Berbagai Tipe Lahan Sawah. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2337)
Slosser,J. E., Parajulee, M. N. and Bordovsky, D. G. 2000. Evaluation of food
sprays and relay strip crops for enhancing biological control of bollworms
and cotton aphids in cotton. International-Journal-of-PestManagement 46
Susanto, I., Ismid, S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S., 2008. Parasitologi
Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Taylor PW, Jackson RR. 1999. The biology of Jacksonoides queenslandica, a
jumping spider (Araneae: Salticidae) from Queensland: intraspecific
interactions, web-invasion, predators, and prey. J Zoology 15: 1 - 37
33

Umniyati, S.R. 2003. Nyamuk yang berperan sebagai Vektor Penyakitdan Cara
Pengendaliannya. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
West, L. S. 1951. The housefly: its natural history, medical importance, and
control. Comstock Publishing, Ithaca, NY.
Yatno, Pasaru, F., & Wahid, A. 2013. Keanekaragaman arthropoda pada
pertanaman kakao ( Theobroma cacao L .) di Kecamatan Palolo
Kabupaten Sigi. E-J. Agrotekbis, 1(5)
30

LAMPIRAN

Dokumentasi Kegiatan Lapang

Pengenalan Power Sprayer Uji Coba Power Sprayer Yellowtrap di plot Hortensia

Penggunaan Sweepnet Peletakan pitfall Proses memasukkan hasil


pitfall ke dalam plastik

Hasil pitfall titik 1 Hasil pitfall titik 2 Hasil pitfall titik 3


31

Kuisioner Hasil Wawancara


-Terlampir-

Anda mungkin juga menyukai