OLEH :
STAMBUK : I1B120006
KELOMPOK : VI (ENAM)
KENDARI
2021
JURNAL LENGKAP
OLEH :
KENDARI
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
`KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia dan limpahan rahmat kepada kita semua. Berkat taufik dan
hidayahnyalah saya dapat menyelesaikan Laporan Lengkap ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Laporan ini berjudul Laporan Lengkap Avertebrata Air.
Penyusunan Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata
kuliah Avertebrata Air dari Dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi saya sebagai penulis dan bagi
para pembaca. Khususnya dalam hal morfologi dan anatomi pada masing-masing filum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Fajar Purnama,
S.Pi., M.Si. selaku dosen koordinator praktikum Avertebrata Air dan kepada asisten
pembimbing saya kak Indah Nurul Fatimah yang telah membimbing dalam penyusunan
laporan ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikanm laporan lengkap ini.
Saya menyadari, laporan yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
laporan ini.
iv
RIWAYAT HIDUP
Siti Nur Syafika Binti Ardi, lahir dari orang tua Ardi Bin Sakri dan
Nurlina sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan
di Malaysia pada tanggal 17 Februari 2002. Penulis menempuh
pendidikan dimulai dari SDN 09 Rantebua, Toraja Utara, Sulawesi
Selatan dan lulus tahun 2014, melanjutkan ke SMPN 10 Kendari dan
lulus pada tahun 2017 dan melanjutkan pendidikan menengah atas di
SMAN 4 Kendari dan hingga saat ini masih menempuh studi di
Universitas Halu Oleo, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Penulis aktif sebagai atlet softball dan tergabung dalam tim softball putri
Sulawesi Tenggara dan telah menjuarai beberapa turnamen lokal hingga internasional.
Semasa SMA penulis aktif dalam organisasi Pers & Mading Sekolah (PERSMA) dan
menjabat sebagai sekretaris. Hingga kini penulis tergabung dalam Himpunan
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan sebagai anggota bidang desain dan komunikasi
visual.
Berkat rahmat dan ridho dari Allah SWT serta doa kedua orang tua, penulis
mampu melanjutkan studi tanpa mengeluarkan biaya karena menjadi salah satu
Awardee Beasiswa Unggulan. Penulis kemudian tergabung menjadi anggota Forum
Awardee Beasiswa Unggulan di divisi publikasi dan dokumentasi.
Akhir kata penulis mengucap rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
terselesaikannya Jurnal Lengkap Praktikum Avertebrata Air.
v
DAFTAR ISI
Halaman
vi
7
FILUM PORIFERA
Siti Nur Syafika Binti Ardi1 dan Indah Nurul Fatimah2
i1b120006sitinursyafikabintiardi@student.uho.ac.id
2
Manajemen Sumber Daya Perairan, Kambu, Jl. Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana,
indahnurulfatimah271@gmail.com
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
struktur tersebut. Tubuh spons tersusun atas tiga lapisan yang memiliki fungsi yang
berbeda-beda (Marzuki, 2021).
Berdasarkan permasalahan maka pentingnya dilakukan pengamatan pada filum
porifera agar dapat mengetahui dan memahami bentuk morfologi dan anatomi dari
spons dan mengetahui fungsi dari setiap bagian tubuh organisme dari filum ini.
Praktikum filum porifera dilakukan pada hari Jum'at, 03 Desember 2021 pukul
06.30-09.40 WITA, bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baki, kertas laminating, alat tulis
mistar, pinset, cutter. Adapun bahan yang digunakan, yaitu organisme spons
(S. officinalis), alkohol 70%, dan tisu.
Metode Pengamatan
Hasil
Hasil pengamatan Morfologi Dan Anatomi Spons (S. officinalis) dapat dilihat pada
gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Morfologi Spons (S. officinalis) Gambar 2. Anatomi Spons (S. officinalis)
(Sumber: Dok. Pribadi, 2021) (Sumber: Dok. Pribadi, 2021)
Ket : Ket :
1. Oskulum 1. Sel epidermis
2. Ostium 2. Sel leher (koanosit)
3. Flagellum
4. Spikula
5. Amebosit
6. Spongosol
Pembahasan
Hasil pengamatan morfologi yang dilakukan pada filum porifera dengan melihat
secara langsung bentuk luar organisme, diketahui bahwa spesies spons (S. officinalis)
berasal dari kelas Demospongiae yang memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tabung,
berwarna coklat kehitam-hitaman dan nampak adanya lubang besar (oskulum) dan
terdapat banyak pori (ostium). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maya & Nurhidayah
(2020), bahwa spons merupakan hewan yang memiliki wujud fisik yang beragam warna
yang dihasilkan dari tubuhnya juga bervariasi serta bisa mengalami perubahan. Bagian
tubuh pada spons terdapat banyak pori, rongga-rongga serta terdapat saluran-saluran
yang digunakan sebagai tempat mengalirnya air dan tempat menyaring makanan.
Hasil pengamatan anatomi spons (S. officinalis) yang dilakukan dengan
pembedahan ditemukan bahwa tubuh spons tersusun atas tiga lapisan sel diantaranya,
pinakoderm, mesophyl dan koanosit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marzuki (2021),
bahwa Dinding tubuh spons, terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu, pinakoderm,
11
merupakan sel yang tersusun dari sel pipih (pinacocyte) lapisan ini berfungsi untuk
melindungi bagian dalam tubuh. Hal ini juga didukung dengan pendapat Rusyana
(2011), bahwa koanosit merupakan sel-sel lapisan tubuh paling dalam yang melapisi
rongga atrium atau spongosol. Sel koanosit berfungsi sebagai organ respirasi dan
mengatur sirkulasi air. Diantara sel pinacoderm dan koanosit terdapat mesophyl. Sistem
saluran atau sirkulasi air pada spons (S. officinalis) merupakan tipe leukonoid yang
dimana tipe saluran ini lebih kompleks dari tipe lainnya.
Spons hidup di berbagai tipe perairan mulai dari tawar, payau dan laut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ananda et al (2019) dan Marzuki (2021), bahwa spons hidup
di dasar perairan yang biasanya menancapkan diri pada substrat keras seperti batu atau
karang. Demospongiae adalah satu-satunya kelompok spons/porifera yang anggotanya
ada yang hidup di air tawar.
IV. PENUTUP
Simpulan
Saran
FILUM CNIDARIA
Siti Nur Syafika Binti Ardi1 dan Indah Nurul Fatimah2
i1b120006sitinursyafikabintiardi@student.uho.ac.id
2
Manajemen Sumber Daya Perairan, Kambu, Jl. Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana,
indahnurulfatimah271@gmail.com
ABSTRAK
Avertebrata merupakan hewan yang tidak memiliki tulang punggung atau ruas-ruas
tulang belakang. Filum cnidaria memiliki organ intraselular yang unik dalam jaringan
tubuh ektoderemnya, yaitu tentakel yang dilengkapi organ penyengat khas disebut
cnidae. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat
mengamati dan mengklasifikasi filum cnidaria. Organisme dari filum cnidaria
ditemukan di perairan pantai Tanjung Tiram, Moramo Utara, Konawe Selatan kemudian
diamati Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan. Pengamatan dilakukan
dengan melihat secara langsung untuk mengetahui morfologi dan melakukan
pembedahan untuk pengamatan anatomi. Hasil yang diperoleh dari pengamatan pada
organisme filum cnidaria dilakukan menggunakan tiga organisme dari kelas anthozoa
dan schypozoa yaitu karang (Arcopora cervicornis), anemon (Metridium sp.) dan ubur-
ubur (Aurelia aurita). Ciri morfologi ketiga organisme yang diamati memiliki kesamaan
yaitu terdapat tentakel pada bagian tubuh organisme, tentakel tersebut memiliki bagian
yang mampu menghasilkan sengat.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Avertebrata merupakan hewan yang tidak memiliki tulang punggung atau ruas-ruas
tulang belakang. Hewan avertebrata di bagi menjadi beberapa golongan yaitu filum
Protozoa, Porifera, Cnidaria, Platyhelmintes, Nemathelmintes, Annelida, Mollusca,
Arthopoda, dan Echinordemata (Alwi, 2018).
Filum cnidaria memiliki organ intraselular yang unik dalam jaringan tubuh
ektoderemnya, yaitu tentakel yang dilengkapi organ penyengat khas disebut cnidae
yang akan dilepaskan keluar tubuhnya jika ada rangsangan dari lingkungan dimana
fauna ini tinggal (Paruntu, 2013).
Filum Cnidaria terbagi menjadi tiga kelas yaitu, hydrozoa, scyphozoa, dan
anthozoa. Anthozoa merupakan hewan laut yang memiliki bentuk mirip bunga.
Anthozoa hidup sebagai polip soliter atau berkoloni dan tidak mempunyai bentuk
medusa organisme yang termasuk kedalam kelas anthozoa adalah karang (Acropora
cervicornis) dan anemon (Metridium sp.). Kelas selanjutnya yaitu schypozoa
merupakan hewan yang memiliki bentuk dominan berupa medusa. Umumnya medusa
berenang secara bebas, dengan menyerupai payung. Organisme dari filum ini adalah
ubur-ubur (Maya & Nurhidayah, 2020).
Pada umumnya Coelenterata terdiri dari dua bentuk tubuh, yaitu bentuk polip dan
medusa yang terbentuk dalam siklus hidupnya. Polip tubuh berbentuk silindris, bagian
proksimal melekat, bagian distal mempunyai mulut yang dikelilingi oleh tentakel.
Medusa pada umumnya berbentuk seperti payung atau seperti lonceng
(Rahmadina & Ananda 2018).
Anatomi pada filum cnidaria dicirikan dengan tubuhnya yang terdiri atas dua
lapisan, yaitu lapisan epidermis dan gatrodermis. Karena kedua lapisan inilah yang
membuat cnidaria termasuk ke dalam hewan dipoblastik. Di antara dua lapisan tersebut
terdapat matrix gelatin yang disebut lapisan mesoglea, di mana pada lapisan ini tidak
terdapat sel sama sekali. Ciri lain pada cnidaria yaitu memiliki sistem saraf difusi atau
menyebar yang berupa sel sensoris, tetapi belum memiliki saraf pusat. Sel-sel sensoris
tersebar di lapisan epidermis dan gastrodermis (Rahmadina, 2019).
Berdasarkan permasalahan diatas maka pentingnya dilakukan pengamatan pada
filum cnidaria agar dapat mengetahui dan memahami bentuk morfologi dan anatomi
dari organisme pada filum ini dan mengetahui fungsi dari setiap bagian tubuh organisme
tersebut.
Tujuan praktikum untuk mengetahui filum cnidaria secara morfologi dan anatomi
serta dapat mengetahui habitat dari filum cnidaria. Manfaat praktikum untuk menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai filum ini dan mengenal jenis-jenis organisme
dari filum cnidaria.
14
Praktikum filum cnidaria dilakukan pada hari Jum'at, 3 Desember 2021 pukul
06.30-09.40 WITA bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baki, kertas laminating, alat tulis
mistar, pinset dan cutter. Adapun bahan yang digunakan, yaitu karang (A. cervicornis),
anemon (Metridium sp.), Ubur-Ubur (A. aurita), alkohol 70% dan tisu.
Metode Pengamatan
Hasil
Ket :
1. Mulut Ket :
2. Tentakel 1. Gastrovaskuler
3. Badan 2. Gastrodermis
3. Mesoglea
4. Epiderma
5. Nematosit
16
Ket :
1. Mulut Ket :
2. Tentakel 1. Mesentries
3. Badan 2. Septa
3. Endoderma
4. Mesoglea
5. Ektoderma
6. Nematosit
Ket :
1. Mulut Ket :
2. Tentakel 1. Epidermis
3. Exumbrella 2. Mesoglea
3. Gastrodermis
4. Gastric Cavity
5. Radial Canal
6. Circular Canal
17
7. Rhopalium 9. Gonad
8. Subumrella
18
Pembahasan
Pengamatan pada filum cnidaria dilakukan menggunakan tiga organisme dari kelas
anthozoa dan schypozoa yaitu karang (A. cervicornis), anemon (Metridium sp.) dan
ubur-ubur (A. aurita). Ciri morfologi ketiga organisme yang diamati memiliki kesamaan
yaitu terdapat tentakel pada bagian tubuh organisme, tentakel tersebut memiliki bagian
yang mampu menghasilkan sengat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Maya dan Nurhidayah (2020), bahwa pada permukaan tentakel terdapat kapsul
knidoblas yang beracun, di dalamnya terdapat sel nematosit yang menyengat dan
beracun.
Pengamatan morfologi yang dilakukan pada karang (A. cervicornis) terlihat adanya
tentakel yang mengandung kapsul penyengat (nematocyt), berwarna coklat muda dan
tubuhnya keras. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusyana (2011) dan Koroy et al
(2020), bahwa karakteristik pada filum coelenterata memiliki mulut yang dikelilingi
oleh tentakel. Tubuh keras pada karang terbentuk dari endapan-endapan masif dari
kalsium karbonat, karang umumnya ditemukan dengan berbagai warna dan diantaranya
ada yang berwarna coklat muda.
Bagian anatomi dari karang yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan yaitu
pada dinding dari polip karang terdapat lapisan yaitu epiderma, endoderma
(Gastrodermis) dan mesoglea. Ditemukan juga adanya nematosit yaitu sel penyengat
yang berasal dari knidoblas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmadina dan Ananda
(2018), bahwa Polip karang terdiri dari usus yang disebut filamen mesentri, tentakel
yang memiliki sel nematosit (penyengat) yang berfungsi melumpuhkan musuhnya.
Tubuh polip karang terdiri dari dua lapisan yaitu ectoderm dan endoderm. Diantara
kedua lapisan tersebut terdapat jaringan yang berbentuk seperti jelly yang disebut
mesoglea.
Pengamatan morfologi pada organisme anemon (Metridium sp.) menunjukkan
bahwa organisme ini bertubuh lunak karena tidak memiliki tulang belakang, bentuk
tubuhnya menyerupai bunga, berwarna coklat kehitaman, terlihat adanya tentakel yang
mengelilingi mulut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Farianti et al (2015), bahwa
anemon laut tidak memiliki tulang belakang atau skeleton pada seluruh tubuhnya.
Anemon merupakan hewan predator yang tampak seperti bunga, memiliki berbagai
bentuk, ukuran, dan warna. Tubuhnya radial semetrik, columnar dan memiliki satu
lubang mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Tentakel dapat melindungi tubuhnya
terhadap serangan predator lain dan dapat pula digunakan untuk menangkap
makanannya.
Secara anatomi anemon berupa polip dan menempel (tanpa medusa) memiliki
mesentries dan septa, serta lapisan endoderma. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irawan
(2013), bahwa polip pada hewan anemon memiliki belah vertikal (mesenteries) pada
bagian tubuh tampak dari atas. Septa pada anemone merupakan lekuk kerutan atau
belahan pada sepanjang tubuh anemon dimana jumlahnya sesuai dengan banyaknya
19
tentakel yaitu 12. H Septa terdiri dari satu ektodermal dan satu lapisan sel endodermal
dengan mesoglea terjepit di antara keduanya.
Organisme dari kelas scyphozoa yang diamati adalah ubur-ubur (A. aurita).
Ubur-ubur memiliki tubuh transparan yang bentuknya menyerupai payung bagian ini
biasa disebut exumbrella, terdapat tentakel yang mengelilingi tubuhnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Nurjanah et al (2013), bahwa ubur-ubur memiliki ciri bagian tubuh
atas seperti payung dan pada bagian bawah terdapat tentakel yang menjuntai, tekstur
kenyal, berwarna putih transparan, dan tubuhnya mengeluarkan cairan berupa lendir.
Secara anatomi bagian tubuh ubur-ubur yang diperoleh dari pengamatan yaitu
terdapat nematosit dihampir sekujur tubuh ubur-ubur namun paling banyak ditemukan
pada bagian tentakelnya. Diantara payung bagian luar tubuh ubur-ubur dan bagian
dalamnya terdapat mesoglea. Hal ini sesuai dengan pernyataan Firdaus (2020) dan
Sasongko (2018), bahwa ubur-ubur dikenal berbahaya karena memiliki sel cnidocyte
(knidosit) pada tubuhnya dan dalam tubuh ubur-ubur terdapat mesoglea, yaitu zat kental
seperti jeli yang dilindungi kulit.
Organisme dari filum cnidaria dari kelas anthozoa yaitu karang (A. cervicornis) dan
anemon (Metridium sp.) hidup soliter dan menempel pada dasar yang kuat atau lunak
dan sebagian ada yang sedikit membenam di dasar yang berpasir. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Irawan (2013) hewan ini hanya ditemukan pada gundukan pasir, di posisi
yang berhadapan dengan gelombang air laut, pada bagian gundukan pasir yang
menghadap ke darat dimana airnya tidak bergelombang atau tenang. Organisme kelas
scyphozoa yaitu ubur-ubur (A. aurita) hidup di laut baik dalam bentuk polip yang
melekat di dasar ataupun yang berenang bebas dalam bentuk medusa. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rahmadina (2019), bahwa schypozoa dapat ditemukan di lautan di
seluruh dunia, dari permukaan sampai laut dalam. Schypozoa tidak ditemukan di air
tawar.
IV. PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari praktikum ini yaitu pada organisme karang
(A. cervicornis) terlihat adanya tentakel yang mengandung kapsul penyengat
(nematocyt). Bagian anatomi dari karang yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan
yaitu pada dinding dari polip karang terdapat lapisan yaitu epiderma, endoderma
(Gastrodermis) dan mesoglea. Morfologi organisme anemon (Metridium sp.)
menunjukkan bahwa organisme ini bertubuh lunak karena tidak memiliki tulang
belakang. Secara anatomi anemon memiliki nematosit yang terletak pada tentakelnya
memiliki mesentries dan septa, serta lapisan endoderma. Oganisme ubur-ubur (A.
aurita) memiliki tubuh transparan yang bentuknya menyerupai payung bagian ini biasa
disebut exumbrella, terdapat tentakel yang mengelilingi tubuhnya. Secara anatomi
20
bagian tubuh ubur-ubur yang diperoleh dari pengamatan yaitu terdapat nematosit
dihampir sekujur tubuh ubur-ubur.
Saran
FILUM BRACHIOPODA
i1b120006sitinursyafikabintiardi@student.uho.ac.id
2
Manajemen Sumber Daya Perairan, Kambu, Jl. Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana,
indahnurulfatimah271@gmail.com
ABSTRAK
Avertebrata air adalah kelompok hewan yang tidak bertulakang belakang yang
hidup hampir di seluruh kawasan perairan. Brachiopoda berasal dari bahasa Yunani
yaitu Braciopoda (brachys artinya pendek, pous artinya kaki) adalah hewan laut yang
hidup di dalam setangkup cangkang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk. Organisme
dari filum brachiopoda ditemukan di perairan pantai Tanjung Tiram, Moramo Utara,
Konawe Selatan kemudian diamati Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mengamati filum porifera secara
morfologi dan anatomi. Pengamatan dilakukan dengan melihat secara langsung untuk
mengetahui morfologi dan melakukan pembedahan untuk pengamatan anatomi. Hasil
yang diperoleh dari pengamatan pada organisme filum brachiopoda dilakukan pada
organisme kerang lentera (Lingula unguis). Pengamatan morfologi kerang lentera (L.
unguis) diperoleh hasil yaitu tubuhnya tertutup oleh dua katub (bagian cangkang) yang
menutupi permukaan dorsal dan ventral. Kerang lentera memiliki warna cangkang hijau
kehitaman, serta memiliki pedikel.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Avertebrata air adalah kelompok hewan yang tidak bertulakang belakang yang
hidup hampir di seluruh kawasan perairan. Sebagian besar spesiesnya banyak terdapat
kawasan pesisir pantai seperti terumbu karang. Namun tak jarang pula ditemukan hidup
berasosisasi di perairan tawar maupun payau seperti kolam, sungai dan muara.
(Shayeghi et al., 2014)
Brachiopoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Braciopoda (brachys artinya pendek,
pous artinya kaki) adalah hewan laut yang hidup di dalam setangkup cangkang terbuat
dari zat kapur atau zat tanduk. Organisme ini biasanya hidup menempel pada substrat
dengan semen lansung atau dengan tangkai yang memanjang dari ujung cangkang.
Sering kali dikira kerang karena mempunyai setangkup cangkang. Organisme yang
termasuk kedalam dari filum ini adalah kerang lentera (Lingula unguis) (Carlson, 2016).
Secara morfologi kerang lentera mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri
dari dua tangkup, tetapi tidak berengsel. Kedua tangkup ini terdiri dari bagian atas dan
bagian bawah. Bagian utama dari tubunya berisi visera (viscera), terdapat di separuh
belakang dari cangkangnya. Permukaan dalam dari tangkup atas, dekat ujung belakang,
melekat satu tangkai berotot berbentuk silindrik yang panjang dinamakan pedikel
(pedicle) yang berisi perpanjangan berbentuk tabung dari rongga tubuh. Bagian anatomi
kerang lentera (L. unguis) terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus
dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak
organ seperti membuka dan menutup cangkang serta gerak memutar tubuhnya yang
disebut pedikel (Suhardi, 2008).
Berdasarkan permasalahan diatas maka pentingnya dilakukan pengamatan pada
filum brachiopoda adalah agar dapat mengetahui dan memahami bentuk morfologi dan
anatomi dari organisme pada filum ini dan mengetahui fungsi dari setiap bagian tubuh
organisme tersebut.
Praktikum filum brachipoda dilakukan pada hari Jum'at, 3 Desember 2021 pukul
06.30-09.40 WITA, bertempat di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baki, kertas laminating, alat tulis
mistar, pinset dan cutter. Adapun bahan yang digunakan antara lain, kerang lentera
(L. unguis), alkohol 70% dan tisu.
Metode Pengamatan
Hasil
Pembahasan
Pengamatan morfologi kerang lentera (L. unguis) diperoleh hasil yaitu tubuhnya
tertutup oleh dua katub (bagian cangkang) yang menutupi permukaan dorsal dan
ventral. Kerang lentera memiliki warna cangkang hijau yang panjangnya 82 mm, serta
memiliki pedikel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Christian et al (2013) dan Suhardi
(2008), bahwa kerang lentera memiliki dua katub cangkang yang berfungsi untuk
menutupi permukaan dorsal dan ventral hewan ini. Kerang lentera mempunyai panjang
tubuh dimulai dari 1-100 mm. Ukuran cangkang kerang lentera umumnya kecil
bervariasi antara 0,5 sampai 8 cm tergantung jenisnya.
Anatomi lain kerang lentera (L. unguis) yaitu terdiri dari mantel, lophophore,
gonad, edductor muscle, digestive glands, dan obligue muscle yaitu otot yang berwarna
putih yang berfungsi sebagai penggerak organ seperti membuka dan menutup cangkang.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ozdikmen (2008) bahwa, kelas Inarticulata pada filum
brachiopoda tidak mempunyai engsel dan kedua keping cangkang hanya dihubungkan
dengan otot (obligue muscle). Di bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang
terdapat suatu organ berlipat lipat yang disebut lofofor.
Kerang lentera umumnya hidup di dasar yang berlumpur dan dapat berpindah
tempat dengan bantuan pedikel yang berfungsi sebagai tongkat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Rakmawati & Ambarwati (2020), bahwa kerang lentera dapat dijumpai
meliang di bawah sedimen atau substrat pada zona intertidal suatu perairan
menggunakan pendikel, biasanya kerang lentera hidup di substrat lempung berlumpur.
IV. PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari praktikum ini yaitu morfologi kerang lentera
(L. unguis) ditandai dengan tubuhnya tertutup oleh dua katub (bagian cangkang) yang
menutupi permukaan dorsal dan ventral. Kerang lentera memiliki warna cangkang hijau
yang panjangnya 82 mm, serta memiliki pedikel. Anatomi lain kerang lentera (L.
unguis) yaitu terdiri dari mantel, lophophore, gonad, edductor muscle, digestive glands,
dan obligue muscle.
Saran
Saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum kedepannya agar praktikan
diarahkan atau diberi tahu tempat untuk mencari organisme yang akan di amati agar
praktikan tidak kesulitan dalam mencari bahan praktikum.
26
FILUM ANELIDA
i1b120006sitinursyafikabintiardi@student.uho.ac.id
2
Manajemen Sumber Daya Perairan, Kambu, Jl. Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana,
indahnurulfatimah271@gmail.com
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan praktikum untuk mengetahui filum anelida secara morfologi dan anatomi
serta dapat mengetahui habitat dari filum ini. Manfaat praktikum untuk menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan mengenai filum anelida dan mengenal jenis-jenis
organismenya.
Praktikum filum anelida dilakukan pada hari Jum'at, 3 Desember 2021 pukul 06.30-
09.40 WITA, bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baki, kertas laminating, alat tulis
mistar, pinset dan cutter. Adapun bahan yang digunakan,
cacing tanah (Lumbricus terrestris), cacing laut (Nereis sp.) dan lintah (Hirudo sp.),
alkohol 70% dan tisu.
Metode Pengamatan
Hasil
Hasil pengamatan morfologi dan anatomi cacing tanah (L. terrestris), cacing laut
(Nereis sp.) dan lintah (Hirudo sp.).
Ket :
1. Mulut Ket :
2. Clitellum 1. Otak
3. Setae 2. Faring
3. Esophagus
4. Jantung
5. Kantung sperma
6. Pembuluh darah dorsal
7. Selom
8. Nefridium
9. Pembuluh darah ventral
30
Ket :
1. Tentakel Ket :
2. Papila sensoris 1. Pharynx
3. Rahang 2. Esophageal caecum
4. Mata 3. Esophagus
5. Paraprodia 4. Pseudohearts
5. Nephridium
6. Longitudinal muscles
7. Insentine
8. Dorsal vessel
31
Ket :
1. Oral sucker Ket :
2. Caudal sucker 1. Rahang
3. Segmen/ruas 2. Pharynx
3. Radial muscles
4. Ovary
5. Testisac
6. Gangion
7. Nephiridium
8. Intestin
Pembahasan
atau tempat memasukkan sperma dari cacing lawan kawinnya. Bagian anatomi dari
cacing tanah yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan yaitu otak, faring,
esophagus, jantung, kantung sperma, pembuluh darah dorsal, selom nefridium, dan
pembuluh darah ventral Hal ini sesuai dengan pernyataan Hermawan et al (2015),
bahwa Cacing tanah mempunyai rongga besar coelomic yang mengandung
coelomycetes (pembuluh - pembuluh mikro), yang merupakan sistem vaskuler tertutup.
Saluran makanan berupa tabung anterior dan posterior, kotoran dikeluarkan lewat anus
atau peranti khusus yang disebut nephridia. Sistem sirkulasi pada cacing tanah terdiri
dari pembuluh darah dorsal serta pembuluh darah median. Fungsi pembuluh darah
dorsal untuk mengalirkan darah pada arah anterior. Sementara pembuluh darah median
fungsinya mengalirkan darah pada arah posterior. Proses pencernaan makanan yang
terdapat pada cacing tanah terdiri dari rongga mulut, faring berotot, esoffagus,
tembolok, kemudian lambung otot usus maupun anus.
Pengamatan morfologi pada organisme cacing laut (Nereis sp.) menunjukkan
bahwa organisme ini memiliki banyak rambut dengan tubuh bersegmen-segmen. Kepala
dibagian anterior, dilengkapi tentakel, papila sensoris, rahang, dan mata. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rahmadina & Eriri (2018), bahwa Struktur tubuh Polychaeta terdiri
atas kepala, faring menonjol, berahang, dikelilingi peristomium, dan beratap
prostomium. Peristium terdiri atas empat buah mata, dua tentakel pendek, dua palpus,
dan empat tentakel panjang. Setiap segmen, kecuali segmen terakhir, memiliki
parapedia yang dilengkapi banyak setae. Setae inilah yang digunakan untuk menggali
pasir di celah bebatuan
Secara anatomi cacing laut memiliki faring, esophageal caecum, esophagus,
pseudohearts, nephridium, longitudinal muscles, insentine, dorsal vessel. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rahmadina (2019), bahwa cacing ini dengan menggunakan mulut,
faring, esophagus, usus, dan anus dalam sistem pencernaannya. Alat ekskresi berupa
nepridium yang terdapat di dalam selom. Sistem peredaran darah polychaeta dengan
memompa darah ke bagian depan oleh pembuluh darah dorsal, sedangkan pembuluh
darah ventral akan mengalirkan darah ke bagian belakang.
Organisme lintah (Hirudo sp.) secara morfologi berwarna coklat kehitaman dan
tubuhnya beruas-ruas, terdapat penghisap pada bagian posterior dan anterior dari tubuh
lintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maya & Nurhidayah (2020), bahwa tubuh
lintah pipih dengan ujung depan serta di bagian belakang sedikit runcing. Di segmen
awal dan akhir terdapat alat penghisap yang berfungsi dalam bergerak dan menempel.
Gabungan dari alat penghisap dan kontraksi serta relaksasi otot adalah mekanisme
pergerakan dari organisme ini. Secara anatomi bagian lintah (Hirudo sp.) terdiri dari
faring yang digunakan dalam proses pencernaan, terdapat radial muscles untuk
pergerakan lintah dan nephridium untuk proses eksresi.
Organisme dari filum anelida sering kita jumpai di tanah yang subur, ditemukan
juga di area persawahan dan di daerah pantai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azhari
& Nofisulastri (2018), bahwa cacing-cacing yang termasuk dalam Filum Annelida ini
hidup di dalam tanah yang lembab, dalam laut, dan dalam air tawar, pada umumnya
annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komensal pada
hewan-hewan aquatik, dan ada juga yang bersifat parasit pada vertebrata.
33
IV. PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari praktikum ini yaitu pada organisme cacing tanah
(Lumbricus terrestris) memiliki tubuh berbentuk silindris yang panjang dan berwarna
merah muda, pada bagian tubuhnya terdapat clitellum Bagian anatomi dari cacing tanah
ditemukan adanya otak, faring, esophagus, jantung, kantung sperma, pembuluh darah
dorsal, selom nefridium, dan pembuluh darah ventral. Morfologi pada organisme cacing
laut (Nereis sp.) menunjukkan bahwa organisme ini memiliki banyak rambut dengan
tubuh bersegmen-segmen. Secara anatomi cacing laut memiliki faring, esophageal
caecum, esophagus, pseudohearts, nephridium, longitudinal muscles, insentine, dorsal
vessel. Organisme lintah (Hirudo sp.) secara morfologi berwarna coklat kehitaman dan
tubuhnya beruas-ruas, terdapat penghisap pada bagian posterior dan anterior dari tubuh
lintah.
Saran
Saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum kedepannya agar praktikan
diarahkan atau diberi tahu tempat untuk mencari organisme yang akan di amati agar
pada saat praktikum semua organisme yang akan diamati telah lengkap.
34
FILUM ECHINODERMATA
i1b120006sitinursyafikabintiardi@student.uho.ac.id
2
Manajemen Sumber Daya Perairan, Kambu, Jl. Prof. Dr. Abdurrauf Tarimana,
indahnurulfatimah271@gmail.com
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baki, kertas laminating, alat tulis
mistar, pinset, cutter. Adapun bahan yang digunakan, yaitu organisme teripang
(H. scabra), bintang ular (O. nereidina), bintang laut (P. nodosus), bulu babi
(D. setosum), alkohol 70%, dan tisu.
Metode Pengamatan
Hasil
Hasil pengamatan Morfologi Dan Anatomi teripang (H. scabra), bintang ular
(O. nereidina), bintang laut (P. nodosus), bulu babi (D. setosum), dapat dilihat pada
gambar berikut.
Ket :
1. Mulut Ket :
2. Tentakel 1. Gonad
3. Kaki tabung 2. Esophagus
4. Papilia 3. Insentrinum
5. Anus 4. Mesentrinum
5. Polian vesicle
6. Pohon respirasi
7. Kloaka
38
Ket : Ket :
1. Lengan
2. Mulut 1. Gonad
3. Tentacle scale 2. Lambung
3. Ossicle
4. Bursae
Ket :
1. Lengan Ket :
2. Tube feet 1. Gonad
3. Mulut 2. Ampula
4. Madeporite 3. Intestinum
5. Anus 4. Salurancincin
39
Ket :
1. Duri Ket :
2. Mulut 1. Gonad
3. Genophore 2. Esofagus
3. Podia viscle
4. Radial canal
5. Pharynx
Pembahasan
Morfologi bulu babi (D. setosum) terlihat tubuhnya dipenuhi dengan duri-duri
yang panjang layaknya landak. Diantara duri-duri ini terdapat duri halus dibagian bawah
tubuhnya yang berfungsi untuk melekatkan tubuhnya saat berjalan di substrat/mendaki
dan memiliki genopore. Hal ini sesuai dengan pendapat Alwi et al (2020), bahwa bulu
babi memiliki duri-duri yang panjang, tajam dan rapuh disekujur tubuhnya, memiliki
tubuh bulat, berwarna hitam pekat, dan memiliki gonopore. Struktur anatominya yaitu,
esophagus, gonad, podia viscle, radial canal, dan pharynx. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lamerta (2017) bahwa organisme ini mencerna makanan melalui mulut
menuju esofagus dan lambung yang bercabang menuju setiap lengan.
IV. PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari praktikum ini, yaitu morfologi teripang (H. scabra)
terdiri atas mulut, tentakel, kaki tabung, papilia dan anus, sementara untuk anatominya
terdiri atas gonad, esofagus, intestinum, mesentrium, polian vesicle, pohon respirasi dan
kloaka. Morfologi bintang ular (O. nereidina) terdiri atas lengan, mulut dan tentacle
scale, anatominya terdiri atas gonat, lambung (stomach), Ossicle, dan bursae. Morfologi
bintang laut (P. nodosus) terdiri atas lengan, tube feet, mulut, madreporite dan anus,
untuk bagian anatominya yaitu, gonad, ampula, dan salura cincin. Morfologi bulu babi
(D. setosum) yaitu, duri, mulut, dan genopore, sementara struktur anatominya terdiri
atas Esophagus, gonad, podia viscle, radial canal , dan pharynx.
Saran
41
Saran yang dapat saya sampaikan adalah pada saat praktikum sebaiknya berhati-
hati karena organisme yang diamati bisa saja berbahaya bagi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, N. N., Efriyeldi & Thamrin. 2019. Species Diversty and Distribution of
Sponges in the Coastal Area of Kasiak Island Pariaman Regency Sumatera Barat
Province. Asian Journal of Aquatic Sciences. Vol. 2 (2):162-169.
Gani, A., Rosyida, E., & Serdiati, N. 2017. Keanekaragaman Jenis Invertebrata Yang
Berasosiasi Dengan Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Teluk Palu
Kelurahan Panau Kota Palu. Jurnal Agrisains. Vol. 18 (1): 38-45.
Hermawan. D., Saifullah, Herdiyana, D. 2015. Pengaruh Perbedaan Jenis Substrat pada
Pemeliharaan Cacing Laut (Nereis sp.). Jurnal Perikanan dan Kelautan.
Vol. 5(1):41-47.
Irawan, H. 2013. Biologi Anemon di Perairan Litoral Daerah Batu Hitam Ranai
Kebupaten Natuna. Dinamika Maritim Vol 3.(1): 1-10.
Ismet, M. S., Soedharma, D., & Effendi, H. 2011. Morfologi dan Biomassal Sel Spons
Aaptos aaptos dan Petrosia sp. Jurnal dan Teknologi Kelautan Tropis.
Vol. 3 (2):153-161.
Koroy. K., Nurafni, & Husain. N. 2020. Tutupan Karang Lunak Di Perairan Desa
Pandanga Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Enggano. Vol. 5(1): 53-63.
Lumenta, C. 2017. Avertebrata Air. Manado. Unsrat Press. Hal. 159.
Luthfia, O. M., Dewia, C. S. U., Sasmithaa, R. D., Alima, D. S., Putrantoa, D. B. D. &
Yuliantoa, F. 2018. Kelimpahan Invertebrata Di Pulau Sempu Sebagai Indeks
Bioindikator, Ekonomis Penting Konsumsi, Dan Komoditas Koleksi Akuarium.
Journal of Fisheries and Marine Research. Vol. 3 (2): 137-148.
Marzuki, I. 2021. Eksplorasi Spons Indonesia: Seputar Kepulauan Spermonde.
Makassar: CV. Nas Media Pustaka. Hal. 218.
Maya, S., & Nurhidayah. 2020. Zoologi Invertebrata. Bandung: Widina Bhakti Persada.
Hal. 133.
Nurhadi & Yanti, F. 2018. Buku Ajar Taksonomi Invertebrata. Yogyakarta: Deepublish.
Hal. 150.
Paruntu, C. P., Rifai, H., & Kusen, J. D. 2013. Nematosit dari Tiga Spesies Karang
Scleractinia, Genus Pocillopora. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis.
Vol. 9 (2): 60-64.
Rahmadina & Eriri, L. 2018. Identifikasi Hewan Invertebrata Pada Filum Annelida Di
Daerah Penangkaran Buaya Asam Kumbang Dan Pantai Putra Deli. Klorofil.
Vol. 2 (2).
Shayeghi, M., Vatandoost, H., Gorouhi, A., Dehkordi, A. R., Abadi, Y. S., Karami, M.
Navaz, M. R., Akhavan, A. A., Shiekh, Z., Vatandoost, S., & Arrandian, M. H.
2014. Biodiversity of Aquatic Insects of Zayandeh Roud River and Its
Branches, Isfahan Province, Iran. Journal Arthropod-Borne Dis. Vol. 8 (2):
197-203.
43
Wulandari, N., Krisanti, M dan Elfidasari, D. 2012. Keragaman Teripang asal Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. Unnes Journal of life science.
Vol 1 (2): 133-139.