Anda di halaman 1dari 59

JURNAL LENGKAP

PRAKTIKUM IKTIOLOGI

OLEH :

FERI RENALDI
I1B121035

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

1
2
JURNAL LENGKAP
PRAKTIKUM IKTIOLOGI

OLEH :

FERI RENALDI
I1B121035

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan


pada Mata Kuliah Iktiologi

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Jurnal Lengkap Praktikum Iktiologi


Jurnal Lengkap : Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata
Kuliah Iktiologi
Nama : Feri Renaldi
NIM : I1B121035
Kelompok : IV (EMPAT)
Jurusan : Budidaya Perairan

Jurnal lengkap ini telah


disetujui dan diperiksa oleh

Kordinator Asisten Asisten Pembimbing

Dicky Ardiansyah Nidya Ariyatni, S.Pi


NIM. I1A118039

Mengetahui,
Kordinator Dosen Mata Kuliah Iktiologi

Prof. Dr. Asiyana, S.Pi., M.Si


NIP. 197612112000032002

Kendari, 08 Oktober 2022


Tanggal Pengesahan

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis Bernama lengkap Feri Renaldi, lahir di Tanrung, 22


Februari 2004, merupakan anak ke pertama dari dua bersaudara.

3X4 Penulis lahir dari pasangan suami istri Bapak Wardi dan Ibu
Sunarti. Penulis sekarang bertempat tinggal di jalan Jend. AH.
Nasution, Kadia, Kec. Kadia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Alamat dari orang tua penulis saat ini bertempat tinggal di
Kelurahan Ladongi, Kec. Ladongi, Kab. Kolaka Timur. Penulis menyelesaikan,
Pendidikan Sekolah MI Al Qarimah Tanrung dan lulus pada tahun 2015, kemudian
melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 Ajangale dan lulus
pada tahun 2018, lalu melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah atas di SMAN 1
Ladongi dan lulus pada tahun 2021. Pada tahun 2021 penulis mendaftar dan diterima
menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur SMMPTN di Kampus
Bumi Hijau Tridharma Haluoleo kendari, yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi
Negeri di Sulawesi Tenggara dan sekarang melanjutkan Pendidikan S-1 di Universitas
Halu Oleo Kendari, jurusan Budidaya Perairan.

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL Hal


HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vi
A. Morfologi Ikan...........................................................................................................1
B. Morfometrik Ikan.......................................................................................................8
C. Sistem Urat Daging....................................................................................................15
D. Sistem Pernapasan......................................................................................................22
E. Sistem Integumen.......................................................................................................28
F. Sistem Pencernaan......................................................................................................34
G. Sistem Urogenitalia....................................................................................................40
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................48
Laporan Sementara
Jurnal Buku
Bukti Konsultasi

vi
vii
DAFTAR TABEL

Tabel Teks
Hal
Tabel 1. Hasil pengamatan morfologi ikan.....................................................................
Tabel 2. Hasil pengamatan morfometrik dan meristik ikan............................................
Tabel 3. Hasil pengamatan sistem pernapasan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)....
Tabel 4. Hasil pengamatan sistem integumen.................................................................
Tabel 5. Hasil pengamatan sistem pencernaan...............................................................
Tabel 6. Hasil pengamatan sistem urogenitalia..............................................................

viii
DAFTAR GAMBAR

Tabel Teks Hal


Gambar 1. Ikan layang (Decapterus spp.)......................................................................5
Gambar 2. Ikan Peperek (Leiognathidae).......................................................................6
Gambar 3. Ikan layang (Decapterus spp.)......................................................................12
Gambar 4. Ikan Peperek (Leiognathidae).......................................................................13
Gambar 5. Urat daging ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)........................................19
Gambar 6. Penampang melintang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).......................19
Gambar 7. Insang dan bagian-bagiannya........................................................................25
Gambar 8. Sisik cycloid..................................................................................................32
Gambar 9. Sistem pencernaan ikan.................................................................................39
Gambar 10. Sistem urogenital ikan.................................................................................45

ix
x

MORFOLOGI
xi

Morfologi Ikan Layang (Decapterus spp.) dan Ikan Peperek


(Leiognathidae)
Morfologi Flaying Fish (Decapterus spp.) and Peperek Fish

(Leiognathidae)
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo
Kendari
Jln. HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Anduonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara 93232
Email: nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 01 0ktober 2022, dan bertempat di
laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo Kendari. Tujuan dari praktikum morfologi ikan ini
yaitu praktikan dapat mengetahui pembagian pada tubuh ikan serta nama-nama pada
bagian tubuh ikan tersebut. Manfaat praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui banyak
istilah-istilah yang mungkin baru didengar oleh praktikan, misalnya istilah sirip dorsal
yang artinya sirip punggung. Ikan yang di gunakan pada praktikum yaitu ikan layang
(Decapterus spp.) dan ikan peperek (Leiognathidae). Hasil praktikum morfologi ikan
layang (Decapterus spp.) mempunyai bentuk tubuh yang fusiform dan mempunyai
bentuk mulut berdasarkan tabung dan dapat di sembulkan serta mempunyai bentuk sirip
ekor forked dan mempunyai warna silver sedangkan ikan peperek (Leiognathidae)
mempunyai bentuk tubuh yang compressed dan mempunyai mulut berdasarkan bentuk
tabung dan dapat di sembulkan dan berdasrkan letak superior dan mempunyai bentuk
sirip ekor lunate dan mempunyai warna silver.
Kata kunci :Ikan layang, ikan peperek, morfologi
xii

Pendahuluan
Ikhtiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari segala aspek dalam
kehidupan ikan. Ikan tergolong ke dalam kelas vertebrata poikilotermik (berdarah dingin
atau memiliki suhu tubuh yang dapat diatur sesuai dengan suhu tempat tinggalnya).
Memiliki pergerakan dan mampu mempertahankan keseimbangan tubuhnya dengan
sirip, bernapas menggunakan insang serta hidup di habitat perairan (akuatik). Secara
taksonomi, ikan termasuk ke dalam kelas pisces, meskipun beberapa ahli menggunakan
hierarki yang lebih tinggi yaitu superkelas pisces. Ikan berperan sebagai sumber protein
hewani bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai, perairan air tawar seperti
rawa, sungai dan danau (Arif, 2022).
Ikan adalah hewan yang berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang
belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai
medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak bergantung pada arus atau gerakan air yang di sebabkan oleh arah angin. Oleh
para ikthiologis ikan didefinisikan secara umum yaitu binatang vertebrata yang berdarah
dingin (pokilotherm), hidup dalam lingkungan air, umunya bernafas dengan insang,
pergerakan dengan keseimbangan badannya terutama menggunakan sirip (Iqbal, 2014).
Ikan layang (Decapterus spp.) adalah ikan pelagis kecil yang memiliki nilai
ekonomis dan melimpah di perairan. Indonesia. Ikan layang juga memberi kontribusi
yang cukup besar pada produksi perikanan tangkap dan telah dieksploitasi secara terus-
menerus sejak lama, baik oleh perikanan semi industri (pukat cincin besar dan sedang)
maupun oleh perikanan rakyat (pukat cincin mini, payang). Jenis ikan layang yang
umum ditemukan di Indonesia seperti D. macrosoma, D. ruselli, dan D. macarellus
merupakan jenis-jenis yang dominan dengan daerah penyebarannya luas, ditemukan
hampir di seluruh wilayah perairan (Kusumaningrum et al., 2021). Ikan peperek
(Leiognathidae) bentuk badan sangat pipih (vertikal) dan tipis. Posisi mulut umumnya
superior, mulut bisa ditarik keluar (protacted) dan ujung moncong pendek. Bagian
kepala bergerigi, sedangkan pada nape (kuduk) terdapat duri-duri tidak teratur. Warna
tubuh dominan abu-abu keperakan. Jenis ikan ini terdiri dari beragam spesies, yang
paling umum adalah genus Leiognathus spp. Termasuk jenis omnivor, pemakan
tanaman dan sisa organisme yang sudah mati (detritus) (Wiyono, 2014).
Morfologi adalah bentuk dan penampakan luar dari tubuh suatu makhluk hidup.
Bentuk tubuh ikan akan beradaptasi dengan cara, tingkah laku dan kebiasaan hidup di
dalam suatu habitat ikan hidup. Dengan kata lain, habitat atau lingkungan di mana ikan
itu hidup akan berpengaruh pada bentuk tubuh, macam-macam alat tubuh dan cara
bergerak maupun tingkah lakunya akan berbeda satu sama lain. Ikan akan
menyesuaikan diri terhadap faktor-faktor fisika, kimia, biologis habitat yang
bersangkutan, misalnya kedalaman air, arus air, pH, salinitas, dan makhluk-makhluk
lainya, seperti plankton, jasad renik, benthos, dan sebagainya (Wahyudi et al., 2019).
Praktikum morfologi ikan yang dilakukan bertujuan untuk mengenal berbagai
bentuk luar ikan, mengamati morfologi dan letak atau posisi bagian luar tubuh ikan
secara in situ. Sedangkan manfaatnya yaitu mahasiswa dapat mengenali berbagai bentuk
morfologi ikan
Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 01 0ktober 2022, meliputi
metode pengamatan morfologi pada ikan dan bertempat di laboratorium Manajemen
xiii

Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo
Kendari.
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu mistar untuk mengukur tubuh
ikan, baki di gunakan untuk menyimpan bahan praktikum, kertas laminating untuk
tempat di simpanya ikan untuk di ukur, tissue untuk alat membersihkan setelah
melakukan praktikum, pingset untuk menghitung sirip-sirip yang ada pada ikan, dan
kaca pembesar untuk melihat sirip-sirip kecil yang terdapat pada ikan, handphone
sebagai alat untuk dokumentasi, kertas hvs untuk mencatat laporan sementara, pulpen di
gunakan untuk mencatat prosedur kerja dan bahan yang di gunakan yaitu ikan laying
dan ikan peperek.
Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum yaitu pertama-tama kita
menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan pada saat praktikum, kemudian
mengambil ikan yang akan diamati lalu meletakkan di atas baki, setelah itu menyiapkan
kertas laminating dan mistar untuk membentuk preparat lalu meletakkan ikan dengan
posisi kepala sebelah kiri dan perut menghadap kebawah, mengamati morfologi ikan,
dan mencatat hasil pngamatan pada laporan sementara.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum ini data hasil pengamatan di sajikan pada table berikut.
Tabel 1. Hasil pengamatan morfologi ikan.

Keterangan Individu
No. Parameter
1 2
1. Bentuk tubuh Fusiform Deppressed
2. Bentuk mulut
a. Berdasarkan bentuk Tabung Tabung
b. Dapat tidaknya di sembulkan Dapat Dapat
disembulkan disembulksn
c. Berdasarkan letaknya Terminal Superior
3. Sungut (Ada/Tidak ada Tidak Tidak
4. Bentuk sirip ekor Forted Lunate
5. Sirip pelvic Ada
(Berpasangan) -
6. Sirip anal Tidak Tidak
(Berpasangan/Tidak berpasangan) berpasangan berpasangan
7. Warna tubuh Silver Silver
8. Bar Tidak ada Tidak ada
9. Band Tidak ada Tidak ada
10. Blotch Tidak ada Ada
11. Dot Tidak ada Tidak ada
12. Spot Tidak ada Tidak ada
13. Stripe Tidak ada Tidak ada

14. Linea lateralis Ada Ada


Keterangan :
1. Ikan peperek (Leiognathidae)
xiv

2. Ikan layang (Decapterus spp.)


Pembahasan
Morfologi merupakan salah satu ciri yang mudah dilihat dalam mempelajari
organisme. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan, sehingga bentuk
dan bagian-bagian tubuh bervariasi. Bentuk luar (morfologi) suatu jenis ikan, sering kali
berubah sejak ikan menetas sampai ikan tersebut mati. Bentuk tubuh ikan banyak
macamnya, seperti fusiform (bentuk topedo/kerucut), compressed (bentuk pipih),
depressed (bentuk picak), aguilliform (bentuk bulat), filliform (bentuk pipa), taenifrom
(bentuk pita), sagittiform (bentuk anak panah), carangioform (bentu selar), globiform
(bentuk bulat), dan ostracioform (bentuk kotak) (Agustin, 2017). Morfologi ikan layang
memiliki bentuk tubuh fusiform atau torpedo. Bentuk tubuh ini menyesuaikan dengan
karakteristik ikan layang sebagai ikan pelagis dimana terdapat bentuk garis untuk
bergerak dalam perairan dalam tanpa mengalami banyak kendala. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Crishtine et al. (2014) yang menyatakan bahwa ikan layang memiliki
karakteristik berukuran sedang, memanjang seperti torpedo, memiliki dua sirip
punggung yang dipisahkan oleh celah sempit

Gambar 1 Ikan layang (Decapterus spp.)


Sumber: Dok Pribadi 2022
Ikan yang pertama yang di amati yaitu ikan layang (Decapterus spp.),
berdasarkan pengamatan didapati bahwa ikan layang memiliki bentuk tubuh seperti
torpedo atau kerucut atau fusiform, dimana bentuk tubuhnya stream line dengan bagian
kepala dan akor meruncing, tinggi tubuhnya hampir sama dengan lebar tubuhnya serta
panjang tubuhnya lebih besar daripada tinggi badannya, menurut Tangke (2020) bentuk
tubuh ikan yang streamline diakibatkan oleh pola hidupnya yang perenang cepat
sehinga bentuk tubuh seperti ini dapat memudahkan ikan untuk berenang cepat. Bentuk
mulut ikan layang (Decapterus spp.) yaitu tabung yang tidak dapat disembulkan dan
letaknya terminal. Bentuk mulutnya yang seperti itu diakibatkan karena panjang rahang
atas dan rahang bawahnya sama, hal ini sesuai dengan makanannya atau mangsanya
yang mengambang didepannya.
Ikan layang tidak memiliki sungut karena ikan ini aktif pada siang hari, ikan ini
memiliki bentuk sirip ekor yang forked atau furcated (bercagak). Ikan layang memiliki
sirip pelvic yang berpasangan serta sirip anal yang tidak berasangan, hal tersebut sesuai
dengan gaya renang dari ikan layang ini yang perenang cepat, dimana sirip pelvic yang
berpasangan tersebut berfungsi untuk menempatkan posisi ikan pada kedalaman yang
tetap, sedangkan sirip analnya yang tidak berpasangan berfungsi untuk menstabilkan
ikan lajang saat berenang cepat. Pada ikan layang (Decapterus spp.) ini tidak terdapat
xv

bar, blotch, dot, spot, stripe. Namun, terdapat band dan linea lateralis pada tubuh ikan
layang (Decapterus spp.). Pada ikan ini terdapat sirip kecil dibelakang sirip punggung.
Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut (Akerina et al. 2019), pada ikan layang ialah
terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat
sisik berlingin.
Ikan layang (Decapterus spp.) memiliki warna perak dengan warna bagian
punggung lebih gelap lalu berangsur angsur memudar pada bagian perut hingga
terkadang berwarna putih. Menurut Bakri (2017) warna tubuh ikan layang pada bagian
punggungnya biru kehijauan dan putih perak pada bagian perutnya. Perbedaan warna
ikan ini biasanya disebabkan oleh kondisi lingkungannya, ikan layang memiliki wana
demikian berguna untuk mengelabui mangsanya, saat dilihat dari atas maka tubuh ikan
ini akan tampak samar begitu pula tampak dari bawah tubuhnya juga akan terlihat
samar.

Gambar 2 Ikan peperek (Leiognathidae)


Sumber : Dok Pribadi 2022
Berdasarkan hasil data pengamatan di atas Ikan peperek (Leiognathidae)
mempunyai bentuk badan depressed. Mempunyai bentuk mulut berdasarkan tabung dan
umumnya superior, mulut bisa ditarik keluar (protacted) dan ujung moncong pendek.
Bagian kepala bergerigi, sedangkan pada nape (kuduk) terdapat duri-duri tidak teratur.
Warna tubuh dominan silver, menurut Wiyono (2014). Jenis ikan ini terdiri dari
beragam spesies, yang paling umum adalah genus Leiognathus spp. Termasuk jenis
omnivor, pemakan tanaman dan sisa organisme yang sudah mati (detritus). Tergantung
jenisnya, ukuran ikan ini umumnya berkisar antara 15 – 20 cm (paling besar bisa
mencapai 24 cm). Nama lokal: selangat, petek, kekek, pepetek, sekiki, caria, petah.
Habitat: ikan peperek termasuk jenis ikan demersal. Habitatnya adalah perairan pantai
dengan tipe dasar lunak (pasir halus dan campuran lumpur) dari Muara Sungai. Di
wilayah pasifik barat diduga terdapat 29 spesies ikan famili Leiognathidae, semuanya
terdaftar sebagai jenis yang juga ditemukan di Indonesia (Rahardjo et al., 2013)
Ikan peperek merupakan salah satu ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis
yang penting dan salah satu ikan tangkapan dominan diperairan selat sunda. Hasil
identifikasi ikan peperek memiliki bentuk tubuh compressed atau pipih. Menurut
Permatachani et al. (2016) bentuk mulutnya tabung, dapat disembulkan dan superior,
tidak memiliki sungut. Bentuk sirip ekor lunate, tidak memiliki sirip pelvic, sirip anal
tidak berpasangan, warna tubuh di bagian belakang ikan ini adalah kebiruan gelap dan
di sisi tubuh dan perut berwarna putih keperakan. Perbedaan bentuk tubuh ikan pada
umumnya disebabkan oleh adanya adaptasi terhadap lingkungan dan arah hidupnya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan (Ongkers et al. 2016) bahwa bentuk tubuh ikan merupakan
xvi

suatu adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang
khusus.
Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat di simpulkan bahwa morfologi ikan layang
(Decapterus spp.) mempunyai bentuk tubuh yang fusiform dan mempunyai bentuk
mulut berdasarkan tabung dan dapat di sembulkan serta mempunyai bentuk sirip ekor
forked dan mempunyai warna silver sedangkan ikan peperek (Leiognathidae)
mempunyai bentuk tubuh yang compressed dan mempunyai mulut berdasarkan bentuk
tabung dan dapat di sembulkan dan berdasrkan letak superior dan mempunyai bentuk
sirip ekor lunate dan mempunyai warna silver.
Saran
Saran saya untuk praktikum kali ini yaitu pihak laboratotium untuk
menyediakan rak sepatu dan rak tas supaya kami praktikan dapat menyimpan barang
yang rapi
Daftar Pustaka
Agustin R. 2017. Studi Jenis-Jenis Ikan Hail Tangkapan Nelayan di Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) Karangsong Kabupaten Indramayu. [Skripsi]. Bandung
Akerina MF, Paratasik SB, Bataradoa NE. 2019. Pola Pertumbuhan Ikan layang
(Decapterus spp.) di Perairan Likupang, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax.
7(1): 114-115.
Arif M. 2022. Identifikasi Jenis Ikan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Galesong
Kabupaten Takalar. Jurnal OSFPrints. 1(2): 1-4
Bakri SN. 2017. Kandungan Logam Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Organ Kulit,
Daging dan Hati Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan Pantai Losari
Kota Makassar. [Skrips]. Makassar. Fakultas Sains dan Teknologi Uin Alaudin
Makassar
Crishtine F, Mamuaja MS, dan Aida Y. 2014. Karakteristik Gizi Abon Jantung Pisang
(Musa p) dengan Penambahan Ikan Layang (Decapterus spp). Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan. 2(2): 1-7.
Kusumaningrum R C, Alfiatunnisa N, Murwantoko M, Setyobudi E. 2021. Karakter
Morfometrik dan Meristik Ikan Layang (Decapterus Macrosoma Bleeker,
1851) di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Jurnal
Perikanan. 23(1): 1-7.
Ongkers OTS, Pattikawa AJ, Rijoly F. 2016. Aspek Biologi Ikan Layang (Decapterus
russels) di Perairan Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Pulau Ambon. Jurnal
Omni-Akuatika. 12(13) :87-88
Permatachani A, Boer M, dan Kamal MM. 2016. Kajian Stok Ikan Peperek
(Leiognathus equulus) Berdasarkan Tangkap Jaring Rapus di Perairan Selat
Sunda. Jurnal teknologi Perikanan dan Kelautan.7(2): 1-10.
Rahardjo MF, Affandi R, & Sulistiono. 2012. Iktiology. Lubuk Agung. Bandung.
Tanke U. 2020. Produksi dan Nilai Jual Ikan Pelagis Dominan di TPI Higienis
Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Jurnal Agribsinis Perikanan. 13 (1):
97-107.
Wahyudi A dan Razi F. 2019. Morfologi Ikan Endemik dan Ikan Lokal Potensial Di
Kalimantan Selatan. Balai Pelatihan dan penyuluhan Banyuwangi. Banyuwangi.
xvii

Wiyono ES. 2014. Karakteristik Perikanan Tangkap di Perairan Laut Kabupaten


Simeulue. Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut. 5 (1): 91-99.

MORFOMETRIK
DAN MERISTIK
xviii

Merfometrik dan Meristik Ikan Layang (Decapterus spp.) dan Ikan


Peperek (Leiognathidae)
M0rphometric and Meristic Analysis of Flaying Fish (Decapterus spp.) and
Peperek Fish
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 01 0ktober 2022, dan bertempat di
laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo Kendari. Tujuan dari melakukan praktikum
morfometrik dan meristic ini di lakukan untuk mengetahui bagimana cara menghitung
berbagai ukura tubuh ikan yang dapat di gunakan dalam identifikasi ikan dan kuatifikasi
morfologi ikan. Manfaat dengan adanya praktikum ini kita menjadi tau tentang metode
cara menghitung berbagai ukuran pada ikan misalnya cara mengukur panjang total,
panjang baku, panjang badan, panjang sirip dada, panjang kepala, tinggi kepala, lebar
badan, panjang dari mulut ke sirip dada, panjang dari mulut ke sirip punggung, panjang
rahang atas, panjang rahang bawah, hingga panjang mulut ke sirip anal. Ikan yang di
gunakan pada yaitu ikan layang (Decapterus spp.) dan Ikan peperek (Leignothidae).
Simpulan dari praktikum ini bahwa ikan layang memiliki ukuran tubuh yaitu panjang
total 14,1 cm, panjang standar 12,3 cm, Sedangkan ikan peperek (Leiognathidae)
panjang total 18,1 cm, panjang standar 17 cm, panjang forskal 17,5 cm. Tinggi kepala
4,5 cm.
Kata kunci: Ikan layang, peperek, morfometrik, meristik
xix

Pendahuluan
Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang
belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai
medium di mana menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan olah arah angin. Istilah
iktiologi berasal dari ichthyologi (bahasa latin: Yunani) dimana perkataan ichthys
artinya ikan dan logos artinya ajaran. Sehinggga iktiologi diartikan sebagai salah satu
cabang ilmu biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala
aspek kehidupan yang dimilikinya. Oleh para ikhtiologis ikan didefinisikan secara
umum yaitu binatang vertebrata yang berdarah dingin (poikilotherm), hidup dalam
lingkungan air, umumnya bernafas dengan insang, pergerakan dan keseimbangan
bedannya terutama menggunakan sirip (Burhanudin, 2014).
Ikan layang (Decapterus spp.) adalah ikan pelagis kecil yang memiliki nilai
ekonomois dan melimpah di perairan Indonesia. Ikan layang memiliki nama ilmiah
yaitu decapterus spp, yang terdiri dari kata deca berarti sepuluh dan pteron berarti
sayap. Decapterus memiliki arti ikan yang memiliki sepuluh sayap. Ikan layang
merupakan ikan yanag tergolong “stenohaline”, hidup pada perairan yang berkadar
garam tinggi dan merupakan ikan pelagis yang suka berkumpul dalam gerombolan serta
pemakan plankton -hewani dan senang berada di perairan yang jernih (Kusumaningrum
et al., 2021). Ikan peperek (Menemaculate) merupakan salah satu ikan demersal yang
memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Keberadaan populasi ikan peperek diduga
berpengaruh terhadap rantai makanan dan ekosistem. Ikan peperek hidup pada
kedalaman 10-100 m dan pada kedalaman 40-60 m, ikan peperek biasanya ditemukan
dalam gerombolan besar. Ikan peperek memiliki warna tubuh keperakan dan memiliki
mulut yang dapat disembulkan kedepan. Ikan peperek memiliki ciri utama yaitu dapat
memancarkan cahaya berwarna putih keperekan yang sering disebut bioluminescence
(Sharif et al., 2018).
Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh
ikan misalnya panjang total. Ukuran ini merupakan salah satu hal yang dapat digunakan
sebagai ciri taksonomi saat mengidentifikasi ikan. Hasil pengukuran biasanya
dinyatakan dalam milimeter atau centimeter, ukuran ini disebut ukuran mutlak. Tiap
spesies akan mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan
oleh umur, jenis kelamin dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud
misalnya makanan, suhu, pH dan salinitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Ciri meristik merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya,
karena sangat mudah digunakan (Nurmadinah, 2016). Beberapa karakter morfometrik
yang sering diukur antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan
lebar badan, tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata. Adanya perbedaan
karakteristik morfologi pada setiap spesies dapat menjadi suatu petunjuk mengenai
habitat dan gaya adaptasinya dengan lingkungan. Karakteristik morfologi merupakan
hasil dari ekspresi fenotip yang dihasilkan oleh suatu gen, sehinggan analisis
morfometrik juga dapat digunakan untuk mengukur efek genetik terdahap suatu spesies
(Akmal et al., 2018).
Meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh ikan, misalnya
jumlah sisik pada garis tusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung.
xx

Parameter ikan kurisi yang di ukur ada sembilan parameter yaitu jari-jari sirip punggung
(dorsal rays); jari-jari sirip dubur (anal rays); jari-jari sirip dada (pectoral rays); sirip
perut (entral rays); sisik pada garis lateral atau gurat sisi (linea lateralis); sisik pada
batang ekor (caudal lateralis); sisik melintang tubuh (transverse scale); sisik sebelum
sirip punggung (pedrosal scale) dan jari-jari sirip ekor (caudal rays)
(Gustomi et al., 2019).
Tujuan praktikum ini yaitu untuk memperkenalkan metode atau cara
menghitung berbagai ukuran ikan (morfometrik dan meristik) yang dapat digunakan
dalam identifikasi ikan dan kuantitatif morfologi ikan. Manfaat setelah praktikum ini
kita dapat menghitung berbagai macam ukuran ikan dalam identifikasi ikan dan
kuantitatif morfologi ikan. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum
morfomrtik dan meristik ikan untuk mengenal lebih jauh mengenai berbagai ukuran
ikan (morfometrik dan meristik).
Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu,01 Oktober 2022 pukul 8.00-10.00
WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo,Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum morfologi ikan adalah,pinset digunakan
sebagai alt untuk membantu mengambil mengambil benda-benda kecil,mistar
digunakan untuk mengukur benda-benda yang berbidang datar dan juga berdimensi
kecil,baki digunakan sebagai tempat untuk menyimpan bahan praktikum,kertas
laminating digunakan sebagsi tempat untuk menaruh ikan, handphone digunakan
sebagai alat untuk pengambilan dokumentasi,pulpen digunakan untuk menulis,buku
digunakan sebagai tempat untuk menulis hal yang penting terkait praktikum,dan tissue
digunakan sebagai alat pembersih diri ketika selesai melaksanakan praktikum dan bahan
yang di gunakan yaitu ikan layang (Decapterus spp.) dan ikan peperek (Leignothidae).
Prosedur kerja pada praktikum morfologi ikan adalah siapkan alat dan
bahan,kemudian letakkan ikan di atas kertas laminating,setelah itu siapkan dua buah
penggaris/mistar di atas kertas,kemudian lakukan dokumentasi gambar,setelah itu, amati
serta ukur bentuk morfologi dan morfometrik yang terdapat pada ikan layang
(Decapterus spp.), ikan peperek (Leignothidae), catat hasil pada data pengamatan
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil tabel berikut.
Tabel 2. Hasil pengamatan morfometrik dan meristik ikan.
No. Morfomeritik Ukuran Individu
1 2
1 Panjang total (PT) 18,1 cm 14,1 cm
2 Panjang standar (PS) 17 cm 12,3 cm
3 Panjang forskal (PF) 17,5 cm 12,5 cm
4 Panjang kepala (PK) 4,5 cm 3,7 cm
5 Panjang sebelum sisirip dorsal 5,5 cm 4,8 cm
(PsSD)
6 Panjang sebelum sirip pelvic 10,2 cm -
7 Panjang sebelum sirip anal (PsSA) 10,5 cm 3,5 cm
xxi

8 Tinggi kepala (TK) 2,8 cm 4,9 cm


9 Tinggi badan (TB) 3,8 cm 7,1 cm
10 Tinggi batang ekor (TBE) 0,5 cm 0,6 cm
11 Lebar bukaan mulut 2,1, cm 1,6 cm
12 Lebar mata (LM) 1 cm 1,1 cm
13 Jarak mata ketutup insang (JMTI) 1,8 cm 1,5 cm
14 Panjang hidung 1,1 cm 0,6 cm
15 Lebar badan (LB) 0,3 cm 0,1 cm
16. Panjang dasar sirip dorsal (PDSD) 5,3 cm 3,1 cm
17. Panjang dasar sirip anal (PDSA) 2 cm 0,2 cm
18. Panjang dasar sirip pelvic (PDSP) 0,3 cm -
19 Panjang dasar sirip pectoral (PDSP) 0,6 cm 0,5 cm
20 Panjang sirip dorsal (PSD) 2,1 cm 0,9 cm
21 Panjang sirip anal (PSA) 1,3 cm 4,4 cm
22 Panjang sirip pectoral (PSP) 3,6 cm 2,7 cm
23 Panjang sirip pelvic (PSPe) 1,4 cm -
24 Panjang sirip ekor bagian atas 2,6 cm 3,9 cm
(PSEA)
25 Panjang sirip ekor bagian bawah 2,9 cm 2,8 cm
(PSEB)
26 Panjang moncong (PM) 1,8 cm 1,7 cm
27 Panjang maxilla (PMa) 0,6 cm 0,9 cm
28 Panjang premaxilal (PPa) 0,7 cm 0,8 cm
29 Jumlah jari jari sirip dorsal
a. jari jari keras 6 31
b. jari jari lemah 12 -
30 Jumlah jari jari sirip anal
a. jari jari keras 13 2
b. jari jari keras 9 10
31 Simbol/rumus sirip dorsal D.VI.12 D.XXXI
32 Simbol/rumus sirip anal A.XIII. 9 A.II.10
Keterangan :
1. Ikan layang (Decapterus spp.)
2. Ikan peperek (Leiognathidae)
Pembahasan

Gambar 3. Ikan layang (Decapterus spp.)


Sumber : Dok Pribadi 2022
Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh
ikan, misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah satu hal
xxii

yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomi saat mengidentifikasi ikan. Hasil
pengukuran dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter dan ukuran yang
dihasilkan disebut ukuran mutlak. Adapun meristik adalah ciri yang berkaitan dengan
jumlah bagian tubuh dari ikan, misalnya jumlah sisik pada garis rusuk serta jumlah jari
jari keras dan lemah pada sirip punggung. Menurut Oktavia et al. (2020), Pengukuran
morfometrik merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara
lain panjang standar, panjang moncong atau bibir, dan panjang sirip punggung atau
tinggi batang ekor. Morfometrik merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan jenis
ikan dan menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan pada perbedaan
morfologi spesies yang diamati.
Pada praktikum kali ini ikan yang di gunakan yaitu ikan layang (Decapterus
spp.) dan ikan peperek (Leignothidae).Ikan layang (Decapterus spp.) merupakan salah
satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong
suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15cm meskipun ada
pula yang mencapai hingga 25cm. Sesuai dengan pernyataan Kusumaningrum et al.
(2021) bahwa ciri khas yang sering di jumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip
kecil (finlet) di belakang sirip punggu dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin 15
yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line). Sesuai dengan pernyataan
Nugroho (2021) yang menyatakan bahwa ikan layang biasa (Decapterus russelli), badan
memanjang, agak gepeng, dua sirip punggung. Sirip punggung pertama berjari-jari
keras 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30- 32
lemah. Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa ikan layang memiliki ukuran
tubuh yaitu panjang total 14,1 cm, panjang standar 12,3 cm, panjang forskal 12,5 cm,
panjang kepala 3,7 cm, panjang sebelum sirip dorsal 4,8 cm, panjang sebelum sirip anal
3,5 cm, tinggi kepala 4,9 cm, tinggi badan 7,1 cm, tinggi batang ekor 0,6 cm, lebar
bukaan mulut 1,6 cm, lebar mata 1,1 cm, jarak mata ketutup insang 1,5, cm, panjang
hidung 0,6 cm, lebar badan 0,1 cm, panjang dasar sirip dorsal 3,1 cm, panjang dasar
sirip anal 4,4 cm, panjang dasar sirip pektoral 0,5 cm, panjang sirip dorsal 0,9 cm,
panjangs irip anal 4, 8 cm, panjang sirip ekor bagian atas 3,9 cm, panjang sirip ekor
bagian bawah 2,8 cm, panjang moncong 1,7 cm, panjang maxilla 0,9 cm, panjang
premaxilla 0,8 cm. Pada ikan layang ekor merah yang diamati pada jari-jari sirip
dorsalnya memiliki 1 dan jari-jari keras 31. Sedangkan pada jari-jarisirip anal terdapat 2
jari-jari keras

Gambar 2 Ikan peperek (Leiognathidae)


Sumber : Dok. Pribadi 2022
Permatachani et al. (2016) ikan peperek merupakan salah satu ikan demersal
yang memiliki nilai ekonomis yang penting dan salah satu ikan tangkapan dominan
xxiii

diperairan Selat Sunda. Hasil identifikasi ikan peperek memiliki bentuk tubuh
compressed atau pipih. Bentuk mulutnya tabung, dapat disembulkan dan superior, tidal
memiliki sungut. Bentuk sirip ekor lunate, tidak memiliki sirip pelvic, sirip anal tidak
berpasangan, warna tubuh di bagian belakang ikan ini adalah kebiruan gelap dan di sisi
tubuh dan perut berwarna putih keperakan. Berdasarkan hasil pengukuran morfometrik
dan meristik ikan peperek (Leiognathidae) panjang total (PT) 14,1 cm. Panjang standar
(PS) 12,3 cm, panjang forskal (PF) 12,5 cm. Tinggi kepala (TK) 4,9 cm,tingi badan
(TB) dan tinggi batang ekor (TBE). Menurut Akerina et al., (2019) perbedaan jumlah
dan ukuran ikan dalam populasi di Perairan dalam suatu populasi dapat disebabkan oleh
pola pertumbuhan, migrasi dan adadnya perubahan atau pertambahan ikan jenis baru
pada suatu populasi yang sudah ada.
Simpulan
Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa ikan layang memiliki ukuran
tubuh yaitu panjang total 14,1 cm, panjang standar 12,3 cm, panjang forskal 12,5 cm,
panjang kepala 3,7 cm, panjang sebelum sirip dorsal 4,8 cm, panjang sebelum sirip anal
3,5 cm, tinggi kepala 4,9 cm, tinggi badan 7,1 cm, tinggi batang ekor 0,6 cm, lebar
bukaan mulut 1,6 cm, lebar mata 1,1 cm, jarak mata ketutup insang 1,5, cm, panjang
hidung 0,6 cm, lebar badan 0,1 cm, panjang dasar sirip dorsal 3,1 cm, panjang dasar
sirip anal 4,4 cm, panjang dasar sirip pektoral 0,5 cm, panjang sirip dorsal 0,9 cm,
panjangs irip anal 4, 8 cm, panjang sirip ekor bagian atas 3,9 cm, panjang sirip ekor
bagian bawah 2,8 cm, panjang moncong 1,7 cm, panjang maxilla 0,9 cm, panjang
premaxilla 0,8 cm. Pada ikan layang ekor merah yang diamati pada jari-jari sirip
dorsalnya memiliki 1 dan jari-jari keras 31. Sedangkan pada jari-jari sirip anal terdapat
2 jari-jari keras. Sedangkan ikan peperek (Leiognathidae) panjang total 18,1 cm,
panjang standar 17 cm, panjang forskal 17,5 cm. Tinggi kepala 4,5 cm.
Saran
Saran yang dapat saya sampaikan kepada pihak laboratorium semoga pada
praktikum selanjutnya mejanya dapat sedikit lebih pendek agar lebih nyaman pada saat
melakukan percobaan. Lantai pada laboratorium agar lebih diperhatikan sebab sudah
banyak ubin yang terkelupas hal tersebut dapat membahayakan para praktikan dan
asisten ditambah pada saat memasuki ruangan laboratorium tidak boleh menggunakan
alas kaki.
Daftar Pustaka
Akerina IMF, Pratasik SB, Bataragoa NE. 2019. Pola Pertumbuhan Ikan Layang
(Decapterus spp.) di Perairan Likupang, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah
Platax.7(1): 1-7.
Akmal Y, Saifuddin F, Zulfahmi I. 2018. Karasteristik Morfoetrik dan Studi Osteologi
Ikan Keureling. Proseding Seminar Nasional Biotik. ISBN : 978-602-604401-
9-0:579- 587.
Burhanuddin IA. Ikthiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupan.Yogyakarta. Cv Budi
Utama. 2014
Gustomi A, Putri SDD. 2019. Studi Morfometrik dan Meristik Ikan Kurisi (Nemipterus
Sp) yang di Daratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat
Kabupaten Bangka. Journal of Tropical Marine Science, 2(1), 37-42.
xxiv

Kusumaningrum RC, Alfiatunnisa N, Murwantoko M, Setyobudi E. 2021. Karakter


Morfometrik dan Meristik Ikan Layang (Decapterus Macrosoma Bleeker, 1851)
di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Jurnal Perikanan. 23
(1), 1-7.

Nugroho RA, Lariman, Aryani R, Radianto, Kusmeti M. Hubungan Panjang Berat dan
Faktor Kondisi Relatif Lima Spesies Ikan Sungai Suwi Muara Ancalong, Kutai
Timur. Jurnal Pendidikan Ilmiah. 6(2) :1-2
Nurmadinah. 2016. Studi Ciri Morfometrik dan Meristik Ikan Penja Asal Polewali
Mandar dan Ikan Nike (Awaous melanocephalus) Asal Gorontalo. [Skripsi]. Uin
Alauddin Makkasar.
Oktavia S, Setiawan U, Nurpadiana H. 2020. Morphological Character Analysis of
Mackerel (Scomberomorus commerson Lac,1800) in Sunda Strait. Biosfer:
Jurnal Tadris Biologi. 11 (1) : 1-9.
Permatachani A, Boer M, dan Kamal MM. 2016. Kajian Stok Ikan Peperek
(Leiognathus equulus) Berdasarkan Tangkap Jaring Rapus di Perairan Selat
Sunda. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan.7(2): 1-10.
Sharif TA, Yunfitner, dan Fahrudin A. 2018. Biologi Reproduksi Ikan Peperek yang
Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Pengelolaan
Perikanan Tropis. 3(1): 1-8.
xxv

SISTEM URAT
DAGING
xxvi

Sistem Urat Daging Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)


Skipjack Fish Vein System (Katsuwonus pelamis)
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 08 0ktober 2022, dan bertempat di
laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo Kendari. Tujuan di lakukan praktikum ini untuk
mengamati letak dan jenis-jenis urat daging yang terdapat pada tubuh ikan. Manfaat di
lakukanya praktikum ini mahasiswa menjadi tau tentang cara melihat letak dari pada
urat daging serta jenis-jenis dari urat daging pada ikan. Ikan yang di gunakan pada
praktikum ini adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Berdasarkan hasil
pengamatan di laboratorium, maka sistem urat daging pada bagian luar tubuh ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) terbagi menjadi tiga bagian yaitu horizontal, myotom,
dan myoseptum sedangkan penampang urat daging pada bagian melintang ikan cakalang
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu supra carinalli, horizontal upper setum, epaxial
myotomes, red lateral muscle, vetebra, body cavity, infracarinalis, hypaxial mytomes,
horizontal septum, dan vertikal septum. Bentuk mytome pada ikan cakalang adalah
teleost. Serta terdapat myoseptum atau sekat-sekat pada tubuh ikan.
Kata kunci: Ikan cakalang, sistem, urat daging,
xxvii

Pendahuluan
Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas dengan
insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di
air dan secara sistematik ditempatkan pada filum chordata dengan karakteristik
memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip
digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hamper di semua tipe perairan
di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Ciri-ciri umum dari golongan
ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip
tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan
berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan, dan ekor.
Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan
berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Fitrah et al., 2016).
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis ikan yang
banyak ditangkap di lepas pantai perairan selatan jawa barat (Samudera Hindia),
nelayan yang menangkap ikan cakalang di daerah ini umumnya berasal dari Teluk
Palabuhan ratu yang menggunakan pancing tonda (troll line) sebagai alat tangkap. Ikan
cakalang merupakan salah satu target utama penangkapan nelayan, karena nilai
ekonominya yang tinggi. Penangkapan ikan cakalang dengan pancing tonda umumnya
dilakukan di sekitar rumpon yang hampir semuanya dipasang di luar wilayah teluk
palabuhan ratu (Samudera Hindia). Rumpon yang digunakan dibuat atas swadaya
masyarakat yang membentuk kelompok nelayan pancing tonda. Ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis.) tergolong sumberdaya perikanan pelagis penting dan
merupakan salah satu komoditi ekspor nir-migas. Ikan cakalang terdapat hampir di
seluruh perairan Indonesia, terutama di Bagian Timur Indonesia. Perairan Belang dan
sekitarnya, merupakan salah satu pusat kegiatan penangkapan cakalang di sulawesi
utara. Hasil tangkapan cakalang di sulawesi utara (termasuk yang tertangkap di perairan
Belang) untuk tahun 2010 mencapai 60.190,3 ton dengan nilai ratusan milyar rupiah
(Kurniawan, 2015).
Urat daging sangat berperan penting dalam pergerakan tubuh ikan. Peranan urat
daging yang sangat disoroti adalah peranan myomer untuk menghasilkan gelombang
tubuh (metachronal) yang menimmbulkan tolakan dalam renang ikan (Nessa, 2014).
Terdapat pengertian lain bahwa otot pada ikan adalah urat daging yang membentuk
daging ikan. Urat daging tampak merupakan kesatuan, sebenarnya tersusun dari
komponen-komponen penyusunnya. Blok urat daging disebut mytom dan terdiri dari
kumpulan myosepta. Myosepta adalah bagian jaringan ikat yang membatasi antara
myotome yang berurutan dan berfungsi untuk mengikat dan menyatukan myotome.
Sistem urat daging pada bagian luar tubuh terbagi menjadi 4 bagian yaitu apaxial,
hypaxial, myotome dan myoseptume (Amir et al., 2018).
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati letak dan jenis urat
daging yang terdapat pada tubuh ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Sedangkan
manfaat praktikum ini adalah sebagai bahan masukam untuk menambah wawasan dan
xxviii

ilmu pengetahuan mengenai mata kuliah iktiologi khusnya sistem urat daging pada ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis).

Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 01 0ktober 2022, bertempat
di laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Halu Oleo Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mistar untuk mengukur objek,
pinset untuk mengangkat objek, baki sebagai media menyimpan ikan, kertas laminating
sebagai preparat, pisau bedah untuk memotong ikan, handphone untuk mengambil
gambar objek, pulpen untuk menulis laporan sementara, sunlight sebagai alat
pembersih, dan tisu untuk membersihkan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini
adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Prosedur kerja dari praktikum sistem urat daging ikan pertama menyiapakan alat
dan bahan, menaruh ikan diats kertas laminatitng, melakukan dokumentasi, merendam
ikan dengan air panas, kemudian kupas kulit ikan menggunakan pisau bedah, membagi
ikan menjadi tiga bagian, mengambil gambar urat daging lalu menggambar hasil
pengamatan laporan sementar, membersihkan meja praktikum setelah selesai
pengamatan agar tidak tertinggal bau busuk.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pada gambar 5 dan 6
pengamatan sebagai berikut.

Gambar 5. Urat daging ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)


Keterangan :
1. Horizontal steletogenesus septum
2. Myoseptum
xxix

3. Myosepta

Gambar 6. Penampang melintang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)


Keterangan :
1. Supracarinalis
2. Horizontal upper septum
3. Expaxial myotomes
4. Red lateral muscle
5. Vertebrae
6. Body cavity
7. Infra carinalis
8. Hypaxial myotomes
9. Horizontal septum
10. Vertikal septum
Pembahasan
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan spesies yang bermigrasi jauh,
berdistribusi secara merata meliputi laut sulawesi. Penyebaran, pergerakan, dan
kerentananya dipengaruhi oleh habitat, keberadaan mangsa, suhu yang sesuai dan
oksigen yang sangat berpegaruh terhadap kehidupan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) (Wudji et al., 2017). Secara umum otot-otot pada ikan caklang
(Katsuwonus pelamis) memiliki fungsi utama sebagai alat gerak aktif, kontraksi otot
artinya menggerakkan tulang, menyempitkan dan melebarkan saluran, mempengaruhi
bentuk tubuh serta melindungi organ tubuh (Putri, 2020).
Sistem otot atau urat daging adalah sekumpulan blok daging yang mendapatkan
energi melalui pembuluh darah dan berfungsi untuk mengatur pergerakan pada ikan
dibantu oleh sistem rangka. Fungsi lain disamping mengatur gerak, otot juga berperan
memberikan bentuk tubuh ikan. Menurut (Kilawati et al. 2017) di tubuh ikan hampir
xxx

seluruhnya tersebar urat daging yang masing masing memiliki peran dan fungsi yang
sesuai dengan tempatnya, umumnya urat daging berfungsi penggerak bagian bagian
tubuh tertentu ikan, oleh karenanya apabila keseluruhan urat daging bekerja akan
membuat ikan dapat bergerak atau berenang diperairan.
Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium, maka sistem urat daging pada
bagian luar tubuh ikan cakalng terbagi menjadi tiga bagian yaitu horizontal, myotom,
dan myoseptum sedangkan penampang urat daging pada bagian melintang ikan cakalang
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu supra carinalli, horizontal upper setum, epaxial
myotomes, red lateral muscle, vetebra, body cavity, infracarinalis, hypaxial mytomes,
horizontal septum, dan vertikal septum. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Jamitko et al. (2015), yang menyatakan bahwa urat daging yang terdapat dalam tubuhh
ikan terbagi oleh horizontal steleogenesus septum menjadi urat bagian atas (epaxial) dan
urat bagian bawah (hypaxial). Urat daging pada ikan tersembar hampir seluruh
tubuhnya sehingga urat daging pada ikan mempunyai fungsi dan peranana yang sesuai
dengan letak/posisi dan fungsinya dalam tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan pada ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ini
memiliki banyak sistem urat daging atau otot yang menempel dan terdapat pada tubuh
ikan ini. Hal ini di dukung oleh pernyataan Rahmawati (2016), yang menyatakan bahwa
otot memilki fingsi sebagai alat gerak aktif, kontraksi otot artinya menggerakan tulang.
menyempitka dan melebarkan saluran, mempengari bentuk tubuh serta melundungi
beberapa alat dalam. Sistem otot pada ikan berperan sebagai alat gerak aktif dan
menempel pada rangka ikan. Otot bergerak secara sadar dan tidak sadar. Otot memiliki
bagian-bagian yang disebut myotom dan kumpulan dari myotom disebut myosepta.
Coni musculi ini tersusun secara segmental yang disebut myomer (ikan yang masih
embrio) dan myotome (ikan yang sudah dewasa). Antara myomer dengan myomer yang
lain dipisahkan oleh suatu pembungkus yang disebut myocommata atau myoseptum.
Otot-otot yang disebelah kanan dan kiri dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut
septum vertikal. Oleh suatu sekat yang disebut horizontal skeletogeneus septum, otot-
otot pada tubuh ikan terbagi dua yaitu musculi dorsalis atau musculis epaxialis dan
musculi ventralis atau musculi hypaxialis. Hal ini sesuai pernyataan Burhanuddin
(2012), yakni umumnya serabut otot mengarah anterior tetapi beberapa serabut hypoxial
dari setiap myomer tersusun serong ventromedial. Kontraksi dari kelompok myomer di
satu pihak akan disambut oleh kontraksi kelompok myomer di lain pihak, menyebabkan
tubuh ikan menjadi meliuk-liuk dalam gerakan berenang.
Dilihat secara keseluruhan, otot bergaris pada seluruh tubuh ikan terdiri dari
gumpalan blok otot atau urat daging. Tiap-tiap blok otot dinamakan myotome (pada saat
embryo disebut myomer). Pada urat daging yang menempel pada tubuh ikan sebelah kiri
dan kanan, dari belakang kepala sampai ke batang ekor. Myotome tersusun menurut pola
tertentu yang biasa dibedakan menjadi dua tipe yaitu, cyclostomine yang ditemukan
pada kelompok agnatha dan Piscine yang ditemukan pada kelompok ikan
elasmobranchii dan teleostei. Bentuk myotome pada ikan cakalang ialah bentuk
teleostei yang umumnya ditemukan pada ikan bertulang keras. Myotome tersusun
menurut dua bentuk, yaitu cyclostomine, pola ini ditemukan pada golongan ikan
Agnatha atau ikan berahang, piscine ditemukan pada ikan elasmoobrancii (ikan
bertulang rawan) dan teleostei (ikan bertulang keras) (Muchlisin, 2017).
Simpulan
xxxi

Berdasarkan praktikum sistem urat daging, akan di dapatkan istilah-istilah yang


berhubungan dengan sistem urat daging yang baru di dengar oleh praktikan, misalnya
istilah mytome yang merupakan nama lain dari blok urat daging dan myoseptum yang
merupakan nama lain dari sekat-sekat pada daging ikan. Pada praktikum ini di dapatkan
hasil bahwa bentuk mytome pada ikan cakalang adalah teleost. Serta terdapat
myoseptum atau sekat-sekat pada tubuh ikan.

Saran
Setelah melakukan praktikum urat daging, alangkah baiknya agar meja serta
peralatan praktikum langsung dibersihkan, karena apabila tidak langsung dibersihkan
maka akan menimbulkan bau busuk, serta sampah-sampah yang dihasilkan agar
dikumpul dan dibuang pada tempatnya.
Daftar Pustaka
Amir MI. Zainuddin M, Najamuddin, Putri ARS. 2018. Pendugaan Kelimpahan Ikan
Cakalang (Katsowonus pelamis) Secara Spasial dan Temporal di Perairan Selat
Makassar Menggunakan Data Citra Satelit dan Tehnik Sistem Informatika
Geografis. Jurnal Ipteks. 5(10): 183-212.
Burhanudin AI. 2014. Ikhtiologi Ikan dan Segala Aspek Kehidupanya. Cv Budi Utama.
Yogyakarta. ISBN: 978-602-280-616-5
Fitrah SW, Dewiyanti I, Rizwan T. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di Perairan Laguna
Gampoeng Pulot Kecamatan Lupung Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyah. 1(1): 66-67
Jamitko I, Hartaty H, dan Bahtiar A. 2015. Biologi Reproduksi Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Samudera Hindia Bagian Timur. Jurnal Bawal. 7(2):
87-94.
Kilawati Y, Arfiati D. 2017. Iktiologi Modern. UB Press. Jakarta. Hal : 206-215.
Kurniawan W. 2015. Musim Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Selatan Jawa
Barat dan Kaitanya dengan Parameter Oseonografi. Jurnal Penelitian
Oseonegrafi. 3(4): 53-54
Muchlisin ZA. 2017. Pengantar Iktiologi. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh.
Putri A, Madduppa H. 2020. Perbandingan Hasil Metode Identifikasi Spesies:
Morfologi dan Molekuler pada Ikan Juling-Juling di TPI (Tempat Pelelangan
Ikan) Muara angke, DKI Jakarta. Jurnal Kelautan. 13(3): 168-175.
Rahardjo MF, Affandi R, Sulistiono. 2013. Ikhtiology. Lubuk Agung. Bandung. ISBN:
978-979-505-230-8.
Rahmawati Z. 2016. Analisis Hipatologi Otot Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang
Terinfeksi Koi Herpes Vitus (KHI) pada Kolam Pemeliharaan Ikan Mas.
[Skripsi]. Malang.
Wujdi A, Setyadji B, Nugroho SC. 2017. Identifikasi Struktur Stok Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di Samudra Hindia (Wpp Nri 573)
xxxii

Menggunakan Analisis Bentuk Otolith. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.


23(2):77-88

SISTEM
PERNAPASAN
xxxiii

Sistem Pernapasan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)


Skipjack Fish Vein System (Katsuwonus pelamis)
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 08 Oktober 2022 pukul 08:00-10:00
WITA dan bertempat di laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tujuan praktikum ini
yaitu untuk mengamati letak bagian-bagian alat yang di gunakan dalam proses
pernapasan yang meliputi insang serta ada atau tidaknya alat pernapasan tambahan yang
biasanya terdapat pada beberapa jenis ikan tertentu. Manfaat dari praktikum sistem
pernapasan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ini yaitu agar kita mengenal bagian
alat pernapasan yang meliputi insang dan mengetahui ada tidaknya pernapasan
tambahan pada ikan ikan dan mengetahui jumlah upper lim rakers, lower limb rakers,
dan gill rakers pada ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) . Hasil dari praktikum sistem
pernapasan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), memiliki upper lim rakers dengan
jumlah 11, dan lower limb rakers 32 total dari gill rakers yaitu 43, pada pengamatan
sistem pernapasan Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Kata kunci : Katsuwonus pelamis, pernapasan, sistem pernapasan
xxxiv

Pendahuluan
Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas dengan
insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di
air dan secara sistematik ditempatkan pada Filum Chordata dengan karakteristik
memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip
digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hamper di semua tipe perairan
di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Ciri-ciri umum dari golongan
ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip
tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan
berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan, dan ekor.
Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan
berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Fitrah et al., 2016).
Bentuk tubuh ikan sangat bervariasi meskipun pola dasarnya sama, yaitu kepala, badan,
ekor. Umumnya bilateral simetris, kecuali ordo Pleuronectifomes yang mempunyai non
bilateral simetris, misalnya ikan ilat-ilat (Cyonoglossus monopus). Bentuk tubuh ikan
akan beradaptasi dengan cara, tingkah laku, dan kebiasaan hidup di dalam suatu habitat
hidup ikan (Burhanuddin, 2013).
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak
ditangkap di lepas pantai perairan selatan jawa barat (Samudera Hindia), nelayan yang
menangkap ikan cakalang di daerah ini umumnya berasal dari teluk palabuhan ratu yang
menggunakan pancing tonda (troll line) sebagai alat tangkap. Ikan cakalang merupakan
salah satu target utama penangkapan nelayan, karena nilai ekonominya yang tinggi.
Penangkapan ikan cakalang dengan pancing tonda umumnya dilakukan di sekitar
rumpon yang hampir semuanya dipasang di luar wilayah teluk palabuhan ratu
(samudera hindia). Rumpon yang digunakan dibuat atas swadaya masyarakat yang
membentuk kelompok nelayan pancing tonda (Kurniawan, 2015). Ikan cakalang (
Katsuwonus pelamis ) adalh komoditas ekonomi penting bagi masyarakat Indonesia
khususnya di Kota Makassar, ikan jenis ini hampir setiap hari tersedia di TPI Paotere
dan di pasar lokal yang merupakan hasil tangkapan nelayan lokal. Daerah potensial
sebaran ikan cakalang hampir ditemukan sepanjang tahun dan selama musim angin
barat terkonsentrasi pada daerah perairan hangat suhu air antara 28,48-31.16 0 C (Diba
et al., 2018).
Sistem pernapasan ikan adalah pengambilan oksigen dan pelepasan karbon
dioksida, dalam sistem pernapasan ikan cakalang bergantung pada suatu organ utama
yang disebut insang. Insang pada ikan berfungsi untuk mengikat oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida sebagai hasil respirasi. Organ insang juga berhubungan
langsung dengan pembuluh darah sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran
langsung antara oksigen dan karbon dioksida. Insang pada ikan terletak di dua sisi tubuh
xxxv

ikan bagian depan. Dapat dikatakan bahwa insang adalah salah satu dari bagian-bagian
tubuh hewan yang penting khususnya pada ikan cakalang (Mulyani et al., 2014).
Alat pernapasan ikan dapat digolongkan dalam organ pernapasan akuatik yang
terdiri dari insang dalam atau insang yang berada dalam rongga insang dan insang luar
yang berada diluar dari rongga insang, dan golongan kedua yang merupakan organ
pernapasan udara dimana organ ini dapat secara langsung mengambil oksigen dari udara
(Alam, 2020). Alat pernapasan ikan dapat digolongkan dalam organ pernapasan akuatik
yang terdiri dari insang dalam atau insang yang berada dalam rongga insang dan insang
luar yang berada diluar dari rongga insang, dan golongan kedua yang merupakan organ
pernapasan udara dimana organ ini dapat secara langsung mengambil oksigen dari
udara. Biasanya organ pernapasan udara ini terdapat pada beberapa jenis ikan yang
hidup di daerah yang berkadar oksigen terlarut yang minim seperti perairan rawa, muara
sungai.Pada dasarnya organ pernapasan udara pada ikan terbagi menjadi lima organ
yaitu organ brankial, organ tekak, organ kerongkongan, organ intestinal, dan kulit.
Organ brankial terdiri dari rongga insang, insang, divertikula insang, aborescent, dan
labirin. Organ tekak terdiri dari divertikula tekak dan rongga buko faring. Organ
kerongkongan terdiri dari gelembung gas dan paru-paru. Organ intestinal yang terdiri
dari rongga lambung, usus (Agustinus, 2020).
Tujuan dari mempelajari sisitem pernafasan ikan untuk mengamati letak bagian-
bagian alat  yang digunakan dalam proses pernafasan yang meliputi insang serta ada
atau tidaknya alat pernafasan tambahan yang biasanya terdapat pada jenis-jenis ikan
tertentu. Manfaat yang diperoleh dari praktikum system pernapasan ikan cakalang
adalah dapat mengetahui letak bagian alat pernapasan yang digunakan oleh ikan
cakalang.
Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 08 Oktober 2022 pukul
08:00-10:00 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mistar untuk mengukur objek,
pinset untuk mengangkat objek, baki sebagai media menyimpan ikan, kertas laminating
sebagai preparat, pisau bedah untuk memotong ikan, handphone untuk mengambil
gambar objek, pulpen untuk menulis laporan sementara, sunlight sebagai alat
pembersih, dan tisu untuk membersihkan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini
adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Prosedur kerja dari praktikum sistem urat daging ikan pertama menyiapakan alat
dan bahan, menaruh ikan diats kertas laminatitng, melakukan dokumentasi,Kemudian
buka penutup insang menggunakan pisau bedah, ambil insang secara perlahan
menggunakan pingset agar tidak rusak, dan ambil salah satu insangnya kemudian di
amati dan di gambar pada laporan sementara, membersihkan meja praktikum setelah
selesai pengamatan agar tidak tertinggal bau busuk.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan sebagai
berikut.
Tabel 3. Hasil pengamatan sistem pernapasan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
xxxvi

No Parameter Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)


1. Jumlah upper limb rakers 11
2. Jumlah lower limb rakers 32
3. Jumlah gill rakers 43

Gambar 7. Insang dan bagian-bagianya


Keterangan :
1. Lengkung insang (gill arch)
2. Tapis insang (gill rakers)
3. Flament insang (gill flament)
Pembahasan
Insang merupakan organ utama respirasi yang berperan penting dalam proses
osmoregulasi, keseimbangan ion dan sekresi nitrogen insang juga merupakan organ
yang terpapar langsung dengan lingkungan sehingga berpotensi digunakan sebagai
bioindikator pencemaran lingkungan. Insang ikan terdiri dari tiga bagian utama yaitu
arcus branchialis (arcus insang), filamen branchialis (filamen insang) dan
branchiospinalis (raker insang: tapis insang. Umumnya ikan memiliki empat pasang
arcus branchialis, walaupun demikian terdapat beberapa jenis ikan dengan jumlah arcus
branchialis yang lebih sedikit atau lebih banyak, contohnya ikan lagocephalus
sceleratus memiliki tiga pasang dan ikan solea senegalensis memiliki lima pasang
variasi bentuk anatomi insang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
perbedaan karakteristik habitat dan perilaku makan (Ernita et al., 2020).
Berdasarkan hasil praktikum pada ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan
cakalamg mempunyai insan, dan memiliki upper lim rakers dengan jumlah 11 batang,
berada di bagian tapis insang yang letaknya di bagian terdepan, pada bagian lower limb
rakers memiliki jumlah 32 dan berada di tapis insan bagian atas insan, dan gill rakers
berjumlah 42. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Pada pengamatan alat pernapasan
ini didapatkan hasil sebagai berikut yaitu jumlah gill racker padaikan cakalang
berjumlah 90 gill filamentnya berjumlah 270 sedangkan gill arch dari ikan cakalang ini
berjumlah 8. Sedangkan pengamatan yanng dilakukan pada jenis ikan lainnya yaitu ikan
bandeng adalah sebagai berikut jumlah gill racker ikan bandeng berjumlah 90 lapis dan
gill filamentnya berjumlah 226 dan gill arch ikan bandeng berjumlah 8. tapis insang
berada pada bagian terdepan dimana ikan herbivora memiliki insang yang relatif
panjang dan rapat dibanding ikan karnivora karena merupakan jenis ikan pemakan
xxxvii

plankton yang berfungsi sebagai penyaring makanannya (Dirham et al., 2020). Sesuai
dengan pernyataan Pamulu et al. (2017) bahwa insang pada ikan tersusun dari empat
pasang lengkung insang. Pada masing-masing lengkung insang ada baris filamen dan
lamela yang tersusun atas lempengan pipih. Karena tersusun atas membran tipis dan
banyak mengandung jaringan kapiler pembuluh darah, maka meningkatkan luas
permukaan respirasinya. yang memiliki insang internal dan ada juga beberapa ikan yang
memiliki insang eksternal. Insang internal yaitu insang yang ditutupi oleh operkulum
jadi celah insang tidak terlihat dari luar. Fungsi  dari operkulum ini adalah untuk
menjaga air supaya tidak keluar saat proses respirasi dan menjaga tekanan air.
Simpulan
Simpulan dari hasil praktikum pada sistem pernafasan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis). Ikan cakalang mempunyai insan, dan memiliki upper lim rakers
dengan jumlah 11 batang, berada di bagian tapis insang yang letaknya di bagian
terdepan, pada bagian lower limb rakers memiliki jumlah 32 dan berada di tapis insan
bagian atas insan, dan gill rakers berjumlah 42.
Saran
Saran saya untuk praktikum kali ini yaitu pihak laboratotium untuk
menyediakan rak sepatu dan rak tas supaya kami praktikan dapat menyimpan barang
yang rapi
Daftar Pustaka
Agustinus , F. 2020. Identifikasi pada Ikan Kapar (Bolontia hasselti) yang di Pelihara
di Kolam Tarpal. Jurnal Ilmiah Perikanan. 45(2): 33-35
Alam, S. 2020. Laju Respirasi Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Mas (Cyprinus
carpio) di Kultur pada Berbagai Salinitas. 9(8): 67-68
Burhanuddin AI. 2013. Ikhtiologi Ikan dan Segala Aspek Kehidupanya. CV Budi
Utama. Yokyakarta.
Dirham, Trianto M. 2020. Analisis Isi Lambung Ikan Mujair (Oreochromis
mosambicus) di Perairan Danau Telaga Kabupaten Donggala. Jurnal Pendidikan
Biologi. 5(3): 118-119.
Diba, DFP, Rahman, WE. 2018. Gambaran Histopatologi Hati, Lambung, dan Usus
Ikan Cakalang (Katsuomus pelamis) yang Terinfeksi Cacing Endoparasit. Jurnal
ilmu perikanan. 7(2): 24-25
Ernita, Munawir, Faumi R, Akmal Y, Muliari, Zulfahmi I. 2020. Perbandingan Selera
Anatomi Insang Ikan Keureling ( Tor tambroides), Ikan Mas (Cyprinus
carpio) , Ikan Nila (Oreocromis nilotikus). Jurnal Veteriner. 2(3): 235-236
Fitrah SW, Dewiyanti I, Rizwan T. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di Perairan Laguna
Gampoeng Pulot Kecamatan Lupung Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyah. 1(1): 66-67
Kurniawan W. 2015. Musim Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Selatan Jawa
Barat dan Kaitanya dengan Parameter Oseonografi. Jurnal Penelitian
Oseonegrafi. 3(4): 53-54
Mulyani, Widyaningrum, Utam NR. 2014. Tobsitas dan Perubahan Struktur
Mikroanatomi Insang Ikan Nila Larasati (Oreochromis nillioticus) yang di Papar
Timbal Asetat. Jurnal Mipa. 37(1): 1-3
Pamulu PWT, Koniyo Y, Mulis. 2017. Pengaruh Pemberian Pakan Cacing Sutera
(Tublefex Sp) dengan Dosis Berbeda Terhadap Pertumuhan dan Kelangsungan
xxxviii

Hidup Benih Ikan Black Molly (Poecilia Sphenups). Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Ilmu Kelautan. 5(4): 181-182.

SISTEM
INTEGUMEN
xxxix

Sistem Integumen Ikan Pisang-Pisang merah (Petrocaesio chrysozona)


dan Ikan Bandeng (Chanos-chanos )
Integument System Red Banana Fish (Petrocaesio Chrysozona) and Of Milk Fish
(Chanos-chanos )
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum sistem inetegumen ikan ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Oktober
tahun 2022 pukul 08:00-10:00 WITA dan bertempat di Laburatorium Manajemen
Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo
Kendari. Tujuan diadakannya praktikum sistem integument ini adalah untuk mengamati
struktur penutup tubuh ikan, kulit dan derivat-derivatnya, seperti sisik, jari-jari sirip,
lender, scute, keel, dan kelenjar racun. Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan
dapat mengidentifikasi bagaiman struktur lapisan pada tubuh ikan, khususnya pada ikan
bandeng (Cahnos-chanos) dan ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio Chrysozona).
Pada praktikum kali ini dapat kita ketahui bahwa ikan bandeng dan ikan pisang-pisang
merah ini mempunyai tipe sisik yang sama yaitu cyloid scales. Kedua ikan ini juga
sama-sama tidak mempunyai sisik duri, lendir dan lunas. Pada ikan yang menjadi objek
pengamatan keduanya memiliki warna tubuh berwarna silver. ikan bandeng memiliki
primery radii yang berjumlah 15 sedangkan ikan pisang-pisang merah memliki primery
radii berjumlah 25
Kata kunci: Ikan bandeng, integumen, pisang-pisang merah
xl

Pendahuluan
Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas dengan
insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di
air dan secara sistematik ditempatkan pada filum chordata dengan karakteristik
memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip
digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hamper di semua tipe perairan
di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Ciri-ciri umum dari golongan
ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip
tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan
berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan, dan ekor.
Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan
berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Fitrah et al., 2016).
Ikan pisang-pisang merah (C.crhysosonus) hidup bergerombol di daerah pantai,
ikan buas, makanannya in-vertebrata, dapat mencapai 28, panjang 20 cm, umumnya 15
cm. Tergolong ikan pelagis, karang, penangkapan dengan muroami, soma malalugis,
jaring klotok. Ikan Pisang-Pisang Merah merupakan hewan pemakan daging
(karnivora). Makanan Ikan Pisang-Pisang Merah berupa hewan yang berada di dasar
seperti, udang, kepiting, gastropoda, cephalopoda, bintang laut, polychaeta, cacing dan
ikan-ikan kecil. Bentuk mulut ikan pisang-pisang merah seperti tabung sehingga sangat
mudah untuk menelan mangsanya (Nurlindah et al., 2017). Ikan bandeng merupakan
salah satu ikan konsumsi yang hidup tersebar didaerah tropik Indo Pasifik dan
daerah penyebarannya di Asia meliputi perairan sekitar Myanmar, Thailand, Vietnam,
Malaysia dan Indonesia. Indonesia merupakan daerah penyebaran bandeng yang telah
diketahui meliputi perairan pantai timur Sumatera, utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara. Ikan bandeng termasuk jenis ikan ekonomis
penting karena permintaan pasokan domestik yang cukup tinggi disamping kandungan
gizinya yang tinggi. Disamping itu bandeng juga telah menjadi komoditas yang
memiliki tingkat konsumsi yang tinggi terutama di daerah Jawa dan Sulawesi
Selatan, sehingga meningkatkan kontribusi cukup besar bagi peningkatan gizi
masyarakat (Vatria, 2013).
Sistem integumen merupakan bagian terluar dari ikan sebagai sistem pembalut
tubuh yang terdiri dari kulit dan derivatederivatenya, seperti sisik, jari-jari sirip, lendir,
scute, keel dan kelenjar racun. Bentuk-bentuk sisik yang menutupi permukaan tubuh
ikan umumya ada lima macam yaitu: sisik cycloid, sisik ctenoid, sisik ganoid, sisik
placoid dan sisik cosmoid. Diantara kelima jenis sisik tersebut mempunyai bentuk dan
tipe beranekaragam (Rahardjo et al., 2012). Integumen merupakan sistem yang
bervariasi sehingga terdiri dari banyak organ dan fungsi yang beragam. Sistem
integumen memiliki fungsi sebagai proteksi terhadap gangguan mekanis, fisis, organis
ataupun adaptasi diri terhadap berbagai macam faktor yang mempengaruhi
kehidupannya. Sistem integumen bisa dianggap terdiri dari kulit utama dan derviat-
derviatnya. Beberapa bagian dalam kulit sebagai alat mempertahankan diri maupun
menyerang seperti, kelenjar racun, sumber pewarnaan, dan kelenjar mucus (lendir) yang
menyebabkan tubuh ikan licin dan berbau khas (Koniyo et al., 2018).
xli

Tujuan diadakannya praktikum sistem integument ini adalah untuk mengamati


struktur penutup tubuh ikan, kulit dan derivat-derivatnya, seperti sisik, jari-jari sirip,
lender, scute, keel, dan kelenjar racun. Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan
dapat mengidentifikasi bagaimana struktur lapisan pada tubuh ikan, khususnya pada
ikan bandeng (Cahnos-chanos) dan ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio
Chrysozona).
Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, Tanggal 15 Oktober 2022, pukul
08:00-10:00 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mistar untuk mengukur objek,
pinset untuk mengangkat objek, baki sebagai media menyimpan ikan, kertas laminating
sebagai preparat, pisau bedah untuk memotong ikan, pinset untuk menjepit objek, kava
pembesar untuk memperbesar objek yang diamati, handphone untuk mengambil gambar
objek, pulpen untuk menulis laporan sementara, sunlight sebagai alat pembersih, dan
tisu untuk membersihkan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan
pisang-pisang merah (C.crhysosonus) dan ikan bandeng (Chanos-chanos).
Prosedur kerja dari praktikum sistem integumen ikan pertama menyiapakan alat
dan bahan, menaruh ikan diats kertas laminatitng, melakukan dokumentasi, merendam -
ikan dengan air panas, kemudian mengambil sisik ikan menggunakan pinset untuk
diamati, lalu amati menggunakan bantuak kaca pembesar agar lebih mudah, catat hasil
pengamatanpada lembar laporan sementara, membersihkan meja praktikum setelah
selesai pengamatan agar tidak tertinggal bau busuk.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan sebagai
berikut.
Tabel 4. Hasil pengamatan sistem integumen
No Parameter Keterangan Individu
1 2
1. Tipe sisik (squama) Cycloid scales Cycloid scales
2. Sisik duri (scute) Tidak ada Tidak ada
(ada/tidak ada)
3. Lendir Tidak ada Tidak ada
(ada/tidak ada)
4. Lunas (keel) Tidak ada Tidak ada
(ada/tidak ada)
5. Warna sisik Silver Silver
6. Bentuk sisik Segi enam Segi enam
7. Jumlah Primery Radii 15 25
8. Jumlah Secondary Radii 4 6
Keterangan :
1. Ikan pisang pisang merah (Chaesio chrysosonus)
xlii

2. Ikan bandeng (Chanos chanos)

Gambar 8. Sisik cycloid


Keterangan
1. Anterior margin
2. Embedded part
3. Exposed part
4. Focus
5. Posterior margin
Pembahasan
Sisik ikan adalah jaringan yang mengandung osteoblast dan osteoclast seperti
yang ditemukan pada tingkat vertebrata yang lebih tinggi. Namun, regulasi aktivitas sel
dalam jaringan masih sedikit diketahui. Sisik juga mempunyai karakteristik yang
ditemukan dalam struktur-struktur lain seperti tulang, gigi, dan urat daging yang
bermineral. Semua bahan ini sebagian besar dibentuk oleh suatu komponen organik
(kolagen), suatu komponen mineral (hydroxyapatite) dan air. Susunan sisik yang seperti
genting akan mengurangi gesekan dengan air sehingga ikan dapat berenang dengan
lebih cepat (Muhotimah et al., 2013). Sesuai dengan pernyataan Nurhidayah et al.
(2016) bahwa sisik menempel pada permukaan tubuh ikan. Penempelannya tertanam ke
dalam sebuah kantung kecil di dalam dermis. Bagian yang tertanam pada tubuh disebut
anterior, transparan dan tidak berwarna. Bagian yang terlihat adalah bagian belakang
(posterior), berwarna karena mengandung butir-butir pigmen (kromatofor). Sisik ikan
bandeng (C. chanos) yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada seluruh
tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman atau hijau kekuningan atau
kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna perak serta mempunyai sisik
lateral dari bagian depan sampai sirip ekor.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada ikan ikan bandeng (Cahnos-chanos) dan
ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozona) yaitu mempunyai tipe sisik yaitu
cyclold scales. Sisik cycloid sebagaian besar terdapat pada ikan tulang keras, tertanam
bagian depannya di celah-celah kulit, bagian distal kulit menutup sisik berikutnya. Sisik
cycloid pada dasarnya melingkar dan bertambah ukuran seiring pertumbuhan ikan.
Menurut Anwar et al. (2015) akibat pertumbuhan sisik tersebut tampak sebagai tanda
cincin pertumbuhan, seperti lingkaran tahun pada pohon. Pertumbuhan pada tipe sisik
ini adalah bagian atas dan bawah, tidak mengandung dentine atau enamel dan
xliii

kepipihannya sudah tereduksi menjadi lebih tipis, fleksibel dan transparan. Kedua ikan
ini juga sama-sama tidak mempunyai sisik duri, lendir dan lunas. Pada ikan yang
menjadi objek pengamatan keduanya memiliki warna tubuh berwarna silver. ikan
bandeng memiliki primery radii yang berjumlah 15 sedangkan ikan pisang-pisang
merah memliki primery radii berjumlah 25.
Menurut Pandit (2018), bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat memberikan
gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan
ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik ganoid merupakan sisik besar dan kasar, sisik
cycloid dan ctenoid merupakan sisik yang kecil, tipis atau ringan hingga sisik placoid
merupakan sisik yang lembut. Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus
menerus bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut,
sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus
menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik
scycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara sisik ctenoid
mempunyai bentuk seperti sikloid mempunyai pinggiran yang kasar.
Sisik merupakan sistem integumen yang dikenal dengan penutup tubuh. Sistem
ini memiliki fungsi umum dalam kaitannya sebagai pembatas utama antara tubuh
makhluk hidup dengan lingkungannya. Bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat
memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Berdasarkan bentuk dan
bahan yang terkandung di dalamnya, sisik ikan dapat dibedakan menjadi lima jenis
yaitu, placoid, cosmoid, ganoid, cycloid dan ctenoid. Sisik ikan mempunyai bentuk dan
ukuran yang beranekaragam. Sisik ganoid merupakan sisik besar dan kasar, sisik
cycloid dan ctenoid merupakan sisik kecil, tipis atau ringan hingga sisik placoid
merupakan sisik yang lembut (Amelia, 2020).
Simpulan
Berdasrkan hasil data pengamatan sistem integument bahwa ikan bandeng
(Cahnos-chanos) dan ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozona) yaitu
mempunyai tipe sisik yaitu cyclold scales. Kedua ikan ini juga sama-sama tidak
mempunyai sisik duri, lendir dan lunas. Pada ikan yang menjadi objek pengamatan
keduanya memiliki warna tubuh berwarna silver. ikan bandeng memiliki primery radii
yang berjumlah 15 sedangkan ikan pisang-pisang merah memliki primery radii
berjumlah 25
Saran
Saran yang dapat saya sampaikan kepada pihak laboratorium semoga pada
praktikum selanjutnya mejanya dapat sedikit lebih pendek agar lebih nyaman pada saat
melakukan percobaan. Lantai pada laboratorium agar lebih diperhatikan sebab sudah
banyak ubin yang terkelupas hal tersebut dapat membahayakan para praktikan dan
asisten ditambah pada saat memasuki ruangan laboratorium tidak boleh menggunakan
alas kaki.
Daftar Pustaka
Anwar, Kardhinata EH, Mutia H. 2015. Identifikasi Jenis-Jenis Ikan di Sungai Batang
Gadis Kecamatan Muarasipongi Kabupaten Andailing Natal Sumatera Utara.
Jurnal Biologi Lingkungan Industri Kesehatan. 2(1): 38-46.
xliv

Fitrah SW, Dewiyanti I, Rizwan T. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di Perairan Laguna
Gampoeng Pulot Kecamatan Lupung Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyah. 1(1): 66-67
Koniyo Y, Juliana. 2018. Aspek Biologis dan Ekologis Ikan Manggabai. Ideas
Publishing: Gorontalo
Muhotimah, Triyatmo B, Priyono SB, Kuswoyo T. 2013. Analisis Morfometrik dan
Meristik Nila (Oreochromis sp.) Strain Larasati F5 dan Tetuany. Jurnal
Perikanan. 15(1): 42-53
Nurhidayah B, Soekendarsi E, Erviani AE. 2019. Kandungan Kolagen Sisik Ikan
Bandeng Chanos-chanos dan Sisik Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal
Biologi Makassar. 4(1): 39-47
Nurlindah A, Kurnia M, dan Nelwan AFP. 2017. Perbedaan Produksi Bagan Perahu
Berdasarkan Periode Bulan di Perairan Kabupaten Barru. Jurnal IPTES PSP.
2(8): 120-127.
Pandit GS. 2018. Icthiology. Warmadewa University Press. Denpasar. ISBN 978-602-
96068-7-4.
Pradipta IPG, Suratman NA, Oka IBM. Prevalensi Infeksi Cacing pada Ikan Pisang-
pisang (Pterocaesio diagramma) dan Ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang
dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Bandung. Jurnal Buletin Veteriner
Udayana. 6(1): 35-42
Rahardjo MF, Affandi R, & Sulistiono.2012. Iktiology. Lubuk Agung. Bandung.
Vatria B. 2013. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Rekayasa. 20(3): 12.
xlv

SISTEM
PENCERNAAN
xlvi

Sistem Pencernaan Ikan Pisang-Pisang Merah (Petrocaesio


Chrysozona) dan Ikan Bandeng (Chanos-chanos)
Digestive System Red Banana Fish (Petrocaesio Chrysozona) and Of Milk Fish
(Chanos-chanos)
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum sistem pencernaan ini dilakukan pada hari sabtu, 15 Oktober 2022 di
Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo, Kendari. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
bentuk dan letak bagian alat pencernaan makanan pada beberapa golongan organisme
ikan, melihat ada atau tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan.
Manfaat dari praktikum ini yaitu kita dapat mengetahui bagimana sitem pencernaan
pada ikan pisang-pisang dan ikan bandeng. Praktikum ini di lakukan dengan cara
mengukur panjang saluran pencernaan dan panjang tubuh pada ikan serta melihat ada
atau tidaknya lambung pada ikan tersebut. Ikan yang di gunakan yaitu ikan pisang-
pisang merah (Petrocaesio chrysozoa) dan ikan bandeng (Chanos-chanos). Pada
praktikum ini di dapatkan hasil bahwa panjang saluran pencernaan ikan pisang-pisang
merah (Petrocaesio chrysozoa) yaitu 23 cm dan panjang saluran pencernaan ikan
bandeng (Chanos-chanos) 150 cm. Ikan pisang-pisang merah dan ikan bandeng
mempunyai kesamaan yaitu mempunyai lambung
Kata kunci: Ikan bandeng, pisang-pisang merah, pencernaan
xlvii

Pendahuluan
Ikan merupakan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di air
dan secara sistematik ditempatkan pada filum chordata dengan karakteristik memiliki
insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip digunakan
untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hamper di semua tipe perairan di dunia
dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Ciri-ciri umum dari golongan ikan
adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip
tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan
berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan, dan ekor.
Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. kebanyakan ikan
berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Fitrah et al., 2016)
Ikan pisang-pisang merah (C.crhysosonus) hidup bergerombol di daerah pantai,
ikan buas, makanannya in-vertebrata, dapat mencapai 28, panjang 20 cm, umumnya 15
cm. Tergolong ikan pelagis, karang, penangkapan dengan muroami, soma malalugis,
jaring klotok. Ikan pisang-pisang merah merupakan hewan pemakan daging
(carnivora). Makanan ikan pisang-pisang merah berupa hewan yang berada di dasar
seperti, udang, kepiting, gastropoda, cephalopoda, bintang laut, polychaeta, cacing dan
ikan-ikan kecil. Bentuk mulut ikan pisang-pisang merah seperti tabung sehingga sangat
mudah untuk menelan mangsanya (Nurlindah et al., 2017). Ikan bandeng merupakan
salah satu ikan konsumsi yang hidup tersebar didaerah tropik Indo Pasifik dan
daerah penyebarannya di Asia meliputi perairan sekitar Myanmar, Thailand, Vietnam,
Malaysia dan Indonesia. Indonesia merupakan daerah penyebaran bandeng yang telah
diketahui meliputi perairan pantai timur Sumatera, utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara. Ikan bandeng termasuk jenis ikan ekonomis
penting karena permintaan pasokan domestik yang cukup tinggi disamping kandungan
gizinya yang tinggi. Disamping itu bandeng juga telah menjadi komoditas yang
memiliki tingkat konsumsi yang tinggi terutama di daerah Jawa dan Sulawesi
Selatan, sehingga meningkatkan kontribusi cukup besar bagi peningkatan gizi
masyarakat (Vatria, 2013).
Sistem pencernaan merupakan suatu konsep yang membahas tentang saluran
pencernaan, kelenjar pencernaan, proses pencernaan, enzim pencernaan, jenis makanan,
dan fungsi serta gangguan dan kelainan pada sistem pencernaan. Dalam materi sistem
pencernaan di berikan contoh atau pengalaman rill dalam kehidupan sehari-hari dan
permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya mudah di temukan dalam kehidupan
sehari hari, sebagai contoh yaitu tentang gangguan dan penyakit yang ada pada sistem
pencernaan (Susilowati et al., 2013). Proses pencernaan dalam dua bentuk, yaitu secara
fisik terjadi dalam rongga mulut dan lambung dan secara kimia terjadi dalam lambung
daan usus. Alat pencernaan dalam tubuh ikan berubungan erat dengan jenis makanan
yang dimakan sehingga terdapat adaptasi alat pencernaan makanan terhadap
makanannya yang dapat digunakan untuk membedakan spesies satu dengan yang
lainnya (Koniyo et al., 2018).
xlviii

Alat pencernaan ikan bandeng meliputi mulut, rongga mulut, pharing esofagus,
lambung, pilorik, usus, rektum dan anus. Kelenjar pencernaan ikan terdiri dari hati dan
pangkreas yang memiliki fungsi untuk mensekresikan bahan yang diperlukan dalam
prosses pencernaan makanan. Organ hati tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit), dimana
bahan cadangan nutrient yang umum terlihat pada sel hati adalah butiran lemak dan
glikogen. Selanjutnya pangkreas memiliki dua tipe sel endokrin dansel eksokrin,
dimana hasil utama dari pangkreas eksokrin adalah enzim pencernaan yakni enzim
protease, amilase, khitinase dan lipase, sedangkan pangkreas endokrin (pulau-pulau
langerhans) merupakan kelompok-kelompok sel yang ada diantara sel eksokrin
(Sakinah, 2015).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bentuk dan letak bagian alat
pencernaan makanan pada beberapa golongan organisme ikan, melihat ada atau
tidaknya modifikasi alat pencernaan yang terjadi pada ikan. Manfaat dari praktikum ini
yaitu kita dapat mengetahui bagimana sitem pencernaan pada ikan pisang-pisang dan
ikan bandeng
Metode praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 15 Oktober 2022 pukul
08:00-10:00 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mistar untuk mengukur objek,
pinset untuk mengangkat objek, baki sebagai media menyimpan ikan, kertas laminating
sebagai preparat, pisau bedah untuk memotong ikan, pinset untuk menjepit objek, kava
pembesar untuk memperbesar objek yang diamati, handphone untuk mengambil gambar
objek, pulpen untuk menulis laporan sementara, sunlight sebagai alat pembersih, dan
tisu untuk membersihkan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan
pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozoa)) dan ikan bandeng (Chanos-chanos).
Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu pertama pada bagian anus ditusukkan
bagian yang runcing dari gunting bedahbentuk lubang kecil kemudian dengan bagian
tumpul gunting bedah , diguntingkearah rongga perut bagian atas. Digunting dengan
hati-hati supaya organ-organ dalam tidak ikut tertusuk. Setelah gunting mencapai ujung
terdepan rongga perut bagian atas (belakang kepala) kemudian gunting diarahkan
kebagian bawah hingga ke dasar perut. Daging yang terlah digunting itu dibuka
sehingga organ tubuh bagian dalam terlihat dan alat pencernaan dikeluarkan dari tubuh.
Bagian bawah kepala digunting menjadi dua untuk melihat alat pencernaan. Bagian
rectum yang menempel pada otot bagian anus digunting sehingga semua bagian
pencernaan dapat di lepas. Digambar organ-organ yang berhubungan dengan sistem
pencernaan dan diberi nama organ-organnya. Kemudian diambil lambung sampai anus
dandiukur panjangnya, lalu dibandingkan dengan total tubuh specimen. Setelah diamati
dan diukur laku ditentukan termasuk dalam kelompok herbivora, karnivora atau
omnivora.
Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan pada tabel


sebagai berikut.
xlix

Tabel 5. Hasil pengamatan pada sistem pencernaan


No Parameter Keterangan Individu
1 2
1. Panjang saluran pencernaan 23 cm 150 cm
2. Panjang Tubuh 16,5 cm 27,3 cm
3. Lambung ada ada

Keterangan :
3. Ikan pisang pisang merah (Chaesio chrysosonus)
4. Ikan bandeng (Chanos-chanos)

Gambar 9. Sistem pencernaan pada ikan pisang pisang merah (Chaesio chrysosonus)
dan ikan bandeng (Chanos-chanos)
Keterangan :
1. Usus
2. Pankreas
3. Kerongkongan
4. Mulut
5. Kantong empedu
6. Hati
7. Lambung
8. Anus
Pembahasan

Sistem pencernaan merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi


molekul molekul sederhana yang dapat diserap oleh tubuh. Proses pencernaan ini
dilakukan secara mekanis yaitu dengan bantuan gigi dan secara kimiawi dengan enzim-
enzim pencernaan tubuh. Pencernaan sendiri merupakan proses pemecahan senyawa
kompleks menjadi senyawa yang lebih kecil. Proses pemecahan senyawa tersebut
menghasilkan energi yang penting bagi kebutuhan sel, jaringan, organ dan makhluk
hidup. Pencernaan merupakan proses kimia. Proses kimia membutuhkan adanya enzim
l

untuk perubahan kimia bahan dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan
reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi dan tidak ikut bereaksi. Dalam proses
pencernaan, enzim dihasilkan oleh berbagai organ, seperti usus halus, kelenjar ludah
dan lambung. Enzim bersifat spesifik dalam proses pemecahan bahan kompleks
(karbohidrat, protein, vitamin dan mineral) (Wulandary, 2014).
Alat pencernaan merupakan salah satu organ tubuh yang penting untuk
berlangsungnya proses kehidupan hewan. Alat pencernaan berfungsi
menampung,mencerna dan menyerap makanan dan struktur alat pencernaan ini
berkaitan dengan perilaku makan dan jenis pakan yang biasa dimakannya. Ikan
memiliki variasi morfologi alat percernaan yang berbeda-beda. Perbedaan variasi
disebabkan karena ikan memiliki perilaku makan, jenis pakan dan habitat yang berbeda-
beda pula. Alat pencernaan pada ikan terdiri atas dua bagian yaitu organ pencernaan dan
kelenjar pencernaan. Organ pencernaan ikan terdiri atas rongga mulut meliputi lidah dan
gigi, esofagus, ventrikulus, intestinum dan anus sedangkan kelenjar pencernaan meliputi
hepar dan pankreas. Adapun hasil pengamatan bentuk, letak anatomis organ pencernaan
dan warna kelenjar pencernaan (Haraningtias et al., 2018). Sesuai dengan pernyataan
Akmal et al. (2021) bahwa saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut
(cavum oris). Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut
pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakkan serta
banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga
mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah insang.
Esophagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila tidak
dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan didorong masuk ke
lambung, lambung pada umumnya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada
beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan.
Ikan yang di amati yaitu ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozoa) dan
ikan bandeng (Chanos-chanos). Panjang saluran pencernaan pada ikan pisang pisang
merah hanya 23 cm dengan panjang tubuh 16,5 cm dan ikan bandeng (Chanos-chanos)
memiliki panjang saluran pencernaan 150 cm. Panjang saluran pencernaanya hampir
lima kali lipat dari panjang tubuhnya yang hanya 27,3 cm. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gunawan (2017), yang menyatakan bahwa sifat kebiasaan makan ikan dapat
di tentukan dari perbandingan panjang alat pencernaan dengan panjang total tubuhnya,
dimana ikan herbivora memiliki saluran pencernaan yang panjangnya bisa mancapai
berkali kali lipat di bandingkan panjang total tubuhnya. Ikan omnivore memiliki
panjang saluran pencernaan yang hamper sama dengan panjang total tubuhnya,
sedangkan ikan karnivora memiliki panjang saluran pencernaan yang lebih pendek di
bandingkan dengan panjang total tubuhnya.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah di bahas sebelumnya dapat di ketahui
bahwa ikan bandeng (Petrocaesio chrysozoa) merupakan ikan herbivora (pemakan
tumbuhan), karena ikan ini memiliki usus yang lebih panjang di bandingkan panjang
tubuhnya, sedangkan ikan pisang-pisang merah (Chanos-chanos) merupakan ikan
karnivora (pemakan daging), karena ikan ini memiliki ukuran usus yang lebih pendek di
bandingkan panjang ususnya.
li

Saran
Saran yang dapat saya sampaikan kepada pihak laboratorium semoga pada
praktikum selanjutnya mejanya dapat sedikit lebih pendek agar lebih nyaman pada saat
melakukan percobaan. Lantai pada laboratorium agar lebih diperhatikan sebab sudah
banyak ubin yang terkelupas hal tersebut dapat membahayakan para praktikan dan
asisten ditambah pada saat memasuki ruangan laboratorium tidak boleh menggunakan
alas kaki.

Daftar Pustaka
Akmal Y, Devi CMS, Muliari, Humairani R, Zulfahmi I. 2021. Morfometrik Sistem
Pencernaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang di Papar Limbah Cair
Kelapa Sawit. Jurnal Galung Tropika. 10(1): 68-81
Fitrah SW, Dewiyanti I, Rizwan T. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di Perairan Laguna
Gampoeng Pulot Kecamatan Lupung Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyah. 1(1): 66-67
Gunawan RH, Muchlisin ZA, Melisa S. 2017. Kebiasaan Makan Ikan Lameduk di
Sungai Tamiang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang , Provinsi
Aceh. Jurnal ilmiah mahasiswa kelautan dan perikanan. 2(3): 379-388.
Haraningtias, Utami S, Primiani CN. 2018. Anatomi dan Biometri Sistem Pencernaan
Ikan Air Tawar Famili Ciprinidae di Telaga Ngebel Ponogoro. Jurnal Anatomi
dan Biometri. 9(2):319-321.
Koniyo Y dan Juliana. 2018. Aspek Bilogis & Ekologis Ikan Manggabai. Ideas
Publishing. Gorontalo.
Nurlindah A, Kurnia M, dan Nelwan AFP. 2017. Perbedaan Produksi Bagan Perahu
Berdasarkan Periode Bulan di Perairan Kabupaten Barru. Jurnal IPTES PSP.
2(8): 120-127.
Sakinah. Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus sp.
Terhadap Aktivitas Enzim Pencernaan dan Pertumbuhan Ikan Bandeng
(Chanos chanos Forsskal). [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan
Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar 2015
Susilowati I, Iswari RS, Sukaesih S. 2013. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek
Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Sistem Pencernaan Manusia. Jurnal of
Biology Education. 2(1): 1-2.
Vatria B. 2013. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Rekayasa. 20(3): 12.
Wulandary SA. 2014. Sistem Pencernaan. Jurnal Fisiologi Hewan. Vol 2(1):1-2.
lii

SISTEM
UROGENITALIA
liii

Sistem Urogenitalia Ikan Pisang- Pisang Merah (Petrocaesio


Chrysozona) dan Ikan Bandeng (Chanos-chanos)
Urogenital System Red Banana Fish (Petrocaesio Chrysozona) and Of Milk Fish
(Chanos-chanos)
Feri Renaldi1 dan Nidya Ariyatni2
1
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Jl HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Andonohu, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi
tenggara 93232
Email : nidyaariyatnirenwar28@gmail.com

ABSTRAK
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu 15 Oktober 2022 pada pukul 08.00-09.50
WITA. Yang berlokasi di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.Tujuan dari praktikum
ini untuk mengetahui letak alat-alat yang digunakan dalam proses ekskresi dan
reproduksi. Manfaat dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui mengenai letak alat-alat
yang digunakan dalam proses ekskresi dan reproduksi ikan. Ikan bandeng merupakan
salah satu jenis ikan pemakan plankton yang cenderung generalis, makanan utamanya
adalah diatom, alga hijau berfilamen dan detritus. Dalam sistem urin berfungsi untuk
membuang berbagai zat-zat sisa metabolisme seperti sisa metabolisme protein, sisa
hormone dan berbagai zat toksis. Ikan pisang-pisang merah merupakan jenis ikan yang
sering di manfaatkan secara intensif karena nilai komersilnya yang cukup tinggi dan
mudah ditangkap dan kepadatannya tinggi. Reproduksi atau perkembangbiakan
merupakan sebuah proses untuk menghasilkan keturunan sebagai cara untuk
mempertahankan kelestarian hidup dari suatu spesies.
Kata kunci: Ikan bandeng, pisang-pisang merah, urogenitalia.
liv

Pendahuluan
Ikan merupakan salah satu kelompok hewan vertebrata yaitu hewan yang
mempunyai tulang belakang. Ikan disebut juga dengan pisces yang hidup di air. Ikan ini
disebut juga dengan hewan poikiloterm karena suhu tubuh tidak tetap (berdarah dingin),
yaitu terpengaruh suhu disekelilingnya. Dimana tubuhnya terbagi atas kepala, badan dan
ekor. Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air
dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling
beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara
taksonomi, ikan tergolong kelompok yang hubungan kekerabatannya masih
diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75
spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes,
800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas
Osteichthyes) (Andalia et al., 2022).
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan pemakan planktonyang cenderung
generalis, makanan utamanya adalah diatom, alga hijau berfilamen dan detritus.Ikan
bandeng memiliki toleransi salinitas yang sangat laus mulai dari asin hingga tawar,
sehingga dapat dipelihara pada perairan asin hingga tawar.Ikan bandeng banyak
ditemukan di perairan laut, muara sungai dan perairan pantai (Djumanto et al., 2017).
Ikan bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup baik untuk
dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan ikan bandeng
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu memiliki
rasa cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak
mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan
masyarakat Pada industri pengolahan maupun pemanfaatan ikan oleh rumah tangga,
bagian ikan yang dibuang dan menjadi limbah adalah kepala, ekor sirip, tulang dan
jeroan dengan menghasilkan ikan yang telah disiangi rata-rata sebesar 65%, sehingga
meninggalkan limbah perikanan sebesar 35%. Limbah ini bila tidak ditangani dengan
baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Sedangkan, tulang ikan merupakan
komponen yang keras dalam tubuh ikan sehingga, penguraiannya membutuhkan waktu
yang lama (Fitri et al., 2016). Ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) merupakan
jenis ikan yang sering dimanfaatkan secara intensif karena nilai komersilnya yang
cukup tinggi, mudah ditangkap dan kepadatannya tinggi. Ikan ini termasuk kedalam
family Caesionidae, yang merupakan jenis ikan karang dan termasuk ke dalam ikan
utama yaitu kelompok ikan penting yang berperan dalam rantai makanan dan
merupakan kelompok ikan yang dapat dieksploitasi secara relatif besar-besaran karena
sebagai pemakan plankton dan juga membentuk kelompok yang relatif besar. Ikan
pisang-pisang merah merupakan jenis ikan yang sering di manfaatkan secara intensif
karena nilai komersilnya yang cukup tinggi dan mudah ditangkap dan kepadatannya
lv

tinggi. Ikan ini termasuk dalam family Caesionidae yang merupakan jenis ikan karang
dan termasuk kedalam ikan utama yaitu kelompok ikan penting yang berperan dalam
rantai makanan yang merupakan kelompok ikan yang dapat di eksploitasi secara relatif
besar-besaran karena ikan ini membentuk kelompok yang relatif besar (Pradipta et al.,
2014).
Sistem urogenital adalah sistem organ dari sistem reproduksi dan sistem
ekskresi.Pada mayoritas ikan, jantan dan betina merupakan individu yang terpisah,
untuk kemudian mereka harus bertemu atau bersama-sama pada masa kawin
(reproduksi).Reproduksi seksual pada ikan dibedakan menjadi dua macam, yaitu
reproduksi secara internal dan reproduksi secara eksternal. Pada reproduksi seksual
secara internal, sperma individu jantan membuahi sel telur di dalam tubuh individu
betina. Sedangkan pada reproduksi secara eksternal, sperma dilepaskan ke perairan
bersamaan atau setelah betina melepaskan atau menempatkan telur-telurnya. Secara
umum sistem urinarian berfungsi untuk membuang berbagai zat-zat sisa metabolisme
seperti sisa metabolisme protein, residu obat, sisa hormon dan berbagai zat toksis. Pada
ikan sistem urogenitalian dibangun oleh dua sistem, yaitu sistem urinaria (ekskresi) dan
urogenital (reproduksi). Sistem urinarian berfingsi untuk membuang bahan bahan yang
tidak diperlukan dan membahayakan bagi kesehatan, dikeluarkan dari tubuh sebagai
larutan dalam air dengan perantara ginjal dan salurannya.Sistem urinarian terdiri dari
ginjal, ureter yang terjadi dari duktus mesoneprodukus, vesika uranaria dan sinus
urogenitalis.Sepasang ginjal yang memanjang sepanjang dinding dorsal abdomen, kanan
dan kiri dari linea mediana (Azani et al., 2017). Reproduksi adalah kemampuan
individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau
kelompoknya. Pada umumnya ikan bertelur (ovipar) dan pembuahannya terjadi di luar
tubuh induk betinanya. Alat kelamin jantan terdiri dari sepasang testis berwarna putih.
Sperma dialirkan melalui saluran vas deferens yang bermuara di lubang urogenital.
Lubang urogenital merupakan lubang yang dipakai untuk keluarnya urin dan
sperma.Alat kelamin betina terdiri dari sepasang ovarium. Ovarium menghasilkan sel
telur. Sel telur dikeluarkan melewati oviduk dan kemudian dialirkan ke lubang
urogenital. Setelah ikan betina mengeluarkan sel telur di sembarang tempat atau di
tempat tertentu, maka akan diikuti oleh ikan jantan dengan mengeluarkan sperma.
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengamati letak alat-alat yang digunakan
dalam proses ekskresi (pengeluaran) dan reproduksi (pembiakan) ikan. Manfaat dari
praktikum ini yaitu agar mahasiswa lebih paham lagi tentang alat-alat ekskresi dan
reproduksi pada ikan. Ikan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan bandeng
(Chanos chanos)dan ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozona). Berdasarkan
uraian diatas maka sangat penting melakukan pratikum mengenai Sistem Urogenitalia
pada Ikan Bandeng (Chanos-chanos) dan ikan pisang-pisang merah (Petrocaesio
chrysozona) untuk mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses ekskresi
(pengeluaran) dan reproduksi (pembiakan) ikan bandeng(Chanos-chanos) dan ikan
pisang-pisang merah (Petrocaesio chrysozona).
Metode Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 15 Oktober 2022 pukul
08:00-10:00 WITA dan bertempat di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mistar untuk mengukur objek,
pinset untuk mengangkat objek, baki sebagai media menyimpan ikan, kertas laminating
lvi

sebagai preparat, pisau bedah untuk memotong ikan, pinset untuk menjepit objek, kava
pembesar untuk memperbesar objek yang diamati, handphone untuk mengambil gambar
objek, pulpen untuk menulis laporan sementara, sunlight sebagai alat pembersih, dan
tisu untuk membersihkan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan
pisang-pisang merah (C.crhysosonus) dan ikan bandeng (Chanos-chanos).
Prosedur kerja dari praktikum sistem urogenitalia yaitu melakukan pembedahan
seperti padawaktu pengamatan alat pencernaan kemudian keluarkan saluran pencernaan
agar memudahkan melakukan pengerjaan selanjutnya, keluarkan testis atau ovarium
yang akan diamati menggunakan gunting untuk memotong dan pinset untuk menarik
keluar, gunakan kaca pembesar untuk mengamati sperma dan sel telur. Bersikan meja
praktikum setelah melakukan pengamatan agar tidak meninggalkan bau busuk.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan pada tabel
sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil Pengamatan pada sistem urogenitalia
No Parameter Keterangan Individu
1 2
1. Seks Betina Jantan
2. Ginjal Ada Ada
Keterangan :
1.Ikan pisang pisang merah (Pterocaesio diagramma)
2.Ikan bandeng (chanos-chanos)

Gambar 10. Sistem urogenital pada ikan pisang pisang merah (Pterocaesio diagramma)
dan ikan bandeng (Chanos-chanos)
Keterangan :
1. Otak
2. Esophagus
3. Dorsal aorta
lvii

4. Stomach
5. Air bladder
6. Saraf tulang belakang
7. Ginjal
8. Lubang kemih
9. Lubang kelamin
10. Anus
11. Gonad
12. Usus
13. Pyloric cacum
14. Gall bladder
15. Hati
16. Gills
17. Tooth
18. Mata
19. Olfactory bulb
Pembahasan
Sistem urogenital terdiri atas dua bagian yaitu sistem ekskresi dan sistem
urogenital. Sistem ekskresi ikan seperti juga pada hewan vertebrata lainnya, yang
mempunyai banyak fungsi antara lain untuk regulasi kadar air tubuh, menjaga
keseimbangan garam dan mengeleminasi sisa nitrogen hasil dari metabolisme protein.
Untuk itu berkembang tiga tipe ginjal, yaitu pronefros, mesonefros dan metanefros.
Ketiganya hampir sama, tetapi yang membedakan adalah kaitannya dengan sistwm
predaran darah, tingkat kompleksitas dan pada efesiensinya (Rahmadina, 2019).
Hasil buangan berupa urine yang dihasilkan oleh ginjal dialirkan melalui
sepasang ureter (ductus mesonephridicus) yang berjalan di pinggiran rongga badan
sebelah dorsal menuju ke belakang. Di ginjal glomerulus, urin dibentuk melalui efek
interaktif ultrafiltrasi, reabsorpsi air dan zat terlarut, serta sekresi. Strategi ini
memungkinkan fleksibilitas yang tinggi dalam komposisi kimiawi urin akhir yang
diekskresikan karena urin primer (ultrafiltrasi) dapat dimodifikasi secara ekstensif dan
bervariasi dengan reabsorpsi dan sekresi (Martinez, 2017). Hal ini sesuai dengan hasil
percobaan praktikum dimana warna ginjal pada ikan bandeng (Chanos-chanos) dan ikan
pisang-pisang merah (Caesio chrysozonus) berjumlah sepasang, berbentuk ramping
dengan warna merah tua yang terletak dibagian atas rongga perut dan dibawah tulang
punggung.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, ikan Bandeng dan ikan
pisang-pisang merah memiliki ginjal, hati, ovum, gonad, usus dan anus. Dan hasil
pengamatan yang telah dilakukan bahwa organ reproduksi pada ikan bandeng dan ikan
pisang-pisang merah yaitu berkelamin jantan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
pada tahun (2015) bahwa ikan jantan yang tertangkap lebih banyak jumlahnya
dibandingkan dengan ikan betina sehingga rasio betina lebih rendah dibandingkan
dengan jantan. Populasi ikan jantan lebih banyak jumlahnya dari ikan betina maka akan
dapat membahayakan suatu populasi ikan (Pramadika, 2014). Rasio ikan jantan tinggi
dalam suatu populasi dapat mengganggu kelestarian spesies. Peluang jantan untuk
melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan akan lebih rendah karena jumlah
ikan betina yang terdapat dalam suatu populasi tersebut lebih sedikit. Saat rasio jantan
lebih banyak tetapi telur yang dihasilkan betina sedikit karena jumlah betina sedikit
lviii

maka akan menghasilkan anakan atau keturunan yang sedikit meski keberadaan sel
sperma melimpah di perairan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan stok ikan di
perairan, yang lama-kelamaan dapat menyebabkan kepunahan pada suatu populasi ikan.
Salah satu pengelolaan yang dapat dilakukan apabila ikan jantan lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dengan ikan betina dalam suatu perairan adalah pembatasan
penangkapan terhadap ikan betina.
Simpulan
Hasil dari pengamatan dapat disimpulan bahwa sistem urogenitalia merupakan
kombinasi dari sistem urinaria (ekskresi) dan sistem genitalia (reproduksi). Sistem
reproduksi pada ikan pisang pisang merah (Petrocaesio chrysozona) dan ikan bandeng
(Chanos-chanos) memiliki jenis kelamin jantan dan sistem eksresi sama-sama
mempunyai ginjal
Saran
saran yang dapat saya berikan yaitu agar praktikum selanjutnya praktikan lebih
baik lagi tidak main-main dan bisa saling membantu satu sama lain diharapkan juga
agar praktikan lebih fokus dengan praktikum dan tidak malakukan hal-hal yang tidak
penting.
Daftar Pustaka
Andalia N, Ridwhan M, Akmal N. 2022. Dominasi Jenis Ikan yang Terdapat di Danau
Laut Tawar Sebagai Media Pembelajaran Zoologi. Jurnal Serambi
Konstruktivis. 4(1): 63-64
Amin RA. 2016. Studi Anatomi dan Histologi Organ Urogenitalia Varanus Mactaei
Jantan.[Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Azani W, Zainuddin, Erdiansyah R. 2017. Gambaran Histologis Sistem Urinaria Ikan
Gabus (Channa striata). JIMVET. 1(4): 709-710.
Alamsjah A. 2013. Feeding With Different Levels Of Crude Fiber On The Diggestibility
Of Feed In True Stomach Fish and Stomachless Fish. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan. 4(2) : 187-189
Djumanto, Bayu, EP, Vinta SD, Eko S. 2017. Makanan dan Pertumbuhan Ikan
Bandeng, (Chanos-chanos), Tebaran Di Waduk Sermo, Kulon Progo. Jurnal
Iktiologi Indonesia. 17(1): 84-85.
Fitri A, Anandito KBR, Siswanti. 2016. Penggunaan Daging dan Tulang Ikan Bandeng
(Chanos-chanos) pada Sisik ikan Sebagai Makanan Ringan Berkalsium dan
Berprotein Tinggi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 18(2): 65-66
Laily H, Farikhah, Ummul, F. Analisis Histologis Ginjal, Hati dan Jantung Ikan Lele
Afrika Clarias gariepinus yang Mengalami Anomali pada Sirip Pektoral. Jurnal
Perikanan Pantura (JPP). 1(2). Hal 30-38.
Lodang H, Dian A, Nani K, dan Andi AA. 2012. Kajian Pendahuluan, Inventarisasi
Jenis Ikan di Muara Sungai Jeneberang Makassar. Prosiding Seminar Nasional
Biologi dan Pembelajarannya. Hal 607-616.
Nadia LOAR. 2014. Iktiologi Kajian Ilmu Dasar Perikanan. Unhalu Press. Kendari
Pradipta, IPGH, Nyoman AS, Ida, BMO. 2014. Prevalensi Infeksi Cacing pada Ikan
Pisang-Pisang (Pterocaesio diagramma) dan Ikan Sulir Kuning (Caesio cuning)
yang Di Pasarkan di Pasar Ikan Kedonganan Bandung. Jurnal Buletin Veteriner
Udayanai. 6(1): 35-36.
lix

Pramadika, IC. 2014. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus Tayenus
Richardson), 1846) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan,
Banten. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rahmadina. 2019. Taksonomi Invertebrata. Medan

Anda mungkin juga menyukai