Anda di halaman 1dari 6

BERKOMPETISI DALAM KEBAIKAN

Disusun oleh kelompok II XI-IPA 1


Beranggota 5 orang :
Afifatul Azmi
Alifa Silfiya
Destini Rachmadhani
Muhammad Ilham P
Shelma Warda A
Yanita Citra D.V

Madrasah Aliyah Negeri Surabaya


Tahun Ajaran 2013-2014
BERKOMPETISI DALAM KEBAIKAN

Surah Al Baqarah: 148

ِ ‫وا يَْأ‬
ً ‫ت بِ ُك ُم هّللا ُ َج ِميعا‬ ْ ُ‫ت َأي َْن َماتَ ُكون‬
ِ ‫وا ْال َخي َْرا‬
ْ ُ‫َولِ ُكلٍّ ِوجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّيهَا فَا ْستَبِق‬
﴾١٤٨﴿ ‫ِإ َّن هّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬

Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu
berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah : 148).

Isi kandungan dari surat Al-Baqarah adalah bahwa setiap umat mempunyai kiblat. Umat
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke Ka’bah, Bani Israil dan orang-orang Yahudi
menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin
menghadap ka’bah dalam shalat. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja
dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak
menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang ingkar sebagai penghambat. Allah akan
menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala mala
perbuatannya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkan-
Nya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.
Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Allah akan
membalas orang yang beriman, berbuat baik dan suka menolong dengan surga dan berada
didalamnya kekal selama-lamanya
Allah Swt akan menilai dan melihat hamba-hambaNya yang patuh dan taat, maupun yang
melanggar serta meninggalkan perintah-Nya. Manusia yang senantiasa berbuat baik dan taat
pastilah Allah akan membalasnya dengan pahala berupa Syurga, sedangkan manusia yang
lalai dan meninggalkan perintah Allah maka tempatnya adalah di neraka yang apinya
senantiasa menyala-nyala.

Menyimpulkan Kandungan Surah Al-Baqarah Ayat 148 :

- Tujuan pokok dari perbedaan umat dan syariat agar umat belomba lomba dalam melakukan
kebaikan.
- Allah menjadikan manusia menjadi berbagai umat/kelompok. Walaupun memiliki ajaran
yang berbeda namun tujuannya sama yaitu untuk beribadah kepada Allah.
- Seandainya Allah menghendaki , Allah dapat menjadikan umat manusia menjadi 1
kelompok.
- Pada akhirnya , seluruh manusia yang berbeda uat dan syariat akan dikumpulkan di padang
mahsyar pada saat kiamat.
Surah Al Fatir: 32

ُ‫ين اصْ طَفَ ْينَا ِم ْن ِعبَا ِدنَا فَ ِم ْنهُ ْم ظَالِ ٌم لِنَ ْف ِس ِه َو ِم ْنهُ ْم‬ َ َ‫ثُ َّم َأ ْو َر ْثنَا ْال ِكت‬
‚َ ‫اب الَّ ِذ‬
‫ك هُ َو ْالفَضْ ُل ْال َكبِي ُر‬ َ ِ‫ت بِِإ ْذ ِن هَّللا ِ َذل‬
ِ ‫ق بِ ْال َخي َْرا‬
ٌ ِ‫ص ٌد َو ِم ْنهُ ْم َساب‬ ِ َ‫ُم ْقت‬

Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di
antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Isi Kandungan Surah Al Fatir ayat 32:


Allah telah menjadikan umat Islam sebagai umat pilihan . Pilihan tersebut dibuktikan
dengan pewaris al-Qur’an . Setelah menerima warisan umat islam terbagi menjadi tiga
golongan :
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan tentang tiga golongan tersebut bahwa:
 “Dzalimun linafsihi atau orang-orang yang menganiaya diri sendiri adalah orang-
orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan banyak maksiat.”
 “Muqtashid atau pertengahan adalah orang-orang yang hanya melakukan
perbuatan wajib saja dan menghindarkan diri dai perbuatan maksiat, mereka
meninggalkan perbuatan-perbuatan baik dan melakukan perbuatan-perbuatan
makruh (tercela).”
 “Sabiqun bilkhairat atau orang yang lebih dahulu  berbuat kebaikan adalah orang-
orang yang melaksanakan kewajiban dan kebaikan-kebaikan lainnya,
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang haram dan makruh, bahkan juga
meninggalkan perbuatan yang mubah.” (Tafsir Ibnu Katsir).

Penjelasan lebih luas tentang tiga golongan dalam Surah Al-Fatir Ayat 32 :

• Orang-orang dalam golongan pertama tersebut adalah orang-orang yang tidak


memperhatikan kewajiban yang harus mereka lakukan. Mereka meninggalkan
dengan sengaja kewajiban-kewajiban seperti shalat, Puasa, dan kewajiban-
kewajiban lain. Lebih parah lagi, mereka bukan hanya meninggalkan kewajiban,
akan tetapi mereka justru melakukan perbuatan-perbuatan yang haram. Jadilah
mereka orang-orang yang menganiaya diri sendiri karena meninggalkan
kewajiban, dan pada saat yang sama mereka juga menganiaya diri sendiri dengan
melakukan perbuatan yang diharamkan.
• Golongan muqtashid, mereka merasa cukup hanya dengan melakukan kewajiban
saja, sehingga meremehkan perbuatan-perbuatan baik lainnya (sunnah). Mereka
mendirikan shalat wajib, melaksanakan puasa wajib, membayar shadaqah wajib
(zakat), akan tetapi mereka meninggalkan shalat-shalat sunnah, puasa-puasa
sunnah, dan tidak bershadaqah selain zakat. Disamping itu, meskipun mereka
telah meninggalkan perbuatan-perbuatan haram, akan tetapi meraka masih
melakukan perbuatan-perbuatan makruh (tercela)
• Sabiqun bilkhairat, inilah golongan tertinggi. Mereka tidak berhenti dengan
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan. Akan tetapi mereka
menambah kebaikan mereka dengan kebaikan-kebaikan lainnya (amalan-amalan
sunnah). Shalat misalnya, mereka mendirikan shalat-shalat wajib dan menambah
kebaikan dengan shalat-shalat sunnah rawatib, dan shalat-shalat sunnah lainnya.
Begitu pula dengan puasa, mereka tidak hanya berpuasa di bulan Ramadhan,
mereka juga berpuasa pada hari-hari yang di sunnahkan; Puasa ‘Arafah, ‘Asyura’,
6 hari Syawwal, shaumul bidh (tgl 13, 14, 15 bulan qamariyah), dan hari-hari lain
yang disunnahkan untuk berpuasa, sampai pada puasa Daud. Demikian halnya
dengan shadaqah. Orang-orang dalam golongan ini, disamping mereka
meninggalkan perbuatan-perbuatan haram, mereka juga menjauhkan diri dari
perbuatan yang makruh, bahkan perbuatan mubah (yang sebenarnya boleh) tetapi
kurang bermanfaat juga mereka tinggalkan.

Surah An-Nahl: 97

ۖ ً‫صالِحًا ِم ْن َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْنثَ ٰى َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَة‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ ُ‫َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم َأجْ َرهُ ْم بَِأحْ َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َمل‬
‫ون‬

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan .”

Isi Kandungan:

Dalam menafsirkan surat An-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam
kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut :

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki
maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas
dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan kepadanya
masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan kami berikan
balasan kepada mereka semua di dunia  dan di akherat dengan pahala yang lebih    baik
dan   berlipat  ganda dari  apa   yang telah mereka kerjakan“.

Pendapat para ulama tentang amal saleh :

 Syeikh Muhammad Abduh didefenisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi
pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan.

 Syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil
akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad Saw.

 Muhammad Abduh dan Zamakhsari, maka seorang yang bekerja pada suatu badan
usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak
memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram.  Dengan
demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua
imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat.
Berkompetisi dalam kebaikan :
- Kompetisi dalam kebaikan adalah kompetisi yang diniati hanya karena Allah
semata .
- Kompetisi yang tidak mulia adalah kompetisi syaithani . Kompetisi yang
berdasarkan nafsu keserakahan .
- Kompetisi di jalan kebaikan untuk mendaptkan rida Allah akan menanamkan
ketenangan dan ketetapan dalam hati , kecintaan pada kebaikan serta jauh dari
rasa iri hati kebencian dan segala hal yang merupakan aib dalam pandangan
manusia .

Kompetesi Dalam Sedekah :


Sebagaimana kita ketahui, para sahabat Nabi Muhammad saw, selalu berlomba lomba untuk
berbuat kebaikan dalam upaya melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, tak
terkecuali Umar bin Khattab dan Abu Bakar ra.

Kisah perlombaan sedekah antara Umar bin Khattab dan Abu Bakar ra ini terjadi pada
peristiwa Perang Tabuk, dimana pada waktu itu Rasulullah saw menyeru kepada para
sahabatnya untuk memberikan sedekah sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Umar bin Khattab ra pada saat itu memiliki harta kekayaan untuk disedekahkan. Dalam
hatinya, ia merenung, "setiap saat Abu Bakar selalu membelanjakan hartanya lebih banyak
dari apa yang telah saya belanjakan di jalan Allah." Umar berharap dengan karunia Allah,
semoga dapat membelanjakan harta di jalan Allah lebih dari Abu Bakar kali ini, saat itu Umar
ra mempunyai dua harta kekayaan untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT.

Kemudian ia pulang ke rumahnya untuk membawa harta yang akan disedekahkannya, dengan
perasaan gembira sambil membayangkan bahwa pada hari ini ia akan bersedekah melebihi
Abu Bakar ra. Oleh karena itu, segala yang ada di rumahnya ia ambil setengahnya untuk
disedekahkan.

Lantas Umar ra membawa harta itu kepada Rasulullah saw. Pada saat itu Rasulullah saw
bersabda kepada Umar ra, "Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Umar?"
Umar ra pun menjawab, "Ya, ada yang saya tinggalkan, wahai Rasulullah." Rasulullah
bertanya, "Seberapa banyak yang telah kamu tinggalkan untuk keluargamu?" Ia menjawab,
"Saya telah tinggalkan setengahnya."

Tidak berapa lama kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh harta bendanya
kepada Rasulullah saw. Umar bin Khattab ra berkata, "Saya mengetahui bahwa beliau telah
membawa seluruh harta benda miliknya. Begitulah pembicaraan yang saya dengar dari
pembicaraan antara beliau dengan Rasulullah saw."
Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada Abu Bakar, "Apakah yang kamu tinggalkan untuk
keluargamu, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab, "Saya meninggalkan Allah dan
Rasul-Nya kepada mereka (saya tinggalkan dengan keberkahan nama Allah SWT dan Rasul-
Nya serta keridhaan-Nya)." Mendengar hal itu Umar bin Khattab ra berkata, "Sejak saat itu
saya mengetahui bahwa sekali-kali saya tidak dapat melebihi Abu Bakar."

Sa’ad bin Khaitsamah bin al-Harits (Masuk Surga Mendahului Ayahnya) :


Seorang ayah yang bernama Khaitsamah bin al- Harits dengan anaknya yaitu Sa’ad mengundi
siapa di antara mereka berdua yang akan ikut dalam perang Badar kali ini. Kemudian undian
keluar dengan nama Sa’ad. Serta merta ayahnya berkata kepada anaknya, “Wahai anakku,
berikanlah giliran kali ini kepadaku.”

Sang anak menjawab, “Wahai ayah, sekiranya balasan dari berangkat menuju perang Badar
ini bukan Surga tentu akan aku berikan kepada ayah.” Kemudian Sa’ad lah yang berangkat ke
perang Badar dan ia terbunuh dalam peperangan ini.

Sementara ayahnya masih terus menerus menunggu-nunggu kesempatan dapat ikut


peperangan demi menggapai Surga, maka cita-citanya terkabulkan pada peperangan Uhud.
Dalam peperangan tersebut dia gugur. (Al-Ishabah 2/24.)

~ Sekian dan Terima Kasih~

Wassalamu’alaikum 

Anda mungkin juga menyukai