Konsistensi dengan praga tersebut, misalkan PT ZAI memproduksidan menjual 5.000 unit
produkX per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur baiya
produksi, pemasaran, dan administrative tahun 2000:
Biaya variable per unit:
Bahan langsung......................................................... Rp 1.500
Tenaga kerja langsung ……………………………...Rp 3.000
Overhead pabrik ……………………………………Rp 750
Penjualan, administrasi ……………………………..Rp 2.250
Biaya-biaya tetap per tahun:
Overhead pabrik …………………………………….Rp 22.500.000
Penjualan, administrasi …………………..….………Rp 7.500.000
Total biaya tetap …………………………………….Rp 30.000.000
Berdasarkan data di atas perhitungan harga pokok per unit produk menurut variable
costing dan ful costingdapat dibedakan sebagai berikut:
Full Variabel
Costing Costing
Bahan langsung…………………………………… Rp 1.500 Rp 1.500
Tenaga kerja langsung……………………………….Rp 3.000 Rp 3.000
Overhead pabrik variable………………………..…. 750 750
Total biaya produksi variable …………………….. Rp 5.250 Rp 5.250
Overhead pabrik tetap ( Rp 22.500.000/5.000 unit) 4.500 -
Harga pokok per unit produk ……………………….Rp 9.750 Rp 5.250
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk
menurut full costing Rp 9.750 lebih besar disbanding hasil perhitungan menurut variable
costing Rp 5.250. Perbedaan tersebut disebabkan dalam full costing turut diperhitungkan
biaya-biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp 4.500 per unit. Sementara dalam
pendekatan variable costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen harga pokok
produk.
Untuk metode full costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok
tersebut akan ditempatkan sebagai pengurangan atas total penjualan sebagai elemen beban
pokok penjualan dalam menghitung laba bruto. Dalam metode variable costing perhitungan
tersebut masuk dalam komponen biaya variable sebagai pengurang dari total penjualan dalam
perhitungan marjin kontibusi.
II.3 Laporan Laba Rugi
Karena absorption costing memperlakukan biaya overhead tetap pabriksebagai harga
pokok produk,porsibiaya overhead tetap pabrik dibebankan kepda tiap unit pada saat
produksi.bila unit produksi tidak terjual sampai akhir periode ,biaya overhead tetappabrik
akan melekatpada tiap unit produk akan melekat padatiap persediaan dandi tangguhkan
pembebanannya kepada periode npenjualan produk tersebut.pada saat unit-unit produk ini
terjual pada periode berikutnya,biaya-biaya overhead tetappabrik yang melekatdi dalamnya
dikeluarkandari akun persediaan dan di bebankan terhadap pendapatan sebagai bagian dai
beban pokok penjulan.
Dengan menggunakan data dari contoh di atas, perbandingan laporan laba rugi
pendekatan full costing dan pendekatan konstribusi dapat dilihat dari table di bawah ini.kedua
pendekatan tersebut Nampak menghasilkan labausaha yang sama karena tidak terdapat factor
penangguhan biaya. Yang berbeda dari antara dua laporan tersebut hanyalah jumlah pada
setiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam
masing-masing pendekatan penyususnan laba-rugi.
Sebagai ilustrasi dengan mengadopsi data penjualan dan biaya PT ZAI di atas
selanjutnya dapat di buat perbandingan laporan laba-rugi full costing dan variable costing
seperti berikut ini. Apabila dari data di atas terdapat biaya yang di tangguhkan yang
melekat dalam persediaan akhir,midsalnya 500 unit dari total produksi 5.500 unit
makaperbandingan laba-rugi fullcosting dan variable costing di sajikan sebagai berikut
Terdiri dari :
Biaya penjualan,adm 1tetap
Rp 7.500.000 Penjualan,adm variable 5000 x
2.250 11.250.000
Total Rp 18.750.000
Terdiri dari
Bahan langsung 5000 x Rp1.500 Rp 7.500.000
Tenaga kerja langsung 5000 x Rp 3000 15.000.000
Overhead pabrik variable 5000 x Rp 750 3,750.000
penjualan, adm variable 5000 x 2.250 11.250.00
Total biaya-biaya variable Rp 37.500.000
FULL COSTING
Penjualan Rp93.750.000
Beban pokok penjualan:
Pesediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi
51.737.000
Persediaan siap di jual Rp 51.737.000
Persediaan akhir 4.670.455
Beban pokok penjualan (b) 46.705.545
Laba bruto c (a-b) Rp 47.045.455
Beban usaha:
Beban adm, umum dan penjualan 18.750.000
Laba usaha Rp 28.295.455
VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Biayavariable
Persediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi variabel 28.875.000
Persediaan siap dijual Rp 28.875.000
Persediaan akhir 2.625.000
Beban pokok penjualan variable 26.250.000
Biaya penjualan dan adm 11.250.000
Total biaya variable Rp 37.500.000
Marjin konstribusi c (a-b) 56.250.000
Biaya tetap;
Biaya produksi,penjualan dan adm tetap 30.000.000
Laba usaha Rp 26.250.000
Untuk keperluan perencanaan dan pengendalian, perbedaan antara laba usaha menurut
absoption costing dan variable costing dapat di hitungdengan rumus:
Selisih laba usaha unit produksi tarif overhead
Variable costing = unit x tetap yang
dan Full costing produk terjual diperhitungkan
Selisih laba:
Variable Costing dan Full Costing = (5.500-5.000unit) x (22.500.000/5.500)
= 500 x Rp 4.090,91
= Rp 2.045.455
Laba full costing lebih besar karena unit produksi lebih besar dari unit penjualan. apabila
terdapat persediaan awal maka selisih laba kedua pendekatan dapat di hitung dengan rumus:
Selisih laba usaha kenaikan tarif overhead
Variable costing = (penurunan) x tetap yang
Dan full costing produk terjual diperhitungkan
Misalkan persediaan awal 525 unit maka selisih laba full costing dan variabel costing
menjadi Rp 101.272,75. Atau :
Selisih laba
Variable Costing dan Full Costing = (500-525) x (Rp 22.500.000/5.500 unit)
= 25 x Rp 4.090,91
= Rp 102.272,75
Selisih tersebut dapat di sebabkan laba full costing yang lebih besar atau sebaliknya
laba variable costing yang lebih besar.apabila produksi lebih besar dari penjualan maka laba
berish full costing akan menjadi lebih tinggi karena biaya overhead tetap pabrik di
tangguhkan kedalam persediaan full costing sebagai kenaikan persediaan dan juga
sebaliknya.bila produksi lebih kecil dari penjualan,maka laba bersih dari penjualan,maka laba
bersih full costing lebih rendah karena biaya tetap pabrik di keluarkandari persediaan full
costing sebagai nilai persediaan.
Pengaruh produksi terhadap laba
Hubungan antara Pengaruh Terhadap Hubungan antara Laba Bersih
produksi dan penjualan Persediaan Variable dan Full Costing
dalam satu periode
Beberapa hal yang harus di perhatikan dari perbedaan laba-rugi dalam metode full
costing dan variable costing adalah;
Dalam metode full costing,dapat terjadi penundaan sebagaian biaya overhead pabrik tetap
pada periode berjalan ke peride berikutnya bila semua produksi tidak terjual pada periode
yang sama.
Dalam metode variable costing,seluruh biaya tetap overhead pabrik telah di perlakukan
sebagai beban pada periode berjalan
Jumlah persediaan akhir dalam metode variabel costing lebih rendah dari metode full
costing,alasannya adalah dalam variabel costing hanya biaya produksi variable yang dapat
diperhitungkan sebagai biaya produksi.
Laporan laba-rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya variable
Untuk pelaksanaan manajemen pada berbagai segemen organisasi pendekatan variable
costing sangat baik dalam perhitungan harga pokok per unit di banding dengan pendekatan
absorpsi dalam laporan laba-rugi karena di buat berdasarkan konsep pengelompokan biaya
menurut prilakunya
II.6 Pelaporan Tersegmentasi
Untuk menghasilkan laporan tersegmentasi, sebuah organisasi bisnis harus terlebih
dahulu dibagi dalam segmen-segmen. Segmen ini dapat berupa bagian atau aktivitas dalam
sebuah organisasi yang selanjutnya untuk segmen ini para manajer kemudian mengumpulkan
data biaya, pendapatan, dan laba. Untuk keperluan manajerial data tersebut dapat disusun
menjadi laporan yang tersegmentasi. Laporan tersegmentasi ini dapat berupa laporan laba
rugi atau laporan lain dalam suatu organisasi yang di dalam laporan tersebut data dirinci
menurut lini produk, divisi, wilayah, atau segmen organisasi sejenis lainnya. Laporan yang
disegmentasikan dapat berupa :
Laporan divisi-divisi untuk manajer divisi. Dalam sebuah perusahaan manufaktur biasanya
terdapat divisi-divisi produk bisnis, produk consumer, dan lain sebagainya.
Laporan tentang lini produk utama, atau menurut aktivitas.
Laporan penjualan menurut saluran, wilayah, dan lain sebagainya.
Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan biaya terhadap segmen
adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan :
Pola perilaku biaya sehingga semua biaya dikelompokkan sebagai biaya variabel dan biaya
tetap. Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk menghitung marjin
kontribusi. Informasi yang dihasilkan bermanfaat dalam mengevaluasi pentingnya
keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam menghasilkan laba.
Dapat atau tidaknya suatu biaya secara langsung ditelusuri hubungannya dengan segmen
dimana biaya tersebut terjadi. Penyajian biaya menurut karakteristik ini dimaksudkan untuk
melihat keterkaitan suatu biaya dengan segmen yang dihitung laba ruginya. Dalam
kenyataannya terdapat biaya-biaya tetap yang terjadi karena adanya suatu segmen bisnis
sehingga penutupan suatu segmen misalnya, dapat menyebabkan hilangnya sekelompok
biaya tertentu.
Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih informative maka laporan laba rugi
sebaiknya disiapkan dengan menggunakan pendekatan variable costing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Beban pokok penjualannya hanya terdiri dari biaya-biaya produksi variabel.
Biaya variabel dan biaya tetap disajikan dalam bagian yang berbeda, dan
Kemudian dihitung marjin kontribusi yang berupa selisih penjualan dengan biaya-biaya
variabel.
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc., memiliki divisi pakaian jadi dan
bahan makanan. Divisi pakaian jadi terdiri dari produk pakaian pria dan pakaian wanita.
Pakaian pria dijual melalui jalur pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4.6 menunjukkan
laporan laba rugi PT Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis produk, dan saluran
penjualan.
Dari laporan tersebut dapat dilihat beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Laporan di atas memperlihatkan tiga level segmen dalam sebuah organisasi bisnis. Divisi
pakaian jadi terdiri dari bagian-bagian pakaian pria dan pakaian wanita sebagai dua segmen
yang lebih kecil. Penjualan pada segmen lini pakaian pria dilakukan melalui jalur
toko pengecer dan penjualan via katalog. Dua jalur penjualan ini kemudian dianggap sebagai
segmen yang lebih kecil lagi. Jenis segmen ini dalam penerapannya dapat bervariasi pada
masing-masing organisasi bisnis tergantung pada prioritas pentingnya informasi bagi
manajemen.
2. Pentingnya laporan laba rugi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontribusi.
3. Biaya tetap segmen (Traceable fixed cost) ditempatkan sesudah marjin kontribusi untuk
melihat kemampuan segmen membelanjai biaya tetapnya sesudah mendanai beban pokok
penjualan variabelnya.
4. Bagian dari marjin suatu segmen dapat menjadi biaya tetap umum dari segmen-segmen yang
lebih kecil. Sebagai contoh dapat dilihat marjin segmen pakaian pria Rp 45.000 setelah
dipisahkan kedalam segmen-segmen yang lebih kecil ternyata dari jumlah tersebut Rp 10.000
di antaranya merupakan biaya tetap umum bagi segmen penjualan eceran dan penjualan via
catalog.
5. Marjin segmen merupakan hasil pengurangan traceable fixed cost dari marjin kontribusi.
Informasi ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap segmen menutup biaya tetap
pada segmen yang bersangkutan.
6. Dari laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen menyumbangkan laba usaha
kepada organisasi secara keseluruhan. PT Kalakundo secara keseluruhan memperoleh marjin
segmen Rp 150.000. Tetapi setelah laporan disajikan ke dalam segmen-segmen ternyata
bahwa dari marjin Rp 150.000 tersebut di dalamnya terdapat marjin segmen penjualan via
catalog yang negative Rp 120.000. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruha PT
Kalakundo mendapat laba dari segmen lain untuk membiayai kerugiannya. Dengan demikian
laporan tersegmentasi dapat menunjukkan secara jelas potensi pendapatan dan biaya, serta
titik-titik kritis yang terdapat dalam tiap segmen.
III.1 Kesimpulan
Pendekatan full costing adalah metode yang menyerap semua elemen biaya produksi
sebagai komponen harga pokok produknya, maka metode ini juga disebut absorption costing.
Sedangkan pendekatan variable costing adalah dimana biaya-biaya yang diperhitungkan
sebagai harga pokok adalah biaya produksi variable yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead variable.
Perbedaan atau pengaruh penggunaan pada Variabel Costing atau Absorption
Costing (Full Costing) yaitu : Jika kita menggunakan metode variabel costing maka
biaya tetapnya hanya pada periode berjalan saja sedangkan jika
menggunakan metode absorption costing maka biaya tetap yang sebelumnya
telah mengalami proses pada periode sebelumnya akan diakumulasikan kemba
li pada periode berjalan karena pada metode ini beranggapan persediaan awal
pada periode berjalan telah mengalami proses produksi pada periode
sebelumnya dan itu harus diperhitungkan pada periode berjalan.
Hubungan antara Variabel Costing dan Absorption Costing (Full
Costing)dengan laba adalah
jika kita menggunakan metode variable dan penjualan lebih besar dari
produksi maka laba akan lebih besar jika kita
menggunakan variable costing begitupun sebaliknya . maka akan tercipta
persamaan sebagai berikut :
1. Penjualan > Produksi –> laba absorption costing > laba variabel costing
2. Penjualan < Produksi –> laba absorption costing < laba variabel costing
3. Penjualan = Produksi –> laba absorption costing= laba variabel costing
Dengan adanya laporan segmen maka akan diketahui bagaimana kinerja dari masing-
masing segmen usaha tersebut. Laporan segmen adalah laporan rugi laba yang menyajikan
informasi tentang laporan rugi laba untuk setiap segmen usaha. Oleh karena itu perlu adanya
marjin kontribusi yangdapat menggambarkan apa yang terjadi terhadap laba bila terjadi
perubahan volume yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan jangka pendek.
DAFTAR PUSTAKA