Anda di halaman 1dari 11

BISNIS KAKI LIMA

DISUSUN
O
L
E
H

Nama / Nim : Bagas Maolana( 3032021038)


Jurusan : Manajemen Keuangan Syariah
Semester / Unit :3/1
Dosen Pengampu : ADE FADILLAH FW POSPOS, S.E.Sy,M.A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


NEGERI ( IAIN ) ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN AJARAN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i


A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Definisi dan sejarah bisnis kaki lima ............................................................................ 2
B. Manajemen Bisnis Kaki Lima ....................................................................................... 4
C. CashFlow bisnis kaki lima (PKL) ................................................................................. 6
D. Kelebihan dan Kekurangan bisnis kaki lima (PKL) ..................................................... 7
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 8
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran Islam mengandung ajaran tentang kehidupan dan persoalan manusia, tidak hanya
mengatur kehidupan manusia dengan Allah swt, akan juga mengatur hubungan manusia dengan
sesama dan lingkungannya. Bentuk hubungan ini tidak bisa terpisah satu sama lain. Semakin
akrab hubungan manusia dengan Tuhannya maka semakin kuat pula hubungan dengan yang
lainnya.

Manusia diciptakan di dunia dalam keadaan saling membutuhkan dan saling melengkapi,
tidak mungkin bagi siapapun untuk memenuhi seluruh kebutuhannya dengan sendiri tanpa
bantuan dan andil dari orang lain. Manusia merupakan mahkluk Allah swt yang memiliki
karakter dan sifat yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, hal seperti inilah
yang disebut muamalah. Tidak seorangpun yang dapat memiliki seluruh yang diinginkannya
tanpa bantuan orang lain. Untuk itu Allah swt memberikan inspirasi kepada mereka untuk
melakukan pertukaran perdagangan dan semua kiranya yang bermanfaat, salah satunya dengan
cara jual beli atau berdagang.

Jual beli atau berdagang bisa di lakukan dengan berbagai cara, salah satunya
membangunbisnis kaki lima atau biasa di sebut pedagang kaki lima, di indonesia sendiri
padagang kaki lima sudah menjadi hal umum di negara kita ini, banyak masyarat yang
menerapkan bisnis kaki lima. Akan tetapi masih banyak yang belum memhami bagimana
membangun bisnis kaki lima yang bisa menghasilkan uang yang banyak, pada kesempatan kali
ini saya akan membahas mengenai cara membangun bisnis kaki lima.

B. Rumusan Masalah

a. Apa itu bisnis kaki lima?


b. Bagaimana manajemen bisnis kaki lima ?
c. Bagaimana cash flow bisnis kaki lima ?
d. Apa saja kelebihan dan kekurangan bisnis kaki lima?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan di lakukan pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas


perkuliahan, dengan membahas mengenai bisnis kaki lima

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan sejarah bisnis kaki lima


Pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di
bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan
kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat
yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal
Istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda, tepatnya
pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang
mengharuskan pedagang informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1,2 meter dari
bangunan formal di pusat kota. Peraturan ini diberlakukan untuk melancarkan jalur pejalan
kaki sambil tetap memberikan kesempatan kepada pedagang informal untuk berdagang.
Tempat pedagang informal yang berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota inilah
yang kelak dikenal dengan dengan “kaki lima” dan pedagang yang berjualan pada tempat
tersebut dikenal dengan sebutan “pedagang kaki lima” atau PKL. 1
Hingga saat ini istilah PKL juga digunakan untuk semua pedagang yang bekerja di
trotoar, termasuk para pemilik rumah makan yang menggunakan tenda dengan
mengkooptasi jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan bermotor. Sebenarnya istilah
kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu
itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana
untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu.
setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas
jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu
namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal
jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.
Berawal dari situ maka Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai
Pedagang Lima Kaki buah pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir
perlintasan para pejalan kaki atau trotoar y4ang mempunyai lebar Lima Kaki.tidak disertai
dengan ketersediaan wadah yang menaunginya dan seolah kurang memberi perhatian
terhadap pedagang kaki lima.2

1
Udji Asiyah, Pedagang Kaki Lima Membandel di Jawa Timur (Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan
Politik Tahun 2012, Volume 25), hlm. 1
2
Ali Achan Mustafa, Model Transformasi Sosial Sektor Informal, Sejarah, Teori, dan Praksis
Pedagang kaki lima, (Malang: Trans Publishing, 1996), hlm. 37

2
Pedagang kaki lima atau yang disingkat PKL merupakan sebuah komunitas yang
kebanyakan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mencari nafkah
dengan menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir-pinggir jalan raya. Bila
melihat sejarah dari permulaan adanya pedagang kaki lima sudah ada sejak masa
penjajahan Kolonial Belanda.
Pada masa penjajahan kolonial peraturan permintaan waktu itu menetapkan bahwa
setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pejalan kaki
yang sekarang ini disebut dengan trotoar.
Pemerintah pada waktu itu juga menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi
ruang yang agak lebar atau agak jauh dari pemukiman penduduk untuk dijadikan taman
sebagai penghijauan dan resapan air.
Dengan adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu kemudian para pedagang kaki
lima mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu
adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Seiring perjalanan waktu banyak
pedagang yang memanfatkan lokasi tersebut sebagai tempat untuk berjualan sehingga
mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman
sekaligus beristirahat. saluran air terdekat untuk membuang sampah, air cucian, dan air
sabun yang dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan
menyebabkan eutropikasi, tetapi pedagang kaki lima kerap menyediakan makanan atau
barang lain dengan harga yang lebih murah, bahkan sangat murah dari pada membeli
ditoko, modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang
yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah
yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.
Sehubungan dengan sosialisasi sangat diperlukan untuk menumbuhkan persepsi yang
positif mengenai suatu program dengan demikian akan timbul kesadaran dan dari
masyarakat untuk melaksanakan program dengan tidak terpaksa, namun kenyataannya di
lapangan jauh berbeda, para pedagang yang terkena program lokasi menempati lokasi
yang disediakan pemerintah hanya dalam waktu sebentar saja, dan banyak yang kembali
ketempat lama dimana mereka dulu berjualan, mereka protes pemerintah karena lokasi
yang disediakan kurang memadai terutama dalam hal sarana dan prasarana dilokasi baru.
Pemerintah menanggapi permintaan dari pedagang kaki lima dengan membuatkan
janji-janji namun pada kenyataannya sungguh berbeda, jika pemerintah kota tidak segera
merealisasikan tuntutan yang telah disampaikan pedagang kaki lima dikuatiarkan
menimbulakan masalah baru yang lebih rumit bahkan mungkin terjadi konflik, sampai

3
saat ini penataan pedagang kaki lima terkesan hanya memindahkan pedagang dari satu
tempat ketempat yang lain tanpa ada tindak lanjut untuk menyiapkan segala sarana dan
prasarana.3
Seacara umumnya kegiatan ekonomi di sektor informal sering dianggap lebih mampu
bertahan hidup survive dibandingkan sektor usaha yang lain. Hal tersebut dapat terjadi
karena sektor informal relative lebih independent atau tidak tergantung pada pihak lain,
khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan
usahanya. Bukti-bukti tersebut menggambarkan bahwa pekerjaan sebagai PKL
merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi karena
dampak krisis ekonomi tidak secara nyata dirasakan oleh pedagang kaki lima. Dalam hal
ini PKL mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi, sekalipun kondisi krisis ekonomi.
B. Manajemen Bisnis Kaki Lima
Untuk mencapai bauran pemasaran, maka komponen bauran pemasaran harus saling
mendukung satu sama lain, atau dengan kata lain suatu manajemen harus berusaha agar
komponen-komponen bauran pemasaran itu dapat terpadu untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan perusahaan. Jadi dengan bauran pemasaran ini akan dapat ditentukan
tingkat keberhasilan pemasaran yang diikuti oleh kepuasan konsumen.4 Adapun
komponen bauran pemasaran tersebut yaitu:
a. Produk
Produk dalam Al-Qur’an dinyatakan dalam dua istilah, yaitu al-tayyibat dan al-rizq.
Menurut Islam, produk konsumen adalah berdayaguna, materi yang dapat dikonsumsi
yang bermanfaat yang bernilai guna yang menghasilkan perbaikan material, moral,
spiritual bagi konsumen. Sesuatu yang tidak berdaya guna dan dilarang dalam Islam bukan
merupakan produk dalam pengertian Islam.
Produk meliputi kualitas, keistimewaan, desain, gaya, keaneka ragaman, bentuk,
merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan dan pengembalian . Produk atau jasa yang
dibuat harus memperhatikan nilai kehalalan, bermutu, bermanfaat dan berhubungan
dengan kehidupan manusia.
Melakukan jual beli yang mengandung unsur tidak jelas (gharar) terhadap suatu produk
akan menimbulkan potensi terjadinya penipuan dan ketidak adilan terhadap salah satu

3
D.J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi & Sumber Daya Manusia (Jakarta: Penerbit: Grasindo,
2002), hlm. 11
4
Karafir Pieter Yan, Pemupukan Modal Pedagang Kakilima: Penelitian Studi Kasus di Daerah Tanah
Abang Pasar Jakarta. (Jakarta: Pusat Latihan Ilmu-imu Sosial, 1998), hlm. 11

4
pihak. Rasulullah Saw melarang kita untuk transaksi terhadap suatu produk yang
mengandung unsur gharar. Kualitas dari suatu produk harus menjadi perhatian utama
dimana barang yang dijual harus jelas dan baik kualitasnya, agar calon pembeli dapat
menilai dengan mudah terhadap produk tersebut. Dengan demikian, pengertian dari suatu
produk dalam ekonomi syariah haruslah memenuhi standarisasi mutu, berdaya guna,
mudah dipakai, indah dan memiliki daya tarik
b. Harga
Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki
atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual
melalui tawar-menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap
semua pembeli.
Penentuan harga merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan pemasaran. Harga
menjadi sangat penting untuk diperhatikan, mengingat harga sangat menentukan laku
tidaknya produk dan jasa suatu produk. Apabila salah dalam menentukan harga maka akan
berakibat fatal terhadap produk yang ditawarkan nantinya. Harga juga dapat dikatakan
sebagai salah satu alat bauran pemasaran yang digunakan perusahaan/perdagangan untuk
mencapai tujuan pemasarannya. Keputusan harga harus dihubungkan dengan keputusan
rancangan produk, distribusi, dan promosi untuk membentuk program pemasaran yang
efektif.
c. Promosi
Promosi adalah perencanaan, implementasi, dan pengendalian komunikasi dari suatu
organisasi kepada para konsumen dan sasaran lainnya. Fungsi promosi dalam bauran
pemasaran adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen.
Promosi juga dapat dikatakan sebagai suatu tujuan perusahaan/ perdagangan untuk
menghasilkan suatu produk untuk dapat dipasarkan. Bagaimanapun baiknya mutu suatu
barang dan barang tersebut sangat dibutuhkan oleh konsumen, tetapi tidak dikenal oleh
konsumen maka perusahaan/pedagang akan sulit untuk menciptakan permintaan bagi
produknya.
Maka oleh sebab itu perlu dilaksanakan kegiatan promosi, yang mana kegiatan promosi
ini tidak hanya sekedar memperkenalkan produknya kepada konsumen atau masyarkat,
akan tetapi juga dimaksudkan supaya konsumen tersebut dapat mempengaruhi untuk
melakukan pembelian. Tanpa promosi jangan diharapkan pelanggan dapat mengenal
produk atau jasa yang ditawarkan. Oleh karena itu promosi merupakan sarana yang paling
ampuh untuk menarik dan mempertahankan konsumennya. Salah satu tujuan promosi

5
adalah menginformasikan segala jenis produk yang ditawarkan dan berusaha menarik
calon konsumen yang baru.
d. Distributor
Distribusi adalah suatu perangkat organisasi yang sering tergantung dalam
menyediakan suatu produk atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi oleh pengguna
bisnis. Distribusi merupakan kegiatan yang membuat produk dapat dijangkau oleh para
konsumen, dalam artian bagaimana produk yang telah dihasilkan oleh produsen, bisa
sampai ketangan konsumen untuk dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan
distribusi memiliki fungsi untuk memindahkan produk atau jasa dari produsen
kekonsumen. Saluran distribusi yang baik akan mendukung kelancaran pemasaran suatu
produk.
Promosi yang dilakukan Rasulullah SAW lebih menekankan pada hubungan dengan
pelanggan, meliputi berpenampilan menawan, membangun relasi, mengutamakan
keberkahan, memahami pelanggan, mendapatkan kepercayaan, memberikan pelayanan
hebat, berkomunikasi, menjalin hubungan yang bersifat pribadi, tanggap terhadap
permasalahan, menciptakan perasaan satu komunitas berintegrasi, menciptakan
keterlibatan dan menawarkan pilihan.5
C. CashFlow bisnis kaki lima (PKL)
Dalam sebuah pengolahan data pembuatan laporan keuangan sangatlah penting
karena laporan tersebut akan memberikan informasi yang berguna bagi PKL untuk
mengembangkan usahanya. Berikut ini merupakan prosedur pembuatan laporan keuangan
yang dilakukan PKL:
1. .PKL mengumpulkan data pemasukan dan pengeluaran,
2. PKL merekap data pemasukan dan pengeluaran selama satu hari, kemudian
mencatatnya,
3. .Setelah itu, PKL menghitung jumlah pemasukan dan pengeluarannya,
4. Setelah didapat jumlah pemasukan dan pengeluaran, PKL menghitung
keuntungan/kerugian dengan cara mengurangi jumlah jumlah pendapatan dengan
jumlah pengeluaran,
5. Proses selesai.

5
Darmawati, Perilaku Jual Beli di Kalangan Pedagang Kaki Lima dalam Perspektif Etika Bisnis Islam
(Studi Kasus Pedagang Buah-buahan di Kota Samarinda) (Jurnal Fenomena Vol. IV No. 2, 2012), hlm. 127-130

6
D. Kelebihan dan Kekurangan bisnis kaki lima (PKL)
Kelebihan :
1. Fleksibel di modl
2. Bebas biaya sewa ruko
3. Bebeas pilih lokasi
4. Bisa jualan kapan saja
Kekurangan :
1. Waktu dagang yang relatif singkat
2. Bergantung dengan cuaca
3. Bongkar pasang tempat
4. Tidak terdapat kepastian

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PKL merupakan salah satu bentuk usaha yang mempunyai jiwa kewirausahaan yang
tinggi dan mampu bersaing di tengah persaingan perekonomian kota. Keberadaan PKL
cenderung dilatar belakangi persoalan minimnya lapangan pekerjaan yang di sediakan
oleh pemerintah, upaya bertahan hidup, minimnya modal usaha disektor formal, aturan
dan birokrasi yang rumit, pekerjaan sementara dan faktor keturunan serta profesi,
menjadikan usaha PKL sebagai salah satu alternative yang dapat di lakukan oleh
masyarakat.
PKL atau dalam bahasa inggris disebut juga street trader selalu dimasukkan dalam
sektor informal. PKL adalah orang yang berdagang menggunakan gerobak atau menggelar
dagangannya di pinggir-pinggir jalan atau trotoar jalan kota di sekitar pusat
perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat
pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau
setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak melibatkan pihak lain secara terikat. Istilah
pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda, tepatnya pada saat
Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa.
Perkembangan pedagang kaki lima dalam lintas sejarah perekonomian umat manusia
mengalami kemajuan dan kemoderenan. Ketidakpuasaan dengan kebijakan pemerintah
terkait pengalokasian para pelaku PKL, melahirkan pedagang yang turun ke masyarakat
secara langsung, yang disebut dengan pasar kaget (padagang pasar kaget). Bahkan tidak
jarang munculnya pasar tradisional dan modern bermula disebabkan adanya pedagang
kaki lima yang turun ke lapangan seolah menjadi pasar kaget.

8
DAFTAR PUSTAKA
Asiyah, Udji, Pedagang Kaki Lima Membandel di Jawa Timur (Jurnal Masyarakat dan
Kebudayaan Politik Tahun 2012, Volume 25)
D.J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi & Sumber Daya Manusia (Jakarta: Penerbit:
Grasindo, 2002)
Darmawati, Perilaku Jual Beli di Kalangan Pedagang Kaki Lima dalam Perspektif Etika
Bisnis Islam (Studi Kasus Pedagang Buah-buahan di Kota Samarinda) (Jurnal
Fenomena Vol. IV No. 2, 2012)
Mustafa, Ali Achan, Model Transformasi Sosial Sektor Informal, Sejarah, Teori, dan Praksis
Pedagang kaki lima, (Malang: Trans Publishing, 1996)
Yan, Karafir Pieter, Pemupukan Modal Pedagang Kakilima: Penelitian Studi Kasus di Daerah
Tanah Abang Pasar Jakarta. (Jakarta: Pusat Latihan Ilmu-imu Sosial, 1998)

Anda mungkin juga menyukai