Anda di halaman 1dari 14

Campuran benzene-toluene telah kita eksploitasi sebagai contoh untuk konsep-konsep

yang telah kita pelajari pada beberapa video sebelumnya. Jika kita gunakan lagi
campuran ini sebagai umpan untuk kolom distilasi, tentu mudah sekali menentukan
senyawa apa yang menjadi produk atas dan produk bawah. Karena titik didih benzene
lebih rendah dari toluene maka benzene yang akan menjadi produk atas/distilat dan
toluene yang menjadi produk bawah. Tapi bagaimana jika umpan terdiri dari 3 komponen
atau lebih? Bagaimana menentukan komponen apa saja yang menjadi produk atas dan
bawah?
Pada modul ini kita akan mempelajari prosedur penyelesaian neraca massa kolom
distilasi untuk menentukan komposisi produk atas dan bawah. Kita juga akan
mempelajari bagaimana menentukan kondisi operasi kolom yaitu tekanan dan
temperatur bagian atas dan bawah kolom.

1
Salah satu contoh aplikasi distilasi bertingkat adalah pemurnian butana atau yang juga
disebut sebagai proses debutanizer. Tujuan dari proses debutanizer adalah mengambil
(recovery) gas-gas hidrokarbon ringan C1-C4 dari komponen umpan minyak mentah.
Diketahui umpan untuk kolom debutanizer terdiri dari 10 komponen mulai dari C2
hingga C9 dengan komposisi umpan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi umpan
Component Mol/hr
C2 0.2361
C3 53.4087
iC4 24.8611
C4 39.5526
iC5 18.8501
C5 17.1249
C6 19.7036
C7 6.8827
C8 0.5596
C9 0.4177

Masalah yang akan kita selesaikan dari contoh proses debutanizer ini adalah:
1. Komponen apa saja yang akan terbawa menjadi produk atas dan bawah, dan
bagaimana komposisinya?
2. Fluida pendingin apa yang sebaiknya digunakan? Dan bagaimana efek dari
penggunaan fluida pendingin tersebut pada kondisi operasi kolom distilasi?
3. Berapa tekanan dan temperatur operasi kolom debutanizer dengan umpan dan
spesifikasi produk yang telah ditentukan?
Berikut adalah prosedur penyelesaian untuk ketiga masalah tersebut.

Step 1. Tentukan light key (LK) dan heavy key (HK) component
Untuk menentukan susunan produk atas dan bawah pertama urutkan komponen
penyusun umpan dari titik didih yang paling rendah hingga yang paling tinggi seperti
terlihat pada gambar di bawah. Kemudian bagi komponen-komponen umpan menjadi
produk atas dan bawah berdasarkan spesifikasi produk yang diinginkan. Karena tujuan
dari proses pemisahan ini adalah untuk memurnikan butana maka kita dapat membagi
daftar komponen ini menjadi dua dengan garis pembatas di bawah komponen n-C4.
Berarti semua komponen yang ada di atas garis akan menjadi produk atas dan yang di
bawah garis menjadi produk bawah.

2
Komponen yang tepat di atas garis dinamakan sebagai light key component atau biasa
disingkat dengan LK, dan komponen yang tepat di bawah garis dinamakan sebagai
heavy key component atau HK. Seperti namanya, penetapan light key component
dimaksudkan untuk memastikan setiap komponen yang lebih rendah titik didihnya
dari LK akan terbawa semua ke produk atas. Artinya jika nC4 ini dapat terbawa ke
produk distilat maka iC4 sampai C2 otomatis akan berada di produk atas juga. Begitu
juga dengan HK, komponen HK dipilih untuk memastikan setiap komponen yang lebih
tinggi titik didihnya dari HK akan terbawa semua ke produk bawah. Artinya jika iC5 ini
dapat terbawa ke bawah maka nC5 sampai C9 ini semuanya akan berada di produk
bawah juga.

Jika masih dengan umpan yang sama kolom distilasi ini diubah fungsinya sebagai kolom
depropanizer dimana senyawa yang akan dimurnikan adalah C3, maka garis pembagi
komponen ini akan berpindah tepat di bawah C3. Sehingga komponen LK berubah
menjadi C3 dan komponen HK menjadi iC4.

3
Step 2. Tentukan spesifikasi (fraksi mol) LK di produk bawah dan HK di produk atas
Balik lagi ke contoh kolom debutanizer. Tadi kita sudah membagi dua komponen
penyusun umpan dengan garis pembagi diantara nC4 dan iC5. Karena efek gaya tarik
antar molekul, komponen iC5 tidak bisa 100% terambil dan terbawa ke produk bawah.
Pasti ada sebagian kecil dari iC5 atau HK ini yang terikut ke produk atas. Sama halnya
dengan nC4. Komponen ini tidak bisa 100% terambil dan terbawa ke produk atas. Pasti
ada sebagian kecil dari nC4 ini yang terikut ke produk bawah. Dalam perancangan
proses dan unit distilasi kita harus menentukan berapa jumlah maksimal HK yang boleh
terbawa ke produk distilate dan berapa jumlah maksimal LK yang boleh terbawa ke
produk bawah.
Misalkan sebagai contoh, fraksi mol maksimum iC5 di produk atas adalah 0.5%
sementara fraksi mol maksimum nC4 di produk bawah adalah 0.1%.
Step 3. Neraca massa
Setelah menetapkan spesifikasi produk atas dan bawah, kita dapat melanjutkan ke
neraca massa kolom distilasi. Seperti yang telah kita pelajari pada modul sebelumnya
ada tiga aliran masuk ke kolom distilasi yaitu Feed (F), Reflux (R) dan Boilup (Bu) dan ada
dua aliran keluar yaitu overhead vapor (V) dan bottoms liquid (L). Sehingga neraca massa
kolom distilasi dapat ditulis sebagai berikut.

F + R + Bu = V + L
V, atau overhead vapor akan dikondensasikan total menjadi liquid dan terbagi dua
menjadi reflux R dan produk distilat D, sehingga

V=R+D
Sementara L, atau bottoms liquid akan diuapkan sebagian menjadi boil up, Bu, dan
sisanya diambil sebagai produk bottom B, sehingga

L = Bu + B
Dengan demikian neraca massa kolom distilasi dapat disederhanakan sebagai berikut.

F + R + Bu = R + D + Bu + B

4
R dan Bu dapat dihilangkan dari persamaan sehingga bentuk persamaan akhir neraca
massa kolom distilasi yaitu

F=D+B

Dari informasi spesifikasi feed dan spesifikasi produk distillat dan bottom, maka
komposisi produk distillate dan bottom dapat kita hitung dengan langkah-langkah
berikut.
Karena nC4 adalah LK, maka semua komponen yang lebih ringan dari nC4
diasumsikan terbawa semua ke produk atas. Berarti komponen penyusun produk
distilate terdiri dari C2-nC4 dan sedikit iC5. Jumlah mol C2-iC4 dapat diketahui dengan
mengalikan fraksi mol masing-masing di feed dengan laju alir mol feed. Sementara
jumlah mol nC4 belum diketahui karena ada sebagian kecil dari nC4 yang terbawa ke
produk bawah. Jumlah mol iC5 yang terbawa ke produk atas juga belum diketahui. Kita
simbolkan mol nC4 di produk atas sebagai a dan mol iC5 di produk atas sebagai b.
Berarti mol total produk distilate, D, yaitu total mol C2 hingga iC4 tambah a tambah b.
Kita beri simbol mol total C2 hingga iC4 sebagai D'.
Dengan cara yang sama kita dapat menurunkan persamaan jumlah mol untuk produk
bottom. Komponen yang sudah pasti dapat diasumsikan terbawa semua ke produk
bottom adalah komponen yang lebih berat dari iC5 yaitu dari nC5 hingga C9 yang mol
masing-masing dapat diketahui dengan mengalikan fraksi molnya di feed dengan laju alir
mol feed. Jumlah mol nC4 di produk bawah pasti adalah hasil pengurangan jumlah mol
nC4 di feed terhadap jumlah mol nC4 di produk atas yaitu 39.552-a, begitu juga dengan
iC5, jumlah molnya di produk bawah dapat diekspresikan seperti ini yaitu 18.8501-b.
Dengan demikian total produk bawah, B, yaitu total mol nC5-C9 ditambah (39.5526 - a)
ditambah (18.8501 - b). Kita beri simbol mol total nC5 hingga C9 sebagai B'.
Tabel 2. Penurunan persamaan neraca massa untuk nC4 dan iC5

Feed Distillate Prod. Bottom Prod. (B)


Component Mole Frac Mol/hr Mol/hr Mole Frac Mol/hr Mole Frac
Ethane 0.0013 0.2361 0.2361 0.0020 - -
Propane 0.2941 53.4087 53.4087 0.4504 - -
i-Butane 0.1369 24.8611 24.8611 0.2096 - -
Butane 0.2178 39.5526 a ? 39.5526 - a 0.0010
i-Pentane 0.1038 18.8501 b 0.0050 18.8501 - b ?
Pentane 0.0943 17.1249 - - 17.1249 0.2718
Hexane 0.1085 19.7036 - - 19.7036 0.3127
Heptane 0.0379 6.8827 - - 6.8827 0.1092
Octane 0.0031 0.5596 - - 0.5596 0.0089
Nonane 0.0023 0.4177 - - 0.4177 0.0066

5
Dari spesifikasi produk diketahui fraksi mol iC5 di produk atas adalah 0.5% atau 0.005,
dimana nilai 0.005 ini diperoleh melalui persamaan berikut.

mol iC5 di produk distilat


0.005 =
mol produk distilat
Yang bisa kita ekspresikan juga seperti ini

b
0.005 =
D'  a  b
persamaan ini jika disederhanakan lebih lanjut akan menjadi seperti ini bentuk akhirnya

b = 0.005(D' + a)

Kemudian untuk nC4 diketahui fraksi molnya di produk bawah adalah 0.1% atau 0.001,
dimana nilai 0.001 ini diperoleh melalui persamaan berikut.

mol nC4 di produk bawah


0.001 =
mol produk bawah
atau dapat kita tulis dalam bentuk persamaan ini,

(39.552 - a)
0.001 =
B'  (39.552 - a)  (18.8501 - b)
yang jika disederhanakan akan menjadi seperti ini bentuk akhirnya

(39.552 - a)
0.001 =
B'  (39.552 - a)  (18.8501 - 0.005(D'  a))

Dengan memasukkan nilai D' dan B', nilai a atau mol nC4 di produk atas dapat dihitung
yaitu sebesar 39.4895 mol/h, berarti nilai b atau mol iC5 di produk atas juga dapat
dihitung yaitu 0.5929 mol/h. Dari sini kemudian kita dapat melengkapi laju alir mol
beserta fraksi molnya untuk komponen-komponen di produk distillate dan bottom.

6
Tabel 3. Komposisi produk distillate dan bottom

Feed Distillate Prod. Bottom Prod. (B)


Component Mole Frac Mol/hr Mol/hr Mole Frac Mol/hr Mole Frac
Ethane 0.0013 0.2361 0.2361 0.0020 - -
Propane 0.2941 53.4087 53.4087 0.4504 - -
i-Butane 0.1369 24.8611 24.8611 0.2096 - -
Butane 0.2178 39.5526 39.4985 0.3330 0.0063 0.001
i-Pentane 0.1038 18.8501 0.5929 0.0050 18.2573 0.2898
Pentane 0.0943 17.1249 - - 17.1249 0.2718
Hexane 0.1085 19.7036 - - 19.7036 0.3127
Heptane 0.0379 6.8827 - - 6.8827 0.1092
Octane 0.0031 0.5596 - - 0.5596 0.0089
Nonane 0.0023 0.4177 - - 0.4177 0.0066

Setelah menyelesaikan neraca massa kita dapat beranjak pada penentuan kondisi
operasi kolom distilasi. Ada 2 temperatur yang harus kita tentukan untuk operasional
kolom distilasi yaitu temperatur kondenser dan temperatur reboiler. Selain itu kita juga
harus menentukan tekanan kondenser dan reboiler. Penentuan temperatur dan tekanan
operasional ini adalah bagian dari perancangan kolom distilasi.

Step 4. Tentukan fluida dingin yang digunakan


Untuk merancang temperatur kondenser, pertama kita harus menentukan fluida
pendingin yang akan digunakan, apakah air atau udara. Fluida pendingin yang
digunakan akan menentukan temperatur terendah yang dapat dicapai pada proses
kondensasi dan pada akhirnya akan menentukan tekanan kondenser dan tekanan
reboiler. Jadi intinya temperatur dan tekanan keseluruhan bagian kolom distilasi akan
sangat ditentukan oleh jenis fluida pendingin yang dipilih. Pemilihan fluida dingin,
apakah air atau udara, didasarkan pada ketersediaan fluida. Jika di sekitar pabrik tidak
ada sumber air yang memadai untuk digunakan sebagai air pendingin maka kondensasi
overhead vapor menggunakan udara menjadi pilihan yang diambil.
Jika air yang digunakan sebagai pendingin maka kenaikan temperatur air adalah 3-5oC.
Misalnya temperatur inlet air pendingin adalah 30oC, maka temperatur air pendingin
setelah meninggalkan kondenser adalah antara 33-35oC. Artinya temperatur kondensat
yang dihasilkan tidak bisa lebih rendah dari 35oC karena temperatur keluaran fluida
panas harus lebih tinggi dari temperatur keluaran fluida dingin. Sementara jika
menggunakan udara sebagai pendingin, kenaikan temperatur udara adalah 7-10oC.
Sehingga jika temperatur udara di sekitar pabrik adalah 35oC, maka temperatur keluaran
udara adalah antara 42-45oC dan temperatur kondensat tidak bisa lebih rendah dari
45oC.

7
Atmosferik atau di atas atmosferik?
Sebelum menghitung kondisi operasi kolom, kita harus menentukan apakah kondisi
operasi dihitung dengan mengacu pada temperatur maksimum keluaran fluida
pendingin atau mengacu pada mengoperasikan kolom pada tekanan atmosferik.
Kolom distilasi sedapat mungkin dioperasikan pada tekanan di sekitar atmosferik.
Namun karena limitasi pada temperatur maksimum keluaran fluida pendingin, tidak
semua proses pemurnian menggunakan kolom distilasi dapat beroperasi pada tekanan
atmosferik.
Contoh proses pemurnian yang disampaikan pada modul ini adalah proses debutanizer
yang mana produk distilat terdiri dari hidrokarbon rantai pendek dari C2-C4. Jika
misalnya overhead vapor (dengan komposisi seperti terhitung pada step neraca massa)
dikondensasikan pada tekanan 1 atm, maka temperatur bubble campuran hidrokarbon
tersebut adalah -29oC (<35oC). Misalnya condenser tetap dioperasikan pada 1 atm
dengan Tinlet CW = 30oC dan Toutlet CW = 35oC, tentu proses kondensasi tidak akan
terjadi; overhead vapor yang meninggalkan condenser akan tetap berfasa uap. Oleh
karena itu untuk contoh ini, penentuan kondisi operasi kolom harus mengacu pada
temperatur maksimum keluaran air pendingin.
Jika pada tekanan atmosfer bubble point temperatur overhead vapor LEBIH RENDAH dari
TEMPERATUR KELUARAN MEDIA PENDINGIN dari condenser, maka tekanan
kondensasinya harus dinaikkan di atas atmosferik sehingga overhead vapor dapat
terkondensasi pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya pada 1 atmosfer overhead
vapor terkondensasi pada -10oC (biasanya hidrokarbon rantai pendek), sementara
temperatur keluaran media pendingin (misalnya udara) adalah 45oC, maka tekanan
kondensasi harus dinaikkan agar overhead vapor tersebut terkondensasi pada
temperatur >45oC. Namun jika pada tekanan 1 atm overhead vapor dapat terkondensasi
pada temperatur (misalnya) 112oC (lebih tinggi dari temperatur keluaran fluida
pendingin), maka proses kondensasi dapat dilangsungkan pada tekanan atmosfer. Atau
dengan kata lain penentuan kondisi operasi kolom dapat mengacu pada
mengoperasikan kolom pada tekanan atmosferik.
Step 5. Temperatur dan tekanan kondenser dan bagian atas kolom
Mari kita lihat efek pemilihan fluida pendingin pada tekanan kondenser. Perhatikan
diagram berikut ini. Jenis condenser yang digunakan pada contoh ini adalah total
condenser dimana fluida panas akan terkondensasi seluruhnya menjadi liquid. Fluida
panas pada condenser ini adalah overhead vapor. Dalam perancangan kolom distilasi
overhead vapor yang meninggalkan kolom diasumsikan berada dalam kondisi
saturated vapor yang artinya overhead vapor ini berada pada temperature dew.
Karena overhead vapor hanya mengalami perubahan fasa maka komposisi vapor ini
sama dengan komposisi kondensat yang dihasilkan dan tentunya sama dengan
komposisi produk distilat yang telah dihitung sebelumnya.

8
Temperatur umpan air pendingin diasumsikan 30oC dan temperatur keluarannya kita
tetapkan 35oC. Dengan demikian temperatur keluaran fluida panas harus di atas 35oC,
misalnya 37oC. Fungsi dari kondenser ini adalah mengubah fasa overhead vapor yang
tadinya saturated vapor di temperatur dew menjadi cairan jenuh, atau cairan yang
berada di bubble point nya. Artinya 37oC yang telah kita tetapkan sebagai temperatur
kondensat ini adalah temperatur bubble kondensat. Dari sini, karena komposisi dan
temperatur bubble aliran kondensat ini telah diketahui maka selanjutnya kita dapat
menghitung tekanan kondensat ini yang juga merupakan tekanan kondenser.
Menghitung tekanan untuk temperatur bubble lebih sederhana tidak perlu trial
menggunakan tool goalseek. Tinggal hitung nilai tekanan uap murni masing-masing
komponen di produk distilate lalu kalikan dengan fraksi molnya untuk mendapatkan
tekanan parsial kemudian jumlahkan tekanan parsial tersebut untuk mendapatkan
tekanan total sistem.

Untuk contoh ini dengan komposisi produk distilate yang telah dihitung sebelumnya dan
temperatur bubble 37oC maka didapat tekanan sebesar 7.9 atm yang mana tekanan ini
disebut sebagai tekanan bubble atau tekanan jenuh. Artinya produk distilate dengan
komposisi yang telah dihitung akan berada temperatur bubblenya di 37oC jika campuran
berada pada tekanan 7.9 atm. Dengan demikian tekanan di kondenser juga harus 7.9

9
atm. Jika misalnya tidak ada pressure drop di kondenser maka tekanan aliran overhead
vapor juga 7.9 atm dan tekanan di bagian teratas kolom juga 7.9 atm. Dan ini adalah
poin yang sangat penting, selama di kondenser tidak ada pressure drop maka tekanan
kondenser sama dengan tekanan kolom di bagian paling atas (top column pressure).

Setelah mengetahui tekanan bagian atas kolom kemudian kita dapat menghitung
temperatur dew overhead vapor. Nilai temperatur dew ini nantinya akan dibutuhkan
untuk menghitung kebutuhan air pendingin di kondenser. Prosedur kalkulasi temperatur
dew adalah kebalikan dari temperatur bubble. Jika pada perhitungan temperatur bubble
komposisi yang kita input adalah nilai x maka untuk temperatur dew komposisi yang
kita input adalah nilai y. Sebelumnya telah saya jelaskan bahwa komposisi overhead
vapor sama dengan komposisi produk distilat, mereka hanya berubah fasa. Maka nilai y,
atau komposisi vapor yang kita input pada simulasi spreadsheet adalah komposisi
produk distilat. Setelah itu yang kita hitung adalah tekanan parsial tiap komponen
dengan formula p = y*Ptotal atau 7.9 atm yang telah dikonversi ke mmHg. Kemudian
hitung nilai P uap murni dengan menggunakan nilai tebakan awal temperatur. Berikutnya,
buat formula nilai x untuk tiap komponen yang dihitung menggunakan hukul Raoult dan
dalton dimana x = y*Pt/Puap murni atau sama dengan tekanan parsial dibagi tekanan
uap murni. Lalu jumlahkan nilai x dan goalseek nilainya agar sama dengan 1 dengan
mengubah nilai temperatur. Dari kalkulasi ini diperoleh nilai temperatur dew overhead
vapor untuk contoh ini pada 7.9 atm adalah sebesar 50.5oC. Berarti ini adalah kondisi
operasi di condenser dimana overhead vapor harus diturunkan temperaturnya dari
50.5oC menjadi 37oC agar seluruh vapor terkondensasi sempurna.

10
Step 6. Temperatur dan tekanan bagian bawah kolom dan reboiler
Kemudian kita dapat beralih ke bagian terbawah kolom dan reboiler. Untuk bagian
bawah kolom, kondisi operasi pertama yang dapat kita hitung justru adalah tekanannya.
Di dalam kolom distilasi terdapat perbedaan tekanan antara bagian atas dan bagian
bawah kolom. Tekanan di bagian bawah kolom harus selalu lebih tinggi dari tekanan
bagian atas kolom agar vapor dapat naik ke bagian atas. Perbedaan tekanan di kolom
ditentukan dengan mengetahui jumlah tray yang ada di dalam kolom. Umumnya
perbedaan tekanan antar tray diasumsikan sebesar 0.1 psi. Maka jika ada 10 tray total
perbedaan tekanan di dalam kolom adalah 1 psi. Dan tekanan bawah dapat dihitung
dengan menjumlahkan tekanan atas dengan total perbedaan tekanan.

Namun di awal perancangan proses distilasi kita belum memiliki informasi jumlah tray
yang ada di kolom. Maka sebagai preliminary design atau prarancangan, kita
asumsikan bahwa perbedaan tekanan total antara bagian atas dan bawah kolom

11
adalah 5 psi atau 0.34 atm. 5 psi ini merupakan asumsi pressure drop yang umum
digunakan pada preliminary design unit operasi. Sehingga kemudian kita dapat
menghitung tekanan bagian bawah kolom yaitu

PBot = 7.9 atm + 0.34 atm = 8.24 atm


Umumnya proses yang terjadi di dalam reboiler tidak menghasilkan penurunan
tekanan. Oleh karena itu tekanan di reboiler sama dengan tekanan bagian bawah kolom
yaitu 8.24 atm. Lalu, karena tekanan di reboiler sudah diketahui dan kita juga telah
menghitung komposisi produk bottom maka kita dapat menghitung temperatur di
reboiler. Bottoms liquid selalu diasumsikan meninggalkan kolom dan mengalir ke
reboiler pada kondisi saturated liquid (berada pada Tbubble). Pada reboiler bottoms liquid
akan diuapkan menjadi boil-up. Dengan demikian reboiler paling tidak harus di set
pada temperatur di atas temperatur bubble bottoms liquid namun di bawah
temperatur dew agar campuran liquid berada di daerah dua fasa.
Kalkulasi temperatur bubble untuk campuran dengan komponen penyusun lebih dari
dua seperti ini sama saja dengan kalkulasi temperatur bubble untuk campuran dengan
dua komponen. Pertama susun komponen penyusun produk bottom lalu pada kolom x
isikan komposisi produk bottom yang telah dihitung sebelumnya. Untuk diketahui,
dengan skema proses seperti ini, komposisi produk bottom sama dengan komposisi
bottoms liquid yang mengalir ke reboiler. Dan temperatur bubble dan dew yang akan
kita hitung adalah untuk aliran bottoms liquid.
Setelah kolom x terisi, isikan nilai tekanan yang untuk contoh ini dalam mmHg dan
tebakan awal temperatur misalnya 100oC. Setelah itu isikan formula tekanan uap murni
dan tekanan parsial untuk tiap komponen. Lalu jumlahkan tekanan parsial. Terakhir goal
seek nilai total tekanan parsial agar sama dengan tekanan reboiler yaitu 6262.4 mmHg
dengan mengubah nilai temperatur. Dari hasil kalkulasi menggunakan goalseek
temperatur bubble untuk bottoms liquid pada 8.24 atm adalah 128.78oC.

12
Temperature dew untuk bottoms liquid pada 8.24 atm dapat dihitung dengan metode
yang sama dengan kalkulasi temperatur dew overhead vapor. Nilai y yang kita input ke
simulasi adalah komposisi bottoms liquid karena kita ingin mengetahui pada temperatur
berapa bottoms liquid dengan komposisi ini akan 100% teruapkan. Kemudian setelah
melakukan rangkaian prosedur yang sama dari kalkulasi nilai tekanan parsial, tekanan
uap murni hingga akhirnya tiba di step goalseek total x, temperatur dew untuk bottoms
liquid pada contoh ini adalah 147.83oC.

13
Proses yang terjadi di reboiler adalah penguapan sebagian dari bottoms liquid menjadi
boil-up. Karena liquid yang memasuki reboiler sudah dalam kondisi jenuh atau siap
menguap, maka penambahan sedikit panas latent dari steam akan dapat langsung
memicu terjadinya penguapan. Sehingga temperatur penguapan di reboiler akan berada
di antara temperatur bubble dan dew liquid yang memasuki reboiler yang dalam contoh
ini adalah antara 128.78 dan 147.83oC. Berapa tepatnya temperatur di reboiler tidak
dapat langsung ditentukan pada tahap ini karena temperatur penguapan bergantung
pada jenis reboiler yang digunakan dan laju alir boil-up yang dibutuhkan. Penjelasan
tentang pemilihan reboiler dan temperatur operasinya akan disampaikan pada topik
berikutnya tentang perancangan kolom distilasi.

1. Penentuan kondisi operasi kolom distilasi untuk pemurnian benzene dari toluene
apakah mengacu pada temperatur maksimum keluaran fluida pendingin atau
mengacu pada mengoperasikan kolom pada tekanan atmosferik?
2. Ulangi prosedur yang telah dijelaskan pada modul ini untuk umpan dan proses
debutanizer yang sama. Namun kali ini komposisi maksimum LK di produk bawah
adalah 0.05% dan komposisi maksimum HK di produk atas adalah 0.1%.
Bandingkan tekanan dan temperatur atas dan bawah kolom distilasi untuk dua jenis
fluida pendingin yaitu cooling water (Tinlet = 30oC, DT = 5oC) dan udara (Tinlet =
32oC, DT = 10oC). DT adalah kenaikan temperatur fluida pendingin.

14

Anda mungkin juga menyukai