Anda di halaman 1dari 1

Sudah dua tahun sejak Ayahku meninggal, sejak itu pula sikap Ibu semakin menjadi-jadi.

Kepergian Ayah membuat aku semakin dibenci oleh Ibuku sendiri. Memang, aku tidak
menyangkal bahwa Ayah meninggal karena menyelamatkan aku. Tapi, apa pantas diriku ini
dibenci karena alasan itu? Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri.

 
Apa diriku yang lahir penyakitan ini adalah kesalahan? Atau Ayah yang mengorbankan
hidupnya demi diriku yang salah? Ataukah, Ibu yang tidak bisa menerima kenyataan yang
merupakan kesalahan? Aku tidak pernah menemukan jawaban dari semua pertanyaanku itu.
Yang aku tahu, aku tidak pernah berharap dilahirkan menjadi anak yang penyakitan. Aku tidak
pernah berharap bahwa Ayah akan mendonorkan jantungnya demi aku. Dan aku tidak pernah
berharap dibenci oleh ibuku sendiri.
Aku tidak mengerti kenapa aku menjadi pelampiasan kemarahan dan kekecewaan Ibu. Aku
muak mendengar perkataan Ibu yang selalu menyalahkan ku.

 
Ia selalu mengatakan bahwa seharusnya aku tidak dilahirkan. Dia menyalahkanku karena
menjadi beban keluarga dan berharap aku mati. Satu kalimat yang sangat membuatku sakit
hati, yaitu ketika Ibu mengatakan “tidak cukupkah kau menguras uang Ayah untuk biaya
pengobatanmu, sampai Jantungnyapun kau ambil agar kau tetap hidup?” Sakit.  Bukan cuman
perkataannya yang menyiksaku, tangannya pun sudah tak terhitung lagi banyaknya mendarat
ke anggota tubuhku.  Terkadang, aku merindukan Ayah.

 
Aku merindukan sosoknya ada disamping aku. Bukan cuman Ibu yang sedih karena
kehilangan ayah, akupun juga merasa begitu. Tapi aku berani bertaruh bahwa akulah yang
sangat merindukan Ayah. Ketika tangan ibu mendarat di kepalaku dengan kasar, aku
merindukan tangan Ayah yang mendarat di kepalaku dengan lembut. Ayah selalu menjadi
malaikat pelindungku.

 
Kepergian Ayah membuat Ibu semakin leluasa melampiaskan kemarahannya.  Satu waktu aku
berharap agar Ibu memukuliku terus menerus. Aku merasa aku akan menyukai tindakannya
itu kali ini. Dengan begitu, aku akan cepat bertemu dengan Ayah. Aku tidak akan lagi
merasakan tangan ibu yang kasar. Aku hanya akan merasakan usapan tangan malaikatku
yang kurindukan. Ayah.

Anda mungkin juga menyukai