Anda di halaman 1dari 4

2.

2 Lokasi Penempatan Fasilitas Parkir

Berdasarkan cara penempatannya dan dalam operasional sehari-hari menurut


Setijowarno dan Frazila (2001) fasilitas parkir terdiri dari:

 Fasilitas Parkir Pada Badan Jalan (on street parking)

Menurut Dirjen Perhubungan Darat (1998) Fasilitas parkir badan jalan adalah fasilitas

parkir yang menggunakan pinggir/tepi badan jalan. Kemudian D. Setijowarno &

R.B.Frazila (2001) menjelaskan bahwa parkir di badan jalan adalah fasilitas parkir pada

badan jalan. Parkir pada badan jalan sangat dipengaruhi oleh sudut parkir, lokasi parkir

dan panjang jalan yang digunakan untuk parkir.

Sumber : pedoman perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir. Direktorat Bina Sistem Lalu
Lintas Angkutan Kota. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1998

Gambar 2.1. Parkir on street

 Fasilitas Parkir Di luar Badan Jalan (off street parking)

fasilitas parkir kendaraan yang tidak berada pada badan jalan atau langsung menempati

pada badan jalan, tetapi berada di luar badan jalan yang dibuat khusus. Menurut

Seijowarno dan Frazila (2001), fasilitas parkir bukan di badan jalan adalah fasilitas parkir

yang berada pada areal tertentu atau di luar badan jalan. Dalam penempatan fasilitas

parkir di luar badan jalan dapat dikelompokkan atas dua bagian, yakni:
a) Fasilitas untuk umum yaitu tempat parkir berupa gedung parkir atau taman parkir

untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan sendiri.

b) Fasilitas parkir penunjang yaitu berupa gedung parkir atau taman parkir yang

disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama (Dirjen Perhubungan

Darat, 1998).

2.6 Sistem Perparkiran


2.6.1 Parkir Konvensional

Parkir konvensional adalah sistem parkir dengan menggunakan karcis parkir sebagai

bukti parkir kendaraan dan pembayaran biaya parkir kendaraan dilakukan secara tunai. Sistem

parkir tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari sistem ini adalah kemudahan

pengguna parkir dalam mekanisme pembayaran secara langsung pada petugas parkir. Namun,

kelemahan dari sistem ini adalah kurangnya tingkat keamanan dan dapat menimbulkan praktik

korupsi pada petugas parkir.

2.6.2 Parkir Berlangganan

Parkir merupakan keadaan tidak bergerak dari sebuah kendaraan yang bersifat

sementara dan terletak ditempat parkir. Sedangkan tempat parkir adalah suatu tempat parkir

tertentu yang ditetapkan oleh peraturan bupati sebagai tempat parkir kendaraan bermotor.

Retribusi parkir berlangganan adalah pembayaran retribusi parkir yang harus dibayar di muka

oleh setiap pemilik kendaraan bermotor dalam jangka waktu satu tahun dan bersamaan dengan

pembayaran pajak kendaraan bermotor yang terdiri dari retribusi parkir di tepi jalan umum,

tempat insidentil serta tempat khusus parkir. Perbedaan yang mendasar dengan parkir

konvensional yaitu terletak pada prosedur pembayarannya. Parkir konvensional didefinisikan

sebagai prosedur operasional perparkiran dimana pengguna jasa parkir membayar langsung

tarif parkir yang berlaku di lokasi parkir.


2.6.3 E-Parking

E-Parking adalah sistem parkir dengan menggunakan elektronik. E-Parking menjadi

solusi bagi penerapan manajemen parkir yang menyeluruh dan terintegrasi. Adapun kelebihan

dan kekurangan sistem E-parking. Kelebihan dari sistem ini adalah dapat mempercepat

pelayanan kepada pengguna parkir, dapat menghasilkan data yang akurat untuk dilaporkan

kepada pengelola parkir, dan efisiensi waktu dan sumber daya manusia. Selain itu, setiap

transaksi atau pembayaran biaya parkir dapat terekam secara detail. Pembayaran dilakukan

dengan kartu pembayaran elektronik. Dimana tarif parkir secara progresif, misal dengan parkir

selama 1 jam dengan tarif Rp 2.000,- , 4 jam dengan tarif Rp 5.000,- dan seterusnya. Namun,

kekurangan dari sistem ini adalah penggunaan elektronik yang dapat rusak jika tidak ada

pemeliharaan secara rutin.

2.6 Wisata
2.6.1 Definisi Wisata

Wisata bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok dengan tujuan rekreasi dan hiburan serta memiliki persiapan tentang

kegiatan perjalanan tersebut dengan jangka waktu tertentu. Secara etimologi, pariwisata

berasal dari bahasa sansekerta, “pari” yang berarti banyak atau berkeliling dan “wisata” berarti

perjalanan dan bepergian.

Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, definisi wisata yaitu berbagai

macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan

masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Fandeli (2001)

mendefinisikan arti wisata adalah perjalanan atau sebagaian dari kegiatan tersebut dilakukan

secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Dalam UU No. 10 Tahun 2009 menjelaskan tentang jenis-jenis wisata berdasarkan

tempatnya adalah sebagai berikut: Wisata Alam/Ekowisata, Wisata Maritim/Bahari, Wisata

Cagar Alam/Taman Konservasi, Wisata Belanja, Wisata Edukasi/Pendidikan, Wisata

Agrowisata/Pertanian, Wisata Berburu, Wisata Konvensi/Politik, Wisata Budaya, Wisata Kuliner,

dan Wisata Religi.

2.6.2 Kawasan Wisata

Berdasarkan UU No.9 Tahun 1990 dijelaskan bahwa pengertian kawasan wisata adalah

suatu kawasan yang mempunyai luas tertentu yang dibangun dan disediakan untuk kegiatan

pariwisata. Seorang ahli yaitu Inskeep (1991) menjelaskan bahwa kawasan wisata merupakan

area yang dikembangkan dengan penyediaan fasilitas dan pelayanan lengkap (untuk

rekreasi/relaksasi, pendalaman suatu pengalaman/kesehatan). Sedangkan pengertian kawasan

pariwisata secara umum adalah suatu kawasandengan luas tertentu yang dibangun atau

disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata dan jasa wisata.

Dalam lingkup yang lebih luas kawasan pariwisata dikenal sebagai Resort City yaitu

perkampungan kota yang mempunyai tumpuan kehidupan pada penyediaan sarana dan

prasarana wisata seperti penginapan, restoran, olah raga, hiburan dan penyediaan jasa

tamasya lainnya.

Anda mungkin juga menyukai