Anda di halaman 1dari 99

PUSKESMAS MELATI

Jl………………………………………………..

NOTULENSI PERTEMUAN

…………..Tgl, ……………….2022

Koordinator PPI atau Yang membuat Notulen Pertemuan


---------------------------

Lampiran :

1. Draft Hasil Monev Program PPI sesuai periode evaluasi.


2. Foto kegiatan.

Catatan:

• Penulisan Notulen kegiatan tetap mengacu pada Tatanaskah atau peraturan internal PKM
• Idealnya memuat items atau informasi seperti contoh diatas.
UNTUK PEMBUKTIAN PELAKSANAAN KEGIATAN
CONTOH:

• Surat penugasan pelatihan oleh Kapus


• Sertifikat pelatihan dari penyelenggara yang berwewenang

Jenis Kegiatan: Sosialisasi PPI kepada Petugas Puskesmas

Jenis Kegiatan: Pelatihan


Dasar PPI Antara lain:

• Foto kegiatan

Antara lain:
• Undangan sosialisasi
• Daftar Hadir
• Notulen Sosialisasi
• Foto kegiatan

Dan seterusnya ………………………………..


PUSKESMAS MELATI
Jl. ……………………….

FORM SURVEILANS BULANAN


Tindakan pelayanan Kejadian Infeksi (HAIs) Ant
Jumlah Pemasangan
Tanggal Pemasangan Tindakan
Pasien Urine kateter Operasi Minor Plebitis ISK IDO
Infus
1 September 2020 10 5 3 5 2 1 1 Am

2 September 2020 5 2 3 5 1 2 3

………..dst

31 September 2020

Jumlah 15 7 6 10 3 3 3

Catatan: Form bulanan dibuat berdasarkan rekapan dari form harian, bedanya pada form bulanan isinya adalah
rekapan sedangkan harian masih terdapat nama pasien.

………………Tgl, ………………….2022
Koordinator PPI atau Penanggungjawab Kegiatan

----------------------------------

PUSKESMAS MELATI
Jl. ……………………….

FORM SURVEILANS HARIAN


Tanggal Ant
Tindakan pelayanan Kejadian Infeksi (HAIs)
Nama
Pasien Pemasangan Pemasangan Tindakan Plebitis ISK IDO
Infus Urine kateter Operasi minor
1 September 2020 Ny. X √ √ √ √ Amx

2 September 2020 Ny. B √ √ Cotr

………ds

31 September 2020

Jumlah

--------Tgl, ---------------------2022
Koordinator PPI/Penanggup jawab Kegiatan

---------------------------

KOP Puskesmas

PUSKESMAS MELATI

Indikator Kinerja PPI Tahun …….


1) INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
Judul Indikator INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Dasar Pemikiran 1. National healthcare safety network melaporkan angka kejadian CAUTI
sekitar 3,1 – 7,5 infeksi per 10000 kateter- hari, untuk Indonesia angka
kejaidan CAUTI secara pasti belum jelas.
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien.
3. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4. Peraturan Daerah atau peraturan lain yang relevan

Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efisien

Tujuan 1. Untuk mengukur adanya kejadian ISK di Puskesmas …………………….?


2. menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat kesehatan untuk
mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan
urine kateter menetap (Indwelling catheter) > 2 hari kalender
2. Ditemukan setidaknya satu dari tanda atau gejala klinis sebagai berikut:
• Demam (> 38,0 ° C)
• Nyeri tekan suprapubik
• Nyeri atau nyeri pada sudut kosto-vertebralis
• Urgensi kemih
• Frekuensi kencing
• Disuria
3. Terdapat hasil test diagnostik
• Test carik celup (dipstick) positif untuk lekosit esterase dan atau
nitrit
• Piuria (terdapat lebih dari 10 lekosit per ml atau terdapat 3 lekosit
per lapangan pandangan besar (mikroskop kekutan tinggi/1000
kali dari urine tanpa dilakukan sentrifugasi
• Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urine yang tidak
disentrifugasi.
• Paling sedikit 2 kultur urine ulangan didapatkan uropatogen yang
sama < 10. 5 koloni/ml kuman patogen tunggal.
• Dokter mendiagnosis sebagai ISK dan memberikan terapi yang
sesuai untuk ISK.
Jenis Indikator Output

Satuan Pengukuran Per mill (‰)

Numerator (pembilang) Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Denumenator Jumlah lama hari pemakaian kateter urine menetap


(penyebut)
Judul Indikator INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Target Pencapaian < 7,5 permil

Kriteria:
Kriteria Inklusi:
• Semua pasien yang dipasang kateter di FKTP terkait lebih dari 2 hari
kaleder.

Kriteria Eksklusi:
• Pasien yang dipasang kateter urine di FKTP lain
• Pasien yang dipasang kateter urine menetap di FKTP terkait kurang dari 2
hari kalender.

Formula Jumlah Pasien ISK


X 1000
Jumlah lama hari pemakaian
kateter urine menetap

Desain Pengumpulan Data Prospectif dan Retrospectif

Sumber Data Data primer dan sekunder


Instrument pengambilan Observasi langsung atau data bersumber dari rekam medis.
data
Besar Sampel Semua pasien yang terpasang kateter urine menetap selama 2 hari
kalender.
Frekuensi Pengumpulan Harian
Data
Periode Pelaporan Data Bulanan, Triwulanan
Periode Analisis Data Bulanan, Triwulanan

Penyajian Data  Tabel


 Grafik
 Run chart
Penanggung Jawab Ketua TIM PPI/ Koordinator PPI

PLEBITIS
Judul Indikator PLEBITIS

Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien


2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3. Peraturan Daerah atau aturan lain yang relevan…..
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif, efisien

Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian Plebitis akibat


penggunaan kateter perifer line (infus) di Puskesmas ……….
2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat infus untuk
mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan adanya infeksi pada daerah
lokal tusukan infus ditemukan tanda tanda merah seperti terbakar,
bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai eksudat purulen atau
mengeluarkan cairan disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik
yang sering disebabkan oleh komplikasi terapi intravena.
Jenis Indikator Output

Satuan Pengukuran Per mill (‰)

Numerator (pembilang) Jumlah kasus pasien plebitis

Denumenator Jumlah hari terpasang kateter intravena perifer menetap


(penyebut)
Target Pencapaian < 5 permill
Kriteria: Kriteria Inklusi:
• Semua pasien yang terpasang intravena perifer menetap
Kriteria Eksklusi:
• Tidak ada
Formula Jumlah kasus pasien Plebitis
X 1000 Jumlah
hari terpasang kateter intravena perifer menetap
Desain Pengumpulan Prospectif
Data
Sumber Data Data Primer

Instrument pengambilan
Lembar Observasi
data
Besar Sampel Seluruh pasien yang terpasang kateter intravena perifer menetap.

Frekuensi Pengumpulan Bulanan, Triwulanan


Data
Periode Pelaporan Data Bulanan, Triwulanan

Periode Analisis Data Bulanan, Triwulanan


Penyajian Data  Tabel  Grafik  Run chart
Penanggung Jawab Ketua TIM PPI/ Koordinator PPI
10)

INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)


Judul Indikator Infeksi Daerah Operasi (IDO)

Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien


2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3. Peraturan Daerah atau aturan lain yang relevan…..
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efisien
Tujuan 1. Untuk melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian Infeksi Daerah
Operasi (IDO) superficial - Superficial incision di Puskesmas………………?
2. Untuk Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat kesehatan
untuk mengurangi risiko IDO
Definisi Operasional Infeksi Daerah Operasi (IDO) / Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi
yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi tersebut
hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut:
• Gejala Infeksi: kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi laesa
terganggu.
• Cairan purulen.
• Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Persen ( %)
Numerator (pembilang) Jumlah kasus IDO
Denumenator Jumlah pasien yang dilakukan operasi Superficial Incision
(penyebut)
Target Pencapaian < 2 persen

Kriteria: Kriteria Inklusi:


• Semua pasien yang dilakukan operasi Superficial Incision
• Pasien teridentifikasi IDO pasca operasi Superficial Incision di FKTP terkait
Kriteria Eksklusi:
• Pasien dilakukan tindakan operasi superficial incisional di fasilitas
kesehatan lain
Jumlah kasus IDO X 100
Formula
Jumlah pasien dilakukan operasi
Superficial incisional
Desain Pengumpulan Prospectif dan Retrospectif
Data
Sumber Data Data primer dan sekunder
Instrument pengambilan Lembar observasi
data
Besar Sampel Total populasi
Frekuensi Pengumpulan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Pelaporan Data Bulanan, Triwulanan
Periode Analisis Data Bulanan, Triwulanan

Penyajian Data  Tabel ,  Grafik ,  Run chart


Penanggung Jawab Ketua TIM PPI/ Koordinator PPI
ABSES GIGI

Judul Indikator Abses gigi


Dasar Pemikiran 1. Hasil Riskesdas menyatakan proporsi terbesar masalah gigi adalah gigi
rusak/ berlubang/ sakit (45,3%), masalah kesehatan mulut yang
mayoritas dialami penduduk Indonesia adalah gusi bengkak (abses) (14
%).
2. KMK 62 tahun 2015
3. Permenkes 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
4. Peraturan Daerah atau aturan lain yang relevan…..
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efisien

Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian infeksi pasca tindakan
pelayanan gigi yang terjadi abses, di Puskesmas ………………….?
2. Menjamin keselamatan pasien yang dilakukan pelayanan gigi.
Definisi Operasional Terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi, disebabkan
oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi maupun di
gusi ditandai dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan
mengigit, sakit gigi menyebar ke telinga, rahang, dan leher, bau mulut,
kemerahan dan pembengkakan pada wajah. Abses gigi menjadi indikator
surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs (tindakan pelayanan gigi
sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda abses).

Jenis Indikator Output

Satuan Pengukuran %

Numerator Jumlah kasus abses gigi


(pembilang)
Denumenator Jumlah pasien dilakukan tindakan Superficial incisional pada area gigi dan
(penyebut) jaringan periodontal,

Target Pencapaian < 2 persen

Kriteria: Kriteria Inklusi:


• Semua pasien yang dilakukan tindakan pada area gigi dan jaringan
periodontal akibat tindakan Superficial incisional • Semua pasien yang
teridentifikasi abses gigi Kriteria Eksklusi:
• Pasien sudah terjadi abes gigi sebelum tindakan gigi dilakukan
• Pasien yang dilakukan tindakan pada area gigi dan jaringan periodontal
di FKTP lain

Jumlah kasus abses Gigi


Formula X 100 %

Jumlah pasien dilakukan tindakan Superficial incisional


pada area gigi dan jaringan periodontal
Desain Pengumpulan Prospectif dan Retrospectif
Data
Sumber Data Data Primer dan Sekunder

Judul Indikator Abses gigi


Instrument Lembar observasi langsung
pengambilan data
Besar Sampel Total Populasi

Frekuensi Bulanan, Triwulanan


Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Data Bulanan, Triwulanan

Periode Analisis Data


Bulanan, Triwulanan

Penyajian Data  Tabel


 Grafik
 Run chart
Penanggung Jawab Ketua TIM PPI/ Koordinator PPI
5) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Judul Indikator Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien


2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang pencegahan dan pengendalian
Infeksi
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efisien

Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian infeksi pasca tindakan
pelayanan imunisasi, di Puskesmas ……?
2. Menjamin keselamatan pasien untuk mengurangi risiko terjadinya KIPI.
Definisi Operasional
Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan secara
penyuntikan, dimana ditemukan tanda tanda infeksi antara lain:

Gejala KIPI Ringan


• Nyeri
• Kemerahan dan bengkak di daerah tubuh yang mengalami injeksi
pasca imunisasi
• Gatal
• Demam
• Sakit kepala
• Lemas
Gejala KIPI Berat
• Alergi berat
• Jumlah trombosit menurun
• Kejang
• Hipotonia atau sindrom bayi lemas. Bayi yang mengalami akan
terlihat lemas dan tak berdaya.

Jenis Indikator Output

Satuan Pengukuran Persen ( %)

Numerator (pembilang) Jumlah kasus KIPI

Denumenator Jumlah pasien dilakukan tindakan imunisasi


(penyebut)
Target Pencapaian < 2 persen

Kriteria:
Kriteria Inklusi:
• Semua pasien teridentifikasi KIPI yang telah mendapat imunisasi
di FKTP tersebut Kriteria Eksklusi:
• Pasien yang diberikan imunisasi di FKTP lain
Jumlah kasus KIPI
Formula X 100
Jumlah pasien yang dilakukan
tindakan imunisasi

Judul Indikator Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


Desain Pengumpulan
Retrospectif
Data
Sumber Data
Data sekunder

Instrument pengambilan Formulir Pelaporan KIPI


data

Besar Sampel Semua pasien yang dilakukan imunisasi


Frekuensi Pengumpulan
Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Pelaporan Data
Bulanan, Triwulanan

Periode Analisis Data Bulanan, Triwulanan

Penyajian Data  Tabel


 Grafik
 Run chart
Penanggung Jawab Ketua TIM PPI/ Koordinator PPI

Ditetapkan di ----------------Tgl, -------------------2022


Kepala Puskesmas

____________________

Catatan :
• Pola penulisan mengacu pada tatanaskah yang sudah dikeluarkan oleh Puskesmas.
• Isi indikator mengacu pada Pedoman Teknius Penerapan PPI di FKTP tahun 2022
• Kegiatan yang dimonitor mengacu pada rencana kerja P
• Pelaksanaan monitoring mengikuti
kebijakan puskesmas (Bulanan,
Triwulanan, dst
• Puskesmas dapat mengembangkan
ceklist monitoring untuk setiap
kegiatan.

PUSKESMAS MELATI
Jl………………………………………………..
NOTULENSI PERTEMUAN

…………..Tgl, ……………….2022

Koordinator PPI atau Yang membuat Notulen Pertemuan

---------------------------
Lampiran :

1. Draft KAK PPI hasil diskusi


2. Foto kegiatan.

Catatan:

• Penulisan Notulen kegiatan tetap mengacu pada Tatanaskah atau peraturan internal PKM
• Idealnya memuat items atau informasi seperti contoh diatas.
KERANGKA ACUAN
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
PUSKESMAS ……………………
TAHUN ……………….
A. Pendahuluan
Permenkes nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, ditujukan untuk seluruh fasilitas kesehatan baik FKTP
maupun untuk rumah sakit, tanpa kecuali milik pemerintah maupun swasta.

Pada Pasal 3 ayat (4) Permenkes 27 tahun 2017 tersebut, menyebutkan bahwa Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi mencakup infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs) dan infeksi
yang bersumber dari masyarakat. Penjelasan tentang PPI terkait HAIs cukup detail, dengan
asumsi penerapan PPI berlaku sama baik untuk FKTP maupun rumah sakit. Sementara itu,
PPI yang bersumber dari masyarakat belum diatur secara jelas baik bentuk program maupun
kegiatannya.

Meskipun penerapan PPI di fasiltas pelayanan kesehatan berlaku sama, namun karena
adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia, kompetensi dan kewenangan,
ketersediaan alat kesehatan, sarana, prasarana, pembiayaan, lingkungan, sasaran maupun
pelaksanaan kegiatan maka penatalaksanaannya perlu penyesuaian. Kemkes kemudian
mengeluarkan Pedoman Teknis Penerapan PPI di FKTP tahun 2020, agar dapat menjadi
acuan bagi FKTP, khususnya Puskesmas dalam menyusun perencanaan dan pelayanan PPI.

Atas berbagai pertimbangan tersebut maka Puskesmas ……………..telah menyusun Kerangka


Acuan PPI ini sebagai dasar dalam memberikan pelayanan baik dalam fasilitas kesehatan
maupun pelayanan yang diluar faskes agar sesuai dengan standar PPI dimaksud.

B. Analisis Masalah PPI di Puskesmas ………………


• Pada paragraph ini puskesmas bisa mulai membahas sedikit tentang 10 besar kasus
penyakit terbanyak di puskesmasnya
• Selanjutnya memberikan gambaran tentang kejadian infeksi yang terjadi akibat
pelayanan yang diberikan oleh puskesmas selama ini (sangat bagus jika didukung data
hasil surveilans PPI-nya).
• Dst…..

C. Tujuan
Tersusunya kerangka acuan PPI sebagai acuan bagi seluruh petugas baik dalam menyusun
kegiatan, memberikan pelayanan, melakukan monitoring dan evaluasi agar pelayanan yang
diberikan memenuhi standar mutu dan prinsif pelayanan sesuai dengan standar PPI.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Kerangka Acuan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini mencakup
penerapannya di dalam fasilitas kesehatan maupun pelayanan diluar fasilitas pelayanan
kesehatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring Program PPI terhadap
penerapan, sbb:

1. Kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi).


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

2. Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan bundles.


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

3. Penerapan PPI pada pelayanan di dalam dan di luar gedung baik yang bersifat UKP
maupun UKM.
……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

4. Pendidikan dan pelatihan.


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

5. Penggunaan antimikroba yang bijak.


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

6. Surveilans PPI.
……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

7. Penyakit Infeksi Emerging dan penanggulangan KLB.


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

E. Penyusunan Rencana Kegiatan PPI.


Dalam paragraph ini, silahkan puskesmas menulis dan menggambarkan proses perencanaan
PPI Puskesmas.

Idealnya Puskesmas mempunyai rencana kerja 5 tahun (Renstra PPI) dan rencana tahunan
PPI, yang mencakup:
• Pengumpulan data, melakukan analisis masalah risiko dan PPI, menyusun skala
prioritas dan menuangkan dalam rencana kerja (lihat Pedomanb Teknis PPI di FKTP
Kemkes 2020)
• Pola dan format perencanaan mengikuti aturan yang berlaku di masing-masing
puskesmas.
• Rencana kegiatan mencakup kegiatan, waktu, volume kegiatan,
pelaksana/penanggungjawab, sumber pembiayaan, dll.

F. Indikator Kinerja PPI


Lihat Contoh pada Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020.

G. Pengorganisasian dan manajemen Sumber Daya PPI di Puskesmas


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

H. Monitoring, Audit, ICRA dan pelaporan.


……………………………………………………..(silahkan mengambil dan mengadaptasi bahan dari
Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes 2020)

I. Sumber pembiayaan kegiatan


…………………………………

Kepala Puskesmas
Tgl, …………………….

__________________

Lampiran-lampiran:
• Indikator Kinerja PPI yang telah disiapkan.
• Ceklist atau tabel monev dll
• ………………………………….dst

Catatan:

• Pola penulisan KAK mengikuti atau mengacu pada Tatanaskah yang telah ditetapkan masing-
masing puskesmasnya.
• KAK harus informatif dan detail minimal memuat seperti contoh diatas

PUSKESMAS MELATI
Jl………………………………………………..
NOTULENSI PERTEMUAN

…………..Tgl, ……………….2022

Koordinator PPI atau Yang membuat Notulen Pertemuan

---------------------------
Lampiran :

1. Draft Rencana Kerja PPI sesuai hasil diskusi


2. Foto kegiatan.

Catatan:

• Penulisan Notulen kegiatan tetap mengacu pada Tatanaskah atau peraturan internal PKM
• Idealnya memuat items atau informasi seperti contoh diatas.
BUKTI PELAKSANAAN
PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO INFEKSI
ATAU ICRA (INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT)
PROGRAM
DI PUSKESMAS MELATI
TAHUN ……

ICRA PROGRAM
A. Rangking berdasarkan nilai skoring penilian tingkat risiko terhadap Pelayanan
pada Gigi Mulut:

Rangking
risiko
Probabilty Dampak Sistem

Score
No Uraian

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Peralatan Kritikal, semi 5 3 2 30 II
kritikal, non kritikal masih
belum terpisahkan pada saat
pelayanan
2 Petugas menggunakan APD 4 3 3 36 I
belum sesuai standar
pelayanan
3 Tempat pencucian alat 2 2 4 16 IV
kesehatan masih di tempat
wastafel cuci tangan

Kebersihan Lingkungan : 3 3 2 18 III


Meja, Lampu dll, banyak
debu
Air kumur yang digunakan 2 2 2 6 V
belum sesuai ketentuan
B. Plan of Action (POA) untuk meningkatkan mutu dalam program PPI dengan
menggunakan fish bone atau sistem perbaikan mutu yang lain. Tabel matriks Plan of
Action (POA) PP
STRATEGI EVALUASI PROGRES

KELOMPOK

PRIORITAS
POTENSI

TUJUAN

KHUSUS
TUJUAN
RISIKO

UMUM
rangki

RISIKO
( ngO
JENIS
N)

SKOR
1

Silahkan memindahkan hasil skoring berdasarkan rangking lalu lengkapi POAnya.

C. Pembuktian Pelaksanaan Kegiatan


Pembuktian pelaksanaan kegiatan tergantung pada strategy atau jenis kegiatan yang pilih
sebagai prioritas kegiatan, antara lain bisa berupa:

• Undangan
• Notulen kegiatan
• Capaian kegiatan
• Daftar hadir
• Foto kegiatan
• Dll………….
ICRA KONSTRUKSI
A. Kelas kewaspadaan dan intervensi PPI
Tabel Risiko berdasarkan type konstruksi
Kelompok TYPE Konstruksi
Pasien
Berisiko TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D

Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat Tinggi II III/IV III/IV IV

Keterangan: cara menentukan kelas intervensi sebagai


berikut:

a) Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type kontruksi
yang sesuai, kolom dimana ketemu kedua garis menunjukkan kelas
intervensi.

b) Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai maka diambil
yang tertinggi.

c) Lihat contoh berikut ini → terpilih sebagai kelas IV

Tabel 55. Risiko berdasarkan type konstruksi

B. Langkah-Langkah Intervensi PPI berdasarkan kelas yang telah diperoleh sebelumnya,


sebagai berikut :

(a) Kelas I, sebagai berikut:


• Lakukan pekerjaan dengan metode meminimalkan debu.
• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(b) Kelas II, sebagai berikut:


• Menyediakan sarana penghalang penyebaran debu ke udara (contoh:
pemasangan terpal plastik, dan lain-lain).

• Memberikan kabut air (penyemprotan) pada permukaan lingkungan kerja


untuk menghalangi dan mengendalikan debu selama proyek konstruksi
berlangsung.

• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(c) Kelas III, sebagai berikut:


• Membuat penghalang debu dengan menutup area masuknya debu secara
rapat (misalnya menggunakan lakban pada sela-sela pintu, jendela, dan lain-
lain).

• Menutup ventilasi udara.


• Menutup sistem pengaturan aliran udara (AC, Exhaust, kipas angin, dan lain-
lain).

• Limbah konstruksi ditempatkan dalam tempat tertutup rapat dan segera


dibuang serta dilakukan pembersihan.

• Setelah selesai pekerjaan semua debu di bersihkan dari seluruh permukaan.

(d) Kelas IV, sebagai berikut:


• Buat pembatas area kerja dan harus dipasang sampai proyek selesai serta
dibersihkan.

• Menutup jendela pada area perawatan pasien yang dinilai rentan untuk
meminimalkan masuknya spora jamur yang dihasilkan oleh pekerjaan
bangunan di dekatnya.

• Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka memiliki filter efisiensi


tinggi.

• Mengisolasikan (menutup rapat) sistem pengaturan aliran udara (AC, kipas


angin, exhaust)) di area kerja untuk mencegah kontaminasi sistem saluran
udara ke dalam ruangan pasien.

• Mengangkut puing-puing dalam kantong atau tempat tertutup rapat, atau


menutupi puing-puing dengan kain basah.
• Jangan mengangkut puing-puing melalui area perawatan pasien tetapi
melalui pintu keluar yang berbeda.

Lampirkan Bukti pelaksanaannya


Kerangka Acuan
PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO INFEKSI
ATAU ICRA (INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT)
PADA PENYELENGGARAAN PELAYANAN
DI PUSKESMAS MELATI
TAHUN ……

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Permenkes 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasyankes serta Pedoman Teknis Penerapan PPI di FKTP dijelaskan bahwa Penilaian dan
Pengendalian Risiko Infeksi atau Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah merupakan
suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan
probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan, berbasiskan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan. ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,
pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program:

(1) Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi,

(2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan

(3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.

Selanjutnya dijelaskan bahwa pembagian ICRA terbagi atas ICRA Program dan ICRA Konstruksi dalam
penyelengaraan pelananan. Puskesmas Melati (Contoh) sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan bertanggungjawab dalam menerapkan standar PPI saat memberikan pelayanan, sesuai
dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Data di Puskesmas Melati menujukkan bahwa risiko infeksi atau prevalensi kejadian
HAIs (….bisa mengambil data dari kegiatan surveilan PPI yang di puskesmas masingmasing, atau data
Kabupaten/Kota jika tersedia, untuk mendukung narasi yang dibuat dalam pendahuluan ini)

…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………dst.

Standar Akreditasi Puskesmas, menyaratkan dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas, yang mencakup ICRA Program dan ICRA
Konstruksi.
B. TUJUAN
1. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko infeksi dari paparan kuman
patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung aatau penularan melalui
tindakan/prosedur medis yang dilakukan baik melalui peralatan, tehnik pemasangan,
ataupun perawatan terhadap HAIs di Puskesmas Melati.

2. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas puskesmas Melati.

C. PEMBAGIAN ICRA
Merujuk pada PMK 27 Tahun 2017 dan Pedoman Teknis PPI di FKTP Kemkes Tahun 2020, maka
penilian risiko infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, terdiri atas:

a. ICRA external: meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di komunitas misalnya
pada Pandemi Covid-19, kontaminasi pada makanan misalnya oleh

Salmonella, bencana alam, kecelakaan massal, dan lain-lain


b. ICRA internal, kajian risiko infeksi mencakup:
i. Risiko terkait pasien, petugas.
ii. Risiko terkait pelaksanaan prosedur. iii. Risiko terkait
peralatan.

iv. Risiko terkait lingkungan.


c. Pembagian lain berdasarkan ICRA Program dan ICRA konstruksi.

D. TAHAPAN PELAKSANAAN ICRA


Secara umum Langkah pengkajian ICRA, sebagai berikut:
1. Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial, seberapa
sering munculnya kejadian yang berisiko, identifikasi aktifitas yang dilakukan
terhadap risiko infeksi berdasarkan cara transmisinya.
2. Analisa risiko yaitu mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang
berkontribusi, dimana kejadiannya dan apa dampak serta biaya untuk
mencegahnya.
3. Kontrol risiko dengan melakukan strategi pengurangan atau mengeliminasi
kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
4. Monitoring risiko dengan memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan
dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.
Tahap pelaksanaan kegiatan
1. Tahap pertama meliputi :
a. Menggambarkan faktor dan karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi.

b. Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi.


c. Menentukan adanya risiko infeksi.
d. Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan tindakan lebih
lanjut.

2. Tahap kedua adalah proses perencanaan penilaian risiko, standar, laporan


program PPI dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan isu pengendalian
infeksi.

3. Tahap ketiga adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen


dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan merencanakan
kontrol infeksi, serta meningkatkan mutu pelayanan melalui proses pelatihan dan
pendidikan termasuk learning by doing.

E. TAHAPAN PENILAIAN RISIKO INFEKSI UNTUK PROGRAM


PELAYANAN (ICRA PROGRAM) DI PUSKESMAS MELATI
1. Langkah pertama :
Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial, seberapa sering
munculnya kejadian yang berisiko, identifikasi aktifitas yang dilakukan terhadap risiko
infeksi berdasarkan cara transmisinya, dengan catatan, sbb:

• Identifikasi di prioritaskan pelayanan yang berisiko tinggi (Jumlah kunjungan,


sarana prasarana dan SDM)

• Identifikasi risiko infeksi berdasarkan kaidah PPI, kesesuainnya dengan


KEWASPADAAN ISOLASI baik Standar maupun Transmisi.

• Jika perlu gunakan alat bantu (catatan, ceklist, dll) pengamatan saat mengunjungi
unit pelayanan untuk identifikasi masalah.

• Identifikasi semua masalah setidaknya

2. Langkah kedua:

Penilaian probabilitas yaitu penilaian awal dilakukan untuk menilai seberapa sering
kejadian muncul, semakin sering terjadi semakin banyak risiko infeksi, dengan cara :
masalah yang sudah di identifikasi pada pelayanan yang terpilih sebelumnya dilakukan
penilaian dan pentuan skoring masing-masing, berdasarkan matriks berikut ini :

• Probabilitas (matrik penilaian probabilitas)


• Dampak (matriks penilaian dampak)
• Sistem (matriks penilaian system)

Tabel Deskripsi tingkat risiko terhadap frekwensi kejadian

TINGKAT
DESKRIPSI FREKUENSI KEJADIAN
RISIKO
0-5% extremely unlikely or virtually
1 Sangat rendah impossible. Hampir tidak mungkin terjadi
(terjadi dalam lebih dari 5 tahun).

Jarang (frekuensi 1-2 x/tahun), Jarang tapi bukan


2 Rendah
tidak mungkin terjadi (terjadi dalam 2-5 tahun).

Kadang (frekuensi 3-4 x/tahun) , 31-70% fairly


3 Medium likely to occur . Mungkin terjadi/ bisa terjadi
(dapat terjadi tiap 1-2 tahun).

Agak sering (frekuensi 4-6 x/tahun), Sangat


4 Tinggi mungkin terjadi (terjadi setiap bulan/beberapa kali
dalam setahun).

Sangat Sering (frekuensi > 6 x/tahun), hampir pasti akan


5 terjadi (terjadi dalam minggu/bulan).
Tinggi

3. Penilaian dampak yaitu penilaian terhadap risiko keparahan akibat kejadian yang
muncul.

Tabel Deskrip si tingkat risiko terhadap dampak

TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK
RISIKO
1 Minimal Klinis Tidak ada cedera.
Cedera ringan, misalnya lecet, dapat diatasi
2 Moderate klinis
dengan P3K.
Cedera sedang (luka robek), berkurangnya
fungsi motorik/sensorik/ psikologis atau
Lama hari rawat intelekteual tidak berhubungan dengan
3
panjang penyakitnya dan Setiap kasus akan
memperpanjang hari perawatan

Cedera luas/berat (cacat atau lumpuh),


Kehilangan fungsi kehilangan fungsi motorik/sensorik/ psikologis
4
tubuh sementara atau intelektual ) tidak berhubungan dengan
penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit

4. Penilaian tingkat risiko terhadap sistem yang ada yaitu penilian terhadap adanya
peraturan, pelaksanaan dan ketersediaan fasilitas.

Tabel Deskripsi tingkat risiko terhadap sistem, peraturan dan pelaksanaannya

TINGKAT DESKRIP SISTEM, PERATURAN DAN


RISIKO SI PELAKSANAAN
1 Solid Peraturan ada, fasilititas ada, dilaksanakan
Peraturan ada, fasilititas ada, tidak selalu
2 Good
dilaksanakan
3 Fair Peraturan ada, fasilititas ada, tidak dilaksanakan

Peraturan ada, fasilititas tidak ada, tidak


4 Poor
5. Kemudian dilaksanakan
dilakukan 5 None Tidak ada peraturan
perhitungan dengan cara:

(1) Lakukan penilaian: probabilitas, dampak , dan sistem.


(2) Lakukan perkalian: probabilitas x dampak x sistem.
(3) Tentukan nilai prioritas sesuai grading nilai tertinggi atau kasus yang paling
berdampak dan berisiko.

Tabel Penentuan rangking tingkat risiko


Rangking

Probabilty Dampak Sistem


Score

No Uraian
risik
o

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 5 2 2 20 I
2 2 3 3 18 II
3 3 5 1 15 III

Keterangan:

• No adalah no urut masalah yang ditemukan


• Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan berdasarkan data hasil
laporan bulanan
• Probability adalah nilai sering nya kejadian muncul atau ditemukan di lapangan
• Dampak adalah akibat yang kemungkinan akan terjadi akibat masalah yang ada
• Sistem adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang ada dan
pelaksanaan di lapangan
• Score risiko adalah nilai akhir dari perkalian antara probability, dampak dan sistem
yang ada
• Rangking score adalah urutan nilai tertinggi dari score Risiko untuk dijadikan
masalah prioritas

6. Selanjutnya buat Plan of Action (POA) untuk meningkatkan mutu dalam program
PPI dengan menggunakan fish bone atau sistem perbaikan mutu yang lain.

Tabel contoh matriks Plan of Action (POA) PP


STRATEGI EVALUASI PROGRES
KELOMPOK

PRIORITAS
POTENSI

TUJUAN

KHUSUS
NO

TUJUAN
RISIKO

UMUM
RISIKO
JENIS

SKOR

3
F. TAHAPAN PENILAIAN RISIKO INFEKSI UNTUK ICRA KONSTRUKSI DI
PUSKESMAS MELATI

Penilaian Risiko Infeksi Pada Fasilitas dan Bangunan (ICRA Konstruksi)

1) Langkah Penilaian Risko Infeksi Kontruksi (ICRA Konstruksi)


Penilaian risiko dalam PPI terkait perencanaan fasilitas dan kontruksi bangunan dilakukan
dengan langkah-langkah, berikut ini:

(i) Tentukan type konstruksi baru atau renovasi bangunan berdasarkan tingkat
risiko, sebagai berikut:

• Type A: kegiatan renovasi/konstruksi dengan risiko rendah misalnya pemindahan


plafon.

• Type B: kegiatan renovasi skala kecil, durasi pendek dengan risiko debu minimal
misalnya pemotongan dinding plafon dimana penyebaran debu dapat dikontrol.

• Type C: kegiatan pembongkaran gedung dan renovasi gedung yang menghasilkan


debu yang banyak dan tinggi misalnya konstruksi pembongkaran dan
pembangunan dinding baru.

• Type D: kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan pembongkaran gedung


dengan skala besar misalnya konstruksi baru atau pembangunan gedung baru.

(ii) Identifikasi tingkat risiko area dan pengelompokan pasien berdasarkan tingkat
risiko, misalnya:
• Risiko rendah contoh renovasi pada area perkantoran.
• Risiko sedang contoh area rawat jalan.
• Risiko tinggi pada pelayanan pasien dengan kondisi rentan misalnya:
ruang pelayanan kesehatan gigi dan mulut, ruang tindakan, ruang IGD,
ruang perawatan pasien.

• Risiko sangat tinggi dengan area pelayanan pasien dengan imunitas


rentan misalnya di ICU dan unit luka bakar (tidak tersedia di FKTP).

(iii) Tentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI


Tabel Risiko berdasarkan type konstruksi
Kelompok TYPE Konstruksi
Pasien
Berisiko TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D

Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat Tinggi II III/IV III/IV IV

Keterangan: cara menentukan kelas intervensi sebagai


berikut:

a) Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type kontruksi
yang sesuai, kolom dimana ketemu kedua garis menunjukkan kelas
intervensi.

b) Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai maka diambil
yang tertinggi.

c) Lihat contoh berikut ini → terpilih sebagai kelas IV

Tabel 55. Risiko berdasarkan type konstruksi

(iv) Tentukan Langkah-Langkah Intervensi PPI berdasarkan kelas yang telah


diperoleh sebelumnya, sebagai berikut :

(a) Kelas I, sebagai berikut:


• Lakukan pekerjaan dengan metode meminimalkan debu.
• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(b) Kelas II, sebagai berikut:


• Menyediakan sarana penghalang penyebaran debu ke udara (contoh:
pemasangan terpal plastik, dan lain-lain).

• Memberikan kabut air (penyemprotan) pada permukaan lingkungan kerja


untuk menghalangi dan mengendalikan debu selama proyek konstruksi
berlangsung.

• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(c) Kelas III, sebagai berikut:


• Membuat penghalang debu dengan menutup area masuknya debu secara
rapat (misalnya menggunakan lakban pada sela-sela pintu, jendela, dan lain-
lain).

• Menutup ventilasi udara.

• Menutup sistem pengaturan aliran udara (AC, Exhaust, kipas angin, dan lain-
lain).

• Limbah konstruksi ditempatkan dalam tempat tertutup rapat dan segera


dibuang serta dilakukan pembersihan.

• Setelah selesai pekerjaan semua debu di bersihkan dari seluruh permukaan.

(d) Kelas IV, sebagai berikut:


• Buat pembatas area kerja dan harus dipasang sampai proyek selesai serta
dibersihkan.

• Menutup jendela pada area perawatan pasien yang dinilai rentan untuk
meminimalkan masuknya spora jamur yang dihasilkan oleh pekerjaan
bangunan di dekatnya.

• Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka memiliki filter efisiensi


tinggi.

• Mengisolasikan (menutup rapat) sistem pengaturan aliran udara (AC, kipas


angin, exhaust)) di area kerja untuk mencegah kontaminasi sistem saluran
udara ke dalam ruangan pasien.
• Mengangkut puing-puing dalam kantong atau tempat tertutup rapat, atau
menutupi puing-puing dengan kain basah.

• Jangan mengangkut puing-puing melalui area perawatan pasien tetapi


melalui pintu keluar yang berbeda.

G. MONITORING DAN EVALUASI


Pelaksanaan monitoring terhadap kegiatan ICRA perlu dilakukan terutama pada pelaksanaan dan
tindak lanjutnya.

• Puskesmas dapat mengembangkan sendiri tools Monev atau ceklist monev


berdasarkan kebutuhan masing-masing.

• Periode monev

• Tim yang melakukan monev (dibawa koordinasti PPI)

• Dst……..

H. SUMBER PEMBIAYAAN
Pembiayaan Pelaksanaan kegiatan ICRA -----(disebutkan sumbernya)

PELAKSANAAN
PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO INFEKSI
ATAU ICRA (INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT)
PROGRAM
DI PUSKESMAS MELATI
TAHUN ……

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Permenkes 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasyankes serta Pedoman Teknis Penerapan PPI di FKTP dijelaskan bahwa Penilaian dan
Pengendalian Risiko Infeksi atau Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah merupakan
suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan
probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan, berbasiskan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan. ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,
pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program:

(1) Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi,

(2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan
(3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.

Selanjutnya dijelaskan bahwa pembagian ICRA terbagi atas ICRA Program dan ICRA Konstruksi dalam
penyelengaraan pelananan. Puskesmas Melati (Contoh) sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan bertanggungjawab dalam menerapkan standar PPI saat memberikan pelayanan, sesuai
dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Data di Puskesmas Melati menujukkan bahwa risiko infeksi atau prevalensi kejadian
HAIs (….bisa mengambil data dari kegiatan surveilan PPI yang di puskesmas masingmasing, atau data
Kabupaten/Kota jika tersedia, untuk mendukung narasi yang dibuat dalam pendahuluan ini)

…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………dst.

Standar Akreditasi Puskesmas, menyaratkan dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas, yang mencakup ICRA Program dan ICRA
Konstruksi.

B. TUJUAN
1. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko infeksi dari paparan kuman
patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung aatau penularan melalui
tindakan/prosedur medis yang dilakukan baik melalui peralatan, tehnik pemasangan,
ataupun perawatan terhadap HAIs di Puskesmas Melati.

2. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas puskesmas Melati.

C. TAHAPAN ICRA
Secara umum Langkah pengkajian ICRA, sebagai berikut:
1. Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial, seberapa
sering munculnya kejadian yang berisiko, identifikasi aktifitas yang dilakukan
terhadap risiko infeksi berdasarkan cara transmisinya.
2. Analisa risiko yaitu mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang
berkontribusi, dimana kejadiannya dan apa dampak serta biaya untuk
mencegahnya.
3. Kontrol risiko dengan melakukan strategi pengurangan atau mengeliminasi
kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
4. Monitoring risiko dengan memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan
dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.

D. TAHAPAN PENILAIAN RISIKO INFEKSI UNTUK PROGRAM


PELAYANAN (ICRA PROGRAM) DI PUSKESMAS MELATI
1. Langkah pertama :
Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial, seberapa sering
munculnya kejadian yang berisiko, identifikasi aktifitas yang dilakukan terhadap risiko
infeksi berdasarkan cara transmisinya, dengan catatan, sbb:

• Identifikasi di prioritaskan pelayanan yang berisiko tinggi (Jumlah kunjungan,


sarana prasarana dan SDM)

• Identifikasi risiko infeksi berdasarkan kaidah PPI, kesesuainnya dengan


KEWASPADAAN ISOLASI baik Standar maupun Transmisi.

• Jika perlu gunakan alat bantu (catatan, ceklist, dll) pengamatan saat
mengunjungi unit pelayanan untuk identifikasi masalah.

• Identifikasi semua masalah setidaknya


Contoh:----Silahkan Puskesmas menentukan berdasarkan catatan diatas, dibawa ini
akan diberi contoh hasil identifikasi masalah untuk Pelayanan Gigi Mulut, sbb:

1) Peralatan Kritikal, semi kritikal, non kritikal masih belum terpisahkan pada saat
pelayanan

2) Petugas menggunakan APD belum sesuai standar pelayanan 3) Tempat


pencucian alat kesehatan masih di tempat wastafel cuci tangan 4) Kebersihan
Lingkungan : Meja, Lampu dll, banyak debu.
5) Air kumur yang digunakan belum sesuai ketentuan

2. Langkah kedua:

Penilaian probabilitas yaitu penilaian awal dilakukan untuk menilai seberapa sering
kejadian muncul, semakin sering terjadi semakin banyak risiko infeksi, dengan cara :

5 item masalah yang sudah di identifikasi pada pelayanan Gigi dan Mulut diatas
selanjutnya dilakukan penilaian dan pentuan skoring masing-masing, berdasarkan
matriks berikut ini :

• Probabilitas (matrik penilaian probabilitas)


• Dampak (matriks penilaian dampak)
• Sistem (matriks penilaian system)

Tabel Deskripsi tingkat risiko terhadap frekwensi kejadian

TINGKAT
DESKRIPSI FREKUENSI KEJADIAN
RISIKO
0-5% extremely unlikely or virtually
1 Sangat rendah impossible. Hampir tidak mungkin terjadi
(terjadi dalam lebih dari 5 tahun).

Jarang (frekuensi 1-2 x/tahun), Jarang tapi bukan


2 Rendah
tidak mungkin terjadi (terjadi dalam 2-5 tahun).

Kadang (frekuensi 3-4 x/tahun) , 31-70% fairly


3 Medium likely to occur . Mungkin terjadi/ bisa terjadi
(dapat terjadi tiap 1-2 tahun).

Agak sering (frekuensi 4-6 x/tahun), Sangat


4 Tinggi mungkin terjadi (terjadi setiap bulan/beberapa kali
dalam setahun).

Sangat Sering (frekuensi > 6 x/tahun), hampir pasti akan


5 terjadi (terjadi dalam minggu/bulan).
Tinggi

Contoh: Penilaian berdasarkan Probabilitas

IDENTIFIKASI MASALAH PADA TINGKAT


PELAYANAN GIGI MULUT RISIKO
Peralatan Kritikal, semi kritikal, non kritikal masih belum terpisahkan 5
pada saat pelayanan
Petugas menggunakan APD belum sesuai standar pelayanan 4
Tempat pencucian alat kesehatan masih di tempat wastafel cuci tangan 2

Kebersihan Lingkungan : Meja, Lampu dll, banyak debu. 3


Air kumur yang digunakan belum sesuai ketentuan 2

3. Penilaian dampak yaitu penilaian terhadap risiko keparahan akibat kejadian yang
muncul.

Tabel Deskrip si tingkat risiko terhadap dampak

TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK
RISIKO
1 Minimal Klinis Tidak ada cedera.
Cedera ringan, misalnya lecet, dapat diatasi
2 Moderate klinis
dengan P3K.
Cedera sedang (luka robek), berkurangnya
fungsi motorik/sensorik/ psikologis atau
Lama hari rawat intelekteual tidak berhubungan dengan
3
panjang penyakitnya dan Setiap kasus akan
memperpanjang hari perawatan

Cedera luas/berat (cacat atau lumpuh),


Kehilangan fungsi kehilangan fungsi motorik/sensorik/ psikologis
4
tubuh sementara atau intelektual ) tidak berhubungan dengan
penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit

Contoh penilaian berdasarkan Dampak:

IDENTIFIKASI MASALAH PADA TINGKAT


PELAYANAN GIGI MULUT RISIKO
Peralatan Kritikal, semi kritikal, non kritikal masih belum terpisahkan 3
pada saat pelayanan
Petugas menggunakan APD belum sesuai standar pelayanan 3
Tempat pencucian alat kesehatan masih di tempat wastafel cuci tangan 2

Kebersihan Lingkungan : Meja, Lampu dll, banyak debu. 3


Air kumur yang digunakan belum sesuai ketentuan 2

4. Penilaian tingkat risiko terhadap sistem yang ada yaitu penilian terhadap adanya
peraturan, pelaksanaan dan ketersediaan fasilitas.

Tabel
Deskripsi tingkat TINGKAT DESKRIP SISTEM, PERATURAN DAN
risiko terhadap RISIKO SI PELAKSANAAN
sistem, 1 Solid Peraturan ada, fasilititas ada, dilaksanakan
peraturan dan Peraturan ada, fasilititas ada, tidak selalu
2 Good
pelaksanaannya dilaksanakan
3 Fair Peraturan ada, fasilititas ada, tidak dilaksanakan

Peraturan ada, fasilititas tidak ada, tidak


4 Poor
dilaksanakan
5 None Tidak ada peraturan

Contoh penilian berdasarkan sistem, peraturan dan pelaksanaan


IDENTIFIKASI MASALAH PADA TINGKAT
PELAYANAN GIGI MULUT RISIKO
Peralatan Kritikal, semi kritikal, non kritikal masih belum terpisahkan 2
pada saat pelayanan
Petugas menggunakan APD belum sesuai standar pelayanan 3
Tempat pencucian alat kesehatan masih di tempat wastafel cuci tangan 4

Kebersihan Lingkungan : Meja, Lampu dll, banyak debu. 3


Air kumur yang digunakan belum sesuai ketentuan 2

5. Kemudian dilakukan perhitungan dengan cara:

(1) Lakukan penilaian: probabilitas, dampak , dan sistem.


(2) Lakukan perkalian: probabilitas x dampak x sistem.
(3) Tentukan nilai prioritas sesuai grading nilai tertinggi atau kasus yang
paling berdampak dan berisiko.

Tabel Penentuan rangking tingkat risiko


Rangking

Probabilty Dampak Sistem


Score

No Uraian

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Peralatan Kritikal, semi 5 3 2 30 II
kritikal, non kritikal masih
belum terpisahkan pada saat
pelayanan
2 Petugas menggunakan APD 4 3 3 36 I
belum sesuai standar
pelayanan
3 Tempat pencucian alat 2 2 4 16 IV
kesehatan masih di tempat

risiko
wastafel cuci tangan

Kebersihan Lingkungan : 3 3 2 18 III


Meja, Lampu dll, banyak
debu
Air kumur yang digunakan 2 2 2 6 V
belum sesuai ketentuan

Keterangan:
• No adalah no urut masalah yang ditemukan
• Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan berdasarkan data hasil
laporan bulanan
• Probability adalah nilai sering nya kejadian muncul atau ditemukan di lapangan
• Dampak adalah akibat yang kemungkinan akan terjadi akibat masalah yang ada
• Sistem adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang ada dan
pelaksanaan di lapangan
• Score risiko adalah nilai akhir dari perkalian antara probability, dampak dan sistem
yang ada
• Rangking score adalah urutan nilai tertinggi dari score Risiko untuk dijadikan
masalah prioritas

6. Selanjutnya buat Plan of Action (POA) untuk meningkatkan mutu dalam program
PPI dengan menggunakan fish bone atau sistem perbaikan mutu yang lain.

Tabel contoh matriks Plan of Action (POA) PP


STRATEGI EVALUASI PROGRES
KELOMPOK

POTENSI

PRIORITAS

TUJUAN

KHUSUS
NO

TUJUAN
RISIKO

UMUM
RISIKO
JENIS

SKOR
1

Silahkan memindahkan hasil skoring berdasarkan rangking lalu lengkapi POAnya.

E. TAHAPAN PENILAIAN RISIKO INFEKSI UNTUK ICRA


KONSTRUKSI DI PUSKESMAS MELATI
Contoh untuk ICRA Bangunan -----bisa dibuat sendiri oleh masing-masing Puskesmas
berdasarkan tahapan seperti pada KAK atau berikut ini, :

Penilaian Risiko Infeksi Pada Fasilitas dan Bangunan (ICRA Konstruksi)


1) Langkah Penilaian Risko Infeksi Kontruksi (ICRA Konstruksi)
Penilaian risiko dalam PPI terkait perencanaan fasilitas dan kontruksi bangunan dilakukan
dengan langkah-langkah, berikut ini:

(i) Tentukan type konstruksi baru atau renovasi bangunan berdasarkan tingkat
risiko, sebagai berikut:

• Type A: kegiatan renovasi/konstruksi dengan risiko rendah misalnya pemindahan


plafon.

• Type B: kegiatan renovasi skala kecil, durasi pendek dengan risiko debu minimal
misalnya pemotongan dinding plafon dimana penyebaran debu dapat dikontrol.

• Type C: kegiatan pembongkaran gedung dan renovasi gedung yang menghasilkan


debu yang banyak dan tinggi misalnya konstruksi pembongkaran dan
pembangunan dinding baru.

• Type D: kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan pembongkaran gedung


dengan skala besar misalnya konstruksi baru atau pembangunan gedung baru.

(ii) Identifikasi tingkat risiko area dan pengelompokan pasien berdasarkan tingkat
risiko, misalnya:

• Risiko rendah contoh renovasi pada area perkantoran.


• Risiko sedang contoh area rawat jalan.
• Risiko tinggi pada pelayanan pasien dengan kondisi rentan misalnya:
ruang pelayanan kesehatan gigi dan mulut, ruang tindakan, ruang IGD,
ruang perawatan pasien.

• Risiko sangat tinggi dengan area pelayanan pasien dengan imunitas


rentan misalnya di ICU dan unit luka bakar (tidak tersedia di FKTP).

(iii) Tentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI


Tabel Risiko berdasarkan type konstruksi
Kelompok TYPE Konstruksi
Pasien
Berisiko TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D

Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat Tinggi II III/IV III/IV IV

Keterangan: cara menentukan kelas intervensi sebagai


berikut:

a) Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type kontruksi
yang sesuai, kolom dimana ketemu kedua garis menunjukkan kelas
intervensi.

b) Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai maka diambil
yang tertinggi.

c) Lihat contoh berikut ini → terpilih sebagai kelas IV

Tabel 55. Risiko berdasarkan type konstruksi

(iv) Tentukan Langkah-Langkah Intervensi PPI berdasarkan kelas yang telah


diperoleh sebelumnya, sebagai berikut :

(a) Kelas I, sebagai berikut:


• Lakukan pekerjaan dengan metode meminimalkan debu.
• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(b) Kelas II, sebagai berikut:


• Menyediakan sarana penghalang penyebaran debu ke udara (contoh:
pemasangan terpal plastik, dan lain-lain).

• Memberikan kabut air (penyemprotan) pada permukaan lingkungan kerja


untuk menghalangi dan mengendalikan debu selama proyek konstruksi
berlangsung.

• Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah pekerjaan selesai.

(c) Kelas III, sebagai berikut:


• Membuat penghalang debu dengan menutup area masuknya debu secara
rapat (misalnya menggunakan lakban pada sela-sela pintu, jendela, dan lain-
lain).

• Menutup ventilasi udara.


• Menutup sistem pengaturan aliran udara (AC, Exhaust, kipas angin, dan lain-
lain).

• Limbah konstruksi ditempatkan dalam tempat tertutup rapat dan segera


dibuang serta dilakukan pembersihan.

• Setelah selesai pekerjaan semua debu di bersihkan dari seluruh permukaan.

(d) Kelas IV, sebagai berikut:


• Buat pembatas area kerja dan harus dipasang sampai proyek selesai serta
dibersihkan.

• Menutup jendela pada area perawatan pasien yang dinilai rentan untuk
meminimalkan masuknya spora jamur yang dihasilkan oleh pekerjaan
bangunan di dekatnya.

• Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka memiliki filter efisiensi


tinggi.

• Mengisolasikan (menutup rapat) sistem pengaturan aliran udara (AC, kipas


angin, exhaust)) di area kerja untuk mencegah kontaminasi sistem saluran
udara ke dalam ruangan pasien.

• Mengangkut puing-puing dalam kantong atau tempat tertutup rapat, atau


menutupi puing-puing dengan kain basah.

• Jangan mengangkut puing-puing melalui area perawatan pasien tetapi


melalui pintu keluar yang berbeda.

F. MONITORING DAN EVALUASI


Pelaksanaan monitoring terhadap kegiatan ICRA perlu dilakukan terutama pada pelaksanaan dan
tindak lanjutnya.

• Puskesmas dapat mengembangkan sendiri tools Monev atau ceklist monev


berdasarkan kebutuhan masing-masing.

• Periode monev

• Tim yang melakukan monev (dibawa koordinasti PPI)

• Dst……..
G. SUMBER PEMBIAYAAN
Pembiayaan Pelaksanaan kegiatan ICRA -----(disebutkan sumbernya)
Nomor : 442/231/SOP.UKP/TU
Terbit ke : 01
No.Revisi : 00
Tgl.Diberlaku : 4 Mei 2016
Halaman :1

SOP Penanganan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), Kejadian Potensial


Cidera (KPC), Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan Resiko Pelayanan
Klinis

Diberikan Kepada

Dokumen
Tanggal Pemberian

Disiapkan oleh, Diperiksa oleh, Disahkan oleh,


Ketua Pokja UKP Ketua Akreditasi Ka. Puskesmas Pondok Aren

(dr. Dina Ratnasari) (dr. Prima Sesari Saraswati) (drg. I Gusti Ayu Rai Ratih, M.M.)
NIP. 19840414 201001 2 022 NIP. 19651024 199302 2 003
Penanganan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD),
Kejadian Potensial Cidera (KPC), Kejadian
Nyaris Cidera (KNC) Dan Resiko Pelayanan
Klinis
No. Dokumen : 442/231/SOP.UKP/TU
Terbit ke : 01
SOP No. Revisi : 00
Tanggal Terbit : 04/05/2016
Halaman : 1/2
Puskesmas Pondok I Gusti Ayu Rai Ratih
Aren NIP.196510241993022003

1. Pengertian Prosedur ini mencakup semua kegiatan penanganan kejadian tidak


diinginkan (KTD), kejadian potensial cidera (KPC), kejadian nyaris cidera
(KNC), dan resiko pelayanan klinis.
Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan
cidera pada pasien akibat melakukan tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan yang seharusnya diambil dan bukan penyakit dasarnya atau kondisi
pasien.
Kejadian Potensial Cidera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden.
Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar cidera.
Resiko pelayanan klonis adalah resiko yang mungkin timbul dalam
pelayanan klinis.
Penanganan terhadap Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi assessment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Tujuan Sebagai acuan Petugas Farmasi dalam Penanganan Kejadian Tidak
Diinginkan (KTD), Kejadian Potensial Cidera (KPC), Kejadian Nyaris
Cidera (KNC), dan Resiko Pelayanan Klinis.
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Nomor : 800/077/SK.UKP/TU/2016, tentang Tindak
Lanjut Pelaporan.
4. Referensi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2011,
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5. Alat dan Bahan -
6. Prosedur 1. Kepala Puskesmas membentuk Tim Keselamatan Pasien di Puskesmas
(TKPP).
2. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) menyusun asuhan pasien
lebih aman, meliputi assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien.
3. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) mengembangkan informasi
pencatatan dan pelaporan internal tentang insidensi KTD, KPC, dan
KNC.
4. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) mengidentifikasi kasus
KTD, KPC, dan KNC yang terjadi di lingkup Puskesmasdan
jaringannya.
5. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) mencatat dan menangani
kejadian KTD, KPC, dan KNC yang terjadi.

Penanganan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD),


Kejadian Potensial Cidera (KPC), Kejadian
Nyaris Cidera (KNC) Dan Resiko Pelayanan
Klinis
No. Dokumen : 440/231/SOP.UKP/TU
Terbit ke : 01
SOP No. Revisi : 00
Tanggal Terbit : 04/05/2016
Halaman : 2/2
Puskesmas Pondok I Gusti Ayu Rai Ratih
Aren NIP.196510241993022003

6. Setiap coordinator Poli/Unit membuat laporan tentang kejadian KTD,


KPC, dan KNC di setiap unit kepada Tim Keselamatan Pasien
Puskesmas.
7. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) menganalisis dan memnuat
solusi pembelajaran (audit) terhadap insidensi KTD, KPC, dan KNC.
8. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) membat kesimpulan dan
melaporkan kepada Kepala Puskesmas mengenai kejadian KTD, KPC
dan KNC.
9. Tim Keselamatan Pasien Puskesmas (TKPP) menyampaikan solusi
pembelajaran atas tiap kajian masalah atau kasus yang terjadi untuk
evaluasi mutu pelayanan di Puskesmas
7. Unit terkait Poli Umum, Poli Anak, Poli KIA, UGD, Poli Farmasi, Poli Persalinan, dan
Laboratorium
8. Dokumen terkait Laporan Investigasi
9. Rekaman No. Yang diubah Isi Perubahan Tanggal mulai diberlakukan
Histori
Perubahan

CONTOH :
CEKLIT
PEMANTAUAN PENERAPAN KEWASPADAAN
STANDAR DALAM FASILITAS PELAYANAN
PUSKESMAS. Tanggal Pemantauan: ………………….
KEWASPADAAN STAND
NO PELAYANAN
HH APD LIGK ALT SUTK LIN LM
1 Pendaftaran & Rekam Medis
2 Pemeriksaan umum
3 Gigi dan mulut
4 Unit Gawat Darurat
5 Persalinan Normal & PONED
6 Rawat Inap
7 Kesehatan keluarga
8 Gizi
9 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
10 Kefarmasian
11 Laboratorium
12 Pelayanan konseling (seperti kesehatan lingkungan,
gizi, PKPR, dan lain-lain)
Keterangan
• Beri tanda pada Kolom yang sesuai : √ jika dilaksanakan, - jika tidak dilaksanakan,
selanjutnya untuk mengetahui tingkat kepatuhan petugas terhadap masing-masing SOP
tersebut dapat dilakukan audit penilaian kepatuhan pada SOP (lihat Pedoman Teknis PPI
di FKTP, Kemkes 2020 Hal 144).
• Kotak yang di Arsir Hitam : tidak berlaku
• Singkatan HH (Hand hygiene), APD (penggunaan APD), ALT (pengelolaan alat medis), IGK
(pengelolaan lingkungan), SUTK (penyuntikan yang aman), LIN (pengelolaan linen), LMB
(pengelolaan limbah), ETK (kebersihan pernapasan & etika batuk), PNPT (penempatan pasien), KP
(kesehatan petugas).
…………………Tgl,…………………………..
P
e
t
u
g
a
s

y
a
n
g

m
e
l
a
k
u
k
a
n

p
e
m
a
n
t
a
u
a
n

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

CONTOH :
CEKLIT PEMANTAUAN
PENERAPAN
KEWASPADAAN STANDAR
DILUAR FASILITAS
PELAYANAN PUSKESMAS.

Tanggal Pemantauan: ……………………….

KEWASPADAAN STAN
NO PELAYANAN HH AP LIG ALA STIK LIN PL
D K T
1 Pendataan - - - - -
2 Penjaringan - - - - -
3 Kunjungan sasaran - - - - -
4 Vaksinasi & tindakan medis lainnya - - - - √
5 Distribusi & pemberian obat - - - - -
6 Distribusi dan pemberian PMT - - - - -
7 Pelatihan, penyuluhan & konseling. - - - - √
8 Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan - - - - -

Keterangan

• Beri tanda pada Kolom yang sesuai : √ jika dilaksanakan, - jika tidak dilaksanakan,
selanjutnya untuk mengetahui tingkat kepatuhan petugas terhadap masing-masing SOP
tersebut dapat dilakukan audit penilaian kepatuhan pada SOP (lihat Pedoman Teknis PPI
di FKTP, Kemkes 2020).
• Singkatan HH (Hand hygiene), APD (penggunaan APD), ALT (pengelolaan alat medis), IGK
(pengelolaan lingkungan), SUTK (penyuntikan yang aman), LIN (pengelolaan linen), LMB
(pengelolaan limbah), ETK (kebersihan pernapasan & etika batuk), PNPT (penempatan pasien), KP
(kesehatan petugas).

………………….Tgl, ………………….2022

Petugas yang melakukan pemantauan

----------------
----------------
----------------
-
CONTOH :
Dst ……………………………….
LOGO dan KOP SOP PUSKESMAS

KEBERSIHAN TANGAN

Pengertian Kebersihan tangan adalah :


1) Membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir bila
tangan terlihat kotor atau terkena cairan tubuh, atau
2) Menggunakan cairan yang berbahan dasar alkohol (Alcohol base handrubs)
bila tangan tidak tampak kotor.

Tujuan Kebersihan tangan bertujuan untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari
tangan petugas ke pasien atau pengguna layanan atau sebaliknya saat melakukan
tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan kesehatan dengan melakukan
kebersihan tangan sesuai 5 momen sesuai standar PPI.

Kebijakan ………..
Referensi 1. PMK 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasyankes.
2. Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP, Kemkes tahun 2020.
3. Dst ……..
Prosedur (a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
(i) Indikasi
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan ketika tangan
terlihat kotor atau ketika akan menggunakan sarung tangan yang dipakai
dalam perawatan pasien.
(ii) Prosedur:
• Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan (cincin, jam
tangan) tidak terpakai dan kuku harus pendek serta tidak mengunakan
pewarna kuku (kuteks dan lain-lain).
• Jika lengan atas sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan terlebih
dahulu dengan menaikkan lengan atas sampai ke 2/3 tangan ke arah
siku tangan.
• Atur aliran air sesuai kebutuhan.
• Basahi tangan dan ambil cairan sabun/sabun antiseptik + 2 cc ke
telapak tangan.
Lakukan kebersihan tangan dengan langkah seperti dalam gambar
dibawah ini.
Langkah cuci tangan dengan air mengalir

(b) Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol atau


handrub
(i) Indikasi
Handrub berbahan dasar alkohol digunakan untuk membersihkan tangan
bila terlihat tidak kotor atau tidak terkontaminasi atau bila cuci tangan
dengan air mengalir sulit untuk di akses (misalnya di ambulans, home care,
imunisasi di luar gedung, pasokan air yang terputus).
(ii) Prosedur:
• Siapkan Handrub (kemasan siap pakai dari pabrik atau campuran 97
ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin, jika dibuat secara massal tidak
lebih dari 50 liter persekali pembuatan). Jika sudah tersedia dalam
produk siap pakai maka ikuti instruksi pabrik cara penggunaannya.
• Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbasis alkohol dengan
waktu 20 – 40 detik.
Sarana a. Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair
Prasarana dalam dispenser, pengering tangan (tisu atau handuk sekali pakai) dan
tempat limbah non infeksius atau penampung air (ember) yang diberi keran
air dan penampung air limbah cuci tangan, sabun dalam dispenser, tisu atau
handuk sekali pakai, tempat limbah non infeksius.
b. Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun cair
dalam dispenser, pengering tangan (tisu atau handuk sekali pakai) dan
tempat limbah non infeksius atau penampung air (ember) yang diberi keran
air dan penampung air limbah cuci tangan, sabun dalam dispenser, tisu atau
handuk sekali pakai, tempat limbah non infeksius.

Monitoring Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan penerapan prosedur Kebersihan


Tangan sesuai SOP maka dilakukan monitoring atau penilaian kepatuhan
petugas melaksanakan kebersihan tangan secara berkala ……………………dst

Dst ……..
Lampiran :

• Ceklist pemantauan tingkat kepatuhan petugas dalam malaksanakan kebersihan tangan

Catatan:

• Pola dan format penulisan SOP disesuikan dengan Tatanaskah yang telah ditetapkan oleh
Puskesmas masing-masing.

LOGO dan KOP SOP PUSKESMAS

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai
penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit.

Tujuan Bertujuan untuk menghalangi pajanan bahan infeksius pada kulit, mulut, hidung,
atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan, pasien atau pengguna kesehatan.

Penggunaan APD yang efektif perlu didasarkan pada potensi paparan, dampak
penularan yang ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang
akan digunakan.

Kebijakan ………..Dst
Referensi 1. PMK 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasyankes.
2. Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP, Kemkes tahun 2020.
3. Dst ……..
Jenis APD, 1) Pelindung kepala (Topi)
Tujuan, jenis a) Tujuan: sebagai pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari
dan indikasi
paparan cairan infeksius pasien selama melakukan tindakan atau
perawatan.
b) Jenis: penutup kepala terdiri dari bahan yang digunakan sekali pakai dan
yang dapat digunakan ulang (terbuat dari bahan kain yang dapat dilakukan
pencucian), harus terbuat dari bahan tahan cairan, tidak mudah robek dan
ukuran nya pas atau sesuai di kepala pemakai.
Catatan: apabila petugas menggunakan hijab pada prosedur medis, maka:
• Ganti hijab yang dipergunakan saat bekerja di pelayanan dengan risiko
paparan darah, cairah tubuh, eskresi dan sekresi dengan hijab yang
lain termasuk saat akan pulang ke rumah.
• Gunakan hijab yang menutupi kepala dan dimasukkan ke dalam baju
kerja atau diikat kebagian belakang leher dan jika jilbab akan digunakan
pada prosedur berikutnya maka jilbab ditutup kembali dengan penutup
kepala (topi).
c) Indikasi penggunaan topi atau penutup kepala:
• Operasi kecil (minor surgery).
• Pertolongan atau tindakan persalinan.
• Intubasi trachea dan tracheotomy.
• Penghisapan lendir masif.
• Pembersihan alat kesehatan dan lain-lain.

2) Kacamata dan pelindung wajah


(i) Tujuan
Untuk melindungi selaput mukosa mata, hidung, atau mulut petugas
kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau percikan darah,
cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi pasien. (ii) Indikasi
• Pada tindakan yang dapat menimbulkan percikan atau semburan darah,
cairan tubuh, sekret, dan ekskresi ke mukosa, mata, hidung, atau mulut.
• Potensi terjadinya transmisi airborne misalnya pada tindakan : tindakan gigi
(Scaler ultrasonic dan high speed air driven), swab hidung atau
tenggorakan, RJP (Resusitasi Jantung Paru), pemulasaran jenazah,
penanganan linen terkontaminasi di laundry atau
di ruang dekontaminasi. 3) Masker
(i) Tujuan
Untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dan hidung dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan
yang kotor dan melindungi pasien dari petugas pada saat batuk atau
bersin.
(ii) Syarat: masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
penggunaan masker N95 harus dilakukan fit test (penekanan di bagian
hidung dan penilaian kerapatan penggunaan masker).
(iii) Indikasi:
• Pada tindakan atau prosedur yang dapat menghasilkan cipratan darah,
cairan tubuh, sekresi atau ekskresi atau jika petugas berisiko menghasilkan
cipratan cairan dari selaput lendir mulut dan hidung.
• Masker N95 digunakan pada risiko paparan penularan infeksi melalui
udara (Airborne disease) dan dapat didaur ulang sesuai ketentuan. 4)
Gaun
(i) Tujuan

Untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan


darah atau cairan tubuh, sekresi, eksresi atau melindungi pasien dari
paparan pakian petugas pada tindakan steril.

(ii) Indikasi
• Transmisi kontak misal saat adanya wabah dan transmisi droplet, saat
pencegahan infeksi sebelum operasi atau pra bedah.
• Membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan kontaminasi
ke pembuangan atau WC/toilet.
• Menangani pasien perdarahan masif, tindakan bedah dan perawatan gigi.

Dst ……………………

Sarana
Prasarana
Monitoring Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan penerapan prosedur setiap APD
sesuai SOP maka dilakukan monitoring atau penilaian kepatuhan petugas
menggunakan APD secara berkala ……………………dst

Dst ……..

Lampiran :

• Ceklist pemantauan tingkat kepatuhan petugas dalam menggunakan APD

Catatan:

• Pola dan format penulisan SOP disesuikan dengan Tatanaskah yang telah ditetapkan oleh
Puskesmas masing-masing.
• Puskesmas dapat mengembangkan tools atau ceklist pemantauan kepatuhan penggunaan
APD.

Hari/Tanggal Audit :
Ruang :
Auditor :

Beri tanda (√) pada kolom yang tersedia

No Item Penilaian Ya Tidak Keterangan


1 Tersedia sabun cair di setiap wastafel
2 Tersedia tissue kertas di setiap wastafel
3 Wastafel bebas dari peralatan yang tidak tepat
4 Fasilitas cuci tangan bersih
5 Ada tempat sampah di bawah wastafel
6 Tersedia handrub di setiap ruangan
7 Tersedia poster kebersihan tangan
8 Label tanggal pengisian pada botol handrub/cairan antiseptik
Nilai Total

JumlahYa
Skoring = x 100%
Jumlah Ya+Tidak
Fasilitas : Periode : Sesi
Pelayanan Tanggal : Observer
Ruang Waktu Mulai-Selesai : Halaman
Departeme LamaSesi : 20 Kota/Ka
nNegara

Profesi : Profesi : Profesi : Profesi :


Kode : Kode : Kode : Kode :
Nomor : Nomor : Nomor : Nomor :

Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH


patan patan patan patan
1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR
seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk
3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR
seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

Profesi : Profesi : Profesi : Profesi :


Kode : Kode : Kode : Kode :
Nomor : Nomor : Nomor : Nomor :

Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH Kesem Indikasi HH


patan patan patan patan
1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR 1 seb-kontak pasien HR
seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR 2 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR 3 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR 4 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk
5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR 5 seb-kontak pasien HR
seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR 6 seb-kontak pasien HR


seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW seb-tind aseptik HW
set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk set-darah-cairan Tdk
set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien set-kontak pasien
set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk set-kontak lingk

PUSKESMAS ABCD
xxxxxxxxxxxxxxxxxx
Email

xxxxxxxxxxxxxx

LAPORAN AUDIT KEPATUHAN CUCI TANGAN


BULAN ........
PUSKESMAS ABCD

A. LATAR BELAKANG

Puskesmas merupakan health care system yang di dalamnya terdapat sistem


surveilans sebagai upaya pengendalian dan pencegahan yang di dalamnya Puskesmas
mempunyai peran strategis dalam upaya mempercepat peningkatan kesehatan masyarakat
di Indonesia, karena Puskesmas merupakan fasilitas yang padat karya dan padat teknologi.
Peran strategis Puskesmas sangat diperlukan untuk menghadapi transisi epidemiologi yang
terjadi saat ini.

HAIs (Health-care Associated Infections) merupakan kejadian infeksi yang


didapatkan penderita setelah mendapatkan perawatan >48 jam dan pasien tidak dalam masa
inkubasi. Karena HAIs, di identifikasi melalui kegiatan surveilans, media penularan utama dari
sebagian besar bakteri atau virus penyebab infeksi adalah tangan- tangan pemberi asuhan
yang terkontaminasi.

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan menggunakan
antiseptik pencuci tangan. Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety
challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand
hygiene untuk petugas kesehatan dengan my five moments for hand hygiene yaitu melakukan
cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan
steril, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien,
setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Pengetahuan tentang infeksi nosokomial dan pencegahannya merupakan stimulus sosial
yang dapat menimbulkan respon emosional terhadap upaya universal precaution sehingga
akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Kegagalan
melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi
nosokomial atau HAIs dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan
kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah.
Sehingga perlu adanya audit kepatuhan pelaksanaan hand hygiene untuk evaluasi kegiatan
hand hygiene yang telah dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Puskesmas ABCD

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud :

Meningkatkan pemahaman tentang kebersihan tangan (hand hygiene).

2. Tujuan :

a. Meningkatkan pengetahuan dalam melakukan cuci tangan (hand hygiene)


dengan handrub maupun handwash.
b. Meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan dalam kebersihan tangan
(hand hygiene).
c. Meningkatkan perilaku sehat dengan selalu melakukan cuci tangan (hand
hygiene) dengan 6 langkah dalam 5 momen.
d. Mendapatkan data tentang gambaran kepatuhan cuci tangan dan
ketersediaan fasilitas cuci tangan

C. PENGERTIAN

Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh seluruh pegawai
Puskesmas terutama orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Untuk menanggapi hal ini,
Tim PPI melakukan penilaian terhadap kepatuhan cuci tangan kepada petugas yang
bersentuhan langsung dengan pasien yang dinilai setiap bulan. Penilaian ini berdasarkan
dilakukan atau tidaknya cuci tangan dalam five moments for hand hygiene (lima momen cuci
tangan) yang ditetapkan oleh WHO.
Lima moment tersebut adalah:

1. Sebelum bersentuhan dengan pasien


2. Sebelum melakukan prosedur bersih/steril
3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi
4. Setelah bersentuhan dengan pasien
5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien

Jumlah petugas yang dinilai (audit) berasal dari Profesi Pemberi Asuhan (PPA) dan orang
yang bersentuhan langsung dengan pasien untuk dilakukan audit hand hygiene. Data
dikumpulkan dengan cara menggunakan lembar observasi. Lembar observasi berisi check list
untuk melihat praktik hand hygiene yang dilakukan oleh petugas (PPA), yang terdiri dari
penilaian lima momen cuci tangan dengan membandingkan jumlah nilai Opportunity dan
jumlah Action setiap petugas dalam melakukan tindakan cuci tangan. Penilaian Fasilitas cuci
tangan juga menggunakan lembar Observasi dilakukan berupa format yang berisi item-item
yang perlu diamati menggunakan cheklist.

D. HASIL KEGIATAN

Kepatuhan Hand Hygiene di Puskesmas ABCD. Audit hand hygiene merupakan cara yang
dilakukan untuk mengobservasi dan mengukur kepatuhan para petugas kesehatan dalam
melakukan hand hygiene yang merupakan perilaku mendasar dalam upaya mencegah
timbulnya infeksi nosokomial. Dari pelaksanaan audit hand hygiene yang dilaksanakan rutin
tiap 3 bulan di Puskesmas berikut ini laporan kepatuhan hand hygiene pada setiap unit
pelayanan kesehatan Puskesmas bulan Juli-September 2021.
Berdasarkan data pada grafik, menunjukkan bahwa angka kepatuhan Hand Hygiene bulan
Juli-September 2021 di Puskesmas menurut jenis profesi paling tinggi yaitu profesi Dokter
pada bulan juli 72%, dan pada bulan September kepatuhan cuci tangan tertinggi yaitu profesi
Bidan 67%, sedangkan angka kepatuhan paling rendah yaitu Analis, Perawat, Bidan sebesar
50% pada bulan Juni dan paling rendah pada bulan September yaitu profesi Analis 30%.

E. ANALISA DAN EVALUASI

1. Berdasarkan hasil laporan diatas terhadap kepatuhan kebersihan tangan (hand


hygiene) petugas bulan Juli-September di Puskesmas abcd masih dibawah standar
yaitu rata-rata 70,4%, sedangkan standar atau target yang diharapkan yaitu ≥75%.
Ini menunjukkan masih minimalnya kepatuhan petugas dalam melakukan cuci
tangan.
2. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab kurangnya kepatuhan petugas
dalam cuci tangan, antara lain:

a. Kurangnya akses/fasilitas cuci tangan menggunakan sabun dan air b.


.....
c. ........
d. .....

F. UPAYA TINDAK LANJUT

Maka Tim PPI merencanakan peningkatan kepatuhan kebersihan tangan (hand hygiene)
dengan cara:

1. Melakukan reedukasi rutin


2. Membuat stiker cuci tangan, yang nantinya akan diberikan kepada setiap petugas yang
sudah bisa melakukan cuci tangan dengan baik dan benar, serta dapat menyebutkan 5
momen cuci tangan.
3. Melakukan monitoring sarana dan prasarana untuk cuci tangan.
4. Menempel poster hand hygiene.
5. Membagikan brosur/leaflet hand hygiene
6. Untuk pelaksaaan hand hygiene agar maksimal maka Puskesmas perlu menyediakan
fasilitas cuci tangan yang memadai
7. dst

G. PENUTUP

a. Pemahaman petugas IPCN tentang PPI sudah memadai, dan informasi tentang PPI juga
sudah disampaikan ke petugas ruangan, namun untuk merubah perilaku petugas
kesehatan juga harus didukung oleh ketersediaan fasilitas cuci tangan untuk kepentingan
pasien dan Puskesmas tentunya.
b. Hasil akhir yang diharapkan dari meningkatnya kepatuhan petugas dalam kebersihan
tangan ini adalah tidak terjadinya HAIs pada pasien Puskesmas. Karena kebersihan
tangan merupakan salah satu indicator pacient safety yang harus dijalankan oleh petugas
di Puskesmas, maka meningkatnya kepatuhan
petugas dalam cuci tangan juga berarti meningkatnya kualitas pelayanan Puskesmas.

............, November 2021

Mengetahui Sekretaris Tim PPI


Koordinator PPI

xxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxx

PROGRAM EDUKASI PASIEN / KELUARGA

Nama pasien :
No Regester :
Ruang :
Hari / Tanggal / Jam :

PEMBERI TANDA TANGAN


NO MATERI EDUKASI Pemberi Materi Pasien/Keluarga
MATERI
1. Kebersihan Tangan
2. Etika Batuk
3. Kebersihan Diri
4. Kebersihan Lingkungan
5. Penggunaan APD

, 2022
Koordinator PPI
PUSKESMASABCD

FORMULIR MONITORING

CHECKLIST MONITORING
KEWASPADAAN
TRANSMISI

Unit :.............................................................................................

Nama Petugas : ............................................................................................. Tanggal Pelaksanaan


: ............................................................................................

KEADAAN
NO VARIABEL
YA TIDAK KET.
1. Apakah petugas melakukan cuci tangan
2. Apakah petugas menggunakan APD sesuai dengan pola transmisi infeksi pasien

3. Apakah petugas menempatkan pasien sesuai dengan pola transmisi infeksi


penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) di ruang tersendiri
4. Apakah petugas menempatkan pasien infeksi (kontak, droplet) bersama pasien
lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting dengan
jarak antara tempat tidur > 1 meter bila tidak tersedia ruang tersendiri
5. Apakah petugas menempatkan pasien dengan kecurigaan penularan udara
(airborne) di ruang isolasi dengan ventilasi tekanan negatif
6. Apakah Petugas memberi informasi kepada penunggu pasien bahwa pintu kamar
ruang isolasi harus selalu ditutup
7. Apakah petugas konsultasi terlebih dahulu dengan Tim PPI untuk
menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan jika petugas
kesulitan
8. Apakah petugas memberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya (kontak,droplet, airborne) untuk semua ruangan yang terkait
cohorting
9. Apakah petugas memberi informasi ke pasien atau penunggu pasien agar
mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne)
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain
10. Apakah petugas melepaskan APD
11. Apakah petugas cuci tangan
JUMLAH
Auditor/ Supervisi

MONITORING DAN EVALUASI RUANGAN ISOLASI

HARI/TANGGAL : .............................. ...................... 20 RUANG:

HASIL
NO PENULARAN MELALUI KONTAK Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1. PENEMPATAN Pasien ditempatkan diruangan
PASIEN rawat terpisah, bila tidak
mungkin kohorting
Pasien ditempatkandengan jarak
>1meter antar tempat tidur
2. TRANSPORTASI Gerak pasien dibatasi pada saat
PASIEN pemindahan
Transport pasien hanya kalau
perlu saja
3. ALAT Petugas memakai sarung tangan
PELINDUNG non streil terbuat dari latekssaat
DIRI masuk keruang pasien
Petugasmengganti sarung
tangan setelah kontak engan
bahan infeksius (feses,cairan
drein)
Petugas melepaskan sarung
tangan sebelum keluar dari
kamar pasiendan cuci tangan
dengan antiseptik
Ptugas memakai gaun bersih,
tidak streil saat masuk ruang
pasien untuk melindungi baju
dari kontak dengan pasien,
permukaan lingkungan,barang
diruang pasien, cairan diare
pasien,ileostomy,colostomy,luka
terbuka
Petuga melepaskan gaun
sebelum keluar ruangan,jaga
agar tidak ada kontaminasi
silang kelingkungan dan pasien
lain
Petugas menggunakan apron
bilaguna permeabel tidak ada,
untuk mengurangi penetrasi
cairan, dan tidak dipakai sendiri
4. PERALATAN Peralatan non kritikal dipakai
UNTUK untuk 1 pasien atau pasien
PERAWATAN denganinfeksi mikrob yang
sama
Peralatan dibersihkan dan
disinfektansebelum dipakai

untuk pasien lain.


5. PENULARAN 1. Penempatan pasien
MELALUI • Pasien ditempatkan
DROPLET diruang terpisah,bila
tidak mungkin
kohorting.bila keduanya
tidak mungkin buat
pemisah dengan jarak>
1meter antarTTdan
jarakdengan pengunjung
• Pintu dipertahankan
terbuka, tidak
perlupenaganan khusus
terhadap udaradan
pentilasi ( katagori1B)
2. Transport pasien
• Gerak pasien
dibatasi pada saat
pemindahan
• Droplet dibatasi dengan
mengenakan masker
pada pasein, menerapkan
hyigine respirasi dan
etika batuk
3. APD
• Bilabekerja radius 1
meter daripasien, dan
saat kontakerat dengan
pasien, petugas
menggunkan masker
• Masker selalu dipakai
saat memasuki ruang
rawat pasien dengan
infeksi saluran napas
6. PENULARAN 1. Penempayan pasien
MELALUI AIR • Pasien ditempatkan
BORNE/ dirang terpisah, yang
UDARA mempunyai teanan
negative, aliran udara 6 –
12x/jam dan pengeluaran
udara mengalir
keruang/tempat lain Rs
• Pintu ruang pasien
tertutup
• Bila runag terpisah tidak
memungkinkan
tempatkan pasien dengan
pasien lain yang
mingidap mikroba yang
sama dan tidak
tercampur pasien infeksi
lain (khorting dalam
jarak > 1meter
• Petugasmelakukan
koordinasi dengan
petugas PPIRS untuk
penempatan pasien
2. Transport pasien
• Gerak pasien dibatasi
dan transport pasien
hanyadilakukan jika
dipelukan
• Pasien dipakaikan
maskerbedah saat
dilakukanpemeriksaan
3. APD
• Petuga menggunkan
masker repirator (N95-
katagori N pada efesiensi
95%) saat masuk ruang
TB atau suspek TB paru
• Orang yang rentan tidak
diperbolehkan masuk
keruang pasien yang
diketahui campakatau
cacar air kecuali petugas
yang sudah diimunisasi
• Jika petuga/pengunjung
yang rentan harus
masuk, harus
menggunakan respirator
untuk pencegehan
• Petugas menggunkan
sarung tangan dan gaun
ketika masuk atau saat
melakukan tindakan
pada pasien
Mengetahui

IPCO

. IPCN
..................................... ........................................
CATATAN PASIEN DENGAN ISOLASI KONTAK

1. Herpes simplek 2. Infeksi oleh bateri yang resisten terhadap antibiotik

3. Scabies 4. Rubella ( campak )

5. dst
LAPORAN SEPTEMBER-OKTOBER
HASIL SURVEILANS HAIs
PUSKESMAS ABCD
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan Laporan September-Oktober HASIL

SURVEILANS HAIs PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Puskesmas ABCD Kabupaten XXX tahun 2021 dapat terselesaikan. Laporan September-
Oktober HASIL SURVEILANS HAIs PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

INFEKSI ini bagi Puskesmas ABCD sangat penting sekali karena akan memberikan gambaran tentang
insiden rate HAIs di Puskesmas sehingga dapat digunakan untuk merencanakan program
pengendalian dan pencegahan infeksi untuk perbaikan pelayanan Puskesmas ke depan. Harapannya,
Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan berorientasi pada keselamatan
pasien serta melindungi seluruh masyarakat pengguna layanan puskesmas dari infeksi selama
mendapat pelayanan dari puskesmas.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar BAB I


1. LatarBelakang .............................................................................................................. 1
2. Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II
Hasil Surveilans PPI .......................................................................................................... 3
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan .................................................................................................................. 5
2. Saran ............................................................................................................................ 5
3. RencanaTindakLanjut .................................................................................................. 5
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial merupakan infeksi silang yang terjadi akibat perpindahan
mikroorganisme melalui petugas kesehatan dan alat yang dipergunakan saat melakukan
tindakan. Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara
umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari
72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada
dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.

Healthcare Associated Infections (HAIs) banyak terjadi di seluruh dunia dengan


kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena
penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang
dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara
yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

Infeksi nosokomial dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.
Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada
didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau
auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang berhubungan dengan pelayanan


kesehatan merupakan suatu upaya penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
Puskesmas.

Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan dihadapkan pada


risiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mecegah terjadinya infeksi.
Selain itu, petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung (seperti staf
rumah tangga, pembuang sampah dll) Semuanya dihadapkan kepada risiko. HAIs dan
infeksi dari tempat pekerjaan merupakan masalah yang penting di seluruh dunia dan
terus meningkat.

Kegiatan surveilans HAIs merupakan komponen penunjang penting dalam setiap


program pencegahan dan pengendalian infeksi. Informasi yang dihasilkan oleh kegiatan
surveilans berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan surveilans yang baik dan
benar dapat dibuktikan bahwa program dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas ABCD sehingga melindungi
sumber daya manusia kesehatan ,pasien, dan masyarakat dari infeksi yang terkait pelayanan

kesehatan.

2. Tujuan Khusus:
a. Tersedianya informasi tentang situasi dan kencenderungan kejadian HAIs di
Puskesmas ABCD dan faktor risiko yang mempengaruhinya
b. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya fenomena

abnormal (penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs di

Puskesmas ABCD
c. Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada hasil

pengamatan dan dampak HAIs di Puskesmas ABCD


BAB II

Dari hasil pemantauan tim PPI ditemukan kejadian HAI's sebagai berikut : September
2020

NO NAMA UMUR REKAM LAMA LAMA LAMA TINDAKAN HAIs


MEDIS RAWAT INFUS CATETER LAIN
1 Asma 48 000019 2 2 -
2 Jatim 60 001157 3 3 - -
3 Halimatus 30 001272 4 4 - -

Oktober 2020

NO NAMA UMUR REKAM LAMA LAMA LAMA TINDAKAN HAIs


MEDIS RAWAT INFUS CATETER LAIN
1 Riza 25 001243 2 2 - -
2 salsabila 14 001265 4 4 - - -

Incidence Rate
No Bulan
Phlebitis CAUTI
1 September 1 0
2 Oktober 0 0
Analisis

Incidence Rate Phlebitis Puskesmas ABCD September-Oktober 2019 = 1 / 51 x 1000 = 19,6 Incidence
Rate CAUTI Puskesmas ABCD September-Oktober 2019 = 0 /17 x 1000 = 0

Tidak ada monitoring SOP Belum ada inhouse traning


Incidence
Rate
Phlebitis
Tdk ada Petugas kurang
budaya berkompeten

mengingatkan
teman

Angka incidence rate Phlebitis yang cukup tinggi ini disebabkan karena ketidakpatuhan petugas
terhadap SOP pemasangan infus dan pemasangan kateter dan ada petugas rawat inap yang kurang
berkompeten dalam melakukan pemasangan kateter, serta belum ada budaya mengingatkan
antarteman
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Incidence Rate Phlebitis di Puskesmas ABCD pada September-Oktober tahun 2021 adalah
sebesar 19,6

Angka yang cukup tinggi ini disebabkan karena ketidakpatuhan petugas terhadap SOP
pemasangan infus dan pemasangan kateter dan ada petugas rawat inap yang kurang
berkompeten dalam melakukan pemasangan kateter serta belum ada budaya mengingatkan
antar teman.

B. SARAN
1. Meningkatkan pengawasan dalam tindakan pemasangan infus dan kateter
2. Pengawasan tenaga keperawatan dalam bekerja sesuai SOP yang berlaku
3. Menggalakkan program cuci tangan sesuai SOP yang berlaku
4. Pengawasan dalam hal menjaga kesterilan melakukan tindakan invasif

C. RENCANA TINDAK LANJUT


1. Inhouse Training PPI bagi semua nakes
2. Pembinaan terhadap petugas yang terindikasi tidak mematuhi SOP pemasangan infus dan

kateter

3. Pembinaan terhadap petugas yang kurang berkompeten dalam memasang infus dan

kateter

XXX,31 Oktober 2021

Ketua Tim PPI

XXXXXXXXXXX
BAB I PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif),penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan
pusat penelitian medik. Berdasarkan undang – undang no. 44
tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit
adalah institusipelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu
orang ke orang lainnya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penyakit menular ditandai dengan adanya pathogen
penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Infeksi merupakan
invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005).
Outbreak atau epidemic merupakan peningkatan melebihi level
yang didapatkan dari suatu penyakit dalam area geografik
tertentu; terdapat satu kasus penyakit dari sebelumnya
tidak pernah ada. Endemi merupakan level biasa (usual) suatu penyakit
pada area geografis tertentu(misalnya rumah sakit). Outbreak
adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi
normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat
terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusiyang
tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja, atau pesantren)
pada suatu periode waktu tertentu.
Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor

382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di Rumah Sakit

Petugaskesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan


Kewaspadaan Isolasi yaitu Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan
Berdasarkan Transmisi. Jenis kewaspadaan berdasar penularan
transmisi yaitu: kontak, droplet, airborne serta immuno
compromised yaitu pasien dengan imunitas rendah sehingga mudah
tertular infeksi.
Pasien menular yang akan dirawat di ruang isolasi rumah sakit
harus sesuai kategori transmisi penularan penyakit dengan
persyaratan ruang isolasi sehingga dapat memutus siklus penularan
penyakit dan melindungi pasien, petugaskesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

a. Mengetahuipenyebab outbreak

b. Menghentikan outbreak sekarang dan mencegah


outbreak di masa mendatang

2. Tujuan Khusus

a. Agen kausa outbreak

b. Cara transmisi

c. Sumber outbreak
d. Carrier

e. Populasi berisiko

f. Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).


BAB II

RUANG LINGKUP

1. Panduan ini di buat sebagai acuan untuk semua pekerja


yang berada di lingkungan rumah sakit, terutama
dunkungan dari pimpinan, manajemen, dan merupakan
suatu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit
2. Pandaun ini dapat diterapkan kepada semua pekerja yang
berada dilingkungan rumah sakit

3. Panduan ini dapat berupa sosialisasi


BAB
III
TATA LAKSANA
Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat
dimulai sedini mungkin (do early) setelah tersedia informasi
yang memadai. Bila investigasi outbreak telah memberikan
fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa outbreak,
sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan outbreak,
maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu
pengujian hipotesis oleh studi analitik yang lebih formal.

A. Identifikasi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit
yang lebih banyak daripada ekspektasi normal di di
suatu area atau pada suatu kelompok tertentu,
selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang
potensi outbreak biasanya datang dari sumber-sumber
masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga
pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi
informasi tentang potensi outbreak bisa juga berasal dari
petugaskesehatan, hasil analisis data surveilans, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau
media lokal (suratkabar dan televisi).

B. Investigasi Kasus Definisi Kasus


Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang
dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti
outbreak mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat
kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);

2. Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena,


tempat dan waktu terjadinya outbreak);
3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)

Dengan menggunakan definisi kasus, maka individuyang diduga


mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu
klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis,
kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case)
2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case)
3. Kasus pasti (confirmed case, definite case)
Klasifikasi Kasus
Kasus suspek (suspected case, Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terda

syndromis bukti epidemiologi, tetapi tidak terdapat bu


case)

laboratorium yang menunjukkan tengah atau


telah terjadi infeksi (bukti laboratorium
negatif, tidak ada, atau belum ada)

Kasus mungkin (probable case, Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit,
presumptive case) terdapat bukti epidemiologis, terdapat
bukti laboratorium yang mengarah
tetapi belum pasti, yang menunjukkan
tengah atau telah terjadi infeksi (misalnya
bukti dari sebuah tes serologis
tunggal)
Kasus pasti (confirmed Terdapat bukti pasti laboratorium (serologis
case, definite case) biokimia, bakteriologis, virologis,
parasitologis) bahwa tengah atau telah
terjadi infeksi, dengan atau tanpa kehadiran
tanda, gejala klinis, atau bukti
epidemiologis

Penemuan Kasus
Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum
tentu sama dengan kasus primer, yaitu kasus pertama
dalam komunitas. Kasus pertama yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan biasanya hanya merupakan
sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus yang ada
(“tip of the iceberg”, puncak gunung es). Karena itu,
setelah mendefinisikan kasus, langkah investigasi selanjutnya
adalah mencari kasus (case finding).
Tujuan penemuan kasus:

a. Mengetahui luas outbreak

b. Mengetahui populasi berisiko


c. Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran
dari orang ke orang)

d. Mengidentifikasi sumber-sumberinfeksi

e. Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi

C.
Investiga
si Kasus

Wawanc
ara

denganK
asus
Tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait
kasus adalah untuk menemukan kausa outbreak. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti
mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan
wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi
berikut:
a. Identitasdiri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)

b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)

c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa

d. Faktor-faktor risiko

e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat


tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi,
catat komplikasi dan kematian akibat penyakit)
f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan
dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis
ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan
atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena
kesalahan pemeriksaan laboratorium) Prinsip intervensi
untuk menghentikan outbreak sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber patogen

b. Memblokade proses transmisi

c. Mengeliminasi kerentanan

Sedang eliminasi
sumber patogen
mencakup: a.
Eliminasi atau inaktivasi
patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)

c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang


atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi
kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber
(higiene perorangan, memasa daging dengan benar, dan
sebagainya);
e. Pengobatan kasus.

Prinsip intervensi untuk


menghentikan outbreak sebagai
berikut:a. Mengeliminasi sumber
patogen
b. Memblokade proses transmisi

c. Mengeliminasi kerentanan Eliminasi


sumber patogen mencakup:
a. Eliminasiatau inaktivasi patogen

b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)


c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang
atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi
kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber
(higieneperorangan, memasak daging dengan benar, dan
sebagainya); (5) Pengobatan kasus.

Melakukan Studi Analitik (jika perlu)


Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan
kepada teka-teki menyangkut sejumlah kandidat
agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi
kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai
untuk mengungkapkan sumber dan kausa outbreak. Jika
situasi itu yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan
studi analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan
lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi kohor
retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik lainnya,
studi analitik untuk investigasi outbreak mencakup :
a. Pertanyaan penelitian
b. Signifikansi penelitian

c. Desain studi

d. Subjek

e. Variabel-variabel

f. Pendekatan analisis data

g. Interpretasi dan kesimpulan.

D. Mengkomunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak
dikomunikasikan kepada berbagai pihak pemangku
kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat rincian
yang bervariasi, pihak- pihak yang perlu diberitahu
tentang hasil penyelidikan outbreak mencakup pejabat
kesehatan masyarakat setempat, Direktur pembuat
kebijakan dan pengambil keputusan kesehatan,
petugasfasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi
peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan
media. Penyajian hasil investigasi dilakukan secara
lisan maupun tertulis (laporan awal dan laporan
akhir). Pejabat dinas kesehatan yang berwewenang hendaknya
hadir pada penyajian hasil investigasi outbreak.
Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas,
objektif dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi
yang dapat dipertanggungjawabkan.

E. Mengevaluasi dan Meneruskan Surveilans


Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas
Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti outbreak
perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi
berbagai kelemahan program maupun defisiensi
infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahanperubahan yang lebih
mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem
kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi
outbreak memungkinkan identifikasi populasi -
populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan
strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun
peristiwaperistiwa yang terjadi di luar kelaziman
dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap
kejadian outbreak memberi kesempatan kepada
penyelidik untuk mempelajari kekurangan-kekurangan
dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan
kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki
secara sistematis di masa mendatang, sehingga
dapat mencegah terulangnya outbreak.
BAB IV DOKUMENTASI

1. Lembar Surveilans

2. Data Outbreak

PENGNDALIAN KLB
No. Dokumen :

SOP No. Revisi :

TanggalTerbit :

Halaman : 1/4

PUSKESMAS ..................................
ABCD NIP. ................

1. Pengertian Melakukan suatu kegiatan pengendalian KLB dan


keracunan, melakukan verifikasi dan
penyelidikan efidemiologi serta tata laksana
terhadap setiap kasus KLB

2. Tujuan Sebagai acuan dalam pengendalian KLB dan


Keracunan
3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor :
/PKM/2021. tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Referensi 1. UU no 36 ttg kesehatan
2. UU no 4/1984 tentang wabah
3. Permenkes no 1144/2010 tentang orang dan
tata kerja
4. PP no 40/1991 tentang penanggulangan wabah
penyakit menular
5. Permenkes 116/2003 tentang penyelnggaraan
surveilans epidemiologi nasional
6. Permenkes 1116/2003 tentang penyelenggaraan
surveilans terpadu penyakit
7. Permenkes 1501/2010 tentang penyakit yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangannya

5. Alat dan Bahan

6. Langkah-langkah Bagan alir


a. Kepala Puskesmas
mengintruksikan
kepada staff untuk
melakukan kegiatan
SKD setiap kasus baik
berupa rumor maupun
informasii valid yang
bersumber dari
masyarakat atau
instansi kesehatan di
bawah puskesmas
b. Staf melakukan
survailens terhadap
perkembangan penyakit
potensial KLB baik dari
laporan
pustu/poskesdes,
bidan praktek
swasta,masyarakat dan
media.
c. Bila informasi KLB di
temukan melalui SKDR
staf melakukan
verifikasi ke
pustu,poskesdes/bidan
pelapor mengenai
kebenaran data yang
dikirimkan. Bila
informasi berasal dari
masyarakat/media/ru
mor, staf melakukan
koordinasi dengan
pustu/poskesdes/bida
n desa agar melakukan
verifikasi awal
mengenai kebenaran
rumor tersebut
d. Bila verifikasi telah
menunjukkan KLB, staf
melaporkan hal
tersebut kepada
Ka.puskesmas dan
Dinkes kabupaten. Jika
bukan KLB, SKD tetap
dilakukan sebagai
langkah antisipasi
e. Ka.Puskesmas
berkoordinasi dengan
lintas program untuk
melakukan
pengendalian secara
terpadu. Ka.puskesmas
juga memerintahkan
staf untuk membuat
laporan KLB <24 jam
f. Staf bersama TGC
melakukan
pengendalian KLB ke
lokasi. Staf melakukan
pengamatan, pendataan
dan analisa epidemiologi
terhadap factor waktu,
tempat dan orang.
Kemudian
menyusunnya ke dalam
konsep laporan KLB
g. Bila
ka.puskesmas
setuju, maka
ka.puskesmas akan
embubuhkan tanda
tangannya dan
menerahkannya
kembali kepada staf
untuk dikirimkan ke
dinas kesehatan. Bila
ada koreksi, konsep
laporan akan di
kembalikan kepada
stafuntuk diperbaiki
h. Staf akan memperbaiki
konsep laporan
penyelidikan lalu
menyerahkan kembali
kepada ka.puskesmas
untuk di tanda tangani
i. Ka.puskesmas
menandatangani laporan
penyelidikan lalu
menyerahkan kembali
kepada staf dan
melaporkan kejadian ini
secara berjenjang
kepada dinas
kesehatan kabupaten.
j. Staf juga mengirimkan
SMS kepada Dinas
kesehatan Kabupaten
k. Staf mengirimkan
laporan penyelidikan ke
dinas kesehatan
kabupaten dan
mengarsipkan seluruh
laporan yang di buat

7. Hal yang perlu di Apabila kegiatan ini tidak dilaksanakan maka


perhatikan potensi meluasnya KLB sangat memungkinkan

8. Unit terkait 1. Lintas Program


2. Lintas sektor
9. Dokumen terkait Rekap laporan/arsip
PEMERINTAH KABUPATEN xxxxx

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS

UPT PUSKESMAS ABCD

Jl.
Email: .....................................

HASIL ANALISIS OUTBREAK ( KLB ) TH 2020

ANALISIS
MASALAH RENCANA PELAKSANAAN EVALUASI
MASALAH

• Masih rendahnya 1. Penanganan KLB: Telah di laksanakan Dari hasil pelaksanaan,


2.
angka bebas Fogging Focus Koordinasi Linsek, Linsek mendukung
3.
Koordinasi Linsek program PJB.........
jentik Penyuluhan DB, pada
Penyuluhan tentang
• Tingkat 4. DB tanggagal………..
kesadaran Kegiatan
KLB DBD PJB(Pemantauan
masyarakat untuk
Jentik Berkala )
PSN/melaksanak secara rutin
an
PJB(pemantauan 1
Jentik Berkala)
masih rendah

Kepala Puskesmas ABCD

XXXXXXXXXX XXXXXXXXXX
NIP : ...................... NIP : ................

Anda mungkin juga menyukai