Laporan Resmi Praktikum Teratologi
Laporan Resmi Praktikum Teratologi
Disusun oleh :
Partner 6
Khalida Umairah
200805016
LABORATURIUM TERATOLOGI
PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
Lembar Pengesahan
UJI EFEK TERATOLOGI JAMU KOMERSIL TERHADAP
FETUS MENCIT PUTIH (Mus musculus L.)
Disusun oleh :
Partner 6
Khalida Umairah
200805016
2.1 Teratogenik
Teratogenik merupakan perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Teratogenik disebabkan oleh
adanya teratogen. Teratogen adalah zat atau apapun (obat, zat kimia, polutan, virus,
fisik) yang dalam kehamilan dapat menyebabkan perubahan bentuk atau fungsi organ
dalam perkembangan janin. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu
organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Faktor-faktor penyebab teratogen
diantaranya adalah Faktor genetis (mutasi dan aberasi) faktor lingkungan (Infeksi),
penggunaan obat-obatan, Radiasi, Defisiensi vitamin atau hormon. Terdapat
sejumlah bahan yang bersifat teratogenik pada kehidupan manusia dan hewan, antara
lain, Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi), infeksi
cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis, dan
taksoplasmosis. Ketidak seimbangan metabolism, misalnya karena konsumsi alcohol
selama kehamilan, kretinisme endemic, defisiensi asam folat. Selain itu juga
Komponen kimia obat dan lingkungan (Mulyani et al., 2020).
Teratogen didefinisikan sebagai berbagai material yang jika terkena pada
janin dapat menyebabkan gangguan permanen pada bentuk dan fungsi pada janin.
Beberapa contoh dari agen tertogenik adalah obat, radiasi terionisasi dan infeksi.
Paparan agen teratogenik pada janin dapat menyebabkan lubang kecil pada alveolus
hingga aborsi spontan yang efeknya bervariasi tergantung pada faktor genetik, fase
perkembangan, jalur dan jumlah paparan dari agen teratogenik. Waktu paparan agen
teratogenik terhadap fase perkembangan janin sangat berpengaruh. Setelah terjadi
pembuahan dan sebelum terjadi implantasi, ovum sangatlah rentan dan sangat
menentukan apakah akan bertumbuh atau mati. Organogenesis utama terjadi pada
periode embrionik (2-8 minggu). Dalam fase ini embrio sangat rentan terhadap
paparan agen teratogenik. Gangguan pada fase ini dapat menyebabkan gangguan
pembentukan kongenital seperti anencephaly dan gangguan jantung serta anggota
gerak. Berikutnya pade periode janin (fetal period) yakni usia kehamilan 8 minggu
hingga lahir (Wijaksana, 2019).
2.2 Jamu sebagai Obat herbal Tradisional
Pengobatan dengan menggunakan obat herbal telah lama digunakan oleh
masyarakat Indonesia yang secara empiris bermanfaat untuk membantu
menyembuhkan penyakit. Pengembangan penelitian mengenai obat herbal saat ini
semakin berkembang dan meningkat. Banyak penelitian yang dilakukan dalam upaya
mengembangkan atau memanfaatkan sumber daya alam Indonesia sebagai bahan
baku dalam pengembangan obat herbal. Penggunaan obat pada wanita hamil dapat
menimbulkan masalah tidak hanya pada ibu, namun juga pada janin. Sekitar 50% ibu
hamil dan menyusui menggunakan obat-obatan atau produk herbal yang sering
dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan. Frekuensi pemakaian obat-obatan
atau produk herbal yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada janin,
sementara janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi secara
sempurna. senyawa kimia atau zat aktif obat dapat masuk ke dalam peredaran darah
janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ pada janin sehingga dapat
berefek teratogen Penggunaan obat herbal pada wanita hamil tidak menutup
kemungkinan menyebabkan teratogenik pada janin (Mulyani, 2020).
. Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan. Secara
turun-temurun jamu di konsumsi oleh masyarakat, ada pendapat bahwa khasiat jamu
tidak kalah penting dengan obat-obatan kimia. Di kalangan ibu hamil sering dijumpai
ibu yang mengkonsumsi jamu, dengan berbagai tujuan seperti untuk menghilangkan
mual muntah, menghilang lesu dan lemah, menguatkan janin dan menenangkan
pikiran. Padahal berdasarkan beberapa referensi banyak efek samping yang di
timbulkan bila mengkonsumsi jamu saat hamil, salah satunya adalah menyebabkan
keguguran, misalnya untuk jamu kunyir asam karena bersifat membersihkan Rahim.
Menurut WHO, sekitar 80 % dari penduduk dibeberapa negara Asia dan Afrika
menggunakan obat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatannya. Di Indonesia
banyaknya wanita yang mengkonsumsi jamu 61,87% dan 33,3 % diantaranya adalah
ibu hamil. Sebuah penelitian mengatakan dari 416 ibu bersalin di Bekasi pada tahun
2008 didapatkan bahwa ibu yang selama hamil mengkonsumsi jamu mempunyai
risiko 7 kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengkonsumsi jamu selama hamilnya (Rhomadona, 2015).
2.3 Mencit (Mus musculus L.)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang termasuk kedalam famili
Murideae. Mus musculus liar atau Mus musculus rumah merupakan hewan satu
spesies dengan Mus musculus yang ada di laboratorium. Semua galur Mus musculus
laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah
melalui peternakan selektif. Rambut Mus musculus liar berwarna keabu-abuan dan
warna perut sedikit lebih pucat. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat
badan bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai
18- 20 gram. Mus musculus liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam
bulan atau lebih. Mus musculus liar makan segala macam makanan (omnivorus) dan
mau mencoba makan apapun makanan yang tersedia bahkan bahan yang tidak bisa
dimakan. Makanan yang diberikan untuk Mus musculus biasanya berbentuk pelet
secara tanpa batas (adlibitum). Air minum dapat diberikan dengan botol-botol gelas
atau plastik dan Mus musculus dapat minum air dari botol tersebut melalui pipa
gelas. Kandang Mus musculus berupa kotak sebesar kotak sepatu yang terbuat dari
bahan plastik (Muliani, 2011).
Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan
model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Mencit banyak
digunakan sebagai hewan laboratorium, khususnya digunakan dalam penelitian
biologi. Mencit mempunyai banyak keunggulan sebagai hewan coba, di antaranya
siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-
sifatnya tinggi, dan mudah dalam penanganannya. Mencit merupakan omnivora
alami, sehat, kuat, prolifik (mampu beranak banyak), kecil, dan jinak. Selain itu,
binatang ini mudah didapat dengan harga relatif murah dengan biaya ransum yang
rendah. Tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher, dan ekor. Rambutnya
berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit
dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada
umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit
betina mengalami estrus. Siklus estrus yaitu 4-5 hari, sedangkan lama bunting 19-21
hari. Berat badan mencit jantan dewasa berkisar antara 20-40 gram, sedangkan
mencit betina 25-40 gram Mm. musculus, dan Mm. molossius beserta turunan dari
masing-masing substrain tersebut. Mencit mempunyai ukuran dan berat badan yang
lebih kecil dari tikus (Rejeki et al.,2018).
2.4 Fetus Dalam Kandungan
Fetus dalam kandungan dilindungi oleh plasenta dan selaput ketuban, namun
tidak terlepas dari pengaruh buruk zat yang dikonsumsi oleh induk. Kecepatan zat
menembus barier plasenta tergantung besarnya molekul,kelarutan dalam lemak, dan
derajat ionisasinya. Efek teratogenik yang paling lazim ialah abortus spontan,
malformasi kongenital, perlambatan pertumbuhan janin dan perkembangan mental,
karsinogenesis dan mutagenesis. Malformasi kongenital atau cacat bawaan adalah
kelainan struktur atau anatomi yang terdapat pada saat lahir, kebanyakan disebabkan
oleh factor genetik dan lingkungan atau gabungan keduanya yang terjadi selama
perkembangan dalam rahim. Pemilihan bahan makanan atauobat untuk ibu hamil
hendaknya didasarkan atas keamanan bagi ibu dan janin yang dikandungnya,
meskipun efektivitasnya baik,namun jika keamanannya belum diketahui lebih baik
tidak diberikan. Kematian fetus tidak terjadi pada setiap induk karena kemampuan
yang berbeda dari masing-masing induk dalam memetabolisir . Diduga fetus yang
mati tersebut sejak dalam kandungan belum selesai mengalami perkembangan
sehingga memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan fetus yang lahir dalam
keadaan hidup. Resorbsi fetus merupakan salah satu indikasi agen yang bersifat
teratogenic (Setyawati dan Yulihastuti, 2011).
Pada saat fetus, sel-sel pada tubuh mampu membelah dengan cepat sehingga
sangat rentan terhadap senyawa yang bersifat toksik yang diberikan kepada induk
mencit saat kehamilan. Hal itu dapat terjadi karena adanya ekstrak yang diberikan
kepada induk mencit yang akan berpindah ke fetus melalui jalan plasenta, yaitu
melalui jalan yang sama yang dilalui oleh zat-zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dari fetus. Pertambahan panjang fetus dapat
dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan yang akan mempengaruhi metabolisme
protein, elektrolit, karbohidrat, dan juga lemak. Sekresi dari hormone-hormon
pertumbuhan yang akan dikontrol oleh hipotalamus dengan cara mensekresi Growth
Hormone-Releasing Hormone (GHRH) dan Growth Hormone-Inhibiting Hormone
(GHIH) ke dalam darah yang akan mempengaruhi sel-sel tubuh dalam memproduksi
hormon pertumbuhan. Pertambahan panjang badan fetus yang diberi perlakuan tjuga
dapat merangsang kerja hipotalamus dalam mensekresi hormon-hormon
pertumbuhan seperti GHRH dan GHIH yang dapat terganggu (Julitasari et al., 2016).
2.5 Kelainan Kongenital (Malformasi)
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah
lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan
oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu
seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan
dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir
rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat
lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan
laboratorik untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir,
dikenal pula adanya diagnosis pre/antenatal kelainan kongenital dengan beberapa
cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu
jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara
bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru
ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi (Yunani et al., 2015).
Kesenjangan dalam bidang kesehatan terutama dirasakan pada penderita
kelainan kongenital. Kelainan kongenital adalah suatu kondisi ketidak normalan
struktur atau fungsi tubuh yang muncul saat lahir. Kelainan kongenital dapat
menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila bayi terlahir dengan baik
maka dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan pengaruh
negatif bagi keluarga dan lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh
kematian neonates di dunia adalah karena kelainan kongenital. Kelainan kongenital
dapat timbul akibat berbagai etiologi, misalnya karena mutasi genetik, virus, trauma,
dll . Pangan yang dikonsumsi seorang wanita saat belum hamil dan saat hamil sangat
menentukan tingkat kesehatan janin yang dikandungnya. Janin mendapat nutrisi
penuh dari plasenta yang menempel pada rahim sang wanita. Perkembangan otak
pada masa awal
kehidupan anak yang akan berpengaruh sepanjang kehidupannya. Nutrisi yang baik
sangat penting dan dimulai sebelum kehamilan (Purwoko, 2019).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Malformasi :
• Cacat telinga
• Cacat tungkai depan
• Cacat tungkai belakang
• Cacat mata
• Cacat ekor
• Cacat lainnya meliputi ; hemoragi, kekerdilan dan pembengkokan ekor
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Berat Badan Saat Sebelum dan Saat Akan Dibedah
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pada mencit betina ke-1
memiliki selisih berat badan 35 gr, pada mencit Betina ke- 2 selisih berat badan 48
gr, pada mencit betina ke- 3 selisih berat badan sebesar 40 gr, dan pada mencit betina
ke-4 memiliki selisih berat badan sebesar 45 gr. Pada setiap mencit terus terjadi
penambahan berat badan. Untuk rata-rata berat badan mencit saat pemeliharaan awal
yaitu sebesar 20,25 gr dan rata-rata berat badan mencit saat akan dibedah sebesar
62,25 gr, sedangkan rata-rata dari selisih beratnya yaitu 42 gr. Hal ini
berkemungkinan terjadi akibat faktor lingkungan serta pakan yang diberikan dan
efek stress yang masing-masing berdampak pada nafsu makan mencit yang berbeda-
beda.
Menurut Rejeki (2018), pakan mencit yang lembut bisa menyebabkan
maloklusi dan pakan yang terlalu keras membuat tikus tidak dapat mengunyahnya.
Pakan harus sesegar mungkin dan tidak lebih dari 6 bulan penyimpanan bahan.
Pakan lebih baik disimpan di tempat sejuk dan kering. Sama seperti tikus, mencit
juga memerlukan masa karantina, stabilisasi, dan aklimasi untuk memberikan hasil
optimal sebagai hewan percobaan. Kegagalan dalam perencanaan aklimasi dan
stabilisasi pada hewan percobaan memberikanhasil statistik yang berbeda secara
signifikan pada hasil penelitian dan menyebabkan data tidak akurat. Pemeliharaan
mencit sama seperti pemeliharaan tikus, yaitu dipengaruhi oleh faktor
gedung/bangunan, kandang (cage), kondisi lingkungan, makanan dan minuman, dan
alas tidur (bedding). Mencit membutuhkan lingkungan dengan suhu 64–79°F atau
17,78–26,11°C untuk mempertahankan kondisi fisik yang sehat. Kecepatan ventilasi
yang dianjurkan yaitu 10–15 pertukaran udara per jam. Udara pada lingkungan harus
segar, disaring, dan bebas dari kontaminan. Tingkat kebisingan lebih besar dapat
berpotensi merusak tingkat stres manusia dan hewan. Mencit yang dipapar
kebisingan dapat menyebabkan ketulian berat.
Menurut Mutiarahmi (2020), pakan merupakan salah satu aspek yang sangat
memengaruhi kesejahteraan hewan, memastikan pakan hewan tercukupi, kandungan
nutrisi yang terdapat didalamnya, dan akses hewan pada pakan. Pakan yang banyak
digunakan adalah jenis pakan berbentuk pelet dengan berbagai merek komersial.
Namun, 15 dari 21 peneliti tidakmengetahui merek dari pakan hewan cobanya.
Peneliti lainnya menggunakan pakan pelet AD II, pakan BRII, pelet CP 551, pelet
BR+ dan pakan Turbo 12. Pakan mencit diketahui memiliki kandungan protein 10%,
lemak 3%, serat 8% dan kadar air 12%. Pakan berbentuk pelet lebih sering
digunakan daripada tepung untuk mengurangi perubahankomposisi dandiperlukan
untuk membuat aus gigi pada hewan mencit. Pakan sebaiknya disimpan pada suhu
15-1 6∘C dan dihabiskan paling lama 4-6 minggu setelah kemasan dibuka. Pakan
ideal mencit harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak
5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D,
asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan
cholin. Kandungan kimiawi pada pakan yang diberikan pada tikus harus
mengandung asam amino esensial seperti arginin, isoleusin, leusin, methionin,
fenilalanin, treonin, tryptofan, dan valine dengan begitu kebutuhan pakan tikus bisa
terpenuhi. Jumlah pakan normal untuk hewan mencit adalah 1/10 BB atau sekitar 3-4
g/hewan/hari, tingkat konsumsi pakan tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin,
ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partumbuhan,
keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak
tersebut. Peneliti ada yang memberikan pakan sebanyak 15-25 g/hari atau bahkan tak
sedikit peneliti yang memberikan secara ad libitum tanpa diperhitungkan jumlah
pakan perhewan per harinya dan frekuensi pemberian pakan dilakukan satu kali
sehari. Selain pakan, air minum juga merupakan aspek yang penting supaya hewan
tidak dehidrasi dan mengalami stres. Hewan harus memiliki akses ke air minum yang
dapat diminum dan tidak tercemar oleh kotoran.
4.2 Berat Badan dan Jumlah Fetus Induk
Berdasarkan hasil pengamatan berat badan dan jumlah fetus dari hewan uji
coba yang digunakan di dapatkan hasil sebagai berikut:
Induk Jumlah Rata-rata Fetus Fetus mati Fetus Jumlah
kehamilan Fetus berat hidup reasorb
ke- Fetus
Induk ke- 1 10 0,44 10 - - 10
Induk ke- 2 3 0,35 3 - - 3
Induk ke- 3 4 0,34 4 - - 4
Induk ke- 4 5 0,31 5 - - 5
Rata-rata 0,36
5. 1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
a. Pengaruh pemberian jamu komersil terhadap perkembangan berat
badan mencit (Mus musculus L.) dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan,yaitu jamu komersil memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan berat badan mencit. Hal tersebut dapat
diketahui karena adanya peningkatan berat badan pada induk mencit
yang sedang mengalami kebuntingan.
b. Efek dari pemberian jamu komersil terhadap mencit (Mus musculus
L.) yang ditimbulkan yaitu kelainan pada tungkai belakang akibat
dari pemeberian dosis yang cukup tinggi untuk mencit serta juga
dikarenakan peningkatan berat badan dan dilakukan pula
peningkatan dosis yang di berikan sehingga terjadi ketidak normalan.
c. Efektivitas dan gangguan yang ditimbulkan jamu komersil terhadap
fetus mencit (Mus musculus L.) dari hasil praktikum adalah efektif
untuk menimbulkan gangguan terhadap organ fetus mencit yang
berdampak pada kelainan pada bagian tungkai belakang. Hal tersebut
dikarenakan dari dosis perlakuan yang diberikan.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah :
a. Sebaiknya praktikan selanjutnya tepat waktu dalam melakukan
pencekokan terhadap sampel.
NaCl 0,9%
Lampiran 3 Foto Kerja