Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh :

Muhammad Lanang Damarjati


2002066

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH KLATEN

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan kasus DHF di Ruang Hapsah
disusun untuk memenuhi tugas praktek klinik anak pada tanggal 25-30 Juli 2022 oleh mahasiswa
D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Klaten

Nama : Muhammad Lanang Damarjati


NIM : 2002066
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kasus
“Dengue Hemoragic Fever (DHF)” di Ruang Hapsah

Klaten, 26 Juli 2022


Mengetahui,
Mahasiswa

Muhammad Lanang Damarjati


NIM : 2002066

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI / PENGERTIAN
DHF (Dengue Hemoragic Fever) atau biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian baik pada anak, remaja
maupun dewasa di antara penyakit infeksius. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang di bawa melalui gigitan nyamuk. Virus dengue ditularkan
oleh nyamuk betina terutama dari sepsis aedes aegypti dan pada tingkat lebih rendah, A,
albopictu (Adarmoyo, 2017).
DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai
oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma, 2018). Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup
tinggi (Hermawan, 2018)

B. ETIOLOGI
Penyakit DHF (Dengue Hemoragic Fever) disebabkan oleh infeksi virus dengue yang dibawa
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Karena infeksi dengue sekunder lebih sering dikaitkan
dengan DBD daripada infeksi primer, respon imun didapat terhadap dengue, baik sel B maupun
sel T telah terlibat. Setelah reinfeksi dengan virus dengue dari serotipe yang berbeda, penyakit
parah terkait dengan tingkat tinggi replikasi virus yang ditingkatkan antibodi di awal penyakit
yang diikuti oleh kaskade aktivasi sel T memori dan sitokin inflamasi dan mediator kimia
lainnya
Senyawa ini dilepaskan terutama dari sel T, monosit/makrofag dan sel endotel, dan akhirnya
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Pang et al., 2017). Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko terinfeksi virus dengue dikaitkan dengan keberadaan vektor atau
nyamuk Aedes sp. Lingkungan yang banyak memiliki air tergenang sebagai tempat nyamuk
berkembang biak. Kamar/ruangan yang tertutup, kualitas pencahayaan sinar matahari buruk,
suhu >18°C, dan terdapat banyak pakaian yang tergantung sebagai tempat tinggal nyamuk.
Populasi yang lebih berisiko adalah individu yang lebih banyak melakukan aktivitas atau
olahraga di luar rumah, serta individu yang tinggal berkelompok dalam lingkungan yang padat.

C. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3
sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat
sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari. Menurut definisi kasus WHO 2018, infeksi dengue
dicurigai pada pasien dengan demam tinggi dan dua dari tanda atau gejala berikut :
 Sakit kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Artralgia/nyeri tulang
 Ruam
 Manifestasi perdarahan : petekie, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, atau
tes tourniquet positif. Leukopenia (WBC 5.000 sel/mm3)
 Jumlah trombosit <150.000 sel/mm3
 Hematokrit (Hct) naik 5-10% (Kalayanarooj, 2011)

D. PATOFISIOLOGI dan PATHWAYS


Patofisiologi primer DHF (Dengue Hemoragic Fever) adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau
kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang,
terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan hemoglobin,
terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan (syok). Pada
kasus berat, volume plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post
mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemi. Setelah masuk
kedalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikulo endotelial
yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini,
muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-
hemaglutinin dan anti komplemen. Antibody yang muncul pada umumnya adalah IgG
dan IgM, pada infeksi dengue primer antibody mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder
kadar antibody yang telah ada menjadi meningkat. Antibody terhadap virus dengue dapat
ditemukan di dalam darah ketika demam sekitar hari ke 5, meningkat pada minggu
pertama sampai ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetic kadar IgG berbeda
dengan antibody IgM, oleh karena itu kinetik antibody IgG harus di bedakan antara
infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibody IgG meningkat ketika demam
sekitar hari ke 14, sedangkan infeksi sekunder antibody IgG meningkat pada hari kedua.
Oleh karena itu diagnose dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibody IgM setelah sakit hari kelima (Aryu, 2010).
Bagan 2.1 Pathway DHF Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada setiap penderita DHF (Dengue Hemoragic Fever) dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk menegakkan diagnose, yang meliputi : (Andriani, 2018)
1) Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara yaitu dengan
cara sahli dan sianmethemoglobin. Dalam laboratorium cara sianmethemoglobin (foto
elektrik) banyak dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat dibanding sahli, dan lebih
cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi
kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan
kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah atau
yang biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF.
2) Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan
persen dan dari volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah
kapiler. Nilai normal untuk pria 40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%. Penetapan hematocrit
dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata kurang lebih 2%. Hasil itu kadang-
kadang sangat penting untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus kepada tindakan
darurat.
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan
makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit demam berdarah. Seperti telah
disebutkan bahwa peningkatan nilai hematocrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi
yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi
berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi.
Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematocrit tidak
meningkat bahkan menurun. Telah ditentukan bahwa pemeriksaan Ht/Sgot/Sgpt secara
berkala pada penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
- Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF, pemeriksaan ini turut
menentukan perlu atau tidaknya anak itu dirawat.
- Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan hematocrit berkala ikut menentukan perlu
atau tidaknya anak itu diberikan cairan intravena.
- Pada penderita DHF pemeriksaan Ht/Sgot/Sgpt berkala menentukan perlu atau tidaknya
kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat yang tepat untuk menghentikan cairan
intravena dan menentukan saat yang tepat untuk memberikan darah.
3) Trombosit
Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan dari kotoran
kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung melekat pada permukaan asing (bukan endotel utuh)
dan menggumpal-gumpal. Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh
cara menghitungnya, sering dipastikan nilai normal itu antara 150.000-400.000/µl darah.
Karena sukarnya dihitung, penelitian semu kuantitatif tentang jumlah trombosit dalam
sediaan apus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaring. Cara langsung
menghitung trombosit dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai
keuntungan tidak melelahkan petugas laboratorium.

F. PENATALAKSANAAN MEDIK
Menurut (Andriani,2018), penatalaksanaan DBD dapat juga dibedakan menjadi lebih
sederhana lagi, yaitu didasarkan derajat DBD :
1) Derajat I
 Pengobatan symtomatik, minum cukup dan makan seimbang.
 Pemantauan yang teratur dan ketat.
 Buah-buahan biasa diberikan, tapi berupa sari buahnya saja.
2) Derajat II
 Pemasangan infus, kadang melalui 2 jalur yaitu satu untuk pemberian plasma dan satu
lagi untuk pemberian cairan.
 Minum dan makan diberikan sebanyak yang pasien mau.
 Pengobatan DIC dengan heparin, namun jarang digunakan sebagai terapi standar untuk
sekarang ini.
 Pemberian komponen darah yaitu suspensi trombosit atau darah lengkap sesuai
kebutuhan.
3) Derajat III dan IV (DSS):
 Mengatasi syok
 Memperbaiki gangguan balance - basa dan elektrolit.
 Memberi komponen darah atau darah lengkap yang sesuai dengan indikasinya.
 Pemberian antipiretik.
 Obat inotropik bila syok belum teratasi
 Pengawasan terhadap pemberian cairan untuk mencegah terjadinya overloading.
 Menghindari tindakan invasive yang berlebihan.
G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN
Pengkajian Primer
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al., 2017).
a. Identitas Pasien
DHF dapat menyerang semua umur mulai anak-anak, remaja, orang dewasa hingga lansia.
Anak-anak yang paling rentan terkena DHF. Seseorang yang memiliki kondisi lingkungan
buruk akan lebih rentan terkena penyakit DHF.
b. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah
panas tinggi dan lemah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus lain.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
f. Pola Kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun.
2. Eliminasi (buang air besar) : kadang-kadang mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
3. Tidur dan istirahat : sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau
nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
berkurang.
4. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes aegypty.
5. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
g. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
Pemeriksaan fisik berdasarkan tingkatan DHF adalah sebagai berikut :
a. Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
b. Grade II yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur
c. Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d. Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.
h. Kepala dan leher :
a. Inspeksi : muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang
mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada
grade II,III,IV).
i. Dada/Thorax :
1. Inspeksi : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak.
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : suara sonor
4. Auskultasi : rales (+), ronchi (+), yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
j. Abdomen :
1. Inspeksi : tidak ada lesi, memar
2. Auskultasi : hiperperistaltik (-)
3. Palpasi : mengalami nyeri tekan,
4. Perkusi : pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites, suara timpani
k. Ekstremitas :
1. Inspeksi : kesadaran composmentis, tampak lemah, muncul keringat dingin
2. Auskultasi : tidak dilakukan
3. Palpasi : akral dingin, turgor menurun, terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
l. Genetalia dan anus : Tidak dilakukan pengkajian
m. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien dengan DHF akan dijumpai sebagai berikut :
1. HB dan PVC meningkat (≥20%)
2. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3. Leukopenia ( mungkin lekositosis)
4. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hyponatremia
5. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
6. Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
7. SGOT /SGPT mungkin meningkat.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Risiko Syok Hipovolemi berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan pada pleura
6) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan intake cairan

I. PERENCANAAN
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
.
1. 7) Risiko Syok Hipovolemi Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan Syok (I.02068)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
peningkatan keperawatan diharapkan Observasi :
permeabilitas kapiler tingkat syok menurun dengan - Monitor status kardiopulmonal
kriteria hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi,
- Kekuatan nadi frekuensi napas, TD)
meningkat - Monitor status oksigenasi
- Output urine (oksimetri nadi) normal 95-100%
meningkat - Monitor status cairan (turgor
- Saturasi oksigen kulit, CRT)
meningkat - Monitor tingkat kesadaran
- Akral dingin menurun kesadaran dan respon pupil
- Tekanan darah - Periksa riwayat alergi
membaik Terapeutik :
- Tekanan nadi - Berikan oksigen untuk
membaik mempertahankan saturasi oksigen
- Frekuensi nadi >95%
membaik - Persiapkan intubasi dan ventilasi
- Frekuensi napas mekanis, jika perlu
membaik - Pasang jalur IV
- Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine, jika perlu
- Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi :
- Jelaskan penyebab/factor risiko
syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan /merasakan
tanda/gejala awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian IV
- Kolaborasi pemberian transfuse
darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian anti
inflamasi, jika Perlu
2. 8) Hipertermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
proses penyakit keperawatan diharapkan Observasi :
termoregulasi membaik - Identifikasi penyebab hipertermia
dengan kriteria hasil: (misal : dehidrasi, terpapar
- Menggigil menurun lingkungan panas)
- Kulit merah menurun - Monitor suhu tubuh
- Kejang menurun - Monitor komplikasi akibat
- Konsumsi oksigen hipertermia
menurun Terapeutik :
- Takikardi menurun - Sediakan lingkungan dingin
- Takipnea menurun - Longgarkan atau lepaskan
- Hipoksia menurun pakaian
- Suhu tubuh membaik - Basahi dan kipas permukaan
- Tekanan darah tubuh
membaik - Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal
(missal : selimut hipotermia, atau
kompres dingin pada dahi dan
leher, dada, abdomen dan aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3. 9) Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
faktor psikologis keperawatan diharapkan Observasi :
status nutrisi klien meningkat - Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil : - Identifikasi alergi dan intoleransi
- Porsi makanan yang makanan
dihabiskan meningkat - Identifikasi makanan yang
- Berat badan disukai
meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan
- Indeks Massa Tubuh jenis nutrient
(IMT) meningkat - Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. piramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika
perlu
- Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarakan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu.
4. Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera Setelah dilakukan intervensi Tindakan
fisiologis diharapkan tingkat nyeri Observasi :
menurun dengan kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik,
- Keluhan nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif - Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
- Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang
- Kesulitan tidur memperberat memperingan nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Frekuensi nadi keyakinan tentang nyeri
membaik - Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetic,
jika perlu
5. Pola napas tidak efektif Pola Nafas (L.01004) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
penumpukan cairan pada diharapkan pola napas Observasi :
pleura membaik dengan kriteria - Monitor pola napas (normal RR
hasil: 12-20x/menit)
- Dispnea menurun - Monitor bunyi napas tambahan
- Pernapasan cuping Terapeutik :
hidung - Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas
- Pemanjangan fase - Posisikan fowler atau semifowler
ekspirasi menurun - Berikan oksigenasi
- Frekuensi napas Edukasi :
membaik - Jelaskan pasien/keluarga
- Kedalaman napas tujuan dan prosedur
membaik pemasangan jalan napas
buatan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
6. Kekurangan volume Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemi (I.03116)
cairan berhubungan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
dengan kekurangan keperawatan diharapkan status Observasi :
intake cairan cairan membaik dengan - Periksa tanda gejala hypovolemia
kriteria hasil: (mis.Frekuensi nadi meningkat,
- Kekuatan nadi nadi terasa lemah, tekanan darah
membaik menurun, turgor kulit menurun,
- Turgor kulit membaik membrane mukosa kering)
- Dipsnea menurun - Monitor intake dan output cairan
- Perasaan lemah Terapeutik :
menurun - Hitung kebutuhan cairan
- Frekuensi nadi - Berikan posisi Trendelenburg
membaik - Berikan asupan cairan oral
- Tekanan darah - Pertimbangkan jenis dan sumber
membaik nyeri dalam pemilihan strategi
- Membrane mukosa meredakan nyeri
menurun Edukasi :
- Berat badan membaik - Anjurkan memperbanyak asupan
- Suhu tubuh membaik cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan
intravena isotonis

J. EVALUASI
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien
dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan (Nursalam, 2011). Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang
dilakukan ketika atau segera setelah mengimplementasikan program keperawatan
memungkinkan perawat untuk segera memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada
interval tertentu menunjukan tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan memungkinkan
perawat untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan.
Evaluasi pada saat pulang mencakup status pencapaian tujuan dan kemampuan perawatan diri
klien terkait perawatan tindak lanjut (Kozier, 2010).
Dalam penerapan proses keperawatan evaluasi didokumentasikan dalam teknik SOAP
(subjektif, objektif, analisis, planning). Data subjektif yaitu respon verbal yang disampaikan
klien di akhir pemberian asuhan keperawatan. Data objektif yaitu menggambarkan respon non
verbal klien pada akhir pemberian asuhan keperawatan. Analisis yaitu menggambarkan apakah
masalah keperawatan dapat teratasi atau tidak dapat teratasi. Untuk mengetahui keberhasilannya,
maka dilakukan perbandingan antara informasi yang didapat dari data subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah masalah sudah
teratasi, teratasi sebagaian atau tidak teratasi. Planning merupakan rencana keperawatan lanjutan
berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adarmoyo, S. (2013). HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA


TENTANG PENYAKIT DHF DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM
PENCEGAHAN PENYAKIT DHF - Umpo
Repository. http://eprints.umpo.ac.id/2051/
Andriani, N. W. E. (2014). KAJIAN PENATALAKSANAAN TERAPI
PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA
PENDERITA ANAK YANG MENJALANI PERAWATAN DI RSUP
PROF. DR. R.D KANDOU TAHUN 2013. PHARMACON, 3(2).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/4771
Arkan Ichsan, A., Nisa Berawi, K., Putri Prameswari, N., Nirmala
Wahyunindita, R., Pendidikan Dokter, P., Kedokteran, F., Lampung, U.,
Lampung, B., Biokimia, B., & Fisiologi, dan. (2020). Predictors For
Dengue Shock Syndrome (DSS) Complications In Pediatric Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Patients. Medical Profession Journal of
Lampung, 10(1), 134–141. https://doi.org/10.53089/MEDULA.V10I1.42
Aryu, C. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/
1787/973
Hermawan. (2018). Dengue Hemorrhagic Fever.
Kalayanarooj, S. (2011). Review TMH Clinical Manifestations and
Management of Dengue/DHF/DSS. Tropical Medicine and Health, 39(3),
xx–xx. https://doi.org/10.2149/tmh.2011-S10
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.
Pang, T., Cardosa, M. J., & Guzman, M. G. (2007). Of cascades and perfect
storms: the immunopathogenesis of dengue haemorrhagic fever‐dengue
shock syndrome (DHF/DSS). Immunology & Cell Biology, 85(1), 43–45.
https://doi.org/10.1038/sj.icb.7100008
Retno, C. (2010). GAMBARAN PERAN PERAWAT DALAM
PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DBD
(DEMAM BERDARAH DENGUE) ANAK DI BANGSAL IBNU SINA
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai