PPC, Bab-5, Inventory
PPC, Bab-5, Inventory
Manajemen Sediaan
Dalam aktivitas produksi/ jasa, salah satu hal yang juga harus dikendalikan
adalah sediaan. Dalam perkembangannya, keputusan bahwa perlu tidaknya
mengadakan sediaan, bila perlu bagaimana pengelolaannya dan lain lain juga
merupakan diskusi yang melibatkan banyak faktor. Keputusan perlu tidaknya
sediaan ini kuga mempertimbangkan masing masing konsekwensi yang
ditimbulkan dari keputusan tersebut.
Definisi sediaan :
Semua barang & bahan yang disimpan dan akan digunakan dalam proses
produksi atau jasa. Dalam sistem manufaktur, sediaan terdiri dari 3 bentuk :
- Bahan baku / mentah (raw material), yang merupakan input awal dari
proses transformasi menjadi produk jadi
- Barang 1/2 jadi, merupakan bentuk peralihan antara bahan baku/ raw
material dengan produk jadi (termasuk sub assy)
- Barang jadi, yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap
dipasarkan kepada konsumen (termasuk komponen, suku bagian, dll)
66
untuk pembuatan atau mendatangkannya. Disini ditunjukkan bahwa adanya
persediaan merupakan hal yang sulit dihindari.
❑ Speculative motive
Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga barang di
masa mendatang.
67
• Menyediakan persediaan dalam tingkat aman bila pemasok tidak tepat
waktu atau barang harus dikembalikan karena spesifikasi tidak sesuai
• Menyediakan persediaan dalam tingkat aman bila bahan tersebut
dihasilkan secara musiman
• Menekan resiko terhadap kenaikan harga barang/ inflasi, atau
mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan
kuantitas
• Mengalokasikan ruang penyimpanan (untuk finished & in process goods )
• Mengaitkan pemakaian bahan dengan tersedianya keuangan
• Merencanakan penyediaan bahan dengan kontrak jangka panjang
berdasarkan program produksi
• Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang
yang diperlukan
• Fluctuation stock
Untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang unpredictable, serta
mengatasi jika terjadi penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu
produksi, pengiriman barang.
• Anticipation stock
Untuk menghadapi permintaan yang predictable, misal pada musim
permintaan tinggi, tapi kapasitas produksi tidak mampu memenuhi
permintaan, atau saat dimana bahan baku sulit diperoleh.
• Lot size inventory
Persediaan yang diadakan dalam kuantitas yang lebih besar dari
kebutuhan saat itu, misal untuk mendapatkan keuntungan dari harga
potongan karena membeli dalam jumlah (lot size) besar, atau
penghematan karena biaya angkut per unit lebih rendah.
• Pipeline inventory
68
Merupakan persediaan yang sedang dalam perjalanan yang
membutuhkan beberapa hari atau minggu, namun sudah dinyatakan
sebagai persediaan.
Klasifikasi ABC
Pengendalian persediaan bisa dilakukan dalam banyak cara, antara lain dengan
analisis nilai persediaan, yaitu dengan membedakan/ mengelompokkan nilai
investasi yang terpakai dalam periode tertentu. Dalam cara ini, persediaan
diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu A, B dan C dan dikenal dengan klasifikasi
ABC (HF Dickie, 1950).
Klasifikasi ABC ini menggunakan prinsip Pareto: the critical few and the trivial
many. Ide dasarnya adalah memfokuskan pengendalian persediaan pada item
yang bernilai tinggi dari yang bernilai rendah. Yang dimaksud nilai dalam ABC
bukan harga item per unit [Rp/ unit] melainkan volume tahunan yaitu persediaan
dalam 1 periode yang lazimnya 1 tahun [unit/ tahun] kali harga unit [Rp/ unit]
sehingga satuannya menjadi [Rp/ tahun].
Untuk persediaan dengan nilai tinggi (A) diperlukan perhatian tinggi dalam
pengadaan dan pengendaliannya, dengan pemeriksaan yang intensif,
sementara klasifikasi B cukup dengan cara moderat, sedangkan klasifikasi C
dengan teknik pengendalian sederhana.
69
Nilai persentase maupun pengklasifikasian ini tidak mutlak, tergantung kondisi
dan kebijakan perusahaan, misal bisa saja dilakukan klasifikasi menjadi 4 kelas
(ABCD) ataupun hanya AB.
Contoh :
70
Jika ditampilkan dalam bentuk grafik, maka tampak perbandingan porsi masing
masing klasifikasi (Gambar 5.1).
• Biaya pemesanan
Yaitu biaya yang dikeluarkan ketika dilakukan kegiatan pemesanan barang,
sejak penerbitan/ penempatan pesanan sampai barang tersedia di gudang.
Biaya ini mencakup administrasi, penerbitan order, pemilihan pemasok,
pengangkutan & bongkar muat, penerimaan dan pemeriksaan barang. Biaya
ini sering tidak tergantung kuantitas melainkan tergantung frekuensi
pemesanan.
• Biaya penyimpanan
Yaitu biaya yanng dikeluarkan sehubungan dengan diadakannya persediaan
barang, yakni meliputi sewa gudang, administrasi pergudangan, gaji
pelaksana gudang, listrik, modal yang tertanam dalam persediaan, asuransi,
kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama penyimpanan. Biaya
penyimpanan ini bisa dinyatakan dalam % dari nilai rata rata per tahun atau
Rp per tahun per unit .
71
terganggunya produksi, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau
kehilangan pelanggan yang beralih ke tempat lain. Tiga kemungkinan yang
dapat terjadi karena “kekurangan persediaan” adalah :
- tertundanya penjualan → dari pelanggan loyal yang mau menunggu,
namun keuntungan yang seharusnya diperoleh tetap tertunda
- kehilangan penjualan → bisa dari pelanggan loyal yang membatalkan
transaksi dan beralih ke substitusi, meskipun kelak masih mau kembali
namun kesempatan keuntungan tetap hilang.
- kehilangan pelanggan → pelanggan memang pindah ke substitusi
Metode ini menggunakan matematika & statistik sebagai alat bantu utama untuk
memecah-kan masalah kuantitativ dalam sistem persediaan. Metode ini sering
disebut metode pengendalian tradisional karena memberi dasar lahirnya metode
baru yang “lebih modern” seperti MRP (amerika) dan KANBAN (jepang).
Berikut adalah sejumlah model yang banyak dipakai pada metoda ini, dengan
sebagian uraian singkatnya:
72
- EOQ ( economic order quantity )
- Pemesanan tertunda
- Potongan kuantitas
- Penerimaan bertahap
- Sediaan pengaman, …… dan lain lain
Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji. Q (lihat Gambar
5.2) adalah nilai optimal/ ekonomis persediaan yang diperoleh dengan
menggunakan pendekatan tabel & grafik atau formula.
Contoh :
Kebutuhan komponen : 12’000 unit per tahun
Biaya pemesanan : Rp 50’000,- per pemesanan, tidak tergantung kuantitas
komponen
73
Biaya penyimpanan : 10% dari nilai persediaan ( per unit / tahun )
Harga komponen : Rp 3’000,- per unit
Yaitu dengan cara menghitung dan membandingkan biaya yang timbul pada
frekuensi yang berbeda. Dari contoh di atas didapat :
Cara formula
= √4 juta
= 2’000 unit
F = 12’000 / 2’000 = 6 kali / tahun
74
Pada dasarnya, angka EOQ yanng diperoleh merupakan suatu kuantitas
paling ekonomis seperti digambarkan pada grafik dalam Gambar 5.3 berikut.
• Pemesanan Tertunda
Bila dalam EOQ salah satu asumsinya adalah tidak adanya permintaan yang
ditunda (back order), maka dalam model ini kekurangan persediaan yaang
direncanakan dapat dilakukan, seperti yang banyak dihadapi pada situasi
tertentu (biasanya pada perusahaan yang memiliki persediaan bernilai tinggi/
mahal, misal dealer mobil atau mesin industri).
Dalam hal ini pesanan dari pelanggan tetap diterima meskipun saat itu tidak
ada persediaan. Asumsi dasar sama dengan EOQ kecuali bahwa penjualan
tidak hilang karena stock out (tidak ada persediaan). Pada grafik dalam
Gambar 5.4 di bawah, Q = jumlah tiap pemesanan, sedang b = on hand
inventory, yaitu jumlah persediaan tiap awal siklus (jumlah persediaan awal
dikurangi back order).
75
Gambar 5.4 Ilustrasi Pemesanan Tertunda
• Penerimaan bertahap
Kadang ada suatu kondisi dimana model EOQ dasar tidak sesuai untuk
diaplikasikan, misal bila persediaan tidak bisa diterima secara seketika
melainkan berangsur angsur (Gambar 5.5).
76
Penetapan kuantitas pesanan (KP) yang tepat sangat penting dalam
pengendalian sediaan. KP ini tentunya akan mempengaruhi tingkat sediaan:
semakin kecil KP semakin kecil pula tingkat sediaan yang berarti semakin
ekonomis karena menekan biaya penyimpanan, namun semakin besar tejadi
kemungkinan ”stock out” serta akan mendongkrak frekuensi pembelian yang
berarti menaikkan pula biaya pemesanan. Demikian pula sebaliknya,
manakala ditentukan KP yang besar, biaya penyimpananpun akan naik
namun frekwensi pemesanan akan turun.
Agar tidak terjadi kehabisan persediaan (stock out) maka pada saat barang
di gudang mencapai kuantitas tertentu, harus sudah dilakukan pemesanan
77
barang berikutnya. Besarnya titik pemesanan seharusnya dapat menutupi
pemakaian selama lead time, oleh karena itu secara matematis rumusnya
adalah
ROP = U x L
ROP = re order point, titik pemesanan
U = kecepatan pemakaian rata rata
L = lead time rata rata
Pada kenyataannya kecepatan pemakaian dan lead time tidak selalu tetap.
Ada kemungkinan pemakaian lebih cepat dari rata rata, demikian pula lead
time bisa lebih panjang (barang datang lebih lambat). Oleh karena itu, untuk
mencegah kemungkinan kehabisan barang perlu disangga dengan
penambahan sediaan pengaman (lihat Gambar 5.7). Maka perhitungan titik
pemesanan menjadi :
78
Cara yang paling umum dalam mentukan Sp ialah dengan menentukan
sejumlah prosentase yang menggambarkan berapa resiko yang dapat
diambil oleh perusahaan atau yang dapat dipertanggung jawabkan karena
adanya kemungkinan stock out tersebut.
a) Metode Maksimum
Cara ini paling aman dari kemungkinan stock out tapi paling tidak
ekonomis karena persediaan selama menunggu ditutupi dengan kondisi
maksimum.
ROP = Umaks x Lmaks
Umaks = kecepatan pemakaian maksimum
Lmaks = lead time maksimum
Contoh :
Rata rata laju pemakaian = 10 unit per hari ROP = 25 u/h x 15 h
Rata rata waktu tenggang = 9 hari = 375 u
Laju pemakaian terbesar = 25 unit per hari Sp = 375 u – ( 10 x 9 ) u
Waktu tenggang terlama = 15 hari = 285 u
Contoh :
Rata rata laju pemakaian = 10 unit per hari
Rata rata waktu tenggang = 9 hari
Faktor pengaman = 30%
ROP = U x L + Sp
= 10 u/h x 9 h + 30% ( 10 u/h x 9 h )
= 117 u
79
Atau juga beberapa cara/ pendekatan lain tergantung kebijakan masing masing
perusahaan (metode akar rata rata pemakaian dalam waktu tenggang, langsung
dalam jumlah unit tertentu, dan lain lain).
MRP ini berkembang dengan cepat & luas sejak +/-1970 untuk pendukung
kegiatan perusahaan --terutama manufaktur-- antara lain karena :
- menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan & mengolah data
dalam menjalankan perusahaan
- dapat mengkordinasikan kegiatan dari berbagai fungsi dalam perusahaan
manufaktur seperti teknik, produksi, pengadaan.
❑ KANBAN
Dikembangkan oleh Taichi Ono dkk dari TMC (toyota motor company) dan sejak
1978 dikenal luas. Prinsipnya, KANBAN ini dalah pendekatan yang merupakan
bagian dari JIT (just in time) → persediaan seminim mungkin, barang tersedia
dalam jumlah & waktu yang tepat saat diperlukan, tetap dengan spesifikasi &
mutu yang sesuai. Ada juga orang yang menyebutnya sebagai stockless
production atau zero inventory. Gambar 5.8 dibawah ini menggambarkan
analogi sistem ‘kanban’ yang ada di supermarket/ toko swalayan.
Intinya, setiap barang yang diambil oleh pembeli dari rak penyimpanan memiliki
‘kartu pindahan’ yang dikumpulkan oleh kasir, sampai mencapai kuantitas
tertentu yang kemudian dikirmkan kepada gudang. Hal ini adalah suatu
‘komando’ kepada pihak gudang untuk memasok barang sesuai kartu ke rak
penyimpanan (mengisi kembali), dengan demikian kuantitas pada rak untuk
pembeli tsb tidak memiliki fluktuasi yang berarti. Sebelum dikirim ke rak
penyimpan, ‘kartu produksi’ yang ada pada barang dari gudang ditukar dengan
‘kartu pindahan’ dari kasir, sementara ‘kartu produksi’ dikirim oleh gudang ke
bagian produksi atau pembelian, yang juga merupakan ‘komando’ kepada
80
bagian produksi atau pembelian untuk melakukan pengadaan barang sesuai
kartu.
KANBAN sangat implementativ terutama untuk job order, akan tetapi tidak untuk
pedagang eceran yang memiliki unpredictable demand, atau tidak juga yang
memiliki pola musiman. Dia mudah dilaksanakan bila produk memiliki tidak
terlalu banyak variasi/ jenis serta lokasi pemasok relativ tidak jauh dari
perusahaan.
81
Sering sistem ini hanya menggunakan 1 tumpukan, dimana pada tumpukan
yang menunjukkan titik pemesanan telah tercapai ditempeli kartu pemesanan
yang mencantumkan kuantitas pemesanan barang. Dengan demikian
pemesanan dilakukan secara otomatis begitu ROP tercapai. KANBAN (=”kartu”)
ini bisa dikatakan sebagai suatu sistem informasi yang secara harmonis
mengendalikan sistem produksi dalam prosesnya (pull system), yaitu sediaan
hanya diadakan bila diperlukan.
Perbedaan konsep kanban dengan konsep MRP adalah bahwa kanban melihat
persediaan sebagai rendemen (waste) sehingga sediaan harus dibuat seminim
mungkin. Sedangkan MRP menganggap sediaan sebagai jaminan, terutama
dalam menghadapi variabilitas yang mungkin terjadi sehingga perusahaan tidak
menghadapi resiko kekurangan sediaan.
82
yang diperlukan saja. MRP juga memperhatikan tenggang waktu produksi
maupun jeda pembelian untuk memperkecil resiko keterlambatan pengadaan.
Komponen dasar MRP terdiri atas jadwal induk produksi, daftar material dan
catatan persediaan, seperti ilustrasi berikut.
MRP
Minggu ke
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kursi A (F-305) 150 170
Kursi B (F-306) 80 80 80 80 80 60 60
Kursi C (F307) 100 120 150
Ilustrasi berikut ini (Gambar 5.9) adalah Struktur Produk salah satu item dari
contoh Jadwal Induk Produksi diatas, yaitu kursi type A (F-305).
83
Gambar 5.9 Struktur Produk Untuk MRP
84
Catatan / Data Persediaan
F-305 30 10
S-322 80 -
R-425 50 10
Analisis kebutuhan
MRP dibuat harus berurutan dari level-0 (dalam hal ini F-305), diikuti dengan
level berikutnya, level-1 (S-311, A-315 dan P313), dilanjutkan level-2. Dalam hal
ini, yang memiliki level-2 hanya A-315, yaitu S-322, R-424 dan R-425.
Pengisian data juga harus berurutan, dimulai dari GR pada baris pertama, diikuti
SR (bila ada), OI dan seterusnya dengan memperhitungkan kuantitas yang
terjadi, misalnya SR ditambahkan pada OI, NR dengan cara mengurangkan OI
terhadap GR dan seterusnya.
85
Gambar 5.10 MRP Lengkap Contoh Kasus
86
5.4.2. Langkah-langkah dalam MRP
Apa yang dilaksanakan pada contoh di atas bisa diuraikan menjadi langkah
langkah sebagai berikut:
• Netting: penghitungan kebutuhan bersih
• Lotting (lotsizing): penentuan ukuran lot (kuantitas pesanan) yang
optimal
• Offsetting: penentuan waktu pesanan
• Explosion: penguraian kebutuhan (GR dst) untuk bagian-bagian yang
lebih kecil/ level yang lebih bawah, mengacu pada PO level sebelumnya
Ilustrasi berikut ini adalah contoh dari beberapa cara lotsizing tersebut. Angka
dengan tanda highlighted (sorotan) adalah angka-angka yang telah diketahui/
ditentukan.
perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR -
OI 100 80 30 30 50 50 50 10 35 400
NR - - 100 100 - 100 - 100
PO - 100 100 - 100 100
87
• Lot For Lot (LFL)
LFL ini adalah suatu cara untuk meminimalkan biaya simpan dimana kuantitas
dan waktu pesanan benar-benar mengikuti kebutuhan. LFL ini amat eknomis
dan efisien untuk tempat yang menerapkan JIT, namun menjadi mahal untuk
kondisi yang membutuhkan biaya setup dan biaya preparasi produksi yang
tinggi.
perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI 30 10 - - - 60 - - - 100
NR - 40 65 80 - 40 40 75
PO - 40 65 80 - 40 40 75
perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI - 106 56 117 37 97 123 83 8 619
NR 126 - 126 - - 126 -
PO 126 - 126 - 126 -
88
• Period Order Quantity
perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR -
OI - 185 135 35 160 160 60 20 150 755
NR 205 - - 205 - - - 205
PO 205 - - 205 - - - 205
EOQ = 205 bh
F = 5.12 kali
POQ = 2.34 perioda
perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI - 115 65 - 140 200 100 60 - 680
NR 135 - - 220 - - - 15
PO 135 - - 220 - - - 15
89
Kuantitas pemesanan berdasarkan kebutuhan setiap interval waktu kebutuhan
yang telah ditentukan. Ukuran lot sesuai kebutuhan, sedangkan interval telah
ditentukan (misalnya mengacu pada suatu kebijakan). Pada periode dimana
GR=0 interval tidak dihitung.
Cara lain yang juga banyak dikembangkan dan digunakan adalah PPB (Part
Period Balancing) techniques yang merupakan pendekatan dinamis untuk
menyeimbangkan biaya setup dan holding cost (biaya perusahaan terkait
penanganan produk, overhead dan lain lain).
*****
90