Anda di halaman 1dari 25

Bab V

Manajemen Sediaan

5.1. Tentang Sediaan (Inventory)

Dalam aktivitas produksi/ jasa, salah satu hal yang juga harus dikendalikan
adalah sediaan. Dalam perkembangannya, keputusan bahwa perlu tidaknya
mengadakan sediaan, bila perlu bagaimana pengelolaannya dan lain lain juga
merupakan diskusi yang melibatkan banyak faktor. Keputusan perlu tidaknya
sediaan ini kuga mempertimbangkan masing masing konsekwensi yang
ditimbulkan dari keputusan tersebut.

Definisi sediaan :

Semua barang & bahan yang disimpan dan akan digunakan dalam proses
produksi atau jasa. Dalam sistem manufaktur, sediaan terdiri dari 3 bentuk :
- Bahan baku / mentah (raw material), yang merupakan input awal dari
proses transformasi menjadi produk jadi
- Barang 1/2 jadi, merupakan bentuk peralihan antara bahan baku/ raw
material dengan produk jadi (termasuk sub assy)
- Barang jadi, yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap
dipasarkan kepada konsumen (termasuk komponen, suku bagian, dll)

Mengapa butuh pengendalian sediaan

Untuk pertimbangan besar investasi, sebab persediaan lebih sulit dikendalikan


dan sangat fluktuativ dibanding instalasi dan peralatan. Munculnya kebutuhan
persediaan dalam suatu sistem, baik produksi maupun jasa merupakan akibat
dari 3 kondisi sebagai berikut :

❑ Transaction motive / mekanisme pemenuhan atas permintaan


Permintaan terhadap suatu barang tidak bisa dipenuhi dengan segera bila
barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, sebab membutuhkan waktu

66
untuk pembuatan atau mendatangkannya. Disini ditunjukkan bahwa adanya
persediaan merupakan hal yang sulit dihindari.

❑ Precautionary motive / keinginan untuk meredam ketidak pastian


Yang dimaksud ketidak pastian adalah :
- adanya permintaan yang variatif dan tidak pasti (dalam jumlah & waktu)
- waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk
dengan produk yang lain
- ketidak pastian lead time karena berbagai faktor yang tidak sepenuhnya
bisa dikendalikan

Dalam hal ini, beberapa referensi menggunakan istilah safety stock/


persediaan penga-man untuk meredam ketidak pastian ini. Digunakan
misalnya bila permintaan melebihi peramalan, produksi lebih rendah dari
rencana, atau lead time lebih panjang dari yang diperkirakan semula.

❑ Speculative motive
Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga barang di
masa mendatang.

Berbagai pandangan dalam perusahaan mengenai pengendalian sediaan

• Marketing : ingin persediaan tinggi dalam kaitan pelayanan pelanggan


• Pembelian : ingin pembelian barang tinggi dlm kaitan diskon/ menekan
harga satuan
• Produksi : ingin persediaan tinggi dalam kaitan kesinambungan produksi/
eliminasi resiko produksi terhenti
• Keuangan : ingin persediaan rendah untuk eliminasi investasi dan biaya
gudang.

Fungsi Pengendalian Sediaan

• Menyediakan informasi untuk manajemen mengenai keadaan persediaan


• Mempertahankan suatu tingkat persediaan yang ekonomis

67
• Menyediakan persediaan dalam tingkat aman bila pemasok tidak tepat
waktu atau barang harus dikembalikan karena spesifikasi tidak sesuai
• Menyediakan persediaan dalam tingkat aman bila bahan tersebut
dihasilkan secara musiman
• Menekan resiko terhadap kenaikan harga barang/ inflasi, atau
mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan
kuantitas
• Mengalokasikan ruang penyimpanan (untuk finished & in process goods )
• Mengaitkan pemakaian bahan dengan tersedianya keuangan
• Merencanakan penyediaan bahan dengan kontrak jangka panjang
berdasarkan program produksi
• Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang
yang diperlukan

Pengelompokkan jenis persediaan :

• Fluctuation stock
Untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang unpredictable, serta
mengatasi jika terjadi penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu
produksi, pengiriman barang.
• Anticipation stock
Untuk menghadapi permintaan yang predictable, misal pada musim
permintaan tinggi, tapi kapasitas produksi tidak mampu memenuhi
permintaan, atau saat dimana bahan baku sulit diperoleh.
• Lot size inventory
Persediaan yang diadakan dalam kuantitas yang lebih besar dari
kebutuhan saat itu, misal untuk mendapatkan keuntungan dari harga
potongan karena membeli dalam jumlah (lot size) besar, atau
penghematan karena biaya angkut per unit lebih rendah.
• Pipeline inventory

68
Merupakan persediaan yang sedang dalam perjalanan yang
membutuhkan beberapa hari atau minggu, namun sudah dinyatakan
sebagai persediaan.

5.2. Prioritas Sediaan

Klasifikasi ABC

Pengendalian persediaan bisa dilakukan dalam banyak cara, antara lain dengan
analisis nilai persediaan, yaitu dengan membedakan/ mengelompokkan nilai
investasi yang terpakai dalam periode tertentu. Dalam cara ini, persediaan
diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu A, B dan C dan dikenal dengan klasifikasi
ABC (HF Dickie, 1950).

Klasifikasi ABC ini menggunakan prinsip Pareto: the critical few and the trivial
many. Ide dasarnya adalah memfokuskan pengendalian persediaan pada item
yang bernilai tinggi dari yang bernilai rendah. Yang dimaksud nilai dalam ABC
bukan harga item per unit [Rp/ unit] melainkan volume tahunan yaitu persediaan
dalam 1 periode yang lazimnya 1 tahun [unit/ tahun] kali harga unit [Rp/ unit]
sehingga satuannya menjadi [Rp/ tahun].

Kriteria yg sering dipakai dalam ABC :

Klasifikasi Persentase dari total persediaan ( +/- )


Nilai Kuantitas
A 70 20
B 20 30
C 10 50

Untuk persediaan dengan nilai tinggi (A) diperlukan perhatian tinggi dalam
pengadaan dan pengendaliannya, dengan pemeriksaan yang intensif,
sementara klasifikasi B cukup dengan cara moderat, sedangkan klasifikasi C
dengan teknik pengendalian sederhana.

69
Nilai persentase maupun pengklasifikasian ini tidak mutlak, tergantung kondisi
dan kebijakan perusahaan, misal bisa saja dilakukan klasifikasi menjadi 4 kelas
(ABCD) ataupun hanya AB.

Contoh :

Kebutuhan persediaan selama 1 tahun suatu perusahaan untuk proses


produksinya yang menggunakan 10 item bahan baku sebagai berikut :

Kebutuhan Harga Langkah untuk membagi menjadi


Item
[ unit / tahun] [ Rp / unit ]
klasifikasi ABC adalah sebagai
H-001 800 600
H-002 3,000 100 berikut :
H-003 600 2,200
- Hitung volume tahunan rupiah
H-004 800 550
H-005 1,000 1,500 dengan cara mengalikan kebu-
H-006 2,400 250
H-007 1,800 2,500
tuhan dengan harga
H-008 780 1,500 - Susun urutan item berdasarkan
H-009 780 12,200
H-010 1,000 200 volume tahunan dari yang
terbesar
- Jumlahkan volume tahunan secara kumulativ
- Hitung nilai % kumulativnya
- Klasifikasikan kedalam kelas A, B dan C berturut turut masing masing
sebesar +/- 70%, 20% dan 10% dari atas

Kebutuhan Harga Volume Tahunan Kumulativ


Item Kelas
[ unit / tahun] [ Rp / unit ] [ Rp / tahun ] [ Rp ] [%]
H-009 780 12.200 9.516.000 9.516.000 47,5 A
H-007 1.800 2.500 4.500.000 14.016.000 70,0 A
H-005 1.000 1.500 1.500.000 15.516.000 77,5 B
H-003 600 2.200 1.320.000 16.836.000 84,1 B
H-008 780 1.500 1.170.000 18.006.000 89,9 B
H-006 2.400 250 600.000 18.606.000 92,9 C
H-001 800 600 480.000 19.086.000 95,3 C
H-004 800 550 440.000 19.526.000 97,5 C
H-002 3.000 100 300.000 19.826.000 99,0 C
H-010 1.000 200 200.000 20.026.000 100,0 C
Total 20.026.000

70
Jika ditampilkan dalam bentuk grafik, maka tampak perbandingan porsi masing
masing klasifikasi (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Klasifikasi ABC Dalam Sediaan.

Biaya dalam sediaan

• Biaya pemesanan
Yaitu biaya yang dikeluarkan ketika dilakukan kegiatan pemesanan barang,
sejak penerbitan/ penempatan pesanan sampai barang tersedia di gudang.
Biaya ini mencakup administrasi, penerbitan order, pemilihan pemasok,
pengangkutan & bongkar muat, penerimaan dan pemeriksaan barang. Biaya
ini sering tidak tergantung kuantitas melainkan tergantung frekuensi
pemesanan.

• Biaya penyimpanan
Yaitu biaya yanng dikeluarkan sehubungan dengan diadakannya persediaan
barang, yakni meliputi sewa gudang, administrasi pergudangan, gaji
pelaksana gudang, listrik, modal yang tertanam dalam persediaan, asuransi,
kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama penyimpanan. Biaya
penyimpanan ini bisa dinyatakan dalam % dari nilai rata rata per tahun atau
Rp per tahun per unit .

• Biaya kekurangan persediaan


Bila perusahaan kehabisan barang saat ada permintaan, keadaan
“kekurangan persediaan” ini akan menimbulkan kerugian karena

71
terganggunya produksi, kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau
kehilangan pelanggan yang beralih ke tempat lain. Tiga kemungkinan yang
dapat terjadi karena “kekurangan persediaan” adalah :
- tertundanya penjualan → dari pelanggan loyal yang mau menunggu,
namun keuntungan yang seharusnya diperoleh tetap tertunda
- kehilangan penjualan → bisa dari pelanggan loyal yang membatalkan
transaksi dan beralih ke substitusi, meskipun kelak masih mau kembali
namun kesempatan keuntungan tetap hilang.
- kehilangan pelanggan → pelanggan memang pindah ke substitusi

5.3. Model Dalam Sediaan

Dalam pengelolaan persediaan terdapat 2 keputusan penting yaitu kuantitas


item yang dipesan pada tiap pengadaan serta kapan pemesanan dilakukan.
Apapun keputusan yang diambil akan berpengaruh besar terhadap biaya
persediaan. Makin kecilnya kuantitas persediaan akan menekan biaya
penyimpanan, namun disisi lain akan mendongkrak frekuensi pembelian yang
berarti menaikkan pula biaya pemesanan.

Metoda pengendalian, berdasarkan urutan waktu ’lahirnya’ adalah sebagai


berikut :
• SIC (Statistical Inventory Ctrl, pengendalian persediaan tradisional)
• MRP (Material Requirement Planning)
• KANBAN

❑ SIC (Statistical Inventory Ctrl, pengendalian persediaan tradisional)

Metode ini menggunakan matematika & statistik sebagai alat bantu utama untuk
memecah-kan masalah kuantitativ dalam sistem persediaan. Metode ini sering
disebut metode pengendalian tradisional karena memberi dasar lahirnya metode
baru yang “lebih modern” seperti MRP (amerika) dan KANBAN (jepang).

Berikut adalah sejumlah model yang banyak dipakai pada metoda ini, dengan
sebagian uraian singkatnya:

72
- EOQ ( economic order quantity )
- Pemesanan tertunda
- Potongan kuantitas
- Penerimaan bertahap
- Sediaan pengaman, …… dan lain lain

• EOQ (FW Harris, 1914)

EOQ merupakan model dasar yang kemudian dikembangkan untuk model


lainnya. Asumsi, bila menggunakan model ini :
- barang yang dipesan hanya 1 macam
- kebutuhan diketahui dan konstan
- biaya pemesanan & biaya penyimpanan diketahui dan konstan
- harga barang tidak tergantung kuantitas
- waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan

Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji. Q (lihat Gambar
5.2) adalah nilai optimal/ ekonomis persediaan yang diperoleh dengan
menggunakan pendekatan tabel & grafik atau formula.

Gambar 5.2 Ilustrasi Dasar EOQ (economic order quantity).

Contoh :
Kebutuhan komponen : 12’000 unit per tahun
Biaya pemesanan : Rp 50’000,- per pemesanan, tidak tergantung kuantitas
komponen

73
Biaya penyimpanan : 10% dari nilai persediaan ( per unit / tahun )
Harga komponen : Rp 3’000,- per unit

Cara tabel & grafik ( trial & error )

Yaitu dengan cara menghitung dan membandingkan biaya yang timbul pada
frekuensi yang berbeda. Dari contoh di atas didapat :

Frekuensi Jml pesanan Persediaan Biaya Biaya


Biaya total
pemesanan [ unit ] rata rata pemesanan penyimpanan
1 12,000 6,000 50,000 1,800,000 1,850,000
2 6,000 3,000 100,000 900,000 1,000,000
3 4,000 2,000 150,000 600,000 750,000
4 3,000 1,500 200,000 450,000 650,000
5 2,400 1,200 250,000 360,000 610,000
6 2,000 1,000 300,000 300,000 600,000
7 1,714 857 350,000 257,143 607,143
8 1,500 750 400000 225,000 625,000

Cara formula

D = kuantitas kebutuhan barang [unit / tahun]


S = biaya pemesanan [Rp/ pemesanan]
h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai
barang)
C = harga barang [Rp/ unit]
H=hxC
Q = kuantitas pemesanan, EOQ [unit/
pemesanan]
F = frekuensi pemesanan [kali/ tahun]
Dari contoh kasus yang sama, diperoleh :

Q = √(2 × 12′ 000 × 50′ 000)/(10% × 3′ 000)

= √1′ 200 juta/300

= √4 juta
= 2’000 unit
F = 12’000 / 2’000 = 6 kali / tahun

74
Pada dasarnya, angka EOQ yanng diperoleh merupakan suatu kuantitas
paling ekonomis seperti digambarkan pada grafik dalam Gambar 5.3 berikut.

Gambar 5.3 Grafik EOQ dan Biaya Yang Menyertai

• Pemesanan Tertunda

Bila dalam EOQ salah satu asumsinya adalah tidak adanya permintaan yang
ditunda (back order), maka dalam model ini kekurangan persediaan yaang
direncanakan dapat dilakukan, seperti yang banyak dihadapi pada situasi
tertentu (biasanya pada perusahaan yang memiliki persediaan bernilai tinggi/
mahal, misal dealer mobil atau mesin industri).

Dalam hal ini pesanan dari pelanggan tetap diterima meskipun saat itu tidak
ada persediaan. Asumsi dasar sama dengan EOQ kecuali bahwa penjualan
tidak hilang karena stock out (tidak ada persediaan). Pada grafik dalam
Gambar 5.4 di bawah, Q = jumlah tiap pemesanan, sedang b = on hand
inventory, yaitu jumlah persediaan tiap awal siklus (jumlah persediaan awal
dikurangi back order).

75
Gambar 5.4 Ilustrasi Pemesanan Tertunda

• Penerimaan bertahap

Kadang ada suatu kondisi dimana model EOQ dasar tidak sesuai untuk
diaplikasikan, misal bila persediaan tidak bisa diterima secara seketika
melainkan berangsur angsur (Gambar 5.5).

Gambar 5.5 Ilustrasi Pemesanan Bertahap

• Sediaan Pengaman & Titik Pemesanan

Seperti kita ketahui, dalam pengelolaan sediaan terdapat 2 keputusan


penting yaitu kuantitas item yang dipesan pada setiap pengadaan serta
kapan pemesanan dilakukan (titik pemesanan).

76
Penetapan kuantitas pesanan (KP) yang tepat sangat penting dalam
pengendalian sediaan. KP ini tentunya akan mempengaruhi tingkat sediaan:
semakin kecil KP semakin kecil pula tingkat sediaan yang berarti semakin
ekonomis karena menekan biaya penyimpanan, namun semakin besar tejadi
kemungkinan ”stock out” serta akan mendongkrak frekuensi pembelian yang
berarti menaikkan pula biaya pemesanan. Demikian pula sebaliknya,
manakala ditentukan KP yang besar, biaya penyimpananpun akan naik
namun frekwensi pemesanan akan turun.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertimbangan KP misalnya kebutuhan


produksi, biaya penyimpanan & pengiriman, lead time (waktu tenggang
pengiriman), kapasitas gudang, kemungkinan barang kadaluwarsa/ rusak/
hilang, kesulitan diperoleh dengan segera, dll.

Dalam pengadaan/ pemesanan bahan perlu ditetapkan suatu titik


pemesanan (ROP, reorder point, Gambar 5.6) yang menunjukkan kuantitas
sediaan saat kita harus melaksanakan pemesanan tersebut sebelum
sediaan habis. Pemesanan yang terlalu cepat akan mengakibatkan naiknya
tingkat sediaan (tidak efisien), sebaliknya bila terlambat bisa berakibat
kehabisan bahan/ barang yang pasti mengganggu kegiatan operasional.

Gambar 5.6 Ilustrasi Titik Pemesanan Ulang

Agar tidak terjadi kehabisan persediaan (stock out) maka pada saat barang
di gudang mencapai kuantitas tertentu, harus sudah dilakukan pemesanan

77
barang berikutnya. Besarnya titik pemesanan seharusnya dapat menutupi
pemakaian selama lead time, oleh karena itu secara matematis rumusnya
adalah
ROP = U x L
ROP = re order point, titik pemesanan
U = kecepatan pemakaian rata rata
L = lead time rata rata

Pada kenyataannya kecepatan pemakaian dan lead time tidak selalu tetap.
Ada kemungkinan pemakaian lebih cepat dari rata rata, demikian pula lead
time bisa lebih panjang (barang datang lebih lambat). Oleh karena itu, untuk
mencegah kemungkinan kehabisan barang perlu disangga dengan
penambahan sediaan pengaman (lihat Gambar 5.7). Maka perhitungan titik
pemesanan menjadi :

ROP = U x L + Sp (Sp = sediaan pengaman)


Secara teoritis, kuantitas barang yang disediakan untuk keperluan sediaan
pengaman (Sp) ini haruslah ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa
biaya untuk menahan sejumlah barang tersebut sesuai dengan biaya atau
kerugian yang ditimbulkan akibat stock out. Namun, dalam kenyataannya
kriteria di atas sukar dilakukan karena sulitnya menentukan besarnya biaya
atau kerugian stock out tersebut.

Gambar 5.7 Ilustrasi Titik Pemesanan Ulang & Sediaan Pengaman

78
Cara yang paling umum dalam mentukan Sp ialah dengan menentukan
sejumlah prosentase yang menggambarkan berapa resiko yang dapat
diambil oleh perusahaan atau yang dapat dipertanggung jawabkan karena
adanya kemungkinan stock out tersebut.

Beberapa cara yang ditempuh dalam menghitung Sp ini adalah :

a) Metode Maksimum
Cara ini paling aman dari kemungkinan stock out tapi paling tidak
ekonomis karena persediaan selama menunggu ditutupi dengan kondisi
maksimum.
ROP = Umaks x Lmaks
Umaks = kecepatan pemakaian maksimum
Lmaks = lead time maksimum

Pada kenyataannya, U maks maupun L maks sangat jarang terjadi.

Contoh :
Rata rata laju pemakaian = 10 unit per hari ROP = 25 u/h x 15 h
Rata rata waktu tenggang = 9 hari = 375 u
Laju pemakaian terbesar = 25 unit per hari Sp = 375 u – ( 10 x 9 ) u
Waktu tenggang terlama = 15 hari = 285 u

b) Metode Presentase Pengaman


Metode ini menambahkan suatu faktor pengaman tertentu pada ROP
yang besarnya biasanya diambil suatu presentase antara 25% sampai
40%.

Contoh :
Rata rata laju pemakaian = 10 unit per hari
Rata rata waktu tenggang = 9 hari
Faktor pengaman = 30%
ROP = U x L + Sp
= 10 u/h x 9 h + 30% ( 10 u/h x 9 h )
= 117 u

79
Atau juga beberapa cara/ pendekatan lain tergantung kebijakan masing masing
perusahaan (metode akar rata rata pemakaian dalam waktu tenggang, langsung
dalam jumlah unit tertentu, dan lain lain).

❑ MRP (material requirement planning)

MRP ini berkembang dengan cepat & luas sejak +/-1970 untuk pendukung
kegiatan perusahaan --terutama manufaktur-- antara lain karena :
- menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan & mengolah data
dalam menjalankan perusahaan
- dapat mengkordinasikan kegiatan dari berbagai fungsi dalam perusahaan
manufaktur seperti teknik, produksi, pengadaan.

Pembahasan lebih detail ada pada bagian berikutnya.

❑ KANBAN

Dikembangkan oleh Taichi Ono dkk dari TMC (toyota motor company) dan sejak
1978 dikenal luas. Prinsipnya, KANBAN ini dalah pendekatan yang merupakan
bagian dari JIT (just in time) → persediaan seminim mungkin, barang tersedia
dalam jumlah & waktu yang tepat saat diperlukan, tetap dengan spesifikasi &
mutu yang sesuai. Ada juga orang yang menyebutnya sebagai stockless
production atau zero inventory. Gambar 5.8 dibawah ini menggambarkan
analogi sistem ‘kanban’ yang ada di supermarket/ toko swalayan.

Intinya, setiap barang yang diambil oleh pembeli dari rak penyimpanan memiliki
‘kartu pindahan’ yang dikumpulkan oleh kasir, sampai mencapai kuantitas
tertentu yang kemudian dikirmkan kepada gudang. Hal ini adalah suatu
‘komando’ kepada pihak gudang untuk memasok barang sesuai kartu ke rak
penyimpanan (mengisi kembali), dengan demikian kuantitas pada rak untuk
pembeli tsb tidak memiliki fluktuasi yang berarti. Sebelum dikirim ke rak
penyimpan, ‘kartu produksi’ yang ada pada barang dari gudang ditukar dengan
‘kartu pindahan’ dari kasir, sementara ‘kartu produksi’ dikirim oleh gudang ke
bagian produksi atau pembelian, yang juga merupakan ‘komando’ kepada

80
bagian produksi atau pembelian untuk melakukan pengadaan barang sesuai
kartu.

Gambar 5.8 Ilustrasi Implementasi KANBAN

KANBAN sangat implementativ terutama untuk job order, akan tetapi tidak untuk
pedagang eceran yang memiliki unpredictable demand, atau tidak juga yang
memiliki pola musiman. Dia mudah dilaksanakan bila produk memiliki tidak
terlalu banyak variasi/ jenis serta lokasi pemasok relativ tidak jauh dari
perusahaan.

Ilustrasi berikut adalah gambaran pelaksanaan Kanban pada proses produksi.


Seperti contoh pada supermarket/ toko swalayan diatas, tampak bahwa kartu
Kanban merupakan komando/ sinyal ‘pull’ (menarik) dari suatu proses yang
ditujukan kepada proses sebelumnya, untuk mengirimkan material atau barang.

81
Sering sistem ini hanya menggunakan 1 tumpukan, dimana pada tumpukan
yang menunjukkan titik pemesanan telah tercapai ditempeli kartu pemesanan
yang mencantumkan kuantitas pemesanan barang. Dengan demikian
pemesanan dilakukan secara otomatis begitu ROP tercapai. KANBAN (=”kartu”)
ini bisa dikatakan sebagai suatu sistem informasi yang secara harmonis
mengendalikan sistem produksi dalam prosesnya (pull system), yaitu sediaan
hanya diadakan bila diperlukan.

Perbedaan konsep kanban dengan konsep MRP adalah bahwa kanban melihat
persediaan sebagai rendemen (waste) sehingga sediaan harus dibuat seminim
mungkin. Sedangkan MRP menganggap sediaan sebagai jaminan, terutama
dalam menghadapi variabilitas yang mungkin terjadi sehingga perusahaan tidak
menghadapi resiko kekurangan sediaan.

5.4. Material Requirement Planning (MRP)

5.4.1. Tentang MRP/ Perencanaan Kebutuhan Material

Sebagai kelanjutan dari pembahasan sebelumnya, MRP adalah gagasan yang


muncul dari Amerika setelah SIC (statistical inventory control) dan sebelum JIT
(just in time) dari Jepang dengan Kanban-nya. Jika perbedaan MRP dengan
KANBAN adalah dari sisi pandang persediaan (sebagai waste vs sebagai
jaminan), maka perbedaan MRP dengan SIC antara lain pengendalian SIC
dilakukan dengan pendekatan reaktiv, sementara MRP melakukannya lebih
kepada pendekatan antisipativ. Hal ini karena --tidak seperti di MRP-- pada SIC
antara lain diterapkan Reorder Point Policy (persediaan secara kontinyu diawasi,
pengadaan dilakukan bila jumlah barang sudah sampai pada tingkat minimal
tertentu) dan Periodic Order Cycle Policy (penambahan barang dilakukan pada
setiap periode tertentu).

Dengan MRP, terjadi peningkatan efisiensi karena meminimalkan sediaan


sehubungan dengan penentuan berapa banyak dan kapan suatu komponen
diperlukan dengan mengacu pada jadwal induk produksi (MPS, master
production schedule), dengan begitu pengadaan/ pembelian dilakukan sebatas

82
yang diperlukan saja. MRP juga memperhatikan tenggang waktu produksi
maupun jeda pembelian untuk memperkecil resiko keterlambatan pengadaan.

MRP amat membantu dalam pengendalian perencanaan material untuk


komponen dimana jumlah kebutuhannya tergantung atau dipengaruhi oleh
komponen lain (dependent demand), tidak seperti pada SIC yang bisa
merencanakan persediaan suatu barang secara independen karena memang
tidak ada keterkaitan satu dengan komponen lain.

Komponen dasar MRP terdiri atas jadwal induk produksi, daftar material dan
catatan persediaan, seperti ilustrasi berikut.

Daftar Jadwal Induk Catatan


Material Produksi Persediaan

MRP

Rencana Pembelian Rencana Produksi


Jangka Pendek

Contoh Jadwal Induk Produksi

Minggu ke
Produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kursi A (F-305) 150 170
Kursi B (F-306) 80 80 80 80 80 60 60
Kursi C (F307) 100 120 150

Ilustrasi berikut ini (Gambar 5.9) adalah Struktur Produk salah satu item dari
contoh Jadwal Induk Produksi diatas, yaitu kursi type A (F-305).

83
Gambar 5.9 Struktur Produk Untuk MRP

Daftar Material (data komponen) Kursi A

Unit yang Lead Time


Level Part nbr Description
diperlukan per set (minggu)
0 F-305 Kursi 1 1
1 S-311 Kaki kursi 1 1
1 P-313 Sandaran tangan (hand rest) 2 1
1 A-315 Jok 1 2
2 S-322 Rangka jok 1 2
2 R-424 Busa 1 1
2 R-425 Kain jok 2 2

Pada kenyataannya ‘Daftar Material’ tidak semata hanya memuat daftar


komponen dan sub-assy, namun juga informasi pendukung lain yang terkait,
misalnya ‘daftar penerimaan pesanan yg direncanakan’ seperti berikut ini.

Scheduled Receive (penerimaan yang dijadwalkan)

Part Number Amount Due date


S – 311 50 1
300 2
P – 313
300 6
S – 322 120 1
R – 424 100 1

84
Catatan / Data Persediaan

Part nbr Current inventory [unit] Allocated [unit]

F-305 30 10
S-322 80 -
R-425 50 10

Analisis kebutuhan

Gambar 5.10 berikut menggambarkan tabel perencanaan kebutuhan bahan


(MRP) untuk contoh kasus kursi F-305, dengan cara mengisi baris GR, SR, OI,
NR dan PO sesuai data yang ada. Adapun terminologi istilah yang digunakan
adalah:
- GR = gross requirement, kebutuhan kasar

- SR = scheduled receipt, penerimaan yg dijadwalkan


- OI = on hand inventory, persediaan di tangan
- NR = nett requirement, kebutuhan bersih
- PO = planned order release, pemesanan yg direncanakan

MRP dibuat harus berurutan dari level-0 (dalam hal ini F-305), diikuti dengan
level berikutnya, level-1 (S-311, A-315 dan P313), dilanjutkan level-2. Dalam hal
ini, yang memiliki level-2 hanya A-315, yaitu S-322, R-424 dan R-425.

Pengisian data juga harus berurutan, dimulai dari GR pada baris pertama, diikuti
SR (bila ada), OI dan seterusnya dengan memperhitungkan kuantitas yang
terjadi, misalnya SR ditambahkan pada OI, NR dengan cara mengurangkan OI
terhadap GR dan seterusnya.

Pengisian GR adalah mengikuti PO pada level sebelumnya, yaitu diisikan pada


minggu yang sama, dengan kuantitas sesuai PO unit yang diperlukan pada level
tersebut dikalikan dengan kuantitas yang ada pada level di atasnya.

85
Gambar 5.10 MRP Lengkap Contoh Kasus

86
5.4.2. Langkah-langkah dalam MRP

Apa yang dilaksanakan pada contoh di atas bisa diuraikan menjadi langkah
langkah sebagai berikut:
• Netting: penghitungan kebutuhan bersih
• Lotting (lotsizing): penentuan ukuran lot (kuantitas pesanan) yang
optimal
• Offsetting: penentuan waktu pesanan
• Explosion: penguraian kebutuhan (GR dst) untuk bagian-bagian yang
lebih kecil/ level yang lebih bawah, mengacu pada PO level sebelumnya

Terdapat sejumlah cara dalam lotsizing, dengan keunggulan dan


keterbatasannya masing-masing: Fixed Order Quantity, Lot For Lot, Economic
Order Quantity, Period Order Quantity, Least Unit Cost, Least Total Cost, Part
Period Balancing, Fixed Period Require-ment dan lain lain.

Ilustrasi berikut ini adalah contoh dari beberapa cara lotsizing tersebut. Angka
dengan tanda highlighted (sorotan) adalah angka-angka yang telah diketahui/
ditentukan.

• Fixed Order Quantity


Jumlah pesanan tetap misalnya karena keterbatasan fasilitas.

perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR -
OI 100 80 30 30 50 50 50 10 35 400
NR - - 100 100 - 100 - 100
PO - 100 100 - 100 100

Lead Time 1 perioda


Ukuran Lot 100 bh (ditentukan secara kondisional)

87
• Lot For Lot (LFL)
LFL ini adalah suatu cara untuk meminimalkan biaya simpan dimana kuantitas
dan waktu pesanan benar-benar mengikuti kebutuhan. LFL ini amat eknomis
dan efisien untuk tempat yang menerapkan JIT, namun menjadi mahal untuk
kondisi yang membutuhkan biaya setup dan biaya preparasi produksi yang
tinggi.

perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI 30 10 - - - 60 - - - 100
NR - 40 65 80 - 40 40 75
PO - 40 65 80 - 40 40 75

Lead Time 1 perioda

• Economic Order Quantity


Cara ini bertujuan unttuk meminimalkan biaya simpan (holding cost) & biaya
pemesanan (setup cost), yaitu kuantitas pemesanan sesuai perhitungan EOQ
untuk produk tersebut, sehingga waktu pemesanan disesuaikan dengan
mengkombinasikan EOQ dan kebutuhan. Cara ini sesuai untuk permin-taan
yang sering tidak bisa diperkirakan sehingga pene-tapan angka kebutuhan
meng-acu pada perhitungan nilai kuantitas ekonomis.

perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL

GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI - 106 56 117 37 97 123 83 8 619
NR 126 - 126 - - 126 -
PO 126 - 126 - 126 -

Lead Time 1 perioda


Asumsi permintaan (D) 800 bh per tahun
Biaya Pesan (S) Rp 1000/ pesanan
Biaya Simpan (H) Rp 100/ bh EOQ = 126

88
• Period Order Quantity

Ukuran lot mengacu pada EOQ dan dikombinasikan dengan periode


pemesanan, dengan memperhitungkan perioda pemesanan yang diperoleh dari
pembagian F (frekwenssi peme-sanan) terhadap banyaknya satuan waktu
(bulan) dalam satu tahun. Dalam contoh kasus di bawah POQ = 12 / 5.12 = 2.34,
dibulatkan menjadi 3.

perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR -
OI - 185 135 35 160 160 60 20 150 755
NR 205 - - 205 - - - 205
PO 205 - - 205 - - - 205

Lead Time 1 perioda


Asumsi permintaan (D) 1’050 bh per tahun
Biaya Pesan (S) Rp 2000/ pesanan
Biaya Simpan (H) Rp 100/ bh

EOQ = 205 bh
F = 5.12 kali
POQ = 2.34 perioda

• Fixed Period Requirement

perioda 0 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL
GR 20 50 100 80 - 100 40 75
SR - 35 60
OI - 115 65 - 140 200 100 60 - 680
NR 135 - - 220 - - - 15
PO 135 - - 220 - - - 15

Lead Time 1 perioda


Interval pesanan 3 perioda

89
Kuantitas pemesanan berdasarkan kebutuhan setiap interval waktu kebutuhan
yang telah ditentukan. Ukuran lot sesuai kebutuhan, sedangkan interval telah
ditentukan (misalnya mengacu pada suatu kebijakan). Pada periode dimana
GR=0 interval tidak dihitung.

Total biaya dari masing-masing cara tersebut bisa dihitung dengan


menjumlahkan biaya simpan (holding cost) dan biaya pemesanan (setup cost)
yang juga dipengaruhi frekwensi pemesanan.

Cara lain yang juga banyak dikembangkan dan digunakan adalah PPB (Part
Period Balancing) techniques yang merupakan pendekatan dinamis untuk
menyeimbangkan biaya setup dan holding cost (biaya perusahaan terkait
penanganan produk, overhead dan lain lain).

*****

90

Anda mungkin juga menyukai