Anda di halaman 1dari 31

PENILAIAN INFORMAL

(Strategi Berbasis Kinerja)

MAKALAH

Mata Kuliah : Assessment Perkembangan Anak Usia Dini


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Harun, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 4 Kelas S2 PAUD B

1. Dian Fakhira 22117251038


2. Nuha Fathin Zakiyah 22117251039
3. Nur Amalia Olby Anwar 22117251040
4. Nur Azisa Aisyiah 22117251041
5. Dinar Salasatun Ashar 22117251045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji syukur kami panjatan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

kelompok ini tepat waktu. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Assessment Perkembangan Anak Usia Dini. Untuk itu kami sangat berterima kasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu terutama dosen pengampuh mata kuliah

kami bapak Prof. Dr. Harun, M.Pd. yang telah memberikan masukan dan bimbingan

sehingga makalah ini tersusun dengan sistematis. Kami menyadari dalam penyusunan

makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Terlepas dari itu, kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi yang

bermanfaat bagi kalangan mahasiswa dan juga masyarakat dan semoga bermanfaat

untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Yogyakarta, 18 November 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 3
BAB II ............................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 4
A. Penilaian Berbasis Kinerja (Performance-based Assesment) / Penilaian
Autentik ....................................................................................................................................... 4
B. Pembelajaran Berbasis Kinerja (Performance-based Learning) / Pembelajaran
Autentik ....................................................................................................................................... 6
C. Tujuan Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik ...................................................... 6
D. Jenis Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik ......................................................... 8
E. Contoh Penilaian Berbasis Kinrja / Penilaian Autentik ..................................................... 15
F. Konsep Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik ................................................... 16
G. Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Penilaian Berbasis Kinerja ............................ 18
BAB III ......................................................................................................................................... 26
PENUTUP .................................................................................................................................... 26
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di bab sebelumnya telah membahas jenis evaluasi informal seperti

observasi, daftar periksa dan skala peringkat, dan penilaian yang dirancang

guru. Dalam bab ini, kami membahas bagaimana evaluasi informal ini

berkontribusi pada strategi penilaian berbasis kinerja yang lebih luas.

(Djemari, 2012), berpendapat bahwa penilaian atau asesmen merupakan

komponen penting dalam penyelenggaran pendidikan. Upaya meningkatkan

kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas

pembelajaran dan kualitas sistem penilaianya. Keduanya saling terikat, sistem

pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik.

Kualitas pembelajaran ini dapat dapat dilihat dari hasil penilaianya. Asesmen

adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk membuat keputusan

tentang seseorang (Berk, 1986). Asesmen mencakup semua cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data tentang individu sehingga keputusannya

juga terhadap individu(Djemari, 2012). Setiap penilaian informal yang

dibahas dalam bab sebelumnya berkontribusi pada pengumpulan informasi

penilaian yang merupakan bagian dari penilaian berbasis kinerja. Strategi

yang digunakan untuk melakukan penilaian ini memungkinkan guru untuk

mengukur kinerja anak. Sebelum melangkah lebih jauh, makalah ini harus

1
menjelaskan apa yang dimaksud dengan penilaian berbasis kinerja dan

bagaimana hal itu dipandang sebagai alternatif positif dari penggunaan tes

standar untuk mengukur perkembangan dan pembelajaran anak. Metode

pengukuran pembelajaran formal tradisional berfokus pada penilaian apa yang

diketahui anak. Tes prestasi diberi label secara akurat karena mengukur apa

yang telah dicapai anak. Penilaian kinerja dianjurkan sebagai kebalikan dari

pengujian berisiko tinggi. (Wortham, 2005), mengusulkan bahwa penilaian

kinerja autentik yang baik harus memiliki hubungan dengan dunia nyata dan

menjadi aplikasi pembelajaran. Selain itu, ia memiliki kualitas berikut (1)

Integratif, mengukur banyak segi secara bersamaan; (2) diterapkan, memiliki

kompleksitas peran dunia nyata; dan (3) mungkin individual, tetapi seringkali

berbasis kelompok, dan kinerja setiap anggota kelompok sangat penting untuk

sukses karena efektivitas kinerja individu dan kelompok dievaluasi. Elemen

penting dalam penilaian autentik adalah bahwa hal itu terkait langsung dengan

pembelajaran autentik. Sebelum kita membahas penilaian berbasis kinerja,

hubungan antara pembelajaran dan penilaian ini akan dibahas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penilaian berbasis kinerja/penilaian autentik?

2. Bagaimana pembelajaran berbasis kinerja/pembelajaran autentik?

3. Apa kelebihan dan kekurangan menggunakan penilaian berbasis kinerja?

2
C. Tujuan

1. Untuk memahami penilaian berbasis kinerja/penilaian autentik

2. Untuk memahami pembelajaran berbasis kinerja/pembelajaran autentik

3. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan menggunakan penilaian

berbasis kinerja

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penilaian Berbasis Kinerja (Performance-based Assesment) / Penilaian

Autentik

Pendukung penilaian autentik mengusulkan bahwa pencapaian

autentik harus menyertai penilaian autentik. Seperti yang dijelaskan oleh

(Wortham, 2005): “Penilaian untuk meningkatkan pembelajaran siswa harus

diintegrasikan dengan, tidak terpisah dari kurikulum dan instruksi... Sekolah

perlu memastikan pengembangan "pengajaran yang autentik," yang

melibatkan cara-cara pengajaran yang menumbuhkan pemahaman tentang

konten yang kaya dan mendorong keterlibatan positif siswa dengan dunia.

Jika kita akan menggunakan penilaian autentik atau kinerja untuk

memahami bagaimana anak menerapkan atau menggunakan apa yang telah

mereka pelajari, pengalaman belajar yang mereka berikan juga harus autentik

atau bermakna. Guru tidak hanya menggunakan penilaian kinerja untuk

mencerminkan pembelajaran yang autentik, tetapi hasil penilaian tersebut

digunakan sebagai sumber untuk memperluas dan memperdalam

pembelajaran siswa.

Seperti pembelajaran autentik, penilaian autentik bermakna ini

dirancang untuk menyajikan gambaran yang lebih luas, lebih asli dari

pembelajaran siswa" (Zessoules & Gardner, 1991, hal. 49), Ini membutuhkan

4
peran yang berbeda bagi guru dalam interaksi terus-menerus dengan pekerjaan

siswa. Guru terlibat dalam dialog, bertanya, menyarankan, mengamati, dan

membimbing untuk mendorong siswa (Palmer, 1996). Tujuan dari pendekatan

ini adalah untuk memungkinkan siswa mendemonstrasikan bagaimana mereka

dapat menggunakan apa yang mereka pahami dan untuk merepresentasikan

pembelajaran tersebut dalam beberapa jenis produk atau kinerja.

Penilaian berbasis kinerja adalah suatu penilaian belajar yang merujuk

pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam

pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan

bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan

(Tomoliyus, 2011). Penilaian berbasis kinerja dianggap sangat berguna

dengan anak kecil karena mengukur kemajuan serta prestasi. Anak-anak di

masa awal masa kanak-kanak sedang mengalami perubahan perkembangan

yang cepat yang digambarkan sebagai kompleks karena interaksi antara

pematangan, pengalaman, dan pembelajaran (Hills, 1993). Penilaian kinerja

menyediakan sarana untuk mengukur kemajuan perkembangan selain

kemajuan dalam mempelajari konsep-konsep baru. Penilaian kinerja

memungkinkan guru untuk memahami proses yang digunakan anak untuk

belajar dan bagaimana mereka secara aktif membangun makna melalui

analisis, sintesis, dan evaluasi (Brown, 1989; Harrington, Meisels, McMahon,

Dichtelmiller, & Jablon, 1997; Meisels, 1993).

5
B. Pembelajaran Berbasis Kinerja (Performance-based Learning) /

Pembelajaran Autentik

Pembelajaran yang bermakna mencakup pencapaian intelektual yang

serupa dengan yang dilakukan oleh orang dewasa yang sukses dan melibatkan

tugas dan tujuan yang melibatkan pikiran (Checkley, 1997; Jones &

Fennimore, 1996; Newmann, 1996). Ketika anak-anak terlibat dalam

pembelajaran autentik, mereka diberi kesempatan untuk menghubungkan

informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya dan terlibat dalam masalah

pemecahan.

Pembelajaran autentik didasarkan pada konstruksi pengetahuan dan

berfokus pada pemikiran tingkat tinggi. Tujuannya adalah untuk bergerak

melampaui tingkat pengetahuan dan membangun pengetahuan baru (Wehlage,

Newmann, & Secada, 1996). Jenis pembelajaran ini mencakup komunikasi

konstruksi pengetahuan mereka dan penerapan pengetahuan dalam konteks

yang bermakna, seperti beberapa jenis pertunjukan (Kulm, 1994; Wehlage et

al., 1996).

C. Tujuan Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik

Tujuan penggunaan asesmen berbasis kinerja bagi anak adalah yang

pertama, pentingnya mengukur kemampuan anak usia dini secara tepat adalah

tema utama dalam pembahasan ini. Berlawanan dengan banyak tes standar

dan strategi yang lebih formal yang telah dikritik karena tidak sesuai dengan

6
perkembangan anak, penilaian kinerja dapat menjadi alat yang baik untuk

mengevaluasi perkembangan. Dinyatakan demikian karena dirancang untuk

mengukur kinerja anak dari tugas atau aktivitas nyata atau dirancang yang

relevan dengan pembelajaran yang diinginkan, pengamatan kinerja

berhubungan langsung dengan perkembangan dan pencapaian anak

(Harrington et al., 1997).

Kedua, penilaian kinerja terintegrasi dengan kurikulum. Kegiatan

kinerja adalah hasil alami dari kurikulum dan instruksi yang sedang

berlangsung dan bukan jenis pengalaman yang terpisah dan tidak terkait yang

asing bagi anak. Krechevsky (1991, hal. 45) mencirikan hubungan dekat

sebagai "mengaburkan garis antara kurikulum dan penilaian." Ketika

menggunakan evaluasi berbasis kinerja, guru kelas perlu mengetahui

bagaimana merancang alat penilaian terkait yang sesuai, menginterpretasikan

hasil penilaian untuk memahami kemajuan anak dan merencanakan instruksi

lebih lanjut, dan menginterpretasikan hasil penilaian kinerja kepada orang tua

dan administrator (Hills, 1993).

Terakhir, penilaian kinerja digunakan untuk mengevaluasi apakah

program prasekolah memenuhi kebutuhan anak usia dini. Alat penilaian

kinerja yang baik membantu memperjelas tujuan program prasekolah untuk

menyediakan kurikulum perkembangan. Penilaian kemajuan mencerminkan

kemajuan perkembangan individu dan pencapaian tujuan program

perkembangan (Harrington et al., 1997; Schweinhart, 1993). Guru kemudian

7
memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pencapaian program dengan cara

yang berarti kepada administrator (Hills, 1993). Pada bagian selanjutnya, kita

membahas jenis strategi evaluasi yang menggunakan penilaian kinerja.

Meskipun sebagian besar alat dipilih atau dibuat oleh guru, yang lain

menggunakan contoh karya anak. Beberapa direncanakan oleh guru dan anak,

sementara yang lain spontan dan tidak direncanakan ketika guru

memanfaatkan kegiatan atau acara yang sedang berlangsung untuk melakukan

penilaian.

D. Jenis Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik

Banyak strategi yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian

berbasis kinerja. Seperti daftar periksa dan pengamatan, evaluasi berbasis

kinerja telah digunakan selama beberapa dekade, namun, dalam konteks ini,

mungkin memiliki tujuan yang lebih luas atau peran yang lebih komprehensif

sebagai bagian dari sistem evaluasi. Strategi asesmen yang tepat untuk

digunakan dengan anak kecil adalah wawancara, kontrak, tugas terarah,

permainan, proyek, dan portofolio.

1. Wawancara (Interview)

Guru menggunakan wawancara untuk mengetahui apa yang dipahami

anak tentang konsep. Wawancara sangat cocok untuk anak kecil yang

baru mulai mengembangkan keterampilan membaca dan belum bisa

mengekspresikan diri dengan aktivitas kertas dan pensil. Strategi yang

8
diikuti dalam wawancara melengkapi teknik yang digunakan Piaget untuk

memahami pemikiran anak. Dengan mempertanyakan dan mengajukan

lebih banyak pertanyaan berdasarkan tanggapan anak, Piaget mampu

menentukan tidak hanya apa yang dipahami anak, tetapi juga proses

berpikir yang digunakan untuk mengatur tanggapan terhadap pertanyaan

(Seefeldt, 1993).

Wawancara dapat digambarkan sebagai tidak terstruktur, terstruktur,

atau diagnostik. Wawancara tidak terstruktur dapat terjadi ketika anak-

anak sedang bermain, bekerja di pusat, atau terlibat dalam kegiatan kelas.

Guru menjadi sadar bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melibatkan

anak dalam sebuah wawancara dan membutuhkan beberapa menit untuk

menanyai anak tersebut.

Wawancara terstruktur direncanakan sebelumnya oleh guru dan

dilakukan untuk memperoleh pemahaman khusus tentang anak. Misalnya,

guru mungkin ingin menentukan pemahaman pembaca awal tentang

sebuah cerita. Setelah membaca cerita, guru mengajukan pertanyaan

menyelidik untuk membangkitkan pemikiran anak tentang makna cerita

(Engel, 1990). Demikian pula, konsep dalam matematika dapat dinilai

melalui wawancara terstruktur ketika guru mengajukan pertanyaan lisan

tentang suatu konsep atau proses dan mengeksplorasi tanggapan anak

dengan pertanyaan lebih lanjut. Kamii dan Rosenblum (1990)

menjelaskan kegiatan untuk menentukan pemahaman anak TK tentang

9
penjumlahan kecil dengan cara menjatuhkan manik-manik ke dalam dua

gelas. Anak itu diwawancarai tentang jumlah dari dua kelompok manik-

manik untuk menilai kemajuan anak dalam aritmatika mental.

Wawancara diagnostik melayani tujuan tambahan: untuk menentukan

kebutuhan instruksional anak. Wawancara mungkin informal atau

terstruktur. Pertanyaan guru lebih diarahkan untuk memahami bantuan

seperti apa yang dibutuhkan anak melalui tanggapan terhadap pertanyaan.

Jika guru memperhatikan bahwa anak bingung atau membuat kesalahan,

wawancara diagnostik dapat mengungkap kesulitan yang dialami anak

dalam berpikir tentang konsep atau keterampilan.

Guru dapat menggunakan beberapa teknik untuk meningkatkan

keefektifan wawancara untuk menilai ment. Selain mencatat saat

melakukan wawancara, guru bisa membuat rekaman audio jawaban anak

untuk direview nanti. Seefeldt (1993) menunjukkan bahwa ketika

mewawancarai anak-anak tentang konsep studi sosial, tanggapan tidak

perlu dibatasi untuk berbicara. Anak dapat memerankan suatu konsep,

menemukan contoh konsep dalam gambar, atau menggambar hal-hal

yang dia ketahui tentang konsep tersebut. Kemungkinan-kemungkinan ini

akan sangat membantu bagi anak-anak yang pertama kali berbicara

bahasa lain atau mengalami kesulitan mengekspresikan diri secara verbal.

Wawancara dengan anak kecil harus singkat. Engel (1990)

mengemukakan bahwa 10 menit adalah jangka waktu yang sesuai. Tips

10
lainnya adalah (1) melanjutkan pertanyaan setelah pertanyaan anak

tanggapan awal untuk mengetahui lebih lanjut apakah tanggapan anak itu

benar atau tidak dan (2) beri anak banyak waktu untuk memikirkan dan

menanggapi pertanyaan guru. Itu anak perlu merasa nyaman dengan

proses tersebut jika tanggapan yang bersangkutan ingin diperoleh.

2. Kontrak (Contracts)

Kontrak memiliki tujuan ganda. Mereka menyediakan rencana antara

guru dan anak serta catatan kemajuan anak. Kontrak aktivitas yang akan

dilakukan anak dirancang untuk jangka waktu selama sehari, sepanjang

hari, atau selama beberapa hari. Anak-anak prasekolah akan

membutuhkan gambar atau representasi visual lainnya dari kegiatan yang

harus diselesaikan. Anak-anak kelas dasar dapat mengikuti instruksi

tertulis sederhana. Setelah anak menyelesaikan suatu aktivitas, beberapa

jenis sistem check-off dapat digunakan untuk mencatat pencapaiannya.

Kontrak juga dapat digunakan untuk mencatat pencapaian

keterampilan dan konsep. Guru dan anak dapat menggunakan kontrak

tersebut sebagai panduan untuk konferensi dan wawancara atau sebagai

sistem pencatatan bagi guru untuk menunjukkan kapan anak telah

menyelesaikan suatu tujuan atau membutuhkan lebih banyak kesempatan

untuk berinteraksi dengan suatu konsep. Selama periode waktu tertentu,

kontrak yang diselesaikan dapat memberikan informasi tentang kemajuan

dan pencapaian.

11
3. Tugas yang diarahkan (Directed Assignment)

Tugas terarah merupakan perpanjangan dari penilaian yang dirancang

guru, dibahas dalam bab 7. Tugas terarah juga serupa dengan wawancara,

kecuali bahwa tugas khusus terlibat dalam memperoleh pemahaman anak,

bukan wawancara. Anak-anak yang mulai membaca secara mandiri

mungkin diminta untuk membacakan sebuah cerita dan

mendiskusikannya. Anak prasekolah mungkin diminta untuk

menggunakan benda konkret untuk memecahkan suatu masalah dalam

berpikir matematis. Hal yang penting adalah bahwa guru membuat tugas

atau tugas tertentu untuk tujuan penilaian. Diskusi dan pertanyaan

mungkin menjadi bagian dari proses, tetapi kemampuan anak untuk

melaksanakan tugas adalah fokus dari proses penilaian (Hills, 1992).

4. Permainan (Games)

Permainan dapat digunakan untuk memahami perkembangan anak

dengan suatu keterampilan atau konsep. Meskipun lebih dari satu anak

akan bermain game pada satu waktu, guru dapat menggunakan observasi

untuk menilai kemampuan dan pemikiran anak. Kamii dan Rosenblum

(1990) menyarankan agar guru menggunakan permainan untuk observasi

sistematis seluruh kelas. Dua anak atau kelompok yang sedikit lebih besar

memainkan permainan sampai semua anak dinilai. Kemampuan membuat

angka 10 dengan dua angka merupakan salah satu contoh keterampilan

yang dapat dinilai melalui penampilan anak dalam suatu permainan.

12
Kartu dari satu sampai sembilan disusun dalam kelompok sembilan pada

satu waktu. Anak menunjukkan semua pasangan yang dapat digabungkan

menjadi 10. Selain untuk menentukan apakah anak sudah menguasai

keterampilan, guru dapat mengamati proses yang digunakan anak untuk

memecahkan masalah. Jika anak menyusun kombinasi dengan cepat,

tingkat kemajuan penjumlahan mental yang lebih tinggi telah dicapai

daripada anak yang harus menghitung dari kartu pertama untuk

mendapatkan penjumlahan dengan kartu kedua. Gambar 6.7

menunjukkan formulir pencatatan tingkat pemahaman konsep ini.

Game dapat digunakan untuk konsep dan keterampilan di area konten

lainnya. Selama beberapa dekade, game telah dikembangkan untuk

keterampilan membaca. Permainan kartu untuk mengidentifikasi

pengetahuan huruf adalah salah satu contohnya. Permainan papan dapat

diadaptasi atau dikembangkan untuk seni bahasa, matematika, dan ilmu

sosial. Permainan yang mirip dengan Trivial Pursuit, di mana anak harus

menjawab pertanyaan lisan atau tertulis yang berkaitan dengan topik yang

dipelajari, adalah contoh bagaimana permainan dapat digunakan untuk

menguji kemampuan anak dalam melakukan tugas atau memecahkan

masalah sebagai sebuah kegiatan penilaian.

5. Proyek (Project)

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian

terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut

13
periode/wktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi

yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan

data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Berikut

tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek.

a. Keterampilan peserta didik dalam meilih topik, mencari dan

mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna

atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.

b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan

pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang

dibutuhkan oleh peserta didik.

c. Keasliann sebuah proyek pembelajaran yang dikerjjakan atau

dihasilkan oleh peserta didik

6. Portofolio (Portofolios)

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang

didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan

kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut

dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap

terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi

lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran

(Baskoro & Wihaskoro, 2016) .

Pada dasarnya penilaian portofolio itu melihat karya-karya peserta

didik dalam suatu periode (perminggu, perbulan, persemester, dan

14
sebagainya) untuk kemudian dinilai oleh guru dan peserta didik itu

sendiri. Kemudian hal tersebut akan dijadikan sebagai informasi yang

menunjukkan kemajuan siswa setelah mengikuti 10 pembelajaran, dan

akan dijadikan sebagai tolak ukur untuk perkebangan siswa kedepannya.

E. Contoh Penilaian Berbasis Kinrja / Penilaian Autentik

4. Pengamatan langsung (obeservasi)

Sesungguhnya pengamatan langsung ini sering kita lakukan dalam

kegiatan pembelajaran namun dengan dipersiapkan secara nyata akan

lebih membantu dalam melakukan pengamatan, walaupun sekedar

menyiapkan catatan.

5. Wawancara

Guru juga bisa secara langsung dapat menanyakan tentang sikap siswa

terhadap pembelajaran yang sudah dipelajarinya Pertanyaan wawancara

dapat dilakukan ketika pembelajaran berlangsung atau setelah selesai

pembelajaran atau disesuaikan dengan waktu, situasi dan kondisi.

6. Portofolio

Bahasa sederhana dari portofolio adalah kumpulan pekerjaan yang

telah dillakukan oleh anak. Di dalamnya bisa termasuk hasil karya,

laporan, catatan guru, dan sebagainya. Portofolio mrupakan sumber data

yang sangat baik bagi guru. Selain itu portofolio dapat digunakan oleh

anak untuk melihat perkembangan yang terjadi terhadapa dirinya dalam

15
kurun waktu tertenu. Oleh karena itu setiap protofolio harus diberi catatan

tangggal penyusunannya.

F. Konsep Penilaian Berbasis Kinerja / Penilaian Autentik

Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini

menunjukkan rah yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya

berkisar pada pandangan sebagai berikut:

1. Penilaian tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang

telah ditetpkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembunyi,

termasuk efek samping yang mungkin timbul.

2. Penilaian tidak hanya melalui pengukuran perilaku anak, tetapi juga

melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen pendidikan, baik

masukan proses maupun keluaran.

3. Penilaian tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga mengetahui apakah

tujuan-tujuan tersebut penting bagi anak dan bagaimana anak

mencapainya.

4. Mengingat luasnya tujuan objek penilaian, maka alat yang digunakan

dalam penilaian sangant beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes,

tetapi juga alat penilaian bukan tes (Sudjana, 2012).

16
Penilaian Autentik (authentic assessment) adalah suatu proses

pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar

siswa denggan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan

berkelanjutan, bukti-bukti autentik, akurat, dan konsisten sebagai

akuntabilitas publik.

Penilaian autentik berbeda dengan panilaian tradisional dalam

beberapa aspek. Pada penilaian tradisional peserta didik cenderung memilih

respon yang tersedia. Contoh dari penilaian tradisional adalah alat instrumen

yang digunakan berupa soal pilihan ganda, penjodohan, dan sebagainya.

Sedangkan pada penilaian autentik, peserta didik menampilkan atau

mengerjakan suatu tugas. Alat instrumen penilaian yang digunakan dalam

penilaian autentik adalah soal esai, observasi, dan lain sebagainya. Pada

penilaian tradisional kemampuan berpikir yang dinilai cenderung dalam level

memahami dan menerapkan, serta fokusnya adalah guru. Pada penilaian

autentik kemampuan berpikir yang dinilai adalah level konstruksi dan

aplikasi, serta fokus peserta didik. Bukti level kemampuan peserta didik pada

penilaian tradisional adalah tidak langsung, sedangkan penilaian autentik

bukti kemampuan peserta didik adalah langsung, yaitu bisa diamati.

Penilaian autentik mencakup 3 (tiga) ranah hasil belajar yaitu ranah

sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Anonym, 2016).

17
G. Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Penilaian Berbasis Kinerja

1. Kelebihan Menggunakan Penilaian Berbasis Kinerja

Ada kelebihan yang pasti dalam menggunakan evaluasi berbasis

kinerja untuk penilaian anak-anak. Meskipun penilaian kinerja

direkomendasikan untuk anak-anak dari segala usia, penilaian ini sangat

cocok untuk anak-anak dalam tahap perkembangan praoperasional dan

operasional konkret. Karena anak kecil belajar paling baik dengan

bertindak terhadap lingkungan, secara logis mengikuti penilaian yang

memungkinkan anak untuk menunjukkan kemampuan dengan melakukan

beberapa tindakan yang paling sesuai dengan kemampuan perkembangan.

Penilaian kinerja, kemudian, cocok untuk perkembangan anak di tahun-

tahun awal masa kanak-kanak. Beberapa argumen untuk menggunakan

penilaian kinerja untuk evaluasi adalah sebagai berikut:

1) Penilaian kinerja dilakukan dalam konteks apa yang dialami anak-

anak, bukan terpisah dari kurikulum kelas. Sebelumnya di bab ini,

direkomendasikan bahwa penilaian menjadi bagian integral dari

kurikulum dan pengajaran. Kapan pun memungkinkan, penilaian

kinerja dilakukan sebagai bagian dari pelajaran, selama kegiatan pusat,

atau secara kebetulan ketika guru mengamati pembelajaran yang

diinginkan yang didemonstrasikan secara spontan. Penilaian kinerja

bermakna dan tepat waktu.

18
2) Penilaian kinerja memanfaatkan premis yang dibangun anak-anak

pemahaman mereka sendiri. Pendidik anak usia dini saat ini

mempersiapkan kegiatan kurikulum dengan pemahaman bahwa

pengetahuan tidak ditransmisikan oleh guru, melainkan anak secara

bertahap membentuk atau menghasilkan pengetahuan baru melalui

pertemuan berulang dengan konsep dan informasi. Penilaian kinerja

memberi guru alat untuk mengamati dan mendokumentasikan

kemajuan anak. Ketentuan ini berarti penilaian lebih dari sekadar

menilai apakah anak sudah menguasai tujuan pembelajaran guru.

Kemajuan anak menuju penguasaan menggunakan zona

perkembangan proksimal Vygotsky (1983) juga dapat dievaluasi. Zona

yang dijelaskan oleh Vygotsky mengacu pada variabilitas antara apa

yang dapat dilakukan anak saat ini dan apa yang berpotensi dikuasai

anak di masa depan Guru dapat menentukan apakah anak tidak mampu

menunjukkan kemampuan atau pemahaman, apakah anak dapat

menunjukkan beberapa perilaku yang diinginkan dengan bantuan, atau

apakah anak dapat melakukan secara mandiri (Hills, 1992). Juga,

fokus penilaian adalah pada anak, dan bukan pada respon anak

terhadap guru. Guru tetap berperan besar dalam penilaian, namun

kinerja anak adalah kuncinya dan guru merespon apa yang dilakukan

anak.

19
3) Asesmen kinerja memberikan berbagai cara dimana anak dapat

mendemonstrasikan apa yang dia pahami atau dapat lakukan. Contoh

karya anak yang sedang berlangsung, produk seni, permainan,

percakapan, tulisan yang muncul, dan cerita yang didiktekan adalah

beberapa contoh cara yang dapat dilakukan anak. Beberapa

pertunjukan dapat direkam sebagai hasil observasi atau wawancara

guru, sedangkan yang lain dapat didokumentasikan dengan sampel

pekerjaan. Karena penilaian terintegrasi dengan pengajaran dan

kegiatan sehari-hari, kemungkinan untuk mengamati dan

menginterpretasikan pencapaian hampir tidak terbatas.

4) Penilaian kinerja bersifat berkesinambungan atau berkelanjutan. Tidak

seperti penilaian yang lebih formal seperti tes, penilaian akhir bab, dan

evaluasi periode pelaporan, penilaian kinerja mencerminkan

kesempatan sehari-hari untuk menyadari pemikiran dan pekerjaan

anak.

5) Penilaian kinerja memberikan informasi yang berarti bagi orang tua

untuk memahami kemajuan dan pencapaian anaknya. Mereka juga

memungkinkan orang tua untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam

proses penilaian. Guru dapat menggunakan penilaian kinerja dari

semua jenis konferensi orang tua. Demikian pula, orang tua dapat

menjadi lebih sadar akan perilaku yang digunakan anak mereka di

rumah yang menunjukkan kemajuan perkembangan dan berbagi

20
pengamatan mereka dengan guru. Setelah orang tua memahami

pentingnya aktivitas anak dan hubungannya dengan perkembangan

dan pembelajaran, mereka dapat bermitra dengan guru dan anak dalam

memfasilitasi peluang bagi anak.

2. Kekurangan Menggunakan Penilaian Berbasis Kinerja

Penilaian kinerja memiliki kekurangan atau keterbatasan. Seperti

semua penilaian informal- faktanya, mereka subyektif; bias guru dan

interpretasi adalah bagian dari proses. Guru harus selalu waspada akan

perlunya objektivitas saat mengevaluasi anak kecil. Juga, penilaian kinerja

meningkatkan tanggung jawab dan akuntabilitas guru dalam mengelola

dan menafsirkan evaluasi. Kesempatan ini untuk penilaian yang lebih

bermakna Hal ini disertai dengan kebutuhan guru untuk terampil dalam

proses penilaian.

Meskipun beberapa strategi yang digunakan untuk mengevaluasi anak

dalam penilaian kinerja bukanlah hal baru, pendekatan sebagai sarana

utama untuk menilai dan memberikan nilai kepada siswa dianggap sebagai

sebuah inovasi. Seperti inovasi pendidikan lainnya, masalah dan kesulitan

dapat menyebabkan guru dan administrator kecewa dengan prosesnya dan

meragukan keefektifan praktik tersebut. Oleh karena itu, penting untuk

menyadari dan memahami implikasi dan batasan penilaian kinerja, serta

manfaatnya. Berikut adalah beberapa kekhawatiran yang diajukan oleh

spesialis pengukuran tentang penggunaan penilaian kinerja:

21
1) Penilaian kinerja memakan waktu. Guru membutuhkan waktu untuk

melakukan observasi, merekam data, dan menginterpretasikan

informasi dalam merencanakan pengajaran di masa depan. Semua

penilaian kinerja membutuhkan keterlibatan yang luas dari guru.

Pencatatan menambah tanggung jawab dokumen; selain itu, guru

harus mempertimbangkan bagaimana menyesuaikan penilaian ke

dalam hari-hari sibuk. Guru harus mengembangkan kemampuan untuk

melakukan beberapa hal sekaligus dan mengikuti refleksi atas

informasi dan ide yang mereka peroleh dari mempelajari aktivitas

kinerja anak.

2) Penilaian autentik bisa lebih kompleks daripada jenis penilaian yang

lebih tradisional. Karena penilaian diintegrasikan ke dalam pengajaran,

guru harus memahami dengan jelas apa yang mereka cari dalam

penilaian. Asesmen dengan anak-anak kecil mungkin bersifat

interdisipliner atau mengukur lebih dari satu jenis perkembangan jika

itu merupakan bagian dari kurikulum terpadu dan kegiatan yang

berpusat pada anak. Guru harus menentukan standar kinerja yang

eksplisit untuk pengembangan dan tujuan pembelajaran, tidak peduli

seberapa insidentil atau terintegrasinya proses penilaian. Semakin

kompleks dan terintegrasi kurikulumnya, semakin sulit proses

penilaian kinerja dalam hal menafsirkan implikasi kinerja anak

(Bergen, 1994). Masalah terkait adalah penilaian kinerja penilaian.

22
Kekhawatiran umum adalah siapa yang akan menentukan kualitas

penilaian kinerja ketika digunakan untuk penilaian atau evaluasi

tingkat negara bagian (Givens, 1997).

3) Ada juga kekhawatiran tentang validitas dan reliabilitas penilaian

kinerja. Schweinhart (1993) mengusulkan bahwa alat penilaian anak

usia dini harus sesuai perkembangan, valid, dapat diandalkan, dan

ramah pengguna. Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya,

kesulitan dalam menggunakan penilaian kinerja akan menimbulkan

keraguan tentang seberapa ramah penggunanya. Agar valid, alat

tersebut harus berkorelasi dengan tindakan bersamaan yang digunakan

untuk menilai anak kecil. Demikian pula, penilaian harus konsisten

secara internal dan dinilai dengan cara yang sama oleh berbagai

penilai. Prosedur informal yang digunakan dalam penilaian kinerja

harus memberikan bukti validitas, reliabilitas, objektivitas, dan

kebebasan dari bias jika dianggap layak (Goodwin & Goodwin, 1993).

Probabilitas bahwa sistem sekolah umum akan memahami kebutuhan

ini dan melakukan pekerjaan ekstensif yang diperlukan untuk

memastikan kualitas tampaknya diragukan (Givens, 1997).

4) Keterlibatan dan pendidikan orang tua merupakan syarat dalam

pelaksanaannya evaluasi berbasis kinerja. Orang tua akrab dengan

evaluasi tradisional dan laporan- praktik. Distrik sekolah harus

merencanakan untuk mendidik dan mempersiapkan orang tua sebelum

23
pindah ke dalam penilaian kinerja. Orang tua perlu mengetahui dan

memahami bagaimana proses penilaian inovatif digunakan sebelum

mereka menemukannya dalam laporan nilai anak mereka atau dalam

konferensi orang tua-guru. Terminologi dan prosedur penilaian yang

tidak dikenal dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan dan

dukungan untuk sekolah dan guru.

Sebagian besar kerugian dan keterbatasan yang dibahas sebelumnya

tampaknya terkait dengan persiapan dan pelatihan yang tepat untuk

penilaian kinerja. Terlalu sering di masa lalu, sekolah memiliki merangkul

dan menerapkan inovasi kurikulum dan pengajaran tanpa pelatihan. guru

dan pengurus dengan baik. Beberapa penulis yang dikutip dalam bab ini

secara konsisten membahas perlunya pelatihan dan persiapan ekstensif

sebelum menggunakan penilaian kinerja baru. Seperti setiap perubahan

atau pendekatan baru terhadap kurikulum atau penilaian, pelatihan dan

pengetahuan yang memadai tentang penilaian kinerja dapat banyak

membantu untuk memastikan bahwa mereka akan menjadi alternatif yang

sukses dan tepat untuk penilaian anak-anak. Karena penilaian kinerja

secara inheren memiliki potensi untuk mengukur perkembangan dan

pembelajaran anak-anak dengan cara yang realistis dan bermakna,

keterbatasan dapat menjadi hambatan yang sulit atau peringatan perseptif

yang dapat digunakan untuk memfasilitasi penggunaan alat baru yang

tepat dan terampil.

24
25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penilaian kinerja mendokumentasikan kegiatan di mana anak-anak

terlibat setiap hari. Dengan menyediakan sarana untuk mengevaluasi kualitas

pekerjaan anak-anak secara terpadu. Penilaian cukup fleksibel untuk

mencerminkan pendekatan individual terhadap prestasi akademik. Dan juga

dirancang untuk mengevaluasi banyak elemen pembelajaran dan

pengembangan yang tidak dapat ditangkap dengan baik oleh tes standar.

Sebagai konstruktor makna yang aktif, anak-anak menganalisis, menyintesis,

mengevaluasi, dan menafsirkan fakta dan gagasan. Penilaian kinerja

memungkinkan guru berkesempatan untuk belajar tentang proses ini dengan

mendokumentasikan interaksi anak-anak dengan materi dan teman sebaya di

lingkungan kelas. Singkatnya, penilaian kinerja mengembalikan penilaian

pada tempatnya: di tangan guru dan anak-anak, dan di ruang kelas yang

mereka huni di bab ini, kita telah membahas evaluasi berbasis kinerja sebagai

metode alternatif atau autentik untuk menilai anak kecil. Pendekatan penilaian

ini membuat guru lebih kuat dan mengendalikan proses evaluasi

pembelajaran. Sejumlah metode atau strategi dapat digunakan untuk

mengevaluasi perkembangan atau pembelajaran anak melalui kinerja dari apa

yang dia pahami dan dapat lakukan. Wawancara, kon- traktat, penugasan

26
terarah, permainan, contoh pekerjaan, proyek, dan portofolio adalah beberapa

kegiatan penilaian yang akan memungkinkan anak-anak kecil menunjukkan

kemampuan mereka untuk memahami dan menerapkan keterampilan dan

informasi baru. Penilaian kinerja mengalihkan tanggung jawab kepada guru

untuk proses instruksional dan penilaian. Pemberdayaan guru ini

memfasilitasi kesempatan guru untuk merancang penilaian yang mencakup

semua bidang perkembangan dan yang sesuai dengan tingkat perkembangan

setiap anak. Hal ini juga memungkinkan guru untuk membuat hubungan yang

erat antara kurikulum dan evaluasi. Meskipun penilaian kinerja lebih relevan

dan tepat daripada metode pengukuran pembelajaran formal tradisional,

penilaian ini juga bisa lebih sulit. Guru harus menerima waktu yang

dibutuhkan untuk mengatur dan melakukan jenis evaluasi ini; selain itu,

mereka harus mengatasi keterbatasan yang berkaitan dengan validitas,

reliabilitas, dan akuntabilitas. Perawatan harus dilakukan dalam perencanaan

dan pelaksanaan penilaian kinerja jika tidak menjadi mode pendidikan yang

memudar setelah beberapa tahun.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2016). Bahan penilaian autentik PLPG 2015. Universitas Pakuan.


Baskoro, & Wihaskoro. (2016). Evaluasi pembelajaran matematika. Tanpa Penerbit.
Berk, R. . (1986). Performance assessment. baltimore. The John Hopkins University
Press.
Djemari, M. (2012). Pengukuran penilaian dan evaluasi pendidikan. Nuha Litera.
Sudjana, N. (2012). Penilaian hasil proses belajar mengajar. PT REMAJA
RODAKARYA.

Tomoliyus. (2011). Mengembangkan penilaian berbasis kinerja dalam pembelajaran


pendidikan jasmani olahraga kesehatan. 159 Jpji, 8(2).
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpji/article/view/3496

Wortham, S. C. (2005). Assessment in early childhood education (J. Peters (ed.)).


PEARSON Prentical Hall.

28

Anda mungkin juga menyukai