Anda di halaman 1dari 23

EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA PESERTA DIDIK

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR


BIASA-C (SMALB-C) PUTERA ASIH KOTA KEDIRI

Alfin Husniyah1, Ahsana Taqwiyan2, dan Dariyanto3


Program Studi Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri
1
delicatebluee@gmail.com
2
ahsanataqwiyan@gmail.com
3
dariyanto1987@gmail.com

ABSTRAK
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan layanan pendidikan bagi
warga negaranya yang lahir dengan berbagai keistimewaan melalui
penyelenggaraan pendidikan khusus sebagai wujud realisasi dari UU
No. 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat (2). Penulisan artikel ini bertujuan
untuk mengupas lebih jauh terkait realita pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam (PAI) yang ada di lembaga pendidikan luar biasa
jenjang menengah atas yang berlokasi di SMALB-C Putera Asih Kota
Kediri. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah
pendekatan kualitatif dengan studi kasus sebagai jenis penelitiannya.
Sementara untuk data dalam penelitian ini dihimpun melalui proses
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang untuk analisis data
yang digunakan yakni dengan mengadopsi model Miles, Huberman, &
Saldana di mana mencakup data condensation, data display, dan
conclusions drawing. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa: 1) Penanaman PAI di dalam kelas yang
dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran pada peserta didik tuna
grahita di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri secara umum sudah
dapat dikatakan baik, mengingat pelaksanaannya sudah sesuai dengan
RPP yang disusun. Sementara untuk pelaksanaan PAI di luar kelas, di
antaranya dilaksanakan melalui kegiatan shalat Dhuha secara
berjamaah setiap harinya. 2) Evaluasi PAI pada peserta didik tuna
grahita di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri dapat dikatakan belum
berjalan maksimal. Pasalnya, penilaian masih bertumpu pada evaluasi
aspek kognitif saja, yakni melalui PAS dan PTS. Sementara untuk
aspek afektif dan psikomotorik, keduanya masih belum begitu
tersentuh.
Kata Kunci: evaluasi, PAI, PDBK, SLB

1
2

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Orang-orang dengan kebutuhan khusus sejatinya merupakan bagian dari
masyarakat yang kehadirannya tidak jarang mendapat cap sebagai warga ‘kelas
dua’ serta kerap mengundang sorot mata tidak semestinya dari sebagian warga
masyarakat. Padahal keberadaan mereka sudah sepatutnya terbebas dari berbagai
pandangan kurang mengenakkan serta memperoleh pemberdayaan yang layak
terlepas dari keterbatasan fisik maupun mental yang mereka sandang. Dalam hal
ini, sebagai salah satu bentuk pemberdayaan yang dilakukan pemerintah ialah
dengan menyediakan suatu format pendidikan khusus yang keberadaannya
sengaja diperuntukkan untuk warga negaranya yang lahir dengan keterbatasan
atau kelainan pada diri mereka. Hal tersebut sebagai langkah perwujudan UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (2) yang
menerangkan bahwa, “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.”
Pengadaan pendidikan khusus tersebut tidak lain sebagai wadah bagi para peserta
didik berkebutuhan khusus (PDBK) sehingga mereka dapat memperoleh akses
pendidikan yang layak setara dengan peserta didik pada umumnya.
Melalui peraturan tersebut dapat diketahui bahwa pemerintah Indonesia
telah berupaya memberikan peluang yang sama bagi PDBK dalam hal akses
pendidikan sebagaimana peserta didik normal pada umumnya. Selain melalui
pengadaan program pendidikan khusus, PDBK juga dapat mengakses pendidikan
mereka melalui pengadaan program sekolah terpadu. Sekolah terpadu pada
dasarnya merupakan lembaga pendidikan reguler sebagaimana sekolah pada
umumnya, namun yang membedakan ialah dengan turut diterimanya anak
berkebutuhan khusus sebagai peserta didik mereka. Selain itu, kurikulum serta
sarana prasarana yang disediakan juga tanpa membedakan antara PDBK dengan
peserta didik reguler lainnya. Keberadaan sekolah terpadu tersebut saat ini lebih
familiar dengan istilah sekolah inklusif. Sementara untuk penelitian yang akan
kami kupas dalam artikel ini akan lebih berpusat pada pelaksanaan PAI di
3

sekolah luar biasa jenjang menengah atas dengan mengambil lokasi di SMALB-C
Putera Asih Kota Kediri.
Di dalam pengadaan pendidikan bagi PDBK, pendidikan agama Islam (PAI)
turut memegang andil penting serta menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Mengutip pendapat Majid dan Andayani, sebagaimana dikutip Elihami dan
Syahid, PAI merupakan suatu wujud usaha sengaja dalam membekali peserta
didik sehingga mereka dapat mengenali, memahami, hingga akhirnya mengimani
ajaran Islam, disertai ajakan untuk menghargai keberadaan penganut agama lain
dalam konteks memelihara toleransi antar umat beragama. Sehingga melalui
upaya penanaman PAI tersebut, diharapkan ke depannya dapat tercapai persatuan
dan kesatuan bangsa.1 Pemaknaan yang mendalam terkait nilai kandungan ajaran
agama Islam tersebut selanjutnya diharapkan dapat terinternalisasi ke dalam diri
peserta didik sehingga akan tercermin melalui tindakan serta perilaku mereka
sehari-hari. Atau dalam ungkapan lain, nilai-nilai agama yang telah diwujudkan
melalui PAI tersebut selanjutnya dapat ditunjukkan melalui perbuatan nyata
PDBK dalam keseharian hidup mereka.
Kehadiran sekolah luar biasa (SLB) merupakan respons atas kebutuhan
masyarakat yang di antaranya terdapat anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Mereka yang lahir dengan keterbatasan atau ketunaan tersebut di antaranya adalah
tuna netra atau keterbatasan pada penglihatan, tuna rungu atau keterbatasan pada
pendengaran, dan tuna grahita atau keterbatasan pada intelegensi. SLB selaku
lembaga yang berkomitmen dalam memberdayakan PDBK berusaha memberikan
layanan terbaiknya sehingga para PDBK tersebut tetap memperoleh akses
pendidikan yang layak terlepas dari kondisi khusus yang mereka sandang.
Keberadaan SLB yang memisahkan PDBK dengan peserta didik reguler lainnya
sudah semestinya dipandang sebagai upaya dalam mewujudkan kepentingan
pembelajaran. Upaya pemisahan tersebut sejatinya merupakan usaha dalam
rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga tujuan yang telah

1
Elihami dan Abdullah..Syahid, “Penerapan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
Membentuk Karakter Pribadi yang Islami”, EDUMASPUL: Jurnal Pendidikan, Vol. 2 No. 1
(2018), 84.
4

diprogram, dikontrol, dan diukur sedemikian rupa (tujuan instruksional khusus)


sebelumnya dapat tercapai secara lebih optimal dan maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kami selaku penulis telah melaksanakan
penelitian dengan mengambil judul “EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PADA PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA C (SMALB-C) PUTERA
ASIH KOTA KEDIRI”. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui
pelaksanaan PAI, baik pada lingkup dalam kelas maupun luar kelas, berikut
proses evaluasi yang diberlakukan kepada peserta didik tuna grahita di SMALB-C
Putera Asih Kota Kediri.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
menjadi fokus dalam artikel ini meliputi:
a. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam pada peserta didik
tunagrahita di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri?
b. Bagaimana evaluasi pendidikan agama Islam pada peserta didik tunagrahita
di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri?

3. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan artikel
ini adalah untuk:
a. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam pada peserta didik
tunagrahita di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri.
b. Mengetahui evaluasi pendidikan agama Islam pada peserta didik tunagrahita
di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri.

4. Kerangka Teori
a. Pendidikan Agama Islam
Definisi PAI sebagaimana dijelaskan Muhaimin ialah upaya mendidikkan
agama Islam berikut kandungan nilai-nilai yang ada di dalamnya sehingga dapat
terinternalisasi ke dalam diri peserta didik yang pada gilirannya akan menjadi
5

sikap hidup (way of life) mereka. Uraian hampir senada selanjutnya disampaikan
oleh Zakiah Daradjat dkk., sebagaimana dikutip Sundari, di mana PAI adalah
pendidikan dalam ajaran Islam yang dilaksanakan melalui proses pembimbingan
dan pengasuhan terhadap peserta didik secara terus-menerus sehingga ajaran
Islam yang telah diberikan dapat mereka pahami secara menyeluruh dan menjadi
sikap hidup dalam tujuannya meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Uraian
terakhir dengan mengutip pendapat Majid dan Andayani, dalam Elihami, di mana
PAI merupakan suatu wujud usaha sengaja dalam membekali peserta didik
sehingga mereka dapat mengenali, memahami, hingga akhirnya mengimani ajaran
Islam, disertai ajakan untuk menghargai keberadaan penganut agama lain dalam
konteks memelihara toleransi antar umat beragama. Sehingga melalui upaya
penanaman PAI tersebut, diharapkan ke depannya dapat tercapai persatuan dan
kesatuan bangsa.2
Selanjutnya berdasarkan beberapa pemaparan para tokoh pemikir PAI di
atas dapat kami simpulkan bahwa PAI merupakan kegiatan mendidikkkan ajaran
agama Islam kepada peserta didik dengan harapan mereka akan
menginternalisasikannya ke dalam diri mereka sehingga terbentuk way of life atau
sikap hidup dalam usahanya meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Pengadaan PAI
pada suatu lembaga pendidikan bertujuan untuk menumbuhkembangkan
keimanan melalui kegiatan penyampaian dan pemupukan materi secara terus-
menerus, sehingga akan terinternalisasi dan kemudian diamalkan, dan akhirnya
terbentuklah pengalaman pada diri peserta didik terkait ajaran Islam sehingga
pada gilirannya akan menjadikan mereka sebagai umat yang keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah Swt. senantiasa bertambah; selalu menampakkan
akhlak mulia baik dalam ranah individu maupun sosial; serta dapat menempuh
pendidikan jenjang berikutnya yang lebih tinggi.3
Sementara untuk fungsi PAI, dengan merujuk pendapat Abdul Majid
sebagaimana dikutip Muslimin dan Ruswandi, ialah: 1) mengembangkan iman
dan ketakwaan kepada Allah Swt. serta membiasakan akhlak mulia; 2)
2
Ibid.
3
Elly.Manizar, “Optimalisasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah”, Tadrib: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 3 No. 2 (2018), 255-256.
6

menanamkan nilai ke-Islam-an untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman


hidup; 3) menyesuaikan mental peserta didik dengan milieu di sekitar mereka; 4)
mengamalkan ajaran ke-Islam-an dalam kehidupan; 5) tindakan preventif terhadap
peserta didik dari berbagai hal yang sifatnya negatif, baik yang berasal dari
lingkungan sekitar maupun kebudayaan luar; dan 6) memperbaiki hal-hal yang
kurang dalam diri peserta didik baik menyangkut persoalan keyakinan,
pemahaman, maupun pengamalan nilai ke-Islam-an.4
b. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Definisi anak berkebutuhan khusus (ABK) dipahami sebagai anak yang
membutuhkan perlakuan istimewa akibat adanya gangguan yang menghambat
tumbuh kembang mereka maupun kelainan yang melekat pada diri mereka.
Sehubungan dengan term disabilitas, pengertian ABK selanjutnya dipahami
sebagai anak yang terlahir dengan keterbatasan, baik pada salah satu maupun
beberapa kemampuan mereka. Penggunaan istilah ABK mengandung pemaknaan
yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan istilah anak luar biasa. ABK ialah
anak-anak yang di dalam proses pendidikannya membutuhkan penanganan
khusus, berbeda dengan anak pada umumnya. Mereka-mereka inilah yang terlahir
dengan hambatan baik dalam belajar maupun kegiatan sehari-hari, sekaligus pada
tahapan perkembangannya. Oleh karena itu di dalam penanganannya, ABK
memerlukan layanan pendidikan yang telah dilakukan beberapa modifikasi dan
penyesuaian berdasarkan kebutuhan mereka masing-masing.5
Hingga saat ini, keberadaan para penyandang disabilitas seringkali masih
tidak begitu dianggap dan kurang mendapat penghargaan yang semestinya oleh
sebagian masyarakat. Salah satu dari sekian faktor yang ditengarai menjadi
penyebabnya ialah keterbatasan mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari
serta keterbatasan lain dari segi fisik. Pandangan masyarakat yang demikian kerap
menghadirkan dampak negatif pada keberadaan mereka seperti sukarnya
memperoleh kedudukan, hak, kewajiban, maupun peran yang setara dengan

4
Ibid.
5
Asyharinur..Ayuning Putriana Pitaloka, Safira Aura Fakhiratunnisa, dan Tika Kusuma Ningrum,
“Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus”, MASALIQ: Jurnal Pendidikan dan Sains, Vol. 2 No.
1 (2022), 27.
7

masyarakat pada umumnya, serta beberapa aspek kehidupan maupun penghidupan


lainnya. Di antara jenis peserta didik yang digolongkan berdasarkan ketunaan
yang mereka sandang mencakup tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa,
tuna laras, tuna wicara, hiperaktif, cerdas istimewa, bakat istimewa, kesulitan
belajar, korban narkoba, indigo, down syndrome, autis, dan tuna ganda.
c. Peserta Didik Tunagrahita
Secara lebih khusus, definisi peserta didik tunagrahita ialah mereka yang
terlahir dengan keterbatasan intelegensi yang secara umum terbagi ke dalam 4
kategori, meliputi: 1) tuna grahita ringan (C) dengan rentang IQ antara 70-55, 2)
tuna grahita sedang (C1) dengan rentang IQ antara 55-40, 3) tuna grahita berat
(C2) dengan rentang IQ antara 40-25, dan 4) tuna grahita berat sekali dengan
rentang IQ kurang dari 25. Peserta didik tuna grahita juga kerap disebut dengan
istilah tuna mental, cacat mental, retalisasi mental, dan sebagainya. Tingkat
intelegensi mereka yang berada di bawah rata-rata intelegensi peserta didik pada
umumnya menjadikan mereka kesulitan untuk mengikuti pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah reguler. Tingkat kecerdasan mereka yang berada di
bawah lazimnya peserta didik normal mengakibatkan proses berpikir mereka
menjadi sangat lambat. Oleh karena itu, peserta didik tuna grahita umumnya akan
disarankan untuk masuk SLB di mana kurikulum pembelajarannya sudah didesain
sedemikian rupa dan peserta didik yang ada di dalamnya juga sudah dikategorikan
berdasarkan tingkat kecerdasan yang ada.
d. Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunagrahita
Secara umum, pendidikan pada anak berkebutuhan khusus bertujuan untuk
membimbing mereka sehingga nantinya dapat melebur ke dalam masyarakat dan
mampu memberikan sumbangsih sesuai kemampuan yang mereka miliki, dengan
harapan mereka akan mendapatkan kebahagiaan serta kegairahan hidup.6 Fokus
utama yang diinginkan dari keberadaan SLB adalah peserta didik mampu
memahami materi yang diberikan dan selanjutnya mampu mengaplikasikan
pemahaman tersebut ke dalam keseharian hidup mereka. Dalam rangka
6
Intan Kumalasari dan Darliana Sormin, “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
Anak Tunagrahita di SLB-C Muzdalifah Medan”, TAZKIR: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial
dan Keislaman, Vol. 5 No. 1 (2019), 16.
8

mendorong kesuksesan proses belajar-mengajar, seorang guru dari peserta didik


berkebutuhan khusus harus cerdik dalam memilih metode yang akan
diimplementasikan. Perlu digarisbawahi bahwa tidak ada satu pun metode yang
diklaim paling efektif, mengingat semua kembali pada tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai. Berikut adalah metode yang sering diterapkan dalam proses
belajar peserta didik tunagrahita:
1) Metode ceramah
Yakni dengan jalan guru menyampaikan langsung materi di hadapan peserta
didik dan mereka menyimaknya. Walau pada kenyataannya, peserta didik tersebut
tidak akan secara langsung memahaminya, namun guru tidak boleh menyepelekan
hal tersebut. Sebab perlu diingat bahwa yang terpenting dalam pembelajaran pada
anak tuna grahita adalah adanya semangat dalam diri mereka untuk berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran dan fokus menyimak guru, sekalipun banyak dari
mereka mungkin tidak mengetahui apa yang sedang dijelaskan oleh guru. Peserta
didik yang mampu menyimak materi dengan seksama sudah dianggap memiliki
nilai lebih atau sudah dianggap memiliki kompetensi.7
2) Metode tanya jawab
Yakni dengan cara guru melontarkan beberapa pertanyaan sehubungan
dengan topik yang tengah disampaikan. Metode tanya jawab akan memancing
gambaran umum dari materi yang sudah pernah disampaikan kepada peserta didik
sebelumnya. Sebagai contoh, guru dapat mengajukan pertanyaan sederhana
seperti “Berapa jumlah rukun Islam?” kemudian peserta didik dapat meresponnya
dengan menjawab “Lima.” Dan kemudian dilanjutkan dengan guru menanyakan
terkait rincian dari rukun Islam tersebut dibarengi dengan guru menuntun peserta
didik untuk kembali mengingat poin-poin yang ada di dalamnya.8
3) Metode demonstrasi
Yakni dengan jalan guru menunjukkan materi yang memerlukan gerakan
berwujud suatu proses atau prosedur yang runtut dan tepat. Metode ini banyak
digunakan dalam pembelajaran Fiqh, misalnya pada materi wudhu dan salat.

7
Ibid., 16.
8
Ibid., 17.
9

Pelaksanaan metode ini diawali dengan guru menyampaikan teori terlebih dahulu.
Selanjutnya, mengingat peserta didik tuna grahita cenderung mudah bosan dan
lupa, maka guru biasanya akan melibatkan peserta didik secara langsung dengan
mengarahkan mereka untuk memperagakan materi yang sedang diajarkan. Misal
untuk materi wudhu, mereka akan langsung diajak ke tempat wudhu untuk dapat
memperagakannya dengan baik dan benar sesuai tuntunan dari guru. Sementara
untuk praktik salat, tidak cukup hanya diampu oleh satu orang guru saja,
melainkan butuh beberapa guru. Satu guru akan memberikan pengarahan di depan
kelas, sementara guru-guru yang lain akan membantu membenarkan gerakan
shalat peserta didik. Misal dalam posisi rukuk, guru akan membantu
menyejajarkan punggung dan kepala mereka supaya searah, dan agar mereka
bergerak beraturan.9
4) Metode cerita
Tidak jauh berbeda dari metode ceramah, namun yang membedakan metode
ini ialah dengan dilibatkannya beberapa tokoh yang kisahnya dapat dijadikan
sebagai teladan. Misalnya ialah kisah tentang Nabi Musa as. yang dikejar oleh raja
Fir’aun. Di dalam penerapannya, guru dapat menyisipkan beberapa nilai
perbuatan terpuji yang dilakukan oleh Nabi Musa as. sehingga dapat diteladani
oleh para peserta didik tuna grahita. Metode cerita kerap dipilih guru PAI dengan
harapan peserta didik paling tidak dapat mengingat para tokoh teladan. Di
samping itu, guru juga dapat menceritakan beberapa pengalaman mereka sendiri
maupun pengalaman orang lain yang di dalamnya turut mengandung nilai-nilai
akhlak mulia.10
5) Metode drill
Metode ini biasa diterapkan guna memperoleh keterampilan pada materi
yang dipelajari. Sebab hanya dengan melakukan praktik secara berkala dan terus
menerus, suatu pengetahuan dapat disempurnakan. Salah satu contoh penerapan
metode drill pada peserta didik tunagrahita adalah ketika belajar membaca dan
menulis huruf Arab. Guru dapat menuliskan huruf Arab berangkai kemudian

9
Ibid., 18.
10
Ibid., 18-19.
10

menuliskan ejaan bahasa Indonesia-nya. Dalam pengimplementasiannya, guru


harus terus-menerus melatih peserta didik berulang kali hingga pada akhirnya
mereka mampu untuk menulis huruf berangkai Arab secara tepat, baik, benar, dan
terbaca.11
e. Perbedaan Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Inklusif
Sejak tahun 2003, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan
terkait penyelenggaraan sekolah inklusif yang memberikan peluang bagi peserta
didik disabilitas untuk dapat belajar di sekolah reguler bersama peserta didik
umum lainnya. Sekolah inklusif pada dasarnya merupakan sekolah reguler yang
juga menerima ABK sebagai peserta didik mereka. Sehubungan dengan hal ini,
pemerintah-lah yang berwewenang menentukan mana sekolah reguler yang dinilai
layak untuk menjadi sekolah inklusif. Sekolah inklusif pada umumnya akan
memiliki dua jenis guru, yakni guru umum dan guru pendamping khusus (GPK)
yang merupakan lulusan dari Pendidikan Luar Biasa maupun jurusan lain yang
masih linier. GPK tersebut akan fokus pada pendampingan PDBK dengan harapan
mereka akan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.12 Materi yang diberikan
di sekolah inklusif akan didasarkan pada kurikulum yang berlaku secara umum.
Namun yang patut disayangkan ialah bahwa hanya PDBK tertentu yang
memenuhi kriteria yang dapat mengakses pendidikan di sekolah inklusif.
Terdapat beberapa kriteria yang akan menentukan apakah PDBK dinilai
mampu atau tidak untuk mengikuti pembelajaran di sekolah inklusif. Jika PDBK
tersebut memenuhi kriteria yang telah ditentukan, maka mereka akan masuk ke
sekolah inklusif. Akan tetapi jika sebaliknya, maka mereka akan disarankan
masuk ke sekolah luar biasa (SLB). Alasannya adalah jika PDBK tersebut tidak
mampu melaksanakan pembelajaran dengan semestinya, dikhawatirkan justru
akan mengganggu peserta didik lainnya. Selain itu, dikhawatirkan pula bahwa
mereka akan merasa terkucilkan atau malah menerima perlakuan yang tidak
mengenakkan. Selain itu, untuk dapat masuk ke dalam sekolah inklusif, PDBK

11
Ibid., 19.
12
Tim Penyusun Direktorat Sekolah Dasar, Buku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di
Sekolah Dasar (Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaa, Riset,
dan Teknologi, 2021), 17-18.
11

tersebut harus melalui proses penyaringan peserta didik baru khusus jalur inklusif
yang cukup ketat. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi di antaranya batas
usia pada jenjang yang akan dimasuki, nilai rapor yang berada di atas standar
minimal, surat keterangan dari psikolog/dokter yang menunjukkan bahwa peserta
didik tersebut dinilai mampu mengikuti pendidikan di sekolah inklusif, dan yang
terpenting adalah mampu menjalani pembelajaran di sekolah umum.13
Sementara itu, sekolah luar biasa (SLB) merupakan sekolah dengan sistem
segregasi yaitu memisahkan PDBK dengan peserta didik reguler dalam
memperoleh akses pendidikan. Pendidikan yang diberikan di SLB akan lebih
menekankan pada keterampilan hidup ABK sebagai modal mereka dapat bertahan
hidup di tengah masyarakat. Oleh karenanya, tidak heran jika beberapa materi
yang diberikan sifatnya khusus hanya ada di SLB. Muatan kurikulum yang
diberikan di SLB juga umumnya lebih fokus pada keterampilan vokasional, yakni
keterampilan yang ditujukan agar mereka memiliki jiwa wirausaha sehingga
nantinya mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Selain itu, jenjang
pendidikan yang ada di SLB juga umumnya terintegrasi. Sehingga dalam satu
lingkungan SLB, lazimnya terdapat jenjang mulai dari tingkat dasar (SDLB),
tingkat menengah (SMPLB), hingga tingkat atas (SMALB). Pelaksanaan
pendidikan di SLB juga umumnya diintegrasikan antar jenis kekhususan.

5. Telaah Pustaka
Guna menghindari adanya pengulangan kajian dan juga dalam rangka
menemukan posisi dari penulisan artikel ini, maka akan kami paparkan beberapa
kajian terdahulu yang rinciannya sebagai berikut:
No Penelitian Terdahulu Distingsi Penelitian
1. Yarmis Hasan, Penelitian ini bertujuan untuk
“Pelaksanaan Pembelajaran mendeskripsikan proses pembelajaran yang
Agama Islam pada Anak dilakukan oleh guru PAI tunanetra, mulai dari
Tunagrahita di Sekolah proses perencanaan, pelaksanaan, hingga
Luar Biasa Perwari Kota evaluasi. Sasaran dalam penelitian ini adalah
Padang”, PEDAGOGI: peserta didik tunagrahita di SMPLB Perwari
Jurnal Ilmiah Ilmu Kota Padang. Distingsi penelitian ini berupa
Pendidikan, Vol. 13 No. 2 fokus pembahasan yang tidak hanya

13
Ibid.
12

(2013): 73-80. mendeskripsikan bagaimana proses


pembelajaran pendidikan agama Islam di
kelas, akan tetapi juga berusaha mengevaluasi
segi pelaksanaannya secara menyeluruh yang
telah ada di lembaga SMALB-C Putera Asih
Kota Kediri. Selain itu, distingsi juga terletak
pada jenjang pendidikan yang menjadi objek
dalam penelitian ini.14
2. Sekar Lupita Galih Kinanti, Penelitian ini bertujuan untuk
Mujibburohman, dan Yetty mendeskripsikan strategi dan metode yang
Faridatul Ulfah, “Strategi diterapkan oleh guru pendidikan agama Islam
Guru Pendidikan Agama dalam mengajar peserta didik tunagrahita di
Islam dalam Pembelajaran SLB CG-YPPCG Bina Sejahtera Surakarta.
untuk Siswa Tunagrahita di Distingsi penelitian ini tidak hanya berfokus
SLB CG-YPPCG Bina pada strategi pendidikan yang ada di dalam
Sejahtera Surakarta”, kelas, melainkan juga turut mengkaji
Mamba’ul Ulum, Vol. 18 pelaksanaan pendidikan agama Islam yang
No. 2 (2022), 146-158. ada di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri
secara lebih luas dan menyeluruh, termasuk
strategi yang dilakukan melalui pembiasaan
budaya sekolah.15
3. Aziza Meria, “Model Penelitian ini bertujuan untuk
Pembelajaran Agama Islam mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan
bagi Anak Tunagrahita di pembelajaran pendidikan agama Islam di
SDLB YPPLB Padang SDLB YPPLB Padang Sumatera Barat, mulai
Sumatera Barat”, dari materi yang diajarkan, metode yang
TSAQAFAH: Jurnal digunakan, hingga proses evaluasi yang
Peradaban Islam, Vol. 11 diterapkan. Distingsi penelitian ini tidak
No. 2 (2015): 355-380. hanya fokus pada pelaksanaan pendidikan
agama Islam di dalam kelas, melainkan juga
ingin mendeskripsikan sekaligus
mengevaluasi bagaimana pelaksanaan PAI
yang ada di SMALB-C Putera Asih Kota
Kediri secara menyeluruh. Selain itu,
distingsi juga terletak pada perbedaan jenjang
di mana pada penelitian ini fokus pada
jenjang SMA.16
4. Siti Khosiah Rochmah dan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

14
Yarmis Hasan, “Pelaksanaan Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tunagrahita di Sekolah
Luar Biasa Perwari Kota Padang”, PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol. 13 No. 2
(2013), 73.
15
Sekar Lupita Galih Kinanti, Mujibburohman, dan Yetty Faridatul Ulfah, “Strategi Guru
Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran untuk Siswa Tunagrahita di SLB CG-YPPCG Bina
Sejahtera Surakarta”, Mamba’ul Ulum, Vol. 18 No. 2 (2022), 146.
16
Aziza Meria, “Model Pembelajaran Agama Islam bagi Anak Tunagrahita di SDLB YPPLB
Padang Sumatera Barat”, TSAQAFAH: Jurnal Peradaban Islam, Vol. 11 No. 2 (2015), 355.
13

Rika Sa’diyah, “Strategi strategi pembelajaran PAI yang dilakukan


Pembelajaran PAI pada pada anak tunagrahita kelas awal di SDLB
Peserta Didik Tuna Grahita Pembina Tingkat I Cilandak Jakarta Selatan
Sekolah Dasar Kelas Awal yang meliputi proses perencanaan,
di Sekolah Dasar Luar pelaksanaan, dan evaluasi. Distingsi
Biasa (SDLB) Pembina penelitian ini terletak pada fokusnya yang
Tingkat I Cilandak Lebak- tidak saja membahas bagaimana proses
Bulus Jakarta Selatan”, belajar mengajar PAI di dalam kelas, akan
Belajea: Jurnal Pendidikan tetapi juga mencakup penanaman nilai-nilai
Islam, Vol. 2 No. 1 (2017): PAI secara menyeluruh, dalam artian berada
35-54. pada taraf lembaganya juga. Selain itu,
distingsi juga terletak pada jenjang yang
pendidikan yang ada dalam penelitian ini.17
5. Novie Putri Amalia dan Penelitian ini berfokus pada bagaimana
Makhfud, “Potret pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak
Pembelajaran pada Anak tunagrahita di SLB Bhakti Pemuda Kota
Tunagrahita di Sekolah Kediri berikut pelaksanaan evaluasi yang
Luar Biasa Bhakti Pemuda diterapkan dalam mengukur capaian peserta
Kota Kediri”, iJIES: didik berkebutuhan khusus. Distingsi
Indonesian Journal of penelitian ini terletak pada fokusnya yang
Islamic Education Studies, tidak hanya akan membahas bagaimana
Vol. 2 No. 2 (2019): 193- pelaksanaan PAI dalam cakupan kelas,
202. melainkan juga dalam lingkup lembaga.18

6. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif
dengan studi kasus sebagai jenis penelitiannya. Data dalam penelitian ini kami
kumpulkan melalui proses wawancara, observasi, dan dokumentasi. Terkait data
yang sudah terhimpun, selanjutnya kami lakukan proses analisis dengan
mengadopsi model Miles, Huberman, dan Saldana yang mencakup data
condensation (kondensasi data), data display (penyajian data), dan conclusions
drawing (penarikan kesimpulan). Sasaran dalam penelitian ini adalah Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa-C (SMALB-C) Putera Asih Kota Kediri dengan
sumber data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi:

17
Siti Khosiah Rochmah dan Rika Sa’diyah, “Strategi Pembelajaran PAI pada Peserta Didik Tuna
Grahita Sekolah Dasar Kelas Awal di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Pembina Tingkat I
Cilandak Lebak-Bulus Jakarta Selatan”, Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2 No. 1 (2017),
35.
18
Novie Putri Amalia dan Makhfud, “Potret Pembelajaran pada Anak Tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa Bhakti Pemuda Kota Kediri”, iJIES: Indonesian Journal of Islamic Education Studies, Vol.
2 No. 2 (2019), 193.
14

1) hasil wawancara kepada wakil kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam,
dan beberapa peserta didik tunagrahita di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri;
dan 2) hasil observasi pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMALB-C Putera
Asih Kota Kediri, baik proses pembelajaran di dalam kelas maupun pembiasaan
dalam bentuk budaya sekolah yang ada di luar kelas. Sementara data sekunder
yang diterapkan dalam penelitian ini berupa beberapa dokumentasi yang di
antaranya mencakup perangkat pembelajaran, bahan ajar, data siswa, dokumentasi
selama proses observasi, dan lain sebagainya.

B. HASIL/TEMUAN DAN PEMBAHASAN


1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Melalui penelitian yang telah dilangsungkan di SMALB-C Putera Asih Kota
Kediri pada 23 November 2022, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah sesuai jadwal yang telah disepakati
bersama dan setiap kelasnya memiliki pembagian waktu yang berbeda-beda.
Alokasi waktu yang dimiliki mata pelajaran PAI di SMALB-C Putera Asih secara
umum sama dengan alokasi waktu yang terdapat pada kurikulum umumnya.
Namun jika dilihat dari segi muatan materi dan pelaksanaannya, nampak ada
beberapa modifikasi yang memang sengaja dilakukan guna menyesuaikan dengan
kebutuhan PDBK yang ada di lembaga tersebut, yakni peserta didik tuna grahita.
Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Mangunsong dalam Nur Eva bahwa
anak berkebutuhan khusus membutuhkan modifikasi atau penyesuaian khusus
dalam sistem pembelajarannya sehingga potensi yang terdapat dalam diri mereka
dapat berkembang secara optimal.19
Satu hal yang menarik dari pelaksanaan PAI di lembaga SMALB-C Putera
Asih adalah adanya beberapa budaya sekolah yang di dalamnya mengandung
nilai-nilai agama Islam. Misalnya adalah pada kegiatan paling awal di lembaga
tersebut yang berupa pembiasaan pagi sebelum dilaksanakannya pembelajaran di
dalam kelas. Kegiatan tersebut adalah dengan mengumpulkan seluruh PDBK dari

19
Nur Eva, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Malang: Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang, 2015), 4.
15

semua jenjang di halaman sekolah untuk secara bersama-sama membaca surat al-
Fatihah yang dilanjutkan dengan doa sebelum belajar. Hal tersebut sebagai bentuk
upaya penumbuhan ketakwaan kepada Tuhan YME. Kegiatan selanjutnya yakni
dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, membaca Pancasila, dan
terakhir adalah menyanyikan beberapa lagu nasional Indonesia. Pelaksanaan
pembiasaan pagi ini dipimpin oleh salah satu PDBK yang telah ditunjuk dengan
didampingi dan dibantu mengondisikan oleh seluruh guru yang ada di SMALB-C
Putera Asih. Seusai kegiatan tersebut, PDBK jenjang SD dan SMP akan
memasuki kelas masing-masing dan memulai pembelajaran. Sementara untuk
PDBK jenjang SMA, mereka akan melaksanakan salat Dhuha di mushalla sekolah
secara berjamaa dengan diimami oleh salah satu PDBK yang sudah ditunjuk
sebelumnya. Di sinilah nampak usaha penanaman nilai-nilai PAI melalui berbagai
pembiasaan yang dapat membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang
beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan dengan berdasarkan pada nilai-nilai
ajaran Islam.20
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru terlebih dahulu
diharuskan menyusun sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikenal
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sebelum melangsungkan
pembelajaran, guru PAI di SMALB-C Putera Asih juga telah menyiapkan
berbagai perangkat pembelajaran, mulai dari PROTA, PROMES, hingga RPP.
Pembuatan perangkat pembelajaran tersebut didasarkan pada kurikulum yang
berlaku yang isinya telah mengalami modifikasi sesuai karakteristik dan
kebutuhan PDBK di lembaga tersebut. Melalui observasi kegiatan pembelajaran
PAI yang ada di SMALB-C Putera Asih, nampak bahwa pembuatan RPP telah
disesuaikan dengan hasil assessment awal pembelajaran yang dilakukan kepada
masing-masing peserta didik dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku,
yakni Kurikulum 13. Dari segi muatan materi yang diberikan juga sudah sengaja
disesuaikan dengan kemampuan dari PDBK tunagrahita di lembaga tersebut.

20
Nurul Anam, “Manajemen Kurikulum Pembelajaran PAI”, Ta’lim Diniyah: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 1 No. 2 (2021), 129.
16

Terkait pelaksanaan kegiatan pembelajaran, secara umum nampak adanya


kesesuaian dengan RPP yang telah dirancang sebelumnya.
Kegiatan pembelajaran PAI di SMALB-C Putera Asih dilakukan melalui
tiga tahapan. Pertama, kegiatan pendahuluan. Pada tahap ini, guru akan
mengajukan beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan materi yang sudah
disampaikan di pertemuan sebelumnya yang selanjutnya akan dihubungkan
dengan materi yang akan diberikan pada pertemuan kala itu. Kedua, kegiatan inti.
Sebelum kegiatan pembelajaran dilangsungkan, guru PAI yang bersangkutan telah
terkebih dahulu menyiapkan media, metode, maupun bahan-bahan lain yang
sifatnya menunjang pembelajaran. Materi disampaikan guru PAI dengan
semenarik dan seantusias mungkin sehingga PDBK yang sedang diajar juga
menampakkan antusiasme selama pembelajaran. Bahasa yang digunakan pun
diusahakan sesederhana dan semudah mungkin, sehingga diharapkan PDBK akan
mampu memahami materi tanpa kesulitan yang berarti. Selain itu, guru juga
berusaha untuk menerapkan berbagai metode yang beragam agar PDBK tidak
merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Ketiga, kegiatan penutup. Pada
tahap ini, guru memberikan umpan balik berupa tanya jawab sebagai bentuk
penguatan atas materi yang baru saja diberikan. Di samping itu, guru juga
menyampaikan tindak lanjut dari pembelajaran yang baru saja diberikan. Dalam
pelaksanaan pembelajaran, memang tidak semua dapat terlaksana persis sesuai
RPP yang telah dirancang. Namun secara keseluruhan, pelaksanaan pembelajaran
PAI di SMALB-C Putera Asih tersebut dapat dikatakan sesuai dengan RPP.
Seusai kegiatan pembelajaran dilakukan, tahapan berikutnya yang juga tidak
kalah penting ialah pelaksanaan evaluasi. Evaluasi merupakan suatu tindak lanjut
dari proses pembelajaran yang sudah berlangsung. Proses ini dilakukan dalam
rangka mengetahui seberapa jauh tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang
ada.21 Tahap evaluasi PAI di SMALB-C Putera Asih juga dilakukan pada PDBK
tuna grahita dalam empat aspek yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan. Tahap pengukuran sikap spiritual, sikap sosial, dan
keterampilan akan dilakukan dengan guru PAI melakukan pengamatan kepada

21
Ibid., 128.
17

PDBK secara langsung. Guru akan menilai kemampuan PDBK melalui kegiatan
pembiasaan di sekolah dan juga melalui tes lisan di dalam kelas saat pembelajaran
PAI berlangsung. Sedangkan untuk penilaian kognitif akan dilaksanakan secara
sumatif, yaitu pada saat penilaian tengah semester (PTS) dan penilaian akhir
semester (PAS).

2. Strategi
Di dalam pembelajaran PAI pada PDBK tuna grahita, materi yang
disampaikan sesungguhnya telah mengalami modifikasi sedemikian rupa hingga
muatannya menjadi lebih sederhana, dan juga lebih ditekankan pada aspek praktik
dibandingkan kognitif. Akan tetapi pada praktiknya, bahkan dari materi yang
sudah dimodifikasi tersebut, masih terdapat beberapa PDBK yang kesulitan dalam
memahami, apalagi untuk melaksanakannya. Sehingga dalam penerapannya, guru
harus terus-menerus mengulang materi yang disampaikan sampai peserta didik
paham. Atau jika berkaitan dengan praktik, guru harus terus-menerus memberi
arahan sehingga peserta didik merasa familiar dan mampu menirukannya. Apalagi
materi dalam PAI , tidak cukup hanya praktik, tapi peserta didik juga diharapkan
mampu memahami materi hingga mampu tertanam dengan baik ke dalam diri
mereka. Oleh karena itu sebagai guru PAI yang mengajar di sebuah SLB, mereka
harus pandai dalam memilih strategi yang sesuai serta harus beragam pada setiap
pertemuannya. Sementara untuk media pembelajaran yang digunakan adalah
media yang mampu membuat PDBK memperoleh kesan mengalami secara
langsung, agar pengetahuan yang mereka terima dapat lebih konkret dan menarik
mereka untuk turut aktif terlibat selama pembelajaran. Beberapa strategi
pembelajaran yang biasa diterapkan dalam pembelajaran PAI pada PDBK di SLB
Putera Asih di antaranya ialah:
a. Strategi active learning
Strategi ini menganggap belajar sebagai sebuah proses pembangunan makna
yang dilakukan melalui pengalaman langsung atau aktivitas peserta didik. Active
learning mengajak peserta didik untuk tetap fokus dan sungguh-sungguh dalam
mengambil tanggung jawab yang telah diberikan. Pendekatan pembelajaran pada
18

PDBK tuna grahita umumnya dilakukan secara individual, sehingga


perkembangan mereka dapat diamati dan terlacak secara baik.22 Dalam konteks
PAI, SMALB-C Putera Asih biasa memberikan pengalaman latihan secara
langsung terhadap materi yang disampaikan dengan cara mengaitkan materi
dengan kehidupan sehari hari. Selain itu, pengulangan dalam pemberian latihan
juga bertujuan agar mereka terampil dan mampu menjalankan sendiri kewajiban-
kewajiban mereka sebagai manusia dan umat Islam di bumi.
b. Strategi PAIKEM
Merupakan strategi pembelajaran yang dibangun dengan upaya
menampilkan materi semenarik mungkin dibarengi dengan upaya pengkorelasian
materi baru dengan materi yang sebelumnya sudah dipahami peserta didik.
Pemahaman yang mereka terima di kelas masih sebatas konsep dan akan
dikembangkan melalui praktik penerapan di luar kelas. Strategi PAIKEM
termasuk jarang diterapkan pada PDBK, mengingat PDBK tuna grahita terkadang
sulit menerima metode yang bermacam-macam penerapannya.23 Begitupun pada
SMALB-C Putera Asih, Guru PAI juga termasuk jarang menerapkan sebab
mereka kerap kesulitan dalam menangkap materi ketiga pola strategi yang
digunakan beragam. Namun mengingat PDBK tuna grahita cenderung mudah
bosan, maka tetap perlu dilakukan variasi metode di dalam pembelajarannya.
Strategi ini beberapa kali diterapkan saat materi PAI yang tengah disampaikan
membutuhkan kegiatan studi lingkungan secara langsung.

3. Metode
Agar tujuan dalam pembelajaran dapat tercapai secara optimal, guru harus
cerdik dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai. Pada dasarnya, tidak
ada satu pun metode yang diklaim paling tepat dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kelemahan masing-
masing, sehingga tidak jarang perlu dilakukan kolaborasi dengan metode lain atau
dikembangkan sesuai kebutuhan yang ada. Guru PAI di SMALB-C Putera Asih
22
Soleha, Erika Setia Ningsih, and Siska Dwi Paramitha, “Strategi Guru dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Tunagrahita Sedang) di SDLB
Negeri Pangkalpinang”, Tarbawy: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2020), 82.
23
Ibid.
19

selama ini telah menggunakan metode pembelajaran cukup beragam seperti


metode ceramah, metode tanya jawab, metode demonstrasi, dan metode drill.
Sebelum menentukan metode yang akan digunakan, guru akan terlebih dahulu
mengidentifikasi karakteristik, kondisi, dan kemampuan PDBK sehingga metode
yang digunakan dapat memberikan hasil yang maksimal.24
a. Metode ceramah
Metode ceramah kerap digunakan dalam setiap momen pembelajaran.
Metode ceramah digunakan sebagai salah satu bentuk penyaluran informasi dari
pendidik kepada peserta didik melalui penuturan lisan. Metode ini sering
digunakan sebagai metode pendukung.25 Guru PAI di SMALB-C Putera Asih
biasa menggunakan metode ceramah sebagai metode utama juga sebagai metode
pendukung. Penggunaan ceramah sebagai metode utama misalnya diterapkan pada
materi yang muatannya didominasi penjelasan. Sementara penggunaan ceramah
sebagai metode pendukung biasanya ketika guru merasa perlu memberika
penjelasan singkat di sela-sela metode lain (metode utama) yang tengah
diterapkan. Selain itu perlu untuk digarisbawahi, bahwa selama penerapan metode
ceramah pada PDBK tunagrahita perlu digunakan penjelasan-penjelasan yang
sesederhana mungkin dalam penyampaiannya.
b. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab, biasa digunakan untuk mengulas kembali pemahaman
atas materi yang baru saja disampaikan dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan singkat yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Guru
PAI di SMALB-C Putera Asih dalam pembelajarannya juga kerap memberikan
stimulus berupa pertanyaan singkat seputar pengalaman yang mereka temui dalam
kehidupan sehari-hari. Diharapkan melalui penerapan metode ini, PDBK tuna
grahita dapat memahami materi secara langsung, khususnya terkait pelaksanaan
dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.26 Sebagai contoh adalah pada
materi birul walidain.

24
Muhammad.Maftuhin dan A. Jauhar.Fuad, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak
Berkebutuhan Khusus”, Journal an-Nafs, Vol. 3 No. 1 (2018), 80.
25
Ibid.
26
Ibid., 81.
20

c. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi, digunakan di SMALB-C Putera Asih dalam rangka
menunjang pembelajaran yang membutuhkan praktik secara langsung seperti pada
materi salat dan wudhu. Pelaksanaan metode demonstrasi pada PDBK tunagrahita
dimulai dengan terlebih dahulu guru memberikan penjelasan materi. Sesuai materi
diberikan, kemudian dilanjutkan dengan metode demonstrasi yakni dengan PDBK
diminta untuk menirukan secara langsung atau mempraktikkan materi yang
diajarkan.27
d. Metode drill
PDBK tunagrahita terlahir dengan keistimewaan di mana tingkat intelegensi
sangat rendah jika dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Sehingga
tidak mengherankan jika PDBK acap kali kurang dapat menangkap materi
pelajaran yang diberikan. Sama halnya dengan di SMALB-C Putera Asih,
diketahui mereka mengalami kesulitan dalam hal menulis, sehingga mereka akan
dibantu dengan pemberian titik-titik bersambung. Dan untuk mengasah hal ini,
metode yang dianggap cocok untuk dilakukan yakni latihan (drill) dan
pengulangan materi supaya mereka memahami dan dapat mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.28

4. Media
Guru PAI dalam menyampaikann materi pada anak berkebutuhan khusus
juga harus memanfaatkan media pembelajaran yang mampu menghadirkan kesan
pengalaman secara langsung sehingga memberikan ingatan yang bermakna pada
diri mereka.29 Sebagaimana di SMALB-C Putera Asih, guru-guru PAI dalam
proses pembelajarannya juga kerap menggunakan berbagai media dalam rangka
meningkatkan makna proses belajar mengajar serta menarik minat PDBK agar
senantiasa antusias selama mengikuti pembelajaran di dalam kelas. Selain itu,
pada setiap kelas di SMALB-C Putera Asih juga telah disediakan teknologi
HDMI yang biasa dimanfaatkan guru untuk menayangkan video-video
27
Ibid.
28
Ibid., 82.
29
Soleha, Ningsih, dan Paramitha, “Strategi Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”.,
84.
21

pembelajaran terkait. Selain melalui penayangan video, guru PAI di lembaga


tersebut juga kerap memanfaatkan media gambar yang sengaja dicetak
sebelumnya untuk digunkan dalam pembelajaran. Penggunaan berbagai media
tersebut tidak lain bertujuan untuk meningkatkan variasi pengajaran sehingga
PDBK tunagrahita yang notabene mudah bosan dapat mengikuti pembelajaran
secara lebih antusias dan seksama.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, maka dapat kami tarik kesimpulan
sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan Agama Islam pada peserta didik berkebutuhan khusus
di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri secara garis besar terdiri dari kegiatan di
dalam kelas dan luar kelas. Kegiatan di dalam kelas yakni melalui pembelajaran
reguler yang dari pelaksanaannya diketahui telah sesuai dengan RPP yang sudah
terlebih dahulu dirancang sebelumnya. Pembuatan RPP tersebut disesuaikan
dengan kurikulum yang berlaku dengan dilakukan beberapa modifikasi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik tunagrahita di lembaga tersebut. Sementara untuk
pelaksanaan di luar kelas di antaranya melalui beberapa pembiasaan budaya
sekolah, seperti pembacaan surat-surat pendek secara bersama-sama di lapangan
sebelum memasuki kelas dan juga pembiasaan shalat Dhuha secara berjamaah di
mushalla sekolah setiap harinya.
Kedua, evaluasi Pendidikan Agama Islam pada peserta didik berkebutuhan
khusus di SMALB-C Putera Asih Kota Kediri dinilai belum berjalan maksimal.
Pasalnya untuk penilaian aspek sikap dan keterampilan, hanya dilakukan melalui
pengamatan selama pembelajaran maupun aktvitas mereka di luar kelas.
Sementara untuk penilaian aspek kognitif hanya bertumpu pada penilai secara
sumatif yang dilakukan ketika PTS dan PAS. Selain itu untuk peserta didik tuna
grahita, mengingat fokus utama dari pendidikannya memang lebih kepada
keterampilan dalam kehidupan sehari-hari dan juga keterampilan-keterampilan
22

yang sifatnya vokasional, sehingga untuk pemberian baik materi PAI maupun
materi lainnya kurang dapat berjalan maksimal.

2. Rekomendasi
a. Kepala SLB Putera Asih Kota Kediri
Ke depannya, lembaga diharapkan mampu meningkatkan output SMALB-C
sehingga tidak hanya fokus pada keterampilan sehari-hari dan keterampilan
vokasional, melainkan juga pada keterampilan Pendidikan Agama Islam
mengingat hel tersebut penting dalam rangka menciptakan peserta didik yang
berakhlak mulia dan taat beragama. Selain itu, perlu ditingkatkan pula kompetensi
para pengajar dan juga pada media pembelajaran yang digunakan.
b. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini hanya meneliti pada subjek di SMALB-C Putera Asih terkait
pelaksanaan dan evaluasi Pendidikan Agama Islam secara umum. Peneliti
selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian pada jenjang lainnya
atau dapat mengkhususkannya pada aspek tertentu sehingga diperoleh hasil kajian
yang mendalam.

3. Kata Penutup
Alhamdulillah dan puji syukur kepada Allah Swt. karena limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal ini dengan baik. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat. Semoga menjadi amal
jariyah, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

DAFTAR PUSTAKA
Elihami dan Syahid, Abdullah. “Penerapan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam dalam Membentuk Karakter Pribadi yang Islami”, EDUMASPUL:
Jurnal Pendidikan, Vol. 2 No. 1 (2018): 79-96.

Manizar, Elly. “Optimalisasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah”, Tadrib:


Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 2 (2018): 251-278.

Pitaloka, Asyharinur Ayuning Putriana; Fakhiratunnisa, Safira Aura; Ningrum,


Tika Kusuma. “Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus”, MASALIQ:
Jurnal Pendidikan dan Sains, Vol. 2 No. 1 (2022): 27-42.
23

Kumalasari, Intan dan Sormin, Darliana. “Metode Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam pada Anak Tunagrahita di SLB-C Muzdalifah Medan”,
TAZKIR: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, Vol. 5 No. 1
(2019): 1-24.

Tim Penyusun Direktorat Sekolah Dasar. Buku Saku Penyelenggaraan


Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar
Kementerian Pendidikan, Kebudayaa, Riset, dan Teknologi, 2021.

Hasan, Yarmis. “Pelaksanaan Pembelajaran Agama Islam pada Anak Tunagrahita


di Sekolah Luar Biasa Perwari Kota Padang”, PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan, Vol. 13 No. 2 (2013): 73-80.

Kinanti, Sekar Lupita Galih; Mujibburohman; Ulfah, Yetty Faridatul. “Strategi


Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran untuk Siswa
Tunagrahita di SLB CG-YPPCG Bina Sejahtera Surakarta”, Mamba’ul
Ulum, Vol. 18 No. 2 (2022): 146-158.

Meria, Aziza. “Model Pembelajaran Agama Islam bagi Anak Tunagrahita di


SDLB YPPLB Padang Sumatera Barat”, TSAQAFAH: Jurnal Peradaban
Islam, Vol. 11 No. 2 (2015): 355-380.

Rochmah, Siti Khosiah dan Sa’diyah, Rika. “Strategi Pembelajaran PAI pada
Peserta Didik Tungrahita Sekolah Dasar Kelas Awal di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Pembina Tingkat I Cilandak Lebak-Bulus Jakarta Selatan”,
BELAJEA: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2 No. 1 (2017): 35-54.

Amalia, Novie Putri dan Makhfud. “Potret Pembelajaran pada Anak Tunagrahita
di Sekolah Luar Biasa Bhakti Pemuda Kota Kediri”, iJIES: Indonesian
Journal of Islamic Education Studies, Vol. 2 No. 2 (2019): 193-202.

Eva, Nur. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Malang: Fakultas Pendidikan


Psikologi Universitas Negeri Malang, 2015.

Anam, Nurul. “Manajemen Kurikulum Pembelajaran PAI”, Ta’lim Diniyah:


Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 1 No. 2 (2021): 129-143.

Soleha; Ningsih, Erika Setia; Paramitha, Siska Dwi. “Strategi Guru dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap Anak Berkebutuhan
Khusus (Tunagrahita Sedang) di SDLB Negeri Pangkalpinang”, Tarbawy:
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1 (2020): 79-87.

Maftuhin, Muhammad dan Fuad, A. Jauhar. “Pembelajaran Pendidikan Agama


Islam pada Anak Berkebutuhan Khusus”, Journal an-Nafs, Vol. 3 No. 1
(2018): 76-90.

Anda mungkin juga menyukai