Anda di halaman 1dari 15

HUKUM 

KETENAGAKERJAAN
PERLINDUNGAN NORMA KERJA

Romi Armezi
romiarmezi@yahoo.co.id
Bagian Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Andalas
Kampus Limau Manis Kota Padang 25163
Kampus Limau Manis, Kota Padang‐25163
1. Perlindungan terhadap Penyandang Cacat
 Dasar hukumnya: Pasal 67. 67 Pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan. Saat
bekerja, pekerja juga berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi oleh pengusaha.
pengusaha Kondisi ini berlaku thd penyandang cacat.
cacat
Dalam pengisian pekerjaan tentunya perlu diperhatikan kualifikasi yang
dibutuhkan. Bentuk prinsip non‐diskriminasi yang diberikan adalah berupa
pemberian fasilitas p
p pada p penyandang
y g cacat sehingga
gg ia bisa bekerja j
layaknya pekerja biasa
 Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib
memberikan p perlindungan
g sesuai dengan
g jjenis dan derajat
j kecacatannya.
y
Perlindungan itu misalnya berupa penyediaan aksesibilitas, pemberian alat
kerja dan alat pelindung diri
 Sanksi diatur di dalam Pasal 187 UU Ketenagakerjaan
g j dan dianggap
gg p
sebagai delik pelanggaran dengan pidana kurungan paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan
paling banyak Rp 100 juta;
 Sanksi lainnya ditemukan di dalam UU No. 19/2011 pengesahan konvensi
Hak Penyandang Cacat dan UU No. 8/2016 tentang Penyandang
Disabilitas.
2. Perlindungan terhadap Pekerja Anak
 Dasar hukumnya: Pasal 68 – Pasal 75
 Anak adalah setiap orang yg berumur dibawah 18 tahun (Pasal 1 angka 26
UU Ketenagakerjaan);
 Pada
d dasarnya
d seorang pengusaha
h dilarang
dil mempekerjakan
k j k anakk (Pasal
( l
68 UU Ketenagakerjaan). Larangan mempekerjakan anak dimaksudkan
agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan
kepribadiannya serta untuk memperoleh pendidikan karena anak
merupakan generasi penerus bangsa.
 Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 68 UU Ketenagakerjaan diatur di dalam
Pasal 185 UU Ketenagakerjaan,
Ketenagakerjaan yaitu sebagai tindak pidana/delik
kejahatan. Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling
banyak Rp 400 juta (menggunakan asas minimum khusus).
khusus)
 Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang
bekerja di luar hubungan kerja, misalnya mereka yang bekerja sebagai
penyemir sepatu atau penjual koran. Tujuan penanggulangan adalah untuk
mengurangi atau menghapus aktivitas dimaksud (Pasal 75).
Pekerjaan Terburuk untuk Anak
 Dasar hukumnya:
y Pasal 74, “Siapapun
p p dilarangg mempekerjakan
p j anak p
pada
pekerjaan‐pekerjaan terburuk”
 Pekerjaan yang dianggap terburuk meliputi:
a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan
porno atau perjudian;
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan
anak untuk produksi dan perdagangan miras dan NAPZA
d Semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan,
d. kesehatan keselamatan
dan moral anak
 Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 74 diatur di dalam Pasal 183 UU
Ketenagakerjaan yaitu sebagai tindak pidana/delik kejahatan.
Ketenagakerjaan, kejahatan Sanksinya
adalah pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 500 juta
(menggunakan asas minimum khusus).
Pengecualian Mempekerjakan Anak
 Meskipun Pasal 68 melarang pengusaha mempekerjakan anak, dalam
situasi tertentu undang‐undang membuka kemungkinan seorang anak
dapat saja bekerja dengan kondisi dan syarat yang khusus. Kondisi dan
syarat yang khusus itu,
itu antara lain adalah:
adalah
a. Anak yang berusia antara 13 – 15 Tahun (Pasal 69);
b. Anak yang berusia 14 tahun (Pasal 70)
c. Anak yang dipekerjakan guna mengembangkan minat dan bakatnya
(Pasal 71)
 Menurut Pasal 72, jika anak dipekerjakan bersama‐sama dengan pekerja
dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja
pekerja dewasa.
Pengecualian..Bag. 1
 Dasar hukumnya: y Pasal 69, “Anak yyangg berusia antara 13 – 15 tahun
dibolehkan bekerja untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
menggangu perkembangan kesehatan fisik, mental dan sosial”
 Ketentuan ini memiliki syarat‐syarat
y y sebagai
g berikut:
a. Izin tertulis dari orang tua/wali;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua/wali ;
c Waktu kerja maksimal untuk si anak adalah 3 jam;
c.
d. Dilakukan siang hari dan tidak mengganggu aktivitas sekolah;
e. Adanya perlindungan thd K3;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas;
g. Si Anak memperoleh upah sesuai ketentuan yang berlaku.
 Sanksi terhadap pelanggaran syarat‐syarat untuk mempekerjakan anak
pada pekerjaan ringan dalam Pasal 69 ayat (2) diatur di dalam Pasal 185,
yaitu sebagai tindak pidana/delik kejahatan. Sanksinya adalah pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta (menggunakan
asas minimum khusus).
Pengecualian..Bag. 2
 Dasar hukumnya: Pasal 70, “Anak yang paling kurang berusia
14 tahun dapat bekerja di tempat kerja yang merupakan
b i
bagian d i kurikulum
dari k ik l pendidikan
didik atau pelatihan
l ih yang
disahkan oleh pejabat yang berwenang”
 Ketentuan ini memiliki syarat
syarat‐syarat
syarat sebagai berikut:
a. Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan
pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam
melaksanakan pekerjaan;
b. Diberi perlindungan K3;
Pengecualian..Bag. 2
 Dasar hukumnya:y Pasal 71, “Anak dapatp saja
j melakukan p
pekerjaan
j dengan
g
tujuan untuk mengembangkan minat dan bakatnya”
 Syarat‐syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk mempekerjakan
anak dalam kondisi ini adalah sebagai
g berikut:
a. Dibawah pengawasan langsung orang tua atau wali;
b. Waktu kerja paling lama 3 jam sehari;
c Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik,
c. fisik
mental, sosial dan waktu sekolah.
 Sanksi terhadap pelanggaran syarat‐syarat yang harus dipenuhi di dalam
Pasal 72 ayat (2) diatur dalam Pasal 187 UU Ketenagakerjaan dan dianggap
sebagai delik pelanggaran dengan pidana kurungan paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan
paling banyak Rp 100 juta.
3. Perlindungan thd Pekerja Perempuan
 Dasar hukumnya: Pasal 76.
76 Perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun
dan perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya dilarang dipekerjakan
antara pukul 23.00
23 00 sampai dengan pukul 07.00;
07 00;
 Di luar ketentuan di atas, seorang pengusaha dapat mempekerjakan
pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
dengan syarat sebagai berikut:
a. Memberikan makanan dan minuma bergizi;
b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
c. Menyediakan
M di k angkutan
k antar‐jemput
j
 Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 68 UU Ketenagakerjaan diatur di dalam
Pasal 187 UU Ketenagakerjaan dan dianggap sebagai delik pelanggaran
d
dengan pidana
id k
kurungan paling
li singkat
i k 1 bulan
b l dan
d paling
li lama
l 12 bulan
b l
dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 100 juta.
4. Perlindungan terhadap Waktu Kerja
 Dasar hukumnya: Pasal 77 – Pasal 85 dan PP 35/2021
 Ketentuan Umum Waktu Kerja
 Menurut
M P l 77,
Pasal 77 Pengusaha
P h wajib
jib melaksanakan
l k k ketentuan
k waktu
k kerja.
k j
Waktu kerja dimaksud adalah:
a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu
b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu
 Ketentuan waktu kerja itu tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan
tertentu, misalnya penerbangan jarak jauh, sopir angkutan jarak jauh,
pengeboran minyak di lepas pantai atau penebangan hutan
 Beberapa peraturan yang mengatur waktu kerja pada usaha tertentu
misalnya; Permenakertrans No. PER.15/MEN/VII/2005 tentang waktu kerja
dan istirahat pada sektor usaha pertambangan umum pada daerah operasi
tertentu, Permenakertrans No. PER.11/MEN/VII/2010 tentang waktu kerja
dan istirahat di sektor perikanan pada daerah operasi tertentu.
Perlindungan thd Waktu Kerja Lembur
 Dasar hukumnya: Pasal 78 UU Naker dan PP 35/2021.
35/2021
 Waktu lembur adalah waktu kerja yang melebihi ketentuan Pasal 77 ayat
(2) , pada hari istirahat minggu dan atau pada hari libur resmi yang
ditetapkan oleh pemerintah)
 Lembur hanya mungkin dilaksanakan jika memenuhi syarat:
a. Adanya persetujuan pekerja yang bersangkutan;
b Waktu
b. W k kerja
k j lembur
l b hanya
h d
dapat dil k k paling
dilakukan li banyak
b k 4 jam
j d l
dalam
1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu
c. Membayar upah lembur, jika tidak dipenuhi dikenakan Pidana dalam
P l 187
Pasal
 Kewajiban yang harus dipenuhi pengusaha terhadap pekerja lembur:
a. Membayar upah lembur, jika tidak dipenuhi dikenakan Pidana dalam
Pasal 187;
b. Memberi makanan dan minuman paling sedikit 1.400 kkal, jika
lembur dilaksanakan selama 4 jam atau lebih. Kewajiban ini tidak
dapat diganti dalam bentuk uang;
c. Memberi kesempatan untuk beristirahat secukupnya.
Lanjutan...Waktu Kerja Lembur
 Persyaratan lembur pada huruf b sebelumnya,
sebelumnya tidak berlaku bagi sektor
usaha atau pekerjaan tertentu, yaitu pekerjaan di bidang:
1. pelayanan jasa kesehatan
2. Transportasi
3. perbaikan alat transportasi
4. usaha pariwisata
5. jasa pos dan telekomunikasi
6. penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan
penyediaan
p y bahan bakar minyak
y dan ggas bumi;;
7. usaha swalayan, pusat perbelanjaan dan sejenisnya;
8. media massa;
9 pengamanan;
9.
10. konservasi;
11. Pekerjaan‐pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses
produksi,
d k i merusakk bahan,
b h d termasukk pemeliharaan/perbaikan
dan lih / b ik alat
l
produksi
Perlindungan thd Waktu Istirahat dan Cuti

 Dasar hukumnya: Pasal 79. pengusaha wajib memberi waktu


istirahat dan cuti kepada pekerja, yang meliputi:
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang‐kurangnya ½ jam setelah
bekerja selama 4 jam terus‐menerus dan waktu istirahat itu
tidak termasuk jam kerja
b. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu
atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu
c Cuti tahunan (wajib diberikan),
c. diberikan) sekurang‐kurangnya
sekurang kurangnya 12 hari
kerja setelah pekerja ybs bekerja 12 bulan secara terus‐
menerus (diatur dalam PK, PP dan PKB);
d. Istirahat panjang (opsional) yang diarur di dalam PK, PP, atau
PKB.
Waktu Istirahat dan Cuti Kerja (Bag. 2)
 Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada
pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya,
sanksinya adalah Pasal 185 UU Ketenagakerjaan dan dianggap sebagai
delik kejahatan (Pasal 80 UU Naker).
 Pekerja yang merasakan sakit pada saat haid, boleh tidak masuk kerja
pada hari ke‐1 dan ke‐2 jjika memberitahukannya
p y kepada
p pengusaha.
p g
Diatur dgn PK, PP, atau PKB (Pasal 81 UU Naker).
 Istirahat melahirkan (1,5 bln sebelum dan 1,5 bln setelah melahirkan)
atau keguguran (1,5 bln setelah keguguran sesuai dengan keterangan
dokter). Pekerja Berhak atas upah penuh (Pasal 82 UU Naker). Sanksi
: Ps 185 UU 13/2003
 Pengusaha wajib memberi kesempatan utk menyusui jika harus
dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83 UU Naker).
 Pengusaha wajib membayar upah secara penuh kepada pekerja pada
saat mereka menjalankan waktu istirahat dan cuti kerja yang
dimaksud (Pasal 84 UU Naker).
Sekian
&
Terima Kasih...
Kasih

Anda mungkin juga menyukai