Anda di halaman 1dari 18

SEMIOTIKA

LAPORAN MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA


TOPENG DALAM PEMENTASAN TARI TOPENG
KERATON SURAKARTA

Dosen pengampu :
Dr. Basuki Sumartono M.Sn

Disusun oleh :
Bara Lesara K3220012

KELAS TEORI A
PRODI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Perkembangan suatu kesenian di daerah-daerah sering menunjukan suatu yang
mengejutkan. Setiap daerah tentunya memiliki kesenian dan keberagaman sendiri.
Keberagaman itulah yang menjadikan Negara kita menjadi kaya akan budaya.
Banyak wilayah-wilayah di Indonesia yang memiliki kantong-kantong budaya yang
sampai saat ini masih lestari. Salah satunya adalah Keraton Surakarta. Dalam keratin tersebut
memiliki banyak benda-benda kebudayaan yang masih terjaga dan terawatt dengan baik
sehingga para wisatawan maupun orang umum yang akan berkunjung dan melihat benda
tersebut sangatlah bisa dan tentunya menambah suatu pengalaman baru yang berbeda dengan
wilayah lain.
Perkembangan keraton tidak hanya menjadi tempat singgah dan tempat raja berkuasa
namun juga menjadi cagar budaya dan pusat pendidikan mengenai keraton. Adanya museum
ditambah para abdi dalem yang senantiasa membantu dalam menyusuri museum keraton
semakin mempermudah dalam melihat dan mengamati benda di keraton.
Salah satu benda yang terdapat di keraton adalah topeng. Topeng yang berada di keraton
ini adalah topeng yang digunakan dalam sebuah pentas tari. Dimana pada zaman dahulu
menjadi media dakwah dari Sunan Kalijaga. Dalam laporan ini membahas pengamatan yang
dilakukan tentang topeng di Keraton Surakarta dengan ilmu semiotika yang digunakan dalam
pementasan tari serta penyebaran agama islam di Keraton Surakarta.
2. Tujuan Studi
 Melaksanakan kegiatan kuliah yang terintregasi dengan program Merdeka Belajar
Kampus Merdeka di Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
 Menambah pebendaharaan terhadap produk-produk seni budaya di Museum Karaton
Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
 Menambah literasi mengenai topeng yang digunakan dalam pementasan tari di
Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggunakan ilmu semiotika.

3. Manfaat Studi/Projek Independent


 Mendukung pelaksanaan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)
Kemendikbud Ristekdikti.
 Memperoleh pengalaman nyata melalui keterlibatan langsung mahasiswa dalam
mempelajari kebudayaan Museum Karaton.
 Memperoleh pembendaharaan ilmu mengenai topeng yang digunakan dalam
pementasan tari di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
BAB II

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Studi Independent


Tempat pelaksanaan MBKM akan dilakukan oleh mahasiswa di Keraton Kasunanan
Hardiningrat Surakarta. Program ini diikuti oleh mahasiswa S1 Pendidikan Seni Rupa,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Program Studi
Independen ini dilaksanakan dalam jangka waktu 1 Semester, terhitung sejak bulan
September hingga Desember 2022.

2. Data dan Sumber data


Untuk melengkapi data penelitian dibutuhkan dua sumber data, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah pengambilan data dengan instrumen pengamatan, wawancara,
catatan lapangan dan penggunaan dokumen. Sumber data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dengan teknik wawancara informan atau sumber langsung. Adapun dalam
penelitian ini sumber data primer yakni: KP Dani Nur Adiningrat selaku Penanggung jawab
museum, dan beberapa staff yang menjadi guide untuk menjelaskan barang barang yang ada
di museum.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer yaitu
melalui studi kepustakaan, dokumentasi, buku, majalah, koran, arsip tertulis yang
berhubungan dengan obyek yang akan diteliti pada penelitian ini. Sumber data sekunder ini
didapatkan dari jurnal dan literatur yang terdapat di Museum Radya Pustaka serta beberapa
artikel.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Profil Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat


Karaton Suråkartå Hadiningrat) adalah Istana resmi Kesunanan Surakarta
Hadiningrat yang terletak di Kota Surakarta. Keraton ini didirikan oleh Sri Susuhunan
Pakubuwana II pada tahun 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang porak-poranda
akibat Geger Pecinan pada tahun 1743. Keraton ini mempunyai pecahan yakni Keraton
Yogyakarta Hadiningrat yang merupakan istana dari Kesultanan Yogyakarta, sehingga secara
tradisional Dinasti Mataram diteruskan oleh dua kerajaan, yakni Kesunanan
Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Total luas wilayah keseluruhan keraton surakarta
mencapai 147 hektar, yakni meliputi seluruh area di dalam benteng Baluwarti, Alun-Alun
Lor, Alun-Alun Kidul, Gapura Gladag, dan kompleks Masjid Agung Surakarta. Sementara
luas dari kedhaton (inti keraton) mencapai 15 hektar.
Walaupun Kesunanan Surakarta secara resmi telah menjadi bagian Republik
Indonesia pada tahun 1945, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat
tinggal susuhunan/sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kesunanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota
Surakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi
milik kesunanan, termasuk berbagai pemberian atau hadiah dari raja-raja Eropa, replika
pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu
contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan
serta paviliun yang luas.

2. Sejarah Topeng di Karaton Kasunanan Surakarta


Awal mula topeng hanyalah sebuah media tontonan yang biasa dilakukan masyarakat
dengan tujuan hiburan. Topeng digunakan sebagai penutup identitas asli seorang pemakai.
Topeng dahulu sering digunakan dalam upacara-upacara adat dan dipercaya bahwa roh-roh
leluhur dianggap benar-benar turun kebumi. Roh-roh tersebut masuk ke dalam orang yang
memakai topeng dan menemui mereka.
Tari Topeng sendiri diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Tari topeng ini dahulu berkembang
dan banyak dipentaskan di kraton atau bangsawan. Seiring perkembangan zaman dan
perubahan kekuasan dari Jawa Timur ke Jawa Tengah serta banyaknya pemimpin pemeluk
agama islam. Tari topeng lambat laun mulai ditinggalkan dan tetap berkembang pada daerah
yang masih mempercayai kepercayaan nenek moyang.
Ketika pusat penyebaran agama islam di Cirebon, Sultan Cirebon yaitu Syeikh Syarif
Hidayatullah bersama Sunan Kalijaga mengangkat kembali tari topeng yang sedang digemari
kembali oleh masyarakat. Tari topeng ini kemudian dijadikan sebuah media dakwah atau
penyebaran agama islam di tanah jawa.
Dalam pelaksanaan tari topeng, sering berkaitan dengan wayang kulit. Pementasan
kedua hal tersebut dilakukan dengan pembagian saat siang ada pertunjukan tari topeng dan
saat malam mulai pertunjukan wayang kulit. Pementasan tari topeng sering menggunakan
dalang pria. Dalang tersebut menjadi pemandu jalannya cerita tari topeng dan wayang kulit
sehingga dalang tersebut memiliki dua peran. Seiring perkembangan tari topeng maka peran
dalang juga dimainkan oleh wanita.
Pementasan tari topeng ini sering dilakukan di tempat terbuka seperti halaman rumah
maupun bale desa dengan penerangan obor api. Seiring perkembangannya pertunjukan
tersebut mulai menggunakan penerangan lampu.
Dalam penyebaran tari topeng di Surakarta, Sunan Kalijaga menggunakan jasa dari dua
orang dalang yaitu Widiguna dan Widiyana. Keduanya berasal dari Klaten Jawa Tengah.
Pertunjukan kedua dalang tersebut memacu simpati dan kepercayaan orang-orang untuk
mempertunjukan wayang orang secara berkeliling. Hingga pada akhirnya mendapat perhatian
besar dari kalangan kerajaan di Keraton Surakarta.
3. Cerita Tari Topeng
Dalam pemetasan tari topeng sering kali mengangkat cerita-cerita panji. Cerita panji
digunakan karena cerita tersebut telah menjadi aset kultural dan telah dikenal masyarakat
sehingga dalam pementasannya masyarakat mudah mencerna cerita. Sering kali pula para
dalang membuat lakon-lakon yang masih bersumber dari cerita panji salah satunya adalah
cerita perseteruan Antara Prabu Klana Sewandana dan Raden Panji mengenai Prabu Klana
Sewandan yang gandrung dengan Dewi Sekartaji.

4. Pelaksanaan Tari Topeng di Surakarta


Tari topeng di Surakarta dimainkan dengan 10 orang yang berkelamin laki-laki. Dalam
10 orang itu terdapat peran penari dan penabuh gamelan. Pada awalnya sebelum pementasan
terdapat pertemuan mengenai tempat mana yang akan digunakan sebagai pementasan serta
gamelan diinapkan.
Pada kesempatan itu pula para pemain berdialog dan mempersiapkan segala peralatan
seperti menempatkan gamelan-gamelan pada ongkek (tempat gamelan dari bamboo yang
dipikul). Persiapan-persiapan seperti kostum kemudian topeng juga dilakukan sebelum
pementasan.
Setelah persiapan dirasa cukup maka para pemain berangkat pada pukul 10.00 pagi
menuju ke desa-desa dan rumah ke rumah.
5. Topeng-Topeng dalam Tari Topeng
a) Topeng Satria

Pementasan tari topeng di Surakarta terdapat beberapa penggolongan dalam


topeng salah satunya adalah satria. Tokoh satria ini memiliki gambaran yang telah
melekat di masyarakat jawa yaitu seseorang yang memiliki sifat dan karakter yang baik
sehingga mampu menjadi tuntunan masyarakat umum.
Topeng Mahkota Alis Mata Hidung Mulut

Rujen Nanggal Sepisan Liyepan Walimiring Prengesan

Topeng pementasan tari topeng umumnya memiliki mahkota yang dalam Bahasa
jawa bernama jamang. Dalam topeng tersebut bernama jawang rujen. Jawang Rujen
memiliki tiga bagian yaitu tumpal.relung,kolo. Tumpal adalah bagian tengah pada
mahkota yang berbentuk seperti bawang. Terdapat pula relung yang terletak di samping
kanan dan kiri dari tumpa yang berbentuk bergerigi dan disusun secara zigzag.

tumpal Relung

Kolo
Bagian kolo adalah bagian yang berada di kanan dan kiri. Bagian kolo ini
berbentuk garuda yang menghadap ke belakang. Menghadap ke belakang ini memiliki
tanda yang bermakna bahwa tanda waspada yang kerap kali datang dari belakang atau
arah yang tidak terduga serta memiliki makna bahwa manusia memiliki keharusan
untuk introspeksi dan memperbaikinya di masa mendatang.
Pada bagian alis topeng satria ini berbentuk nanggal sepisan. Nanggal dibentuk
dari kata tanggal yang kemudian mendapat awalan Na sehingga menjadi kata nanggal.
Sepisan memiliki arti kata pertama. Bila digabungkan menjadi tanggal pertama. Dalam
fase bulan, tanggal pertama adalah bulan sabit.
Sehingga nanggal sepisan bentuknya pipih dan melengkung seperti bulan sabit.
Alis Nanggal sepisan memiliki makna tanda lembut. Kesan lembut tersebut tercermin
dari bentuk alis yang tipis,luwes,lengkung,dan tidak ada kesan kaku.

Pada bagian mata topeng satria ini berbentuk liyepan. Bentuk mata ini seperti biji
gabah yang belum dikupas kulitnya. Hal ini sesuai dengan ilmu padi dimana seseorang
yang memiliki sebuah ilmu yang lebih dari sesamanya maka diharapkan ada sifat rendah
hati dan tidak menunjukan kelebihan tersebut.
Kata liyep berasal dari kata liyep-liyep yang memiliki arti mengantuk sehingga
bentuk mata tersebut memiliki ciri sipit serta sayu seperti sedang mengantuk. Makna
dari mata tersebut adalah jujur dan apa adanya. Makna lain dari mata ini adalah
bijaksana dan berbudi luhur. Biasanya tokoh yang menggunakan mata ini bertubuh kecil
dan langsing. Dalam wayang kulit jenis mata ini dimiliki oleh Nakula,Sadewa,Arjuna
dll.
Pada bagian hidung topeng satria ini berbentuk walimiring. Bentuk hidung ini
memiliki ciri runcing pendek menghadap kebawah. Hidung ini disebut walimiring
karena berbentuk ujung pisau kecil bernama pangot .
Bentuk hidung memiliki bentuk yang dianggap sempurna dan makna bahwa tokoh
tersebut bersifat jujur,lembah manah,dan kesederhanaan. Dalam dunia pewayangan
tokoh-tokoh yang memiliki hidung walimiring yaitu, kresna,basudewa, dan sebagainya.

Mulut pada topeng satria ini disebut Prengesan. Mulut prengesan merupakan
mulut yang sedang tersenyum dengan gigi bagian atas terlihat dan memiliki makna
kebijaksanaan.Prengesan berasal dari sebuah kata mrenges yang memiliki makna murah
senyum. Kebijaksanaan tersebut meliputi sifat yang lembut serta murah senyum.

Warna dalam topeng satria memiliki warna putih sebagai wujud dari sifat
kesucian,waspada,jujur serta bijaksana. Warna putih juga perwujudan dari kesuburan
hal ini didasari dengan lahirnya manusia hasil dari kesuburan seorang ayah yang
membuahi ibu.
b. Topeng Raksasa

Topeng raksasa merupakan profil dalam Topeng Panji yang merupakan lawan
atau paradoks dari topeng satria. Topeng raksasa memiliki karakter negatif atau angkara
murka sehingga menjadi contoh yang harus dihindari manusia maka bentuknya dibuat
buruk rupa dan menyeramkan.
Topeng Mahkota Alis Mata Hidung Mulut
Botak Nanggal Sepisan Plelengan Pangot Mrenges

Bagian alis pada topeng wujud raksasa menggunakan alis Nanggal Sepisan.
Dalam penjabaran makna alis nanggal sepisan wujud raksasa memiliki perbedaan
dengan makna topeng wujud satria.
Makna dari alis ini dalam wujud raksasa adalah sebuah watak kelicikan yang
dibalut dengan wujud yang lemah lembut,bijaksana, maupun jujur sehingga banyak
yang kena tipu daya dari seorang raksasa ini.

Mata pada topeng raksasa ini disebut Plelengan bisa juga disebut mara melotot.
Mata dalam wujud ini memiliki makna bahwa raksasa tersebut memiliki kewaspadaan
tentang hal mencurigakan serta adanya prasangka buruk yang ditimbulkan dari raksasa
sendiri. Selain makna tersebut terdapat pula makna raksasa memiliki sifat angkara
murka,serakah,terkesan kuat namun keji.

Hidung dalam topeng ini bernama pangotan. Pangotan berasal dari sebuah pisau
besar yang melengkung kedepan seperti pisau pangot. Hidung ini berbentuk
besar,tebal,dan panjang yang menimbulkan kesan raksasa tersebut seram,garang, dan
adanya sebuah sifat kebohongan yang terdapat dalam raksasa tersebut. Hal tersebut
didasari oleh stigma-stigma pada zaman dahulu mengenai bentuk hidung tersebut
dihubungkan dengan kebohongan.

Mulut di topeng raksasa ini disebut Mrenges. Ditandai dengan mulut tersebut
terbuka sedikit dengan gigi atas dan bawah terlihat. Makna dari bentuk mulut tersebut
adalah seorang raksasa memiliki kesan menyeramkan dan kerakusan. Nampak sedikit
senyum menggambarkan sebuah senyuman palsu yang memiliki sebenernya adanya tipu
muslihat yang dilakukan oleh raksasa.
Warna merah yang menjadi warna topeng raksasa memiliki sebuah pemaknaan
bahwa raksasa tersebut bersifat amarah,keberanian,dan penuh semangat dalam
melakukan berbagai aktivitas kejahatan. Warna merah bisa juga bermakna tentang
kemakmuran sehingga tidak jarang para raksasa memiliki tubuh yang besar dan terkesan
segar.

c. Topeng Dewi
Topeng Panji profil dewi merupakan tokoh topeng perempuan sehingga sifat dan
karakternya cenderung lembut, feminim, dan cantik juga sebagai karakter penengah
antara satria dan raksasa.
Topeng Mahkota Alis Mata Hidung Mulut

Njanur Nanggal Sepisan Liyepan Walimiring Prengesan

Njanur
Bentuk mahkota yang dimiliki topeng tersebut bernama njanur. Njanur berasal
dari kata janur yang memiliki makna cahaya yang suci serta janur memiliki suatu
pengharapan cita-cita mulia dan tinggi untuk menggapai cahaya Illahi dengan diiringi
hati yang bening. Makna janur dalam mahkota tersebut juga bermakna kesederhanaan.
Kesederhanaan berarti berperilaku apa adanya tanpa berlebihan dan mengesampingkan
kemewahan.
Pada bagian alis topeng dewi ini berbentuk nanggal sepisan. Nanggal dibentuk
dari kata tanggal yang kemudian mendapat awalan Na sehingga menjadi kata nanggal.
Sepisan memiliki arti kata pertama. Bila digabungkan menjadi tanggal pertama. Dalam
fase bulan, tanggal pertama adalah bulan sabit.
Sehingga nanggal sepisan bentuknya pipih dan melengkung seperti bulan sabit.
Alis Nanggal sepisan memiliki makna tanda lembut. Kesan lembut tersebut tercermin
dari bentuk alis yang tipis,luwes,lengkung,dan tidak ada kesan kaku. Selain itu juga
mencerminkan sifat seorang perempuan penuh akan kelembutan dan keanggunan.

Pada bagian mata topeng dewi ini berbentuk liyepan. Bentuk mata ini seperti biji
gabah yang belum dikupas kulitnya. Hal ini sesuai dengan ilmu padi dimana seseorang
yang memiliki sebuah ilmu yang lebih dari sesamanya maka diharapkan ada sifat rendah
hati dan tidak menunjukan kelebihan tersebut.
Kata liyep berasal dari kata liyep-liyep yang memiliki arti mengantuk sehingga
bentuk mata tersebut memiliki ciri sipit serta sayu seperti sedang mengantuk. Makna
lain dari mata tersebut adalah jujur dan apa adanya. Terdapat pula makna dari mata ini
adalah bijaksana dan berbudi luhur. Mata liyep seperti orang pasrah karena segala selalu
adalah milik Tuhan Yang Maha Esa sehingga pikiranya selalu positif dan mengarah
pada kebenaran Tuhan. Hal tersebut juga bermakna pasrah dan patuh kepada suami.

Pada bagian hidung topeng satria ini berbentuk walimiring. Bentuk hidung ini
memiliki ciri runcing pendek menghadap kebawah. Hidung ini disebut walimiring
karena berbentuk ujung pisau kecil bernama pangot .
Bentuk hidung memiliki bentuk yang dianggap sempurna dan makna bahwa tokoh
tersebut bersifat jujur,lembah manah,dan kesederhanaan.
Mulut pada topeng dewi ini disebut Prengesan. Mulut prengesan merupakan
mulut yang sedang tersenyum dengan gigi bagian atas terlihat dan memiliki makna
kebijaksanaan. Kebijaksanaan tersebut meliputi sifat yang lembut serta murah senyum.
Prengesan berasal dari sebuah kata mrenges yang memiliki makna murah senyum.

Warna dalam topeng dewi memiliki warna putih sebagai wujud dari sifat
kesucian,ketulusan,jujur serta kebersihan. Warna putih perwujudan dari kesucian dari
hati,pikiran,serta jiwa dari seorang wanita. Hal juga bermakna kesucian wanita yang
belum mengenal seorang pria.
BAB IV

PENUTUP
1. Kesimpulan
Keraton Surakarta menjadi saksi perkembangan budaya jawa yang begitu terkenal dan
banyak akan makna. Perkembangan budaya tersebut tak lepas dari banyak pengaruh seperti
pengaruh agama islam. Pengaruh agama islam menjadikan sebuah budaya masyarakat yang
telah diyakini serta dilakukan sejak dahulu menjadi media dakwah yang efektif dan banyak
mendapat pengikut. Pengaruh-pengaruh baik tersebut hendaknya terus dilakukan dan
dilestarikan hingga masa depan nanti. Hal tersebut menjadi tugas keraton dan masyarakat
untuk menjaga dan melestarikan budaya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai