Anda di halaman 1dari 8

EL-VIVO ISSN: 2339-1901

Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

PERTUMBUHAN CARICA (Carica pubescens) YANG DITANAM SECARA


TUMPANGSARI DENGAN UBIJALAR (Ipomoea batatas L.) DAN CABAI RAWIT
(Capsicum frustescens L) DI LERENG GUNUNG LAWU

Adi Rastono 1, Sugiyarto2, Marsusi3


1
Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS
2
Dosen Pembimbing I Prodi Biosain Pascasarjana UNS
3
Dosen Pembimbing II Prodi Biosain Pascasarjana UNS
( e-mail: risty.rasto@yahoo.co.id )

ABSTRAK. Lahan pertanian di lereng gunung Lawu merupakan alternatif tujuan


transplantasi C. pubescens dengan sistem tumpangsari. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan C. pubescens yang ditanam secara monokultur dan
tumpangsari, juga untuk mengetahui tingkat kompetisi tanaman dalam tumpangsari
serta mengetahui efisiensi lahan yang digunakan. Penelitian disusun dalam rancangan
acak kelompok (RAK) 5 kali ulangan dengan perlakuan penanaman yaitu: (1) monokultur
C. pubescens; (2) Kombinasi C. pubescens dengan ubijalar dan (3) kombinasi C.
pubescens dengan cabai. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi berat basah dan
berat kering. Parameter pertumbuhan C. pubescens dianalisis menggunakan ANOVA dan
dilanjutkan uji Duncan pada taraf 5%. Untuk menghitung competition ratio (CR) dan land
equivalent ratio (LER) dalam sistem tumpangsari maka, dilakukan penanaman ubi jalar
dan cabai secara monokultur. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan antar
parameter pertumbuhan C. pubescens yang ditanam secara monokultur dan
tumpangsari dengan ubijalar maupun cabai rawit, tetapi ubijalar dan cabai rawit
mempunyai kecenderungan lebih kompetitif dibandingkan C. pubescens dengan nilai CR:
2,10:1,01 dan 1,55:0,80. Dilihat dari berat kering sistem tumpangsari lebih
menguntungan dari pada monokkultur yang ditunjukan dengan nilai LER C. pubescens
dengan ubijalar 2,87 dan C. pubescens dengan cabai 2,18.

Kata Kunci: Transplantasi, Carica pubescens, gunung Lawu, tumpangsari, interaksi

PENDAHULUAN agroklimat yang relatif sepadan dengan


Carica pubescens Lenne & K. Koch dataran tinggi Dieng (Sugiyarto, 2012
merupakan tanaman endemik yang per- dalam Permatasari, 2014). Distribusi C.
sebarannya masih sangat terbatas karena pubesccens di lereng gunung Lawu
menghendaki kondisi lingkungan yang terhalang oleh terbatasnya lahan yang
khusus untuk pertumbuhannya. sebagian besar sudah ditanami dengan
Mengamati kondisi tersebut perlu tanaman hortikultura (Aryanto, 2007).
dilakukan transplantasi sebagai upaya Untuk mendukung keberhasilan
pengembangan dan konservasi. Lereng transplantasi maka alternatifnya
gunung Lawu merupakan daerah yang dilakukan penanaman secara
berpotensi untuk transplantasi C. tumpangsari.
pubesccens karena memiliki kondisi

1
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

Tipe perakaran C. pubescens adalah respon tanaman terhadap faktor iklim,


tunggang seperti tanaman Carica papaya terutama cahaya dan suhu udara
pada umumnya (Fatchurrozak, 2012) dan (Zulkarnain, 2005). Pada tingkat ekologi,
bertajuk tinggi 1-2 meter, (Fatimah, kompetisi menjadi penting ketika dua
2012). Ubijalar (Ipomoea batatas L.) organisme berjuang memperoleh
termasuk tumbuhan semusim (annual) sumberdaya yang sama dan jumlahnya
berakar tunggang sebagai akar tidak cukup untuk keduanya (Pinem et al,
primernya, memiliki ruang tumbuh luas, 2011). Tingkat kompetisi tanaman dapat
sulur yang menyebar merambat, dievaluasi dengan perhitungan
berbuku-buku (Rahayu, et al.,2010 dan competition ratio (CR) (Mahapatra, 2011).
Sugiyarto, 1997). Cabai rawit (Capsicum Menurut Prasetya et al., (2009),
frutescens) adalah tanaman perdu sistem penanaman tumpangsari
setahun dengan tinggi 50-100 cm merupakan program itensifikasi
pertumbuhannya cepat dengan banyak pertanian alternatif untuk memperoleh
percabangan pada batangnya (Widianti, hasil pertanian yang optimal. Jadi
2009). Sistem perakaran tunggang dan meskipun terjadi kompetisi tetap akan
dalam yang peka terhadap kekurangan memeperoleh keuntungan karena
air (Noorhadi, 2003 dalam Heryani, et produktivitas lahan menjadi lebih tinggi
al.,(2013). (Pinem et al.,2011). Keuntungan dalam
Sistem tanam tumpangsari adalah sistem tumpangsari dapat dievaluasi
salah satu sistem tanam di mana terdapat dengan menghitung land equivalent ratio
dua atau lebih jenis tanaman yang (LER) yang menggambarkan efisiensi
berbeda ditanam secara bersamaan lahan jika nilai LER > 1 berarti sistem
dalam waktu relatif sama atau berbeda tumpangsari lebih menguntungkan dari
dengan penanaman selang-seling dan pada monokultur (Mahapatra, 2011).
jarak teratur pada sebidang tanah yang Penelitian ini bertujuan untuk
sama (Buhaira, 2007). Kombinasi mengetahui pertumbuhan C. pubescens
tanaman dalam tumpangsari perlu yang ditanam secara monokultur dan
diperhatikan untuk hasil tanaman, serta tumpangsari, serta mengetahui kompetisi
menghindarkan kegagalan bagi satu jenis dan efisiensi lahan dalam tumpangsari C.
tanaman dengan menambahkan satu atau pubescens dengan ubijalar dan cabai.
lebih jenis tanaman lain yang mempunyai
sifat yang kompatibel (Effendi, 1976; METODE PENELITIAN
Nurdin, 2000 dalam Eldriadi, 2011), 1. Waktu dan Tempat Penelitian
dengan memanfaatkan keragaman sifat Penelitian ini dilakukan pada bulan
pertumbuhan tanaman, seperti sistem Agustus 2014 sampai dengan November
perakaran dan tajuk, serta perbedaan 2014 di lereng gunung Lawu tepatnya di

2
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

kecamatan Tawangmangu yang terletak minggu setelah tanam dilaboratorium


antara 111o04’00”-111o12’00” Bujur pusat MIPA. Parameter yang diukur
Timur (BT) dan 07°37’30”-07°42’00” adalah berat basah dan berat kering.
Lintang Selatan (LS) (Satya et al. 2012
dalam Permatasari, 2014. 4. Analisis Data
Analisis pertumbuhan C. pubescens
2. Alat dan Bahan dihitung mengunakan ANOVA. Untuk
Cangkul, pisau, timbangan analitik, mengetahui tingkat kompetitif tanaman
karung kertas, oven, alat tulis, gunting, mengunakan analisis competition ratio
kamera digital, papan label, paku, kaleng, (CR)
kawat, arang, potongan bambu, dan palu.
Sampel tanaman C. pubescens, ubi jalar,
cabai rawit, air, lahan penanaman, pupuk Untuk mengetahui efisiensi lahan
kandang, pupuk buatan (NPK), dan mulsa dalam tumpangsari dianalisis
plastik. menggunakan land equivalent ratio (LER).

3. Rancangan percobaan
Penelitian disusun dalam Rancangan Keterangan:

Acak kelompok (RAK) yang terdiri: (1) CR : competition ratio

monokultur C. pubescens; (2) Kombinasi LER : Land equivalent ratio

C. pubescens dengan ubijalar dan (3) Y : Hasil

kombinasi C. pubescens dengan cabai Z : Luas area

rawit. Setiap percobaan diulang sebanyak aa : monokultur C. Pubescens

5 kali. Untuk menghitung competition bb : monokultur ubijalar / cabai rawit

ratio (CR) dan land equivalent ratio (LER) ab : C. Pubescens dalam tumpangsari

dalam sistem tumpangsari maka, dengan ubijalar / cabai rawit

dilakukan penanaman ubi jalar dan cabai ba : Ubijalar / cabai rawit dalam

secara monokultur. Penanaman tumpangsari dengan tanaman C.

dilakukan sesuai jarak yang di Pubescens

rekomendasikan, ubijalar ditanam


dengan jarak 40 cm x 30 cm (Hendrik, HASIL DAN PEMBAHASAN

2010) sedangkan cabai rawit dengan Hasil penelitian menunjukan bahwa

jarak tanam 40 cm x 50 cm (Suparso, pertumbuhan tanaman C. pubescens yang

2012). Setiap perlakuan memerlukan ditanam secara monokultur dan

lahan seluas 120 cm x 120 cm. tumpangsari tidak memiliki beda nyata

Pemeliharaan dilakukan selama 12 pada parameter berat basah dan berat

minggu. Pengamatan dilakukan pada 12 kering (Tabel 1).

3
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

Tabel 1. Pertumbuhan C. pubescens monokultur


dan tumpangsari
Perlakuan Berat Basah Berat Kering
Carica 356,60 a 39,14 a
Carica +
280,60 a 35,68 a
Ubijalar
Carica +
231,60 a 33,01 a
Cabai rawit
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom
yang sama menunjukan beda nyata hasil uji
Duncan pada taraf uji 5%.

Berat basah tanaman merupakan


akumulasi hasil asimilasi bersih pada
tanaman selama masa pertumbuhan. Gambar 1. Grafik berat basah C. pubescens pada
perlakuan monokultur dan kombinasi dengan
Loveless (1987), menyatakan bahwa jenis-jenis tanaman hortikultura 12 MST
sebagian besar berat basah tumbuhan
disebabkan oleh kandungan air yang
berperan dalam turgiditas sel, sehingga
sel-sel tumbuhan akan membesar.
Kasturi (2005), menyatakan bahwa hasil
asimilasi bersih dipengaruhi oleh jumlah
penyerapan unsur hara dan air dari
dalam tanah. Hasil asimilasi bersih
menggambarkan produksi bahan kering
atau merupakan produksi bahan kering
per satuan luas daun dengan asumsi
bahan kering tersusun sebagian besar Gambar 2. Grafik berat kering C. pubescens pada
monokultur dan perlakuan kombinasi dengan
dari CO2 (Kastono, et al., 2005). Berat
jenis-jenis tanaman hortikultura 12 MST
kering mencerminkan akumulasi senyawa
organik yang berhasil disintesis tanaman Berdasarkan grafik pertumbuhan C.
dari senyawa anorganik terutama air dan pubescens (gambar 1 dan 2), masih
karbondioksia. Unsur hara yang telah menunjukan adanya persaingan untuk
diserap oleh akar baik yang digunakan mendapatkan faktor tumbuh jika
dalam sintesis senyawa organik maupun ditanam secara tumpangsari, namun
yang tetap dalam bentuk ionik dalam keadaan ini tidak mengakibatkan
jaringan tanaman akan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
kontribusi terhadap pertambahan berat C. pubescens. Hal ini karena ubijalar dan
kering tanaman (Kastono, et al., 2005). cabai rawit tidak memberikan kompetisi
yang terlalu berarti kepada C. pubescens,
sehingga C. pubescens masih mampu

4
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

tumbuh dengan baik. Tajuk tanaman C. digunakan untuk proses fotosintesis dan
pubescens lebih tinggi dari pada ubijalar memperlambat hilangnya air dari dalam
serta cabai rawit dengan kanopi yang luas tubuh tanaman. Selain itu Rahayu et al.,
karena mempunyai percabangan banyak (2010), menyatakan bahwa ubi jalar
masih belum mampu meneutupi tajuk bukan termasuk tanaman yang rakus
tanaman C. pubescens pada umur 12 cahaya, sehingga nanas yang
minggu setelah tanam (MST), sehingga ditumpangsari dengan ubijalar tetap
persaingan untuk memperoleh cahaya mendapatkan sinar matahari yang cukup
masih mampu untuk dihindari. Suwarto untuk pertumbuhan.
et al., (2006), yang menyatakan bahwa
Ubijalar tidak memberikan kompetisi Nilai competition ratio (CR) dan Nilai
kepada jagung dalam mendapatkan land equivalent ratio (LER) dalam sistem
faktor tumbuh. Suwandi et al.,(2003), tumpangsari.
menunjukan hasil bahwa tanaman cabai Tumpangsari menciptakan agroekosistem
tidak mempengaruhi pertumbuhan pertanaman yang komplek, yang
tomat, sehingga tomat masih baik dalam mencakup interaksi antara tanaman
perkembangannya. sejenis maupun berbeda jenis. Ketika dua
Ubijalar memiliki sulur yang atau lebih jenis tanaman tumbuh
panjang kemudian diikuti jumlah daun bersamaan akan terjadi interaksi,
yang banyak serta ruang tumbuh luas interaksi dapat berupa negatif dan positif
tersebar di bawah tajuk C. pubescens dan (Suwarto et al., 2005). Turmudi (2002),
cabai rawit dengan percabangan dan menyatakan bahwa kesesuaian tanaman
jumlah daun yang banyak akan dalam sistem tumpangsari berhubungan
memberikan pengaruh terhadap suhu dengan kompatibilitas beberapa sifat
udara yang rendah dan meningkatkan yang dimiliki oleh kedua jenis tanaman.
kelembapan disekitar tanaman C. Pemilihan kombinasi tanaman dapat
pubescens. Wibowo et al., (2012), didasarkan pada perbedaan-perbedaan
menyatakan itensitas cahaya matahari sistem perakaran tanaman, kebutuhan
yang rendah dalam pertanaman tanaman terhadap hara dan cahaya
tumpangsari kedelai hitam dalam barisan matahari (Suwandi, et al.,2003).
yang rapat akan menurunkan suhu dan Nilai competition ratio (CR) antara C.
akan meningkatkan kelembapan relatif pubescens (tanaman “a”) dengan ubijalar
udara, sehingga laju evapotranspirasi maupun cabai rawit (tanaman “b”) yang
menjadi rendah. Rendahnya suhu ditanam secara tumpangsari (tabel 2)
menguntungkan bagi proses mem- menunjukan bahwa nilai “a” lebih kecil
bukanya stomata sehingga penyerapan dari pada “b” yang ditunjukan dengan
CO2 berjalan dengan baik dan dapat nilai berat basah yaitu a= 1,52 : b= 2,68

5
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

dan a= 0,71 : b= 1,81, sedangkan pada atau lebih tanaman yang ditumpangsari-
berat kering memiliki nilai yaitu a= 1,01 : kan. Nilai LER (tabel 2) menunjukkan
b= 2,10, dan a= 0,80 : b= 1,55. bahwa sistem tumpangsari antara C.
Berdasarkan nilai tersebut dapat pubescens dengan ubijalar dan cabai
diketahui bahwa nilai b > a, artinya mampu meningkatkan produktivitas
ubijalar maupun cabai rawit yang lahan yang ditunjukan pada parameter
ditumpangsarikan dengan C.pubescens berat basah dan berat kering. Turmudi
masih mempunyai kecenderungan lebih (2002) menyatakan bahwa nilai LER > 1
kompetitif, namun nilai kompetisi dapat menggambarkan efisiensi lahan
tersebut menjadi tidak berpengaruh dan dapat memberi keuntungan dari
terhadap pertumbuhan C.pubescens pada monokultur. Keuntungan yang
karena masih menunjukan pertumbuhan dinyatakan dengan nilai LER yang paling
yang baik antara C.pubescens monokultur berpengaruh adalah berat kering.
dan tumpangsari (tabel 1), kemudian nilai Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan
kompetisi juga menjadi tidak berarti bahwa biomasa merupakan parameter
karena penanaman secara tumpangsari kekuatan kompetitif tanaman dan
antara C.pubescens dengan ubijalar didukung kenyataan biomasa berasal dari
maupun cabai lebih memberikan serapan kebutuhan nutrisi yang dibutuh-
keuntungan dibandingkan dengan kan tanaman untuk proses pertumbuhan-
penanaman secara monokultur. nya. Nilai LER pada tumpangsari C.
Keuntungan dalam tumpangsari dapat pubescens dengan cabai memiliki nilai
ditunjukan dengan nilai land equivalent 2,87 sedangkan kombinasi C. pubescens
ratio (LER) (tabel 2). dengan cabai memiliki nilai LER 2,18.
Tabel 2. Analisis kompetisi (CR) dan land Berdasarkan nilai LER berarti sistem
equivalent ratio (LER) tumpangsari antara C.
pubescens dengan tanaman ubijalar dan cabai tumpangsari antara C. pubescens dengan
Berat Basah Berat Kering
Perlakuan CR CR ubijalar maupun cabai rawit masih
LER LER
a b a b
Carica + mampu memberikan keuntungan secara
1,52 2,68 2,75 1,01 2,10 2,87
Ubijalar
Carica + agronomis dan masih dianjurkan untuk
Cabai 0,71 1,87 1,81 0,80 1,55 2,18
Rawit ditanam secara tumpangsari dari pada
Keterangan: monokultur. Penelitian ini sejalan dengan
a>b maka tanaman “a” lebih kompetitif,
b>a maka tanaman “b” lebih kompetitif. hasil yang ditunjukan oleh Koten et al.,
CR: competition ratio,
a: tanaman C. pubescens, (2013), menunjukan hasil rerata nilai LER
b: ubijalar/cabai.
Jika nilai LER lebih dari satu ( > 1) maka sistem tumpangsari tanaman arbila dan sorgum
tumpangsari lebih menguntungkan. pada penelitian ini adalah 1,67. Nilai LER
yang lebih besar dari 1 maka
Nilai land equivalent ratio (LER)
tumpangsari arbila dan legum
merupakan salah satu cara untuk
menghasilkan produksi yang lebih besar
menghitung produktivitas lahan dari dua
6
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

67 % dari monokultur. Suwandi et setelah dalam vase pertumbuhan


al.,(2003) juga menunjukan hasil bahwa generatifnya.
tumpangsari antara tomat dengan cabai
mampu meningkatkan produktivitas DAFTAR PUSTAKA
lahan.
Ariyanto D., P. 2007. Pengolahan Lahan
Kering Untuk Tanaman Holtikultur
KESIMPULAN
di Daerah Tawangmangu
1. Pertumbuhan tanaman C. pubescens Karanganyar. Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas
monokultur dan tumpangsari tidak
Sebelas Maret: Surakarta
berbeda nyata pada 12 minggu http://ariyanto.staff.uns.ac.id/files/
2009/06/artikel-pengelolaan-lahan-
setelah tanam.
kering. [pdf diakses tanggal 1 Mei
2. Sistem tumpangsari menunjukan 2014]
Buhaira. 2007. Respon Kacang Tanah
bahwa Ubi jalar dan cabai rawit masih
(Arachis hypogaea L.) dan Jagung
mempunyai kecenderungan lebih (Zea mays L.) Terhadap Beberapa
pengaturan Tanam Jagung Pada
kompetitif dibandingkan C.pubescens
sistem Tanam Tumpangsari. Jurnal
yang ditunjukan dengan nilai CR pada Agronomi. 11 (1): 41-45
Eldriadi Y. 2011. Peran Berbagai Jenis
berat basah yaitu: 2,68:1,52 dan 1,87:
Tanaman Tumpangsari Dalam
0,71 sedangkan berat kering yaitu: Pengelolaan Hama Utama Dan
Parasitoidnya Pada Kubis Bunga
2,10: 1,01 dan 1,55: 0,80.
Organik. Artikel Ilmiah. Fakultas
3. Tumpangsari antara C. pubescens Pertanian Universitas Andalas
Padang
dengan ubi jalar maupun C. pubescens
Fatchurrozak M., Suranto & Sugiyarto.
dengan cabai rawit memberikan hasil 2012. Pengaruh Ketinggian Tempat
Terhadap Kandungan Vitamin C dan
yang cukup efektif terhadap
Antioksidan pada Buah Carica
produktivitas lahan serta penanaman pubescens Lenne & K. Koch di
Dataran Tinggi Dieng. EL-VIVO. 1
tumpangsari lebih menguntungkan
(1)15 – 2
secara ekonomi dibanding dengan Fatimah, S. 2012. Analisis Komparasi
Kandungan Gizi Pada Salut Biji Dan
penanaman monokultur yang
Daging Buah Carica pubescens Lenne
ditunjukan dengan nilai LER pada & K. Koch di Kawasan Desa
Sembungan Dataran Tinggi Dieng.
parameter berat basah yaitu: 2,75 dan
Tesis. Program Studi Biosain
1,81 sedangkan berat kering yaitu Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
2,87 dan 2,18.
Heryani, N., Kartiwa, B., Yon Sugiarto. Y.,
dan Handayani T. 2013. Pemberian
Mulsa dalam Budidaya Cabai Rawit
SARAN
di Lahan Kering Dampaknya
Dalam rangka untuk mendukung terhadap Hasil Tanaman dan Aliran
Permukaan. J Agron Indonesia 41
keberhasilan transplantasi C. pubescens,
(2): 147 – 153
Maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut secara tumpangsari C.pubescens

7
EL-VIVO ISSN: 2339-1901
Vol.3, No.2, hal 1 – 8, September 2015 http://jurnal.pasca.uns.ac.id

Kasturi. 2005. Pertumbuhan Dan Hasil Suparso,M. & Nugroho A. 2012.


Kacang Tanah Dengan Jagung Pertumbuhan Dan Hasil Tiga
Berdaun Tegakpada Sistem Varietas Cabai (Capsicum annum L)
Tumpangsari Melalui Pengaturan Pada Pemberian Dua Jenis Mulsa Di
Kerapatan Populasi. Tesis. Jurusan Lahan Pasir Pantai Pada Musim
Agronomi Universitas Sebelas Hujan. Faperta 14:14
Maret. Suwandi, R. Rosliani, N. Sumarni, & W.
Koten B. B, R. D. Soetrisno, N Ngadiyono, Setiawati. 2003. Interaksi Tanaman
& B. Soewignyo. 2013. Penampilan pada Sistem Tumpangsari Tomat
Produksi Hijauan Hasil dan Cabai di Dataran Tinggi J. Hort.
Tumpangsari Arbila (Phaseolus 13(4):244-250
lunatus) Berinokulum Rhizobium Suwarto, Setiawan, A., dan Septariasari
dan Sorgum (Sorghum bicolor) pada .2006. Pertumbuhan dan Hasil Dua
Jarak Tanam Arbila dan Jumlah Klon Ubijalar dalam Tumpang Sari
Baris Sorgum. Sains Peternakan . 11 dengan .Bul. Agron. 34 (2): 87 – 92
(1) : 26-33 Turmudi, E. 2002. Kajian Pertumbuhan
Mahapatra, S. C. 2011. Study of Grass- dan Hasil Tanaman Dalam Sistem
Legume Intercropping System in Tumpangsari Jagung Dengan 4
Terms of Competition Indices and Kultivar Kedelai Pada Berbagai
Monetary Advantage Index under Waktu Tanam. Issn – 1411- 0067.
Acid Lateritic Soil of India. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 4
American Journal of Experimental (2): 89-96.
Agriculture. 1(1): 1-6, 2011 Zulkarnain. 2005. Pertumbuhan Dan Hasil
Permatasari A. 2014. Transplantasi Selada pada Berbagai Kerapatan
Tanaman Carica (Carica pubescens) Jagung Dalam Pola Tumpang Sari.
Pada Berbagai Ketinggian Di Lereng Jurnall lmu-ilmu Pertanian. 1(2)
Gunung Lawu Dengan Perlakuan Loveless. A.R. 1987. Prinsip-prinsip
Naungan Dan Jenis Pupuk Berbeda. Biologi Tumbuhan untuk Daerah
Tesis. Biosain universitas Sebelas Tropik. Gramedia. Jakarta.
Maret Surakarta Kastono, D. H. Sawitri, dan Siswandono.
Pinem, T., Z. Syarif., dan I. Chaniago. 2005. Pengaruh Nomor Ruas Setek
2011. Studi waktu penanaman dan dan Dosis Pupuk Urea Terhadap
populasi kacang tanah terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis
produksi kacang tanah dan jagung Kucing. J. Ilmu Pertanian. 12(1): 56-
pada pola tanaman kacang tanah 64.
dan jagung. Jerami 4 (2) : 102-108. Rahayu, M., Sakya, A. T., Sukaya, & Sari, F.
Prasetyo., E. I. Sukardjo., & H. Pujiwati. C. W. 2010. Pertumbuhan Vegetatif
2009. Produktivitas lahan dan nkl Beberapa Varietas Nanas (Ananas
pada tumpangsari jarak pagar comosus (L.) Merr) Dalam Sistem
dengan tanaman pangan. J. Akta Tumpangsari Dengan Ubi Jalar .
Agrosia 12 (1) :51-55. Agrosains. 12(2): 50-55
Sitompul, S. M. & Guritno, B. 1995. Wibowo A., Purwanti S., dan Robaniyah
Analisis Pertumbuhan Tanaman. R. 2012. Pertumbuhan dan Hasil
Universitas Gadjah Mada: Benih Kedelai (Glycine max L. Merr)
Yogyakarta Mallika Yang Ditanam Secara
Sugiyarto. 1997. Pengaruh jenis dan Tumpangsari dengan Jagung Manis
kerapatan tanaman tumpangsari (Zea mays kelompok Saccharata).
terhadap pertumbuhan awal tebu Vegetalika. 1(4): 20-26
(Saccharum officinarum L.).
Penelitian perseorangan bidang
biologi. LPPM Universitas Sebelas
Maret.

Anda mungkin juga menyukai