DISUSUN OLEH :
KUPANG 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa oleh karena
kasihnya kami dapat merangkum materi tentang Ekonomi Pembangunan dengan baik.
Dengan rangkuman materi ini banyak kekurangan dari pihak kami diharapkan untuk
menyempurnakan penulisan makalah yang berjudul LINGKUNGAN DAN
PEMBANGUNAN.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.5 Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Global, Efek Rumah Kaca Dan Pemanasan Bumi
Serta Usul Kebijakannya.....................................................................................................22
BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................24
KESIMULAN......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Negara-negara berkembang termiskin akan terena dampak paling awal dan paling parah
oleh perubahan iklim, meskipun mereka hanya berkontribusi sedikit atas permasalahan iklim.
Anggapan lama tentang “pembangunan versus lingkungan” telah membuka jalan bagi
pandangan baru dimana... pelayanan yang lebih baik bagi lingkungan menjadi hal penting
untuk mempertahankan pembangunan.
PEMBAHASAN
Lingkungan adalah keseluruhan kondisi fisik suatu kawasan yang mencakup keadaan
sumber daya alam (tanah, air, mineral, energi surya, flora, fauna), termasuk kelembagaan
yang mencakup hasil ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan
fisik tersebut.
Pembangunan secara umum adalah proses perubahan yang terus menerus untuk
menuju kekeadaan yang lebih baik yang berdasarkan norma-norma tertentu. Dalam
pengertian pembangunan, para ahli kemudian memberikan definisi yang juga bermacam-
macam sama halnya dengan perencanaan.
Kehidupan dari setengah lebih jumlah penduduk yang aktif secara ekonomi di negara-
negara berkembang sangat bergantung pada lingkungan melalui kegiatan pertanian seperti
halnya pemeliharaan ternak, perikanan, kehutanan dan pengumpulan bahan makanan. Poin
ini saja menggarisbawahi pentingnya millennium Development goals atau mdg ketujuh:
untuk "menjaga kelestarian lingkungan hidup". Kualitas lingkungan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi.
Dalam tahun-tahun terakhir ini para ekonom semakin menyadari betapa pentingnya
dampak dari berbagai persoalan lingkungan hidup terhadap keberhasilan upaya
pembangunan. Jelas bahwa kegagalan pasar klasik telah menyebabkan terlalu banyak
kerusakan lingkungan. Kita sekarang juga memahami bahwa interaksi antara kemiskinan dan
kerusakan lingkungan dapat menyebabkan proses yang terus berlanjut di mana, akibat
minimnya kesadaran atau kebutuhan ekonomi, masyarakat mungkin merusak atau
menghabiskan sumber daya yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Meningkatnya
tekanan pada sumber daya lingkungan di negara-negara berkembang dapat mengakibatkan
konsekuensi pada kemandirian , distribusi pendapatan dan potensi pertumbuhan di masa
depan.
Kerusakan atau degradasi lingkungan juga dapat menurunkan laju pembangunan
ekonomi dengan beban biaya tinggi yang ditanggung negara berkembang melalui biaya yang
terkait dengan kesehatan dan kekurangannya produktivitas sumber daya. 20% penduduk
dunia termiskin dari kalangan miskin perkotaan dan pedesaan akan mengalami konsekuensi
paling akut dari kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan hidup yang parah akibat
tekanan penduduk pada lahan marginal, telah menurunkan tingkat produktivitas pertanian dan
produksi pangan perkapita. Karena pembudidayaan lahan marginal kebanyakan dilakukan
oleh kalangan berpendapatan rendah, kerugian terparah diderita oleh mereka yang paling
tidak mampu. Demikian pula tidak adanya akses sanitasi dan air bersih sangat berdampak
pada kalangan miskin dan diyakini sebagai salah satu penyebab utama penyakit infeksi di
seluruh dunia. Karena pemecahan atas masalah ini dan berbagai masalah lingkungan lainnya
melibatkan upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya serta kondisi hidup orang
miskin, maka pencapaian pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan sejalan dengan
definisi pembangunan ekonomi kita.
Paragraf ini kita membahas tentang penyebab dan konsekuensi ekonomi dari krisis
lingkungan dan mengeksplorasi potensi solusi atau siklus kemiskinan dan degradasi sumber
daya alam. Kita akan memulai dengan suatu pembangunan berkelanjutan dan keterkaitan
antara jumlah penduduk, kemiskinan , pertumbuhan ekonomi , pembangunan pedesaan,
urbanisasi dan lingkungan di negara berkembang. Berikutnya kita akan melihat penerapan
model ekonomi tradisional terhadap lingkungan menggambarkan beberapa situasi lingkungan
tipikal dan memberikan data-data yang relevan. Kita kemudian akan memperluas cakupan
pembahasan kita untuk mengamati lingkungan global dan mengeksplorasi kebijakan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia.
1. Pembangunan berkelanjutan.
Pesan implisit dari pernyataan ini adalah fakta bahwa pertumbuhan masa depan dan
kualitas hidup secara keseluruhan sangat bergantung pada kualitas lingkungan. Basis sumber
daya alam suatu negara dan kualitas udara air dan tanahnya mencerminkan warisan bersama
bagi seluruh generasi. Dengan menghancurkan anugerah tersebut dalam mengejar sasaran
ekonomi jangka pendek akan mengancam generasi sekarang dan terutama generasi
mendatang. oleh karena itu, penting bagi para pembuat kebijakan pembangunan untuk
memasukkan beberapa bentuk akuntansi lingkungan atau environmental accounting ke dalam
keputusan mereka.
Aset modal keseluruhan mencakup bukan hanya untuk modal yang diproduksi (mesin
pabrik jalan) tetapi juga manusia (pengetahuan, pengalaman, keterampilan) dan modal
lingkungan atau environmental capital (hutan kualitas tanah penggembalaan) . Dari definisi
ini pembangunan berkelanjutan atau sustainable development mensyaratkan bahwa
keseluruhan aset modal tersebut tidak boleh berkurang dan pengurangan yang tepat dari
pendapatan nasional neto yang berkelanjutan atau (sustainable net national income-nni)
merupakan jumlah yang dapat dikonsumsi atau dihabiskan tanpa mengurangi persediaan
melalui modal secara simbolis.
NNI∗¿GNI −Dm−Dn
Kecepatan laju pertumbuhan telah mengakibatkan langkanya persediaan tanah, air dan
bahan bakar kayu di daerah pedesaan serta krisis kesehatan di perkotaan akibat minimnya
fasilitas sanitasi dan air bersih. Di berbagai kawasan termiskin di dunia, tampak jelas bahwa
peningkatan pendapatan penduduk telah berkontribusi pada semakin parahnya degradasi
sumber daya yang dibutuhkan oleh penduduk tersebut untuk bertahan hidup. Untuk
memenuhi kebutuhan penduduk negara berkembang yang semakin meningkat, perusakan
lingkungan harus dihentikan dan produktivitas sumber daya yang ada harus diperluas
sehingga dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Apabila kenaikan GNI dan produksi
pangan lebih rendah dari pertumbuhan penduduk, maka tingkat produksi dan swasembada
pangan perkapita akan menurun. Ironisnya, keberadaan kemiskinan seperti akan melestarikan
tingkat kesuburan yang tinggi karena kalangan miskin seringkali bergantung pada ukuran
keluarga yang besar (memiliki banyak anak) untuk bertahan hidup.
Kalangan miskin biasanya menjadi korban utama dari perusakan lingkungan. Mereka
lebih menderita akibat kerusakan lingkungan karena seringkali harus tinggal di wilayah yang
terdegradasi yang lebih murah karena kalangan kaya menghindari wilayah tersebut. Terlebih
lagi, mereka akan hidup dalam kemiskinan tidak memiliki banyak pengaruh politis untuk
mengurangi polusi di wilayah tempat tinggal mereka dan tinggal di wilayah berpolusi yang
kurang produktif merampas peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan. Tetapi dalam
beberapa kasus mereka juga menjadi pelakunya, biasanya akibat dari kendala kemiskinan
yang dialami. Dan sekali lagi, seringkali tingkat fertilitas yang tinggi disalahkan sebagai
faktor penyebab kemiskinan itu sendiri. Di Cina misalnya, kepadatan penduduk per acre
lahan subur dua kali lipat dari India, namun produktivitas kesalahannya juga dua kali lebih
tinggi. Meski jelas bawa kerusakan lingkungan dan tingkat fertilitas yang tinggi berjalan
beriringan, keduanya berasal dari faktor ketiga yakni kemiskinan absolut. Agar kebijakan
lingkungan berhasil diimplementasikan di negara berkembang, pemerintah di negara
berkembang harus menangani masalah seperti petani yang tidak memiliki lahan, kemiskinan,
dan kurangnya akses terhadap sumber daya kelembagaan. Tidak terjaminnya hak
penggarapan lahan, kekurangan kredit dan input, serta ketiadaan informasi seringkali
mencegah kalangan miskin untuk membuat investasi yang menambah nilai sumber daya yang
akan membantu melestarikan aset lingkungan yang menjadi tumpuan hidup mereka. Oleh
karena itu, pencegahan degradasi lingkungan harus memasukkan penyediaan dukungan
kelembagaan bagi kalangan miskin sebagai komponen kunci, alih-alih hanya melakukan
upaya pencegahan proses perusakan yang tampak tak terhindarkan.
Dahulu, banyak yang meyakini bahwa saat pendapatan perkapita meningkat, polusi
dan bentuk kerusakan lingkungan lainnya akan langsung meningkat dan kemudian menurun
membentuk kurva u terbalik. (Gagasan ini dikenal sebagai kurva lingkungan kuznets
(environmental kuznets curve) berdasarkan hipotesis kuznet bawa ketimpangan akan
meningkat dan kemudian menurun saat pendapatan naik, Yang juga menunjukkan pola u
terbalik). Berdasarkan teori ini, saat pendapatan meningkat, masyarakat akan memiliki sarana
yang rela berkorban untuk melindungi lingkungan. Memang, terdapat bukti yang cukup kuat
bahwa hubungan u terbalik ini berlaku bagi beberapa polutan lokal seperti partikel polutan
yang terdapat di udara, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. Namun tidak terdapat bukti yang
meyakinkan bahwa kerusakan lingkungan lain berkurang dengan adanya peningkatan
pendapatan. Seperti yang kita lihat, ini menjadi permasalahan tersendiri ketika berhadapan
dengan barang-barang publik global, seperti gas rumah kaca. Sekalipun berhubungan kurva
lingkungan kuznets memang berlaku untuk jangka panjang, beberapa bentuk kerusakan
lingkungan, seperti hilangnya keragaman hayati, tidak akan mungkin dikembalikan.
Kebijakan internasional aktif akan diperlukan. "Pertumbuhan hijau"---sebagian melibatkan
emisi gas rumah kaca yang lebih rendah---menjadi inisiatif kebijakan utama di banyak
negara. Sebagai contoh, Korea Selatan baru-baru ini mendasarkan strategi pembangunannya
pada pendekatan ini; sebagian besar dari stimulus anggaran setelah krisis keuangan 2008
diinvestasikan untuk mencapai ekonomi yang ramah lingkungan.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang makin meningkat dari pesatnya laju
pertumbuhan penduduk, diperkirakan bahwa produksi pangan di negara-negara berkembang
akan meningkat setidaknya 50% untuk 3 dasawarsa ke depan. Karena lahan di berbagai
wilayah negara berkembang mengalami eksploitasi berlebihan oleh penduduk, pemenuhan
sasaran output tersebut akan membutuhkan perubahan radikal dalam hal distribusi,
penggunaan dan kuantitas sumber daya yang tersedia bagi sektor pertanian. Dan karena
perempuan seringkali menjadi pemelihara sumber daya desa seperti hutan dan persediaan air
serta memberikan pasokan tenaga kerja bagi sektor pertanian, sangat penting agar program
lingkungan dirancang dengan mempertimbangkan peran dan kepentingan mereka---bukan
sebagai renungan semata. Selain itu, upaya pengetasan kemiskinan harus mendasar status
ekonomi perempuan, terutama demi mengurangi ketergantungan mereka pada metode
produksi yang dapat merusak lingkungan.
Meningkatnya aksebilitas input pertanian bagi petani kecil dan pengenalan (atau
pengenalan kembali) metode pertanian yang berkelanjutan akan menciptakan alternatif
menarik bagi pola penggunaan sumber daya sekarang yang merusak lingkungan. Investasi
yang menambah nilai lahan dapat meningkatkan produksi dari lahan garapan dan menjamin
swasembada pangan di masa depan.
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dibarengi dengan migrasi desa kota yang
tinggi menyebabkan tingkat pertumbuhan penduduk kota yang tidak terduga, terkadang
hingga dua kali lipat pertumbuhan penduduk nasional. Konsekuensinya, hanya segelintir
pemerintah yang siap menghadapi permasalahan ketersediaan air dan sarana kebersihan kota
yang semakin parah. Memburuknya kondisi lingkungan mengakibatkan semakin banyak
penduduk yang terpapar bahaya kesehatan eksterm. Kondisi ini mempercepat kehancuran
infrastruktur kota yang ada dan menciptakan situasi yang tepat bagi epidemi dan krisis
kesehatan nasional. Permasalahan ini diperparah oleh fakta bahwa dalam undang-undang
yang ada sebagian besar perumahan kota berstatus ilegal. Hal ini menjadikan investasi
perumahan swasta beresiko dan membuat banyak penduduk kota tidak memenuhi syarat
untuk mendapatkan layanan pemerintah.
Pemupukan, emisi dan kendaraan industri, dan sistem ventilasi tungku rumah yang
kurang layak juga menambah biaya lingkungan yang sangat tinggi akibat kepadatan kota.
Hilangnya produktivitas akibat penyakit, kontaminasi sumber air kota, dan hancurnya
infrastruktur, selain juga meningkatnya biaya bahan bakar karena masyarakat harus menebus
air yang kurang bersih, hanyalah sebagian kecil biaya yang terkait dengan kondisi perkotaan
yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan perkotaan memburuk dalam laju
yang lebih cepat ketimbang peningkatan jumlah penduduk kota, yang mengakibatkan biaya
lingkungan marginal dari tambahan jumlah penduduk meningkat seiring waktu. Akan tetapi,
pada tingkat pendapatan tertentu, jumlah karbon yang dihasilkan (carbon footprint) seorang
penduduk kota cenderung lebih rendah ketimbang penduduk pinggiran kota atau desa.
Pentingnya perlindungan lingkungan kota dan juga desa juga diakui dalam millenium
Development goals ke-7.
7. Lingkungan Global dan Perekonomian.
Sebagian besar dari kehancuran lingkungan kumulatif hingga saat ini disebabkan oleh
negara-negara maju. Akan tetapi dengan tingkat fertilitas tinggi, peningkatan pendapatan
rata-rata dan peningkatan emisi gas rumah kaca di negara-negara berkembang, pola ini akan
berbalik di tahun-tahun mendatang. Cina sekarang menjadi penghasil emisi gas rumah kaca
terbesar di dunia, meski per kapita masih lebih rendah ketimbang kebanyakan negara-negara
maju. Masih diperdebatkan apakah reformasi global harus dibagi-bagi seperti yang dibahas
dalam pertemuan tingkat tinggi perubahan iklim di Kopenhagen pada Desember 2009 dan
Cancun pada Desember 2010.
Ahli lingkungan dan ekonomi makin mengapresiasi bahwa dampak pemanasan global
tampaknya dirasakan lebih dini dari yang diperkirakan--memang, dampak tersebut sudah
dirasakan di beberapa tempat di Afrika--dan kesempatan untuk menghindari biaya masa
depan yang begitu besar makin mengecil. Negara-negara maju harus mengambil inisiatif
yang memanggul sebagian besar biaya dalam pendanaan untuk pemulihan dan adaptasi di
negara-negara berpendapatan rendah, tetapi negara-negara berkembang juga perlu
memainkan peranan penting dalam membatasi pemanasan global untuk menjamin masa
depan mereka sendiri.
1). Abrasi
Abrasi dari ombak laut juga dapat menjadi penyebab dari degradasi lahan secara
alami. sebab ombak yang melibas sisi pantai terus menerus, meskipun lama tapi apabila
dibiarkan terus-menerus akan tetap menjadi masalah di masa selanjutnya.
2). Erosi
Erosi dapat dari alam dapat juga dari manusia. Namun yang paling cepat ialah dari
manusia sendiri. Penebangan liar untuk perluasan pemukiman atau untuk pembangunan
pabrik. Secara alam umumnya di tebing saat hujan sehingga terjadi erosi atau longsor.
Populasi manusia saat ini sangat cepat sekali meningkat sehingga jumlah manusia
membutuhkan tempat tinggal tetap semakin banyak. Sehingga mau atau tidak mau harus
menambah lahan pemukiman atau rumah huni baru.
Hukum pada zaman ini hampir tidak berlaku lagi. Hukum bisa dibeli. Dan pada jaman
sekarang ada uang ada barang, bagi yang mempunyai uang tinggal membeli dan siapa juga
yang tidak mau dengan uang. Uang merupakan segalanya.
Pemanasan Global pada saat siang hari akan sangat terasa panas dan malam menjadi
dingin itu disebabkan kurangnya hayati yang menopang keseimbangan lingkungan.
Walaupun manusia mendapatkan tempat tinggal, tetapi ketersediaan air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari semakin berkurang apaalagi musim panas, maka akan sulit memeroleh
air.
Saat musim hujan akan berdampak banjir sebab hayati serta tanah di gerus untuk
perumahan sehingga penahan atau penyerapan air ke tanah tidak maksimal berjalan dengan
lanacar.
Petani akan susah untuk bercocok tanam, akibat fatalnya berkurangnya penghasilan
petani dan berkurangnya makanan pokok contohnya seperti nasi hasil dari petani dalam
negeri.
Unsur hara akan semakin berkurang, akibatnya tanaman sulit untuk tumbuh. Misalnya
sayur dan buah sehingga berkurangnya ketersediaan makanan sehat.
Habitat hewan berkurang dan banyak yang mati disebabkan wilayahnya dipakai untuk
memperluasan pemukiman dan pembangunan pabrik.
Pencemaran air bisa menjadi masalah kota sebab sifat air yang mengalir dan
dibutuhkan, semua penduduk kota. Penduduk kota mendapatkan air dari air permukaan dan
air tanah (sumur). Sumber pencemaran air yaitu sampah rumah tangga, air bekas pencucian
(detergen), limbah cair industry serta sampah hasil metabolisme tubuh.
Pencemaran udara bisa meliputi wilayah yang luas, pencemaran ini diakibatkan oleh
pembakaran sampah dan gas buang dari kendaraan bermotor serta asap pabrik.
Suara yang diakibatkan dari kegiatan pembangunan wilayah dapat mengganggu atau
merusak pendengaran. Suara yang melebihi 75 desibel bisa mengganggu saraf serta
konsentrasi kerja. Suara yang mencapai 145 desibel dan terus-menerus didengar akan
mengakibatkan rasa sakit. Suara kendaraan pada biasanya antara 45-120 desibel. Pencemaran
suara bisa berasal dari klakson kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik dan alat-alat berat.
1. Sosialisasi pentingnya pengetahuan tentang lingkungan hidup yang lestari dan bahaya
kerusakan lingkungan. Untuk itu dapat dibuat suatu buku mengenai hal tersebut yang
disusun secara sederhana, praktis, mudah difahami oleh siapa saja.Ada baiknya buku
itu seperti berbentuk komik bergambar yang menceritakan/menggambarkan suatu
tragedi yang diakibatkan oleh perusakan hutan misalnya.Bisa juga berupa selebaran
yang secara kronologis menggambarkan tragedi tersebut untuk dipasang/ditempel di
tempat umum seperti terminal, stasiun dan lain-lain.
2. Menyusun peraturan perundang-undangan seperti penguatan dan pengayaan
(Repowerring and Enrichment) peraturan/UU yang sudah ada. Peraturan perundang-
undangan yang telah ada dirasakan masih kurang dan perlu direvisi.Diperlukan
peraturan jabaran seperti PP, Keppres, Permen/Kepmen dan Perda sampai ke petunjuk
pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), untuk petugas lapangan.
3. Mereformasi Sisdiknas yang dapat menghasilkan “SDM Siap Pakai” dan
mengembangkan pendidikan “Vocational”.Untuk mewujudkan hal tersebut di atas yang
perlu dikembangkan adalah pendidikan keterampilan kerja berupa pendidikan kejuruan
(Dikjur) dan kursus-kursus keterampilan.Namun agar diperhatikan bahwa dikjur dan
kursus keterampilan itu harus sesuai dengan potensi sumber daya yang ada di setiap
daerah.Termasuk di dalamnya adalah pendidikan keterampilan pengelolaan sumber
daya laut yang potensinya begitu besar.
4. Pemberian sangsi hukum yang berat dan tegas tanpa pandang bulu kepada para
penjahat lingkungan. Peraturan yang ada sekarang mengenai pengelolaan lingkungan
hidup (UU No.23/1997) belum memuat sangsi hukum yang jelas dan tegas terhadap
pelaku pelanggaran dan kejahatan lingkungan.Dikarenakan lingkungan merupakan
sistem yang komplek yang menyangkut sejumlah komponen, seperti flora, fauna, lahan,
perairan dan lain-lain, dalam penanganannya menghendaki sistem peradilan adhoc
(melibatkan ahli dari berbagai bidang terkait). Patokan penjahat lingkungan yang telah
terbukti bersalah melalui proses peradilan yang terbuka dan transparan, perlu di-
ekspose dalam berbagai bentuk mass media, untuk memberikan “Shock Therapy”
kepada para pelaku/calon pelaku kejahatan lingkungan.
5. Perlunya ada “statement” dan komitmen politik dari pemerintah yang menyatakan
bahwa para pelaku kejahatan lingkungan sebagai pelaku kejahatan luar biasa yang
harus diperangi bersama. Hal itu dapat diwujudkan dalam bentuk pengeluaran
kebijakan yang sangat ketat dalam eksploitasi sumber daya alam (SDA), sangat hati-
hati dalam memberikan ijin pengelolaan SDA di dalam hutan lindung. Pemerintah juga
tidak sembarangan memberi ijin untuk suatu kegiatan/usaha yang akan memberikan
akses dan dampak kerusakan lingkungan yang besar dan meluas, (mempunyai efek bola
salju).
1. Banjir
2. Sampah
3. Pemanasan Global
4. Sungai-Tercemar
5. Rusaknya-Ekosistem-Laut
6. Pencemaran-Udara
7. Kerusakan-Hutan
8. Sulitnya-Air-Bersih
9. Pencemaran-Tanah
10. Abrasi
Selain itu, goals dalam pengembangan ini juga dilakukan untuk memastikan bahwa
semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupan yang lebih baik
tanpa kompromi di planet kita. Adapun target dan tujuan atau goals-nya adalah universal,
yang artinya berlaku untuk semua, bukan hanya pada bagian tertentu saja.
Contoh sustainable development yang pertama yaitu konsumsi dan produksi berkelanjutan.
Solusi berbasis server atau yang lebih dikenal dengan istilah server-based seperti Google
Docs (baca apa itu pengertian Google Docs disini) dapat dianggap sebagai salah satu cara
untuk mengatasi masalah tersebut di mana individu tidak perlu melakukan update, upgrade
unuk memutakhirkan mesin mereka sendiri secara teratur dan menginstal aplikasi lokal
(dengan pembaruan berikutnya).
Contoh sustainable development berikutnya yaitu seperti perubahan iklim dan energi.
konsumsi daya dalam Information Technology (IT), dari kumpulan data hingga peralatan
rumah tangga individu sesuai dengan topik ini. Selain itu, potensi penggunaan teknologi
informasi (baca pengertian teknologi informasi disini) dalam pemodelan perubahan iklim,
dan dalam meningkatkan sistem lain (seperti logistik transportasi), menunjukkan cara-cara di
mana teknologi dapat mengatasi beberapa masalah yang ada.
Contoh berikutnya yaitu adalah perlindungan sumber daya alam dan peningkatan lingkungan.
Dengan cara yang mirip dengan poin contoh sustainable development sebelumnya, IT (baca
pengertian IT disini) dapat menyediakan cara untuk melindungi sumber daya alam. Sebagai
contoh misalnya melalui perutean dan optimalisasi sistem lain untuk meningkatkan efisiensi
dan mengurangi dampak merusak dari hal-hal seperti jaringan transportasi (yaitu jalan). Itu
akan memungkinkan perencanaan rute yang lebih efisien dan membangun sistem transportasi
baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan aktual.
d. Komunitas Berkelanjutan
Contoh sustainable development terakhir yang akan Kami jelaskan disini yaitu komunitas
berkelanjutan. Sampel di sini termasuk penggunaan dan dampak Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam komunitas. Seperti perubahan yang dapat dimiliki komunikasi
global, pengaruh komunitas global dan perubahan pola kerja (misalnya dengan off-shoring
industri jasa, dan khususnya outsourcing pengembangan perangkat lunak).
Pada bagian ini kita akan mengkaji beberapa model ekonomi umum dari lingkungan.
Dalam masing-masing model, gagalan pasar untuk memperhitungkan eksternalitas
lingkungan dipandang sebagai pengecualian alih-alih aturan, dan teori neoklasik diterapkan
dalam rangka mengatasi atau menghindari in efisiensi. Teori-teori Neo klasik yang diterapkan
terhadap masalah lingkungan menentukan syarat yang harus dipenuhi demi terciptanya
alokasi sumber daya secara efisien dan bagaimana kegagalan pasar dapat menimbulkan
berbagai bentuk in efisiensi dan menyodorkan sejumlah usulan untuk mengoreksi distorsi ini.
KURVA
Tabel efisiensi statis dalam alokasi sumber daya mendemonstrasikan bagaimana pasar
menentukan tingkat konsumsi sumber daya alam yang paling optimal. Pencarian hasil pasar
yang optimal melibatkan upaya memaksimalkan manfaat neto total bagi masyarakat dari
suatu sumber daya, yang merupakan selisih antara manfaat total yang dihasilkan dari suatu
sumber daya dan biaya total yang harus ditanggung produsen untuk menyediakannya. Hal itu
sama dengan bidang yang diarsir pada tabel efisiensi statis dalam alokasi sumber daya.
Manfaat neto total atau total net benefit akan dimaksimalkan jika biaya marginal atau
marginal cost dari memproduksi atau mengekstraksi satu unit sumber daya tambahan sama
besarnya dengan manfaat marginalnya bagi konsumen. Hal ini terjadi pada Q* , di mana
kurva permintaan dan penawaran saling berpotongan. Dalam pasar persaingan sempurna,
mekanisme "tangan tidak nampak" akan memastikan bahwa Q* merupakan kuantitas yang
diproduksi.
KURVA
Kurva biaya marginal dalam alokasi sumber daya yang optimal dari waktu ke waktu
miring ke atas karena biaya ekstraksi akan meningkat ketika sumber daya menjadi semakin
langka. Surplus produsen atau producer surplus yang tercipta adalah Arya aPb, dan surplus
konsumen atau cunsumen surplus produsen adalah area DPb. Bersama-sama, keduanya
menghasilkan manfaat neto maksimum yang nilainya sama dengan Dab.
Jika sumber daya itu langka dan seiring waktu mulai ditentukan jatahnya, maka rente
kelangkaan atau scarcity rents akan muncul; hal ini bisa didapat sekalipun biaya marginal
produksinya konstan, sebagaimana yang terlihat dalam tabel kurva alokasi sumber daya yang
optimal dari waktu ke waktu. Pemilik sumber daya yang langka itu memiliki sumber daya x
dalam volume terbatas untuk dijual 75 unit dan mengetahui bahwa dengan menghemat
sebagian sumber daya untuk dijual di masa depan, iya dapat mengenakan harga yang lebih
tinggi sekarang. Harga barang antar waktu (seiring waktu) tersebut harus sama dengan nilai
sekarang (present value) dari manfaat neto marginal (marginal net benefit) atas dunia terakhir
yang dikonsumsi pada setiap periode. Artinya, konsumen harus memperoleh kepuasan yang
sama dari perolehan unit berikutnya pada hari ini maupun esok. Dalam tabel kurva alokasi
sumber daya yang optimal dari waktu ke waktu, diasumsikan bahwa pemilik sumber daya
memiliki 75 unit. Jika iya hanya bersedia menjual sebanyak 50 unit hari ini, maka harga yang
berlaku di pasar untuk sumber daya yang langka tersebut adalah PS. Rente kelangkaan yang
didapatkan pemilik sumber daya itu sama dengan PsabP, bidang yang diarsir pada diagram
antara garis harga dan biaya marginal. Kemampuan pemilik sumber daya untuk
mengumpulkan rente kelangkaan inilah yang menciptakan efek penjatahan untuk menjamin
alokasi sumber daya efisien dari waktu ke waktu. Dengan absennya kelangkaan, seluruh
sumber daya akan dijual pada biaya ekstraksi P = MC, 75 unit sumber daya itu akan
dikonsumsi sekaligus dalam satu waktu, dan tidak akan ada rente kelangkaan yang
didapatkan.
Para pendorong teori pasar bebas neoklasik menekankan bahwa inefisiensi pada
alokasi sumber daya dihasilkan dari adanya halangan bagi berlangsungnya kegiatan pasar
bebas atau ketidaksempurnaan dalam sistem hak kepemilikan. Selama semua sumber daya
dimiliki oleh pribadi dan tidak ada distorsi pasar, sumber daya itu akan dialokasikan secara
efisien. Pasar hak milik atau property rights yang sempurna dicirikan oleh empat kondisi
berikut :
3. Dapat ditransfer (transferabality) --pemilik sumber daya dapat menjual sumber daya
sesuai kehendaknya.
Berdasarkan keempat kondisi tersebut, pemilik sumber daya yang langka memiliki
insentif ekonomi untuk memaksimalkan manfaat neto dari penjualan atau penggunaannya.
Sebagai contoh, seorang petani yang memiliki lahan sendiri akan memilih tingkat investasi,
teknologi dan output yang dapat memaksimalkan hasil panen netto dari lahan itu. Karena
nilai lahan dapat digunakan sebagai jaminan, setiap investasi pertanian apapun yang layak
dapat dibiayai melalui pinjaman pada tingkat bunga pasar yang berlaku.
Apabila keempat kondisi tersebut tidak terpenuhi secara serentak, maka akan timbul
inefisiensi. Dengan demikian, cara untuk mengoreksi misalokasi sumber daya biasanya
dilakukan dengan menghilangkan setiap distorsi pasar. Sejumlah model telah dirancang untuk
menjelaskan inefisiensi yang tampak dalam alokasi sumber daya dan untuk mengevaluasi
jalan keluar alternatif. Kita selanjutnya akan mengamati dua model sederhana dari inefisiensi
yang timbul akibat adanya ketidaksempurnaan dalam pasar barang milik atau properti.
Jika suatu sumber daya langka (seperti tanah yang subur) dimiliki oleh masyarakat
dan bersedia gratis bagi semua pihak ( katakanlah untuk kepentingan pertanian atau
penggembalaan ternak), seperti halnya sumber daya milik bersama atau common property
resource, maka setiap potensi laba atau rente kelangkaan akan hilang (terkecuali adanya
kesepakatan sosial efisien yang mengikat). Seperti telah kita ketahui, teori neoklasik
menyiratkan bahwa dalam absennya rente kelangkaan, inefisiensi akan timbul. Dengan
menggunakan kerangka analisis yang agak berbeda, kita akan menelaah misal lokasi sumber
daya menurut sistem kepemilikan bersama. Pada kurva sumber daya milik bersama dan
misalokasi menjabarkan hubungan antara nilai per unit tenaga kerja pada sepetak lahan dan
jumlah tenaga kerja yang menggarap lahan tersebut.
KURVA
Kita lupa makan bawa lahan tersebut pada awalnya dimiliki secara pribadi.
Pengetahuan alam sudah tidak cukup untuk memberitahu kita bahwa pemilik tanah akan terus
merekrut tenaga kerja tambahan untuk mengerjakan lahannya sampai produk marginal
bekerja terakhir sama dengan upah besar, E, pada titik L*, beban kerja dibagi secara merata
di antara para pekerja, masing-masing pekerja menghasilkan produk rata-rata. Namun dengan
mengasumsikan bahwa tingkat hasil tenaga kerja yang semakin menurun, setiap pekerja baru
yang direkrut akan menurunkan produk rata-rata dari semua pekerja. Produk marginal dari
setiap tambahan pekerja tersebut akan sama dengan produk rata-rata yang dihasilkannya
dikurangi penurunan dari rata-rata produk yang dihasilkan semua pekerja. Jika penambahan
pekerja baru melampaui titik L*, maka biaya yang ditimbulkannya bagi produsen, W, akan
lebih besar daripada produk marginalnya, dan selisih ini mewakili kerugian neto bagi pemilik
lahan. Oleh karena itu pemilik lahan yang ingin memaksimalkan laba hanya akan merekrut
pekerja sebanyak L*, dengan tower output sama dengan produk rata-rata AP* dikalikan
dengan jumlah pekerja atau L*. Rente kelangkaan yang didapatkan oleh pemilik lahan sama
dengan AP* CDW.
Total manfaat netto dari lahan tersebut akan lebih rendah dalam sistem kepemilikan
bersama, terkecuali para pekerja dapat mengatur keputusan penggunaan sumber daya mereka
melalui kerjasama. Umumnya jika lahan dimiliki bersama, setiap pekerja mampu
menyediakan seluruh produk dari hasil kerjanya, yang sama dengan produk rata-rata seluruh
tenaga kerja. Pendapatan pekerja akan terus meningkat melampaui tingkat upah semula agar
dapat menarik cukup banyak pekerja, sehingga produk rata-rata menurun sehingga tingkat
upah, di mana titik angkatan kerja sama dengan Lc. Meskipun total output lahan itu bisa
meningkat atau menurun (bergantung pada apakah MPL bersifat positif atau negatif--dalam
kurva sumber daya milik bersama dan Miss alokasi digambarkan negatif), namun produk
marjinal dari setiap tambahan pekerja berada di bawah tingkat upahnya. Karena kita
berasumsi bahwa semua pekerja dapat bekerja di tempat lain dengan produktivitas yang sama
atau lebih besar daripada w, maka kesejahteraan sosial pasti akan merosot apabila produk
marginal berada di bawah w. Situasi ini terkadang disebut sebagai "tragedi kepemilikan
bersama" tidak ada rente kelangkaan yang bisa didapat pada Lc, implikasi dari model sumber
daya milik bersama adalah bahwa jika dimungkinkan, privatisasi sumber daya akan
menghasilkan peningkatan kesejahteraan agregat dan alokasi sumber daya yang efisien.
Perhatikan bahwa model neoklasik ini hanya terpaku pada efisiensi dan tidak
memperhatikan isu yang terkait pemerataan. Distribusi pendapatan tidak dipertimbangkan,
dan teori ini tidak menyentuh permasalahan distribusi yang timbul ketika seluruh
renteklangkaan dan sumber daya nasional hanya diterima oleh sekelintir orang pemiliknya.
Meski pakar teori neoklasik terkadang menyatakan bahwa hasil yang optimal dapat dicapai
melalui perpajakan dan kemudian meredistribusikan keuntungan yang didapat oleh para
pemilik sumber daya alam langka secara "lump sum(sekaligus)", catatan sejarah atas upaya
ini tidaklah meyakinkan. Hal ini jelas terlihat ketika pihak berwenang yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan dan mengelola redistribusi tersebut adalah pemilik lahan sendiri.
Jadi privatisasi komersial berskala besar atau sumber daya tidak serta-merta menjamin
perbaikan taraf hidup bagi mayoritas kalangan miskin.
Terdapat sejumlah alasan lain mengapa individu yang menggunakan sumber daya
milik publik mungkin akan menggunakannya secara menggunakannya secara inefisien dalam
konteks sistem pertanian di negara-negara berkembang. Petani keluarga, yang biasanya
merupakan penggarap lahan yang paling efisien, mungkin akan enggan melakukan investasi
yang menambah nilai lahan jika mereka cemas akan kehilangan hak untuk menggarap lahan
milik bersama tersebut. Mereka juga tidak memiliki cukup dana untuk merekrut pekerja
tambahan atau membeli sumber daya komplementer akibat mininya jaminan, faktor yang
sering kali mengenyahkan kalangan miskin dari pasar kredit yang kompetitif. Jadi
memberikan perluasan hak garapan atau kepemilikan lahan bagi petani keluarga akan dapat
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu pernyataan berikut yang relevan terkait struktur
hak kepemilikan tersebut adalah siapa yang memperoleh hak kepemilikan tanah jika
privatisasi itu diberlakukan? Pelelangan lahan milik umum kepada penawar tertinggi
sepertinya sangat tidak konsisten dengan sasaran pembangunan.
Elinor ostrom, pemenang Nobel ekonomi 2009, menemukan bahwa dalam kondisi
atau syarat tertentu pengolahan yang adil dan efisien atau sumber daya milik bersama dapat
dicapai oleh masyarakat yang bergantung pada sumber daya tersebut. Iya dan para peneliti
lain juga menemukan ribuan contoh history dan kontemporer di mana hal ini tercapai dalam
praktik. Salah satu pengalaman yang ia paparkan adalah "prinsip rancangan". Masyarakat
tradisional seringkali berhasil dalam menyusun dan memberlakukan norma sosial yang stabil
dan aturan formal atas pengelolaan sumber daya alam yang kooperatif dan bahkan
memulihkan kerjasama itu setelah praktik tersebut dihilangkan. Akan tetapi diperlukan
kewaspadaan karena insentif untuk meninggalkan kerjasama tersebut masih ada. Bahkan saat
pembangunan berlanjut, umumnya terdapat peluang dan insentif yang lebih besar bagi
individu untuk mengambil barang milik bersama demi penggunaan pribadi mereka, sehingga
dalam beberapa kasus, meningkatnya kewaspadaan dan dukungan eksternal dapat memainkan
peranan penting; karena sebagian unsur dari sistem kepemilikan bersama tidak akan bertahan
lama.
Masalah utama dengan mekanisme penetapan harga barang publik, tentu saja, adalah
bagaimana mengetahui tingkat harga yang harus dibebankan. Masyarakat tidak memiliki
insentif untuk memikirkan berapa banyak manfaat yang akan mereka dapatkan dari suatu
barang publik karena dengan mengelak pembayaran, mereka bisa menumpang gratis pada
kontribusi orang lain dan terhindar dari membayar harga yang menjadi bagian penuh mereka.
Pemerintah bisa saja mengurangi inefisiensi pasar, namun akan sulit untuk menciptakan
alokasi sumber daya yang sempurna sehubungan dengan minimnya informasi yang tersedia.
Secara hipotesis, pungutan yang dikumpulkan bisa digunakan untuk menyediakan barang
publik dengan melestarikan hutan yang ada atau mengelola program penebangan kayu yang
berkelanjutan atau sustainable yang akan memasok kebutuhan kayu bagi masyarakat. Meski
pengenaan pungutan kepada masyarakat yang mendapatkan manfaat dari pelestarian suatu
sumber daya terdengar praktis, kenyataannya sangat sulit. Dalam konteks pembangunan,
masalahnya bahkan menjadi semakin rumit. Ketika pengumpulan pungutan melibatkan
pengenaan pajak bagi penduduk yang sangat miskin yang tidak tahu hanya memiliki sedikit
pendapatan, program seperti itu mustahil dilakukan. Akan sama sulitnya untuk
mengumpulkan pungutan dari orang-orang yang menebang pepohonan sekadar untuk
memenuhi kebutuhan subsisten mereka. Akan tetapi teori neoklasik memang bermanfaat
untuk menjelaskan mengapa kegagalan pasar menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak
efisien dalam perekonomian yang sangat terkomersialisasi dan bagaimana inefisiensi tersebut
dapat mitigasi.
2.4 Lingkungan Hidup dalam Perspektif Global, Efek Rumah Kaca dan Pemanasan
Bumi Serta Usul Kebijakannya.
Mungkin yang terpenting negara-negara maju yang kini mengkonsumsi lebih dari
70% sumber daya bumi, dapat langsung berkontribusi bagi perbaikan lingkungan melalui
upaya mereka dalam:
Amerika serikat dan negara-negara maju lainnya menghasilkan sebagian besar emisi
gas rumah kaca dan mengonsumsi sejumlah produk yang secara ekologis pekat seperti ikan
laut; konsumsi energi, produk kayu dan bahan mentah mereka bahkan lebih tidak seimbang
lagi. Sebagian besar konsumsi negara maju hanya merupakan pemborosan. Tampak jelas
bahwa seluruh dunia pun tidak akan mampu mengkonsumsi sebanyak konsumsi Amerika
serikat atau negara maju lain saat ini. Dalam hal ini konsumsi yang bertanggung jawab oleh
negara maju bukan saja akan memberi teladan yang bagus, namun secara ekologis pun
merupakan suatu keharusan. Hal ini bukan berarti bahwa perekonomian tidak akan tumbuh
secara tidak terbatas----tentu saja dapat, ketika semakin banyak konsumsi yang didasarkan
pada pengetahuan dan penggunaan bahan bakunya yang semakin cermat. Yang perlu diubah
adalah pola konsumsinya. Seperti yang kita lihat sinyal yang diberikan oleh harga saja tidak
akan mengarahkan penggunaan sumber daya yang optimal ketika masih terdapat eksternalitas
yang besar dan ada barang publik yang terlihat.
Pembatasan Impor, melalui impor produk yang sering kali dihubungkan dengan
proses produksi yang tidak ramah lingkungan, negara-negara maju telah menciptakan
dampak negatif yang tidak langsung namun sangat besar terhadap lingkungan global.
Kesepakatan internasional untuk membatasi hilangnya sumber daya langka yang akan
berdampak kecil apabila negara-negara kaya masih memberikan pasar yang menggiurkan atas
penjualan barang-barang seperti itu. Kedaulatan konsumen yang diprediksi melalui boikot
dan bentuk tekanan lain pada perusahaan dapat menjadi langkah yang efektif. Namun hal ini
membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan cenderung fokus pada perusahaan besar, yang
hanya mewakili porsi yang relatif kecil atas keseluruhan masalah.
Tentu saja penting untuk memastikan bahwa pembatasan yang diperlakukan oleh
pemerintah atau masyarakat bukanlah proteksionisme tersamar terhadap negara berkembang
dan untuk menjamin bahwa kalangan miskin diberikan peluang untuk memelihara mata
pencaharian mereka melalui kekayaan lingkungan dengan cara yang berkelanjutan dan adil.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari kelompok kami adalah sebagai warga negara yang
baik seharusnya kita lebih memperhatikan lingkungan terlebih dahulu, apakah lingkungan
sekitar kita terhindar dari polusi, limbah pabrik, pembuangan sampah dll. seperti yang kita
tahu bahwa kehidupan dan aktivitas manusia sangat bergantung pada alam, entah itu dari
lingkungan, dari tempat tinggal atau apapun itu, khususnya yang ada di sekeliling kita.
Karena sekali lagi kualitas lingkungan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Todaro, Michael P, Dan Smith, Stephen C, Pembangunan Ekonomi, Edisi 11, Jilid 2, Jakarta,
Erlangga