Anda di halaman 1dari 6

Huan

Tahun 1740 terjadi pembantaian besar-besaran di Batavia


oleh para Kolonial Belanda, tujuan dari pembantaian itu
adalah menghabisi seluruh keturunan Tionghoa yang berada
di Indonesia, tidak sedikit masyarakat Tionghoa yang habis di
bantai. Beberapa Kolonial Belanda mengejar seorang remaja
Tionghoa yang berhasil melarikan diri setelah mendapati
seluruh anggota keluarganya dibantai habis oleh Belanda.

Remaja itu menangis tidak tahu lagi apa yang harus Ia


lakukan selain berlari mencari tempat berlindung, setelah
berlari cukup jauh, Ia mendapati dirinya berada di sebuah
kampung yang Ia sendiri tidak tahu jelas dimana Ia berada.
Dan para Kolonial Belanda yang sedang mengejar Ia tiba-tiba
hilang seperti dilenyapkan oleh sesuatu. Setelah merasa
aman Ia mulai berjalan mengelilingi kampung itu, Ia melihat
sebuah rumah berwarna merah dipenuhi lentera dan juga
lilin, Remaja itu merasa tidak asing dan merasa bahwa Ia
pernah melihat rumah itu. Saat terheran tiba-tiba Ia
dihampiri oleh seorang lelaki muda, “Kau terlihat takut, apa
kau sedang mencari tempat untuk berlindung?,Huan,” Tanya
lelaki itu. Remaja itu bergumam dalam hati merasa heran,
bagaimana lelaki itu bisa tahu namnya. “Ya memang benar
Aku sedang mencari tempat berlindung, Aku dikejar oleh
para Kolonial Belanda, tapi bagaimana kau tahu nama Ku
adalah Huan?,”Jawab Huan. ‘’Nama mu adalah Huan Liem
dan kau tidak perlu takut pada para Kolonial Belanda, sebab
mereka tidak akan mengejar mu lagi disini, dan Aku minta

1
Kau untuk masuk kedalam rumah itu menggunakan kunci
yang berada di saku mu”,Pinta lelaki itu. Huan memeriksa
saku nya sambil tertawa kecil karena Ia sama sekali tidak
merasa memiliki kunci, “Kau pasti merasa ini adalah hal yang
lucu karena kau tidak berpikir bahwa kunci itu ada pada mu”,
Kata lelaki itu. Benar saja ternyata ada sebuah kunci pada
saku Huan. Tanpa berpikir lama lelaki itu menyuruh Huan
untuk segera membuka pintu rumah tersebut.

Saat terbuka cahaya putih terpancar dari dalam rumah


itu, lelaki itu menyuruh Huan untuk percaya kepadanya dan
memberanikan dirinya untuk masuk, mereka pun masuk dan
mereka berada pada tempat yang sangat berantakan, seperti
tempat tinggal Huan yang di bantai Belanda. Huan juga
merasa tidak asing pada tempat sekarang Ia berada, Ia mulai
merasa heran pada semua keanehan yang terjadi. “Ayo cepat
ikuti Aku, kita mencari warga yang lain” Ajak lelaki itu dengan
panik, Huan mengikuti saja apa yang dikatakan lelaki itu
karena Ia juga merasa ada yang tidak beres. “Ada apa
sebenarnya, kau bilang tidak ada lagi para Kolonial Belanda”,
Tanya Huan sambil berlari. “Memang betul, tapi ini bukan
tentang para Kolonial Belanda, mungkin lebih buruk” Jawab
lelaki itu sambil tersenyum kecil, Huan dibuat semakin heran
saat lelaki itu membawanya ke sebuah klenteng. Banyak
warga yang sudah berada di klenteng itu, dan terlihat sangat
senang saat Huan tiba di klenteng itu, seperti mereka telah
menunggu kedatangan Huan. Huan masuk kedalam klenteng
itu, Ia melihat seorang wanita pribumi, wanita itu memiliki
paras yang sangat cantik, walaupun wanita itu sudah tidak

2
muda lagi. Huan merasa Ia sangat mengenal wanita itu, tiba-
tiba wanita itu menghampiri Huan dan menatap dengan
tatapan yang sangat dalam pada Huan, dan berkata bahwa Ia
sangat merindukan Huan. Huan sangat bingung dengan apa
yang baru saja terjadi, setelah mengatakan itu wanita itu
pergi menjauh dari Huan. Huan memperhatikan wanita itu,
terlihat wanita itu sangat sedih. Tiba-tiba Huan di hampiri
seorang pria tua pribumi, dan Ia berkata pada Huan “Kau
adalah harapan kami satu-satunya, kami sangat berharap,
Kau dapat mengalahkan makhluk itu”, Huan dibuat semakin
penasaran.

Lalu Huan mencari lelaki yang membawa Huan ke tempat


itu, Huan bertanya kenapa Ia dibawa ke sini, lelaki itu
menjawab jika hanya Huan yang dapat menyelamatkan
mereka dari sebuah makhluk, bernama Hǒu. “Makhluk apa
itu? Dan mengapa kalian percaya bahwa Aku dapat
menyelamatkan kalian dari makhluk itu?, Tanya Huan. “Karna
hanya kau yang dapat membuka ruangan yang berada
dibawah patung dewa didalam klenteng ini”, Jawab lelaki itu.
“Tapi kenapa Aku?”, Tanya Huan lagi. “Karena kakek moyang
mu-lah yang membuat ruangan dibawah patung dewa, Dia
hanya mengizinkan orang yang memiliki darah keturunannya
saja yang dapat membukanya. Dan kau adalah salah satu
keturunannya yang memiliki darah kakek moyang mu, sebab
orang tua mu sudah melakukan ritual khusus agar kau
mendapat darah keturunan itu saat kau masih bayi. Di dalam
ruangan itu, Dia menyimpan sebuah alat yang dulu pernah
Dia gunakan untu melawan makhluk itu” Jawab lelaki itu

3
dengan jelas. “Hǒu pernah datang kesini sebelumnya?”,
Tanya Huan lagi. “Iya, dan juga kakek moyang mu lah yang
megalahkan Hǒu menggunakan alat-alat yang Dia simpan di
dalam ruang rahasia itu, jadi kami mohon kau bersedia
kembali untuk melawan Hǒu, untuk menyelamatkan warga
dan kampung ini”, Pinta lelaki itu. Huan setuju karena Ia
berpikir saat ini hanya Ia yang dapat menyelamatkan mereka,
karena hanya Ia yang dapat menggunakan alat yang berada
di ruangan bawah patung Dewa itu.

Huan dan lelaki itu bergegas ke dalam ruangan rahasia, di


dalam ruangan itu terdapat sebuah pedang, dan sebuah gong
yang sangat besar. Lelaki itu meminta kepada seluruh warga
untuk membantunya mengeluarkan gong yang sangat besar
itu. Huan memperhatikan pedang yang sekarang sedang Ia
pegang, Huan melihat ada nama dirinya dan sebuah nama
“Shi Liem” Huan bertanya kepada lelaki itu, siapa Shi Liem,
lelaki itu menjawab bahwa Shi Liem adalah nama Kakek
moyang Huan. Huan mengangguk karena Ia baru mengetahui
nama kakek moyang nya.

Huan bertanya “Untuk apa gong yang sangat besar itu?”,


“Untuk memancing makhluk itu datang kesini”, Jawab salah
satu warga, “Hǒu sebenarnya tidak menyukai suara berisik
juga kencang, tapi jika suara itu di alunkan seperti sebuah
musik, Hǒu akan menghampirinya karena Hǒu menyukai
musik.”, Warga lain membantu menjelaskan. Mereka pun
membuat persiapan di luar klenteng. “Bilang kami jika kau
sudah siap” Kata lelaki itu. “Aku siap”, Kata Huan. Walaupun
Huan takut tapi Ia berusaha untuk berani karena para warga

4
sangat mempercayainya. Warga pun membunyikan gong
tersebut dengan beberapa pukulan, tidak lama, Hǒu datang,
makhluk itu terlihat seperti seekor naga tapi ukurannya lebih
kecil. “Nyawanya ada di leher, kau harus menusuk tepat di
lehernya, kau ingat Huan?, kali ini tolong jangan meleset”,
Lelaki muda itu memberi tahu. Huan mencari kesempatan
untuk dapat menusuk leher makhluk itu. Saat makhluk itu
tertuju pada seorang anak perempuan dan mulai mendekati
anak itu, Huan juga tidak menyia-nyiakan momen itu untuk
menusuk Hǒu. Huan berhasil menusuk Hǒu, makhluk itu
terlihat kesakitan dan semakin lama makhluk itu pun jatuh
dan mati, jasad nya terbakar dan lenyap tanpa menyisakan
apapun.

Semua warga berlari mendekati Huan, mereka sangat senang


dan berterimakasih kepada Huan, dan wanita tua yang tadi
dilihat Huan mendekati Huan lagi, lalu memeluknya, “Kali ini
kau berhasil menyelamatkan warga dan juga nyawa mu, Aku
sangat senang, dan sangat merindukan mu”, kata wanita itu.
“Aku seperti mengenalmu”, Kata Huan. “Dia adalah istrimu di
masa depan, kau menikah dengan pribumi untuk melindungi
dirimu dari para Kolonial Belanda, karena hanya itu satu-
satunya cara pada waktu itu untuk melindungi diri”, Lelaki itu
memperjelas. “Bagaimana aku bisa menikah dengan Dia,
apakah Aku selamat dari kejaran para Kolonial Belanda?”,
Tanya Huan, “Ya, pada waktu itu kau diselamatkan oleh
Ayahku, karena Ayahku tidak sengaja bertemu kau dijalan
saat para Kolonial mengejarmu, lalu Ayahku membawa kau
ke rumah dan mempersilahkan kau untuk tinggal dirumah

5
bersama kami, tapi pembantaian itu terus-terusan terjadi,
karena Ayahku sangat khawatir pada kondisi mu sebagai
keturunan Tionghoa, Ayahku menyarankan kau untuk
menikah dengan ku, dan terjadilah pernikahan silang”, Jawab
wanita tua itu. “Lelaki yang bersama kau itu adalah anak kita,
kau pernah melawan Hǒu sebelumnya, tapi kau tidak
selamat, saat itu ternyata aku sedang mengandung”, Jelas
wanita tua itu. “Karena itu aku tidak bisa melawan Hǒu, Aku
tidak dapat darah keturunan Kakek, karena hanya Ayah yang
dapat melakukan ritualnya, sayangnya saat aku lahir kau
sudah tiada, tapi aku tetap mewarisi salah satu benda pusaka
yaitu jam tangan ini, dengan jam ini aku bisa memutar waktu,
masa lalau maupun masa depan, dan aku dapat membuat
gerbang seperti portal tadi dan membawa mu kesini”, Jawab
lelaki itu yang yernyata adalah anaknya Huan. “Tetapi Aku
berhasil membawa mu kesini untuk melawan Hǒu, entah
bagaimana makhluk itu bisa hidup kembali, karena aku tidak
bisa melawannya, tapi sekarang kau harus kembali ke tempat
dan zaman mu yang seharusnya, Aku akan mengembalikan
kau sama seperti sebelum Aku menjemput mu” Kata Lelaki
itu. “Apa Aku akan lupa dengan kejadian ini?”, Tanya Huan.
Tanpa menjawab lelaki itu membuka gerbang portal dan
menyuruh Huan untuk masuk ke portal itu. Huan melangkah
dan mendapati dirinya sedang berada di hutan. Huan masih
dalam pengejaran para Kolonial Belanda, saat sedang berlari
Huan melihat sebuah rumah berwarna merah dan masuk
untuk bersembunyi, karena hari juga sudah malam. Di pagi
harinya Huan di kagetkan dengan seorang laki-laki pribumi
yang datang ke tempat Huan berada.

Anda mungkin juga menyukai