Anda di halaman 1dari 29

DAR2/Profesional/184/1/2019

PENDALAMAN MATERI FISIKA

MODUL 1 KB 1.
BESARAN, SATUAN, PENGUKURAN DAN
VEKTOR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


2019
A. Pendahuluan
Materi Besaran, Satuan, Pengukuran, dan vektor ini dirancang untuk membantu teman-
teman memahami hakikat Fisika, besaran-besaran Fisika dan satuannya serta cara melakukan
pengukuran dengan alat-alat ukur beserta cara menyajikan hasil pengukuran, dan juga
memahami cara penulisan vektor dan pengoperasian vektor.
Hal-hal yang disampaikan dalam materi ini penting dipelajari dan dipahami karena pada
pembahasan-pembahasan selanjutnya tidak pernah terlepas dari besaran-besaran Fisika, yang
terdiri dari besaran vektor dan besaran skalar, dan satuannya dan bahwa besaran-besaran ini
tentunya perlu diukur untuk mengetahui nilainya. Setelah memahami dasar ini, maka selanjutnya
akan digunakan untuk membahas materi lainnya.
Untuk membantu semakin memahami topik yang dibahas maka dalam modul ini teman-
teman perlu:
1. Membaca uraian materi dengan seksama dan memahaminya.
2. Mengerjakan tugas secara mandiri.
3. Mengerjakan soal tes formatif untuk mengukur pemahaman.
4. Mencocokkan hasil pengerjaan tes formatif dan bila masih ada hal yang salah dan belum
dipahami maka perlu membaca ulang uraian materi agar semakin paham.
5. Membaca referensi lain yang disarankan.
Selamat belajar teman-teman, semoga capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran
dapat terpenuhi setelah menyelesaikan pembelajaran dalam satu modul ini.
A. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Menganalisis materi kinematika dan penerapannya untuk menyelesaikan permasalahan
fisika dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mempelajari modul ini diharapkan dapat mencapai
Sub Capaian Pembelajaran:
1) Menganalisis langkah metode ilmiah yang benar.
2) Menentukan variabel lain dari hasil pengukuran dengan menerapkan angka penting.
3) Menganalisis penerapan prinsip vektor dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pokok-Pokok Materi
Dalam materi ini akan dipelajari beberapa hal antara lain:
1) Langkah Metode Ilmiah
2) Pengukuran dan Angka Penting
3) Prinsip Vektor dalam kehidupan sehari-hari
3. Uraian Materi
Fisika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Pengukuran merupakan dasar dalam
Fisika. Saat sedang mengendarai motor misalnya, ada dua pengukuran yang dilakukan yaitu
pengukuran panjang lintasan yang dilalui dan pengukuran kecepatan, kemudian saat pergi ke
warung dan membeli beras maka pasti akan dilakukan pengukuran massa beras, saat
memanggang kue biasanya ibu-ibu melakukan pengukuran waktu untuk menentukan kapan
proses pemanggangan dapat dihentikan dan kue matang, dan masih banyak lagi hal-hal yang
berkaitan dengan pengukuran yang lainnya. Oleh karena itu konsep pengukuran ini sangat
penting karena bidang Fisika tidak lepas dari proses pengukuran.
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui sebuah nilai dari besaran dengan dibandingkan
dengan suatu nilai standar yang biasa disebut dengan satuan. Pada modul ini Bapak Ibu akan
diajak untuk mengenal besaran dan satuan. Besaran sendiri ada dua jenis yaitu besaran pokok
dan besaran turunan. Kemudian setelah itu kita juga akan melihat satuan-satuan dari beberapa
besaran dan mengenal bagaimana satuan itu ditentukan. Setelah belajar tentang besaran dan
satuan, maka kita juga perlu mengenal alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukur besaran,
sehingga pada modul ini akan dikenalkan beberapa jenis alat ukur dan bagaimana cara
menggunakannya.
Modul ini mengajak Bapak Ibu untuk mempelajari apa yang akan diukur, bagaimana cara
mengukurnya, dan bagaimana menyajikan hasil pengukuran yang telah dilakukan. Maka dari itu
setelah mempelajari besaran dan satuan, lalu mempelajari cara menggunakan beberapa macam
alat ukur, pada modul ini juga terdapat materi yang berisi tentang notasi ilmiah dan aturan angka
penting serta bagaimana menentukan ketelitian atau ralat pengukuran. Setelah mempelajari
modul ini Bapak Ibu diharapkan dapat melakukan pengukuran dengan benar dan dapat
melaporkan hasil pengukuran dengan tepat.
3.1. Hakikat Fisika dan Prosedur Ilmiah
3.1.1. Hakikat Fisika
Fisika merupakan ilmu yang berdasar pada hasil eksperimen. Para ilmuwan mengamati
fenomena alam dengan melakukan percobaan, agar dapat menjelaskan fenomena tersebut, dan
dapat menjawab pertanyaan “mengapa”. Jadi untuk bisa menjelaskan fenomena maka diperlukan
rasa keingintahuan tentang fenomena-fenomena di sekitar. Kemudian rasa ingin tahu ini harus
didukung dengan kemauan untuk melakukan pengamatan. Setelah melakukan pengamatan
diharapkan dapat menarik kesimpulan dari hasil pengamatannya. Proses-proses itu merupakan
hakikat Fisika.
Secara umum terdapat tiga hakikat Fisika yaitu Fisika sebagai produk, Fisika sebagai
proses, dan Fisika sebagai sikap. Produk di dalam Fisika antara lain prinsip, hukum, rumus, teori,
model. Sehingga Fisika sebagai produk merupakan hasil akhir dari proses pengamatan.
Sedangkan pengamatan itu sendiri merupakan hakikat Fisika sebagai proses. Proses merupakan
bagaimana cara mendapatkan produk-produk Fisika tersebut. Hakikat yang terakhir adalah Fisika
sebagai sikap. Sikap inilah yang mendasari adanya proses sehingga diperoleh produk. Sehingga
dengan bertindak dan bersikap maka proses dapat dilakukan hingga akhirnya diperoleh produk.
Oleh karena itu, salah satu hal penting yang perlu dipelajari dalam Fisika adalah proses
mengamati. Proses mengamati biasanya tidak terlepas dari proses pengukuran. Sehingga
mengukur merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki agar dapat melakukan proses
dengan benar sehingga nantinya dapat menghasilkan produk yang bermanfaat.
3.1.2. Prosedur Ilmiah
Dalam kehidupan sehari-hari pernahkah kalian menanyakan sesuatu yang belum diketahui?
Misalnya saat membuat roti atau pun memasak makanan lainnya. Pada saat pertama membuat
roti ternyata Anda menghasilkan roti yang tidak dapat mengembang dengan baik sehingga terasa
keras. Kemudian Anda pasti akan berpikir “apakah yang menyebabkan roti saya tidak dapat
mengembang dengan baik?”, lalu berangkat dari situ Anda mencari-cari berbagai resep dan
mencoba-cobanya hingga diperoleh roti yang sesuai dengan keinginan Anda.
Proses ini sebenarnya merupakan prosedur ilmiah. Tanpa disadari Anda telah
melakukannya dalam keseharian, tetapi mungkin prosedurnya tidak sistematis atau tidak lengkap
langkahnya. Lalu apa itu prosedur ilmiah? Prosedur ilmiah merupakan langkah-langkah
sistematis yang dilakukan untuk mendapatkan suatu pengetahuan. Tahap-tahap dari metode
ilmiah adalah:
a. Merumuskan masalah
b. Mengumpulkan Informasi
c. Menyusun hipotesis
d. Menguji hipotesis
e. Mengolah data (hasil) percobaan/ Analisis Data
f. Menarik kesimpulan
Untuk lebih memahami tentang metode ilmiah mari kita amati contoh berikut ini. Pada
suatu hari andi sedang menyiram tanaman menggunakan selang. Agar air yang keluar dari selang
dapat menjangkau tempat yang jauh, Andi memencet ujung selang sehingga lubang selang
mengecil dan ternyata benar air yang keluar dapat menjangkau tanaman yang berada agak jauh.
Dari situ Andi ingin mengetahui apakah jangkauan air yang keluar dari selang dipengaruhi oleh
diameter lubang selang?
Mari bantu Andi untuk memecahkan masalahnya dengan menggunakan tahapan-tahapan
metode ilmiah.
1. Tahap pertama adalah mengidentifikasi masalah. Masalah yang ingin Andi pecahkan
adalah “bagaimana hubungan jangkauan air terhadap diameter selang?” Diameter selang
di sini merepresentasikan Andi yang sedang memencet ujung selang, ketika ujung selang
dipencet air keluar dari ujung selang yang lubangnya menjadi lebih kecil dibanding
ketika tidak dipencet.
2. Langkah kedua adalah mencari informasi. Andi kemudian mencari informasi mengenai
jangkauan air ternyata dipengaruhi oleh kecepatan air yang keluar dari ujung selang.
Selain itu Andi juga mencari informasi tentang hubungan antara diameter pipa dengan
kecepatan aliran fluida dari buku Fisika SMA yang dia miliki.
3. Langkah ketiga adalah menyusun hipotesis. Berdasarkan hasil pencarian informasi Andi
menduga bahwa semakin kecil diameter selang maka jangkauan air akan semakin jauh
karena kecepatan air semakin besar.
4. Langkah keempat adalah menguji hipotesis. Untuk dapat menguji hipotesisnya, Andi
kemudian melakukan percobaan sederhana. Andi mengambil beberapa selang dengan
diameter berbeda. Kemudian andi menggunakan selang-selang itu untuk mengalirkan air
dari kran. Setelah itu Andi mengukur jarak dari selang sampai ke air yang menyentuh
tanah. Untuk semua selang yang dimiliki, Andi melakukan langkah yang sama.
5. Langkah kelima adalah mengolah data (hasil) percobaan. Setelah melakukan pengukuran,
Andi kemudian melihat catatan hasil pengukuran diameter selang dan jarak dari selang
sampai air yang menyentuh tanah. Dari data terlihat bahwa semakin kecil diameter
selang, semakin jauh pula jarak dari selang sampai ke air yang sampai di tanah.
6. Langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Dari hasil percobaan dan melihat data,
Andi menyimpulkan bahwa semakin kecil lubang selang maka jangkauan air akan
semakin jauh, begitu pula sebaliknya.
Nah, contoh ini merupakan salah satu contoh prosedur ilmiah lengkap yang dilakukan Andi
untuk memecahkan masalah yang Andi hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3.2. Besaran, Satuan, Pengukuran
Besaran merupakan segala sesuatu yang dapat diukur. Besaran dikelompokkan menjadi
dua yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok merupakan besaran yang satuannya
telah ditentukan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran-besaran lain. Sedangkan
besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari satu atau lebih besaran pokok. Besaran-
besaran ini dalam Fisika digunakan untuk menyatakan hukum-hukum Fisika. Terdapat tujuh
besaran pokok yaitu panjang, massa, waktu, suhu, intensitas cahaya, kuat arus, dan jumlah zat.
Sedangkan contoh besaran turunan antara lain kecepatan, volume, luas, dll.
Untuk menyatakan hukum-hukum Fisika, besaran biasanya diukur. Pengukuran besaran ini
dilakukan dengan membandingkannya terhadap acuan standar. Sebagai contoh misalnya
mengukur besaran panjang dari sebuah buku dan diperoleh nilai 15 cm. Saat melakukan
pengukuran dan mendapatkan nilai 15 cm itu artinya bahwa panjang buku tersebut 15 kali
panjang sesuatu yang panjangnya didefinisikan sebagai satu cm. Supaya hasil pengukuran ini
dapat diterima oleh orang lain maka perlu ada suatu standar yang disepakati bersama untuk
menyatakan besaran-besaran yang diukur seperti Sistem Satuan Internasional.
3.3. Besaran Pokok dan Besaran Turunan
Besaran pokok bisa dikatakan sebagai besaran dasar karena besaran pokok ini tidak
diturunkan dari besaran lainnya. Terdapat tujuh besaran pokok yang ditampilkan pada Tabel ‎1.1.
Tabel ‎1.1. Besaran-besaran Pokok

Besaran Pokok Satuan Singkatan Satuan Dimensi


Panjang meter m [L]
Massa kilogram kg [M]
Waktu sekon s [T]
Kuat arus listrik ampere A [I]
Suhu kelvin K []
Jumlah zat mol mol [N]
Intensitas cahaya kandela cd [J]
Besaran turunan merupakan besaran yang diturunkan dari besaran pokok. Besaran turunan
ini dapat diturunkan dari satu atau lebih besaran pokok. Beberapa contoh besaran turunan
ditampilkan pada Tabel ‎1.2. Bila diperhatikan pada kolom rumus maka terlihat bahwa besaran
turunan merupakan operasi hitung terhadap satu atau lebih besaran pokok. Misalnya besaran luas
yang merupakan operasi perkalian dari dua besaran panjang, sehingga satuan dan dimensinya
juga merupakan hasil perkalian dari satuan besaran panjang dan dimensi besaran panjang. Bila
diperhatikan satuan dan dimensi besaran turunan ini tidak ada yang tunggal, artinya terdiri dari
satuan dan dimensi besaran-besaran pokok. Berbeda dengan besaran pokok yang satuan dan
dimensinya tunggal.
Tabel ‎1.2. Beberapa contoh besaran turunan

Besaran Turunan Rumus Satuan Dimensi


Luas Panjang × lebar m2 [L]2
Massa jenis Massa/volume Kg/m3 [M][L]3
Kecepatan Perpindahan/waktu m/s [M][T]-1
Gaya Masa × percepatan Kg m/s2 = N [M][L][T]-2
Energi Gaya × perpindahan Kg m2/s2 = J [M][L]-2[T]-2

3.4. Pengukuran
Setiap besaran dapat diukur dengan banyak cara dan banyak alat. Misalnya untuk besaran
panjang sendiri terdapat banyak alat ukur yang dapat digunakan antara lain mistar, jangka
sorong, mikrometer sekrup dan masih banyak lagi alat ukur yang lainnya. Misalnya untuk
mengukur panjang sebuah buku alat ukur yang digunakan adalah mistar. Mengapa tidak
menggunakan jangka sorong atau mikrometer sekrup? Masing-masing alat ukur memiliki
ketelitian yang berbeda sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Mengukur panjang buku
menggunakan jangka sorong terasa berlebihan dan justru menyulitkan karena pada saat
mengukur panjang buku tidak diperlukan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Oleh karena itu
mari kita lihat beberapa contoh alat ukur dan bagaimana cara menggunakannya.
3.4.1. Mistar
Mistar merupakan salah satu alat ukur panjang yang paling banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Biasanya mistar digunakan untuk mengukur panjang benda-benda yang
besar. Perhatikan Gambar ‎1.1, terlihat bahwa skala mistar terdiri dari garis-garis panjang dan
pendek. Garis-garis panjang menunjukkan setiap satu cm kemudian dalam satu cm itu terdapat
10 garis-garis pendek sehingga setiap jarak antara dua garis pendek ini panjangnya adalah satu
mm. Maka berapa panjang terkecil yang dapat diukur oleh mistar? Dapatkah mistar digunakan
untuk mengukur diameter sebuah kelereng? atau mengukur tebal sebuah pelat?

Gambar ‎1.1. Mistar

Jawabnya adalah bisa saja, tetapi apakah hasil pengukurannya tepat? Maka apa alat ukur
yang tepat untuk mengukur diameter kelereng? salah satu alat ukur yang dapat digunakan adalah
jangka sorong.
3.4.2. Jangka Sorong
Jangka sorong seperti yang ditunjukkan dalam Gambar ‎1.2 merupakan salah satu alat ukur
panjang. Biasanya jangka sorong ini digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam,
atau kedalaman. Berbeda dengan mistar yang hanya terdapat skala utama, pada jangka sorong
terdapat skala utama dan skala nonius. Selain itu terdapat beberapa bagian lain dari jangka
sorong yaitu rahang tetap atas dan bawah yang tidak bergeser saat melakukan pengukuran.
Sedangkan rahang sorong atas dan bawah akan bergeser saat melakukan pengukuran. Saat
rahang sorong bergeser maka skala nonius dan tangkai ukur kedalaman akan ikut bergeser.

Gambar ‎1.2. Jangka sorong

Gambar ‎1.3. Bagian-bagian jangka sorong


Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong, langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut. Setelah melakukan pengukuran dengan tepat maka hasil pengukurannya
dapat diketahui dengan pertama-tama menentukan besarnya skala utama terlebih dahulu dengan
melihat garis 0 dari skala nonius. Bila hasil pengukuran seperti ditunjukkan Gambar ‎1.3, maka
perhatikan garis skala 0 pada skala nonius yang berada di antara 4,1 dengan 4,2 cm itu artinya
hasil pengukurannya menunjukkan lebih dari 4,1 tapi kurang dari 4,2 cm. Nah, berapa lebihnya?
Nilai lebih ini ditentukan dengan melihat skala nonius, yaitu carilah garis skala utama yang
berimpit dengan skala nonius (lihat Gambar ‎1.4). Nilai skala nonius yang berimpit ini kemudian
dikalikan dengan 0,01 cm. Karena yang berimpit adalah skala ke-6 maka hasil pengukurannya
adalah 4,16 cm.

Gambar ‎1.4. Skala Utama dan Skala Nonius jangka sorong

Pernahkah teman-teman melihat jangka sorong yang skala noniusnya sampai pada skala 20
atau bahkan 50? Lalu berapa nilai ketelitiannya? Untuk mengetahuinya silakan simak video
tutorial berikut.

Video tutorial Modul 1 KB 1 – jangka sorong

Setelah melihat video, coba jelaskan cara mengukur menggunakan jangka sorong! Bila
Anda menemukan jangka sorong dengan skala nonius sejumlah 30 garis, berapa ketelitiannya?
3.4.3. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup seperti yang ditunjukkan oleh Gambar ‎1.5 juga merupakan alat ukur
panjang yang bagian-bagiannya ditunjukkan oleh Gambar ‎1.6. Biasanya mikrometer sekrup ini
digunakan untuk mengukur panjang yang ordenya kecil, misalnya untuk mengukur tebal kertas
atau mengukur panjang suatu benda yang kecil. Hal ini dilakukan karena kemampuan
mikrometer sekrup mengukur hingga 0,01 mm.

Gambar ‎1.5. Mikrometer Sekrup

Gambar ‎1.6. Bagian-bagian mikrometer sekrup (sumber: rumusrumus.com)

Gambar ‎1.7. Skala Utama dan skala Nonius Mikrometer Sekrup

Saat melakukan pengukuran dengan mikrometer sekrup, maka yang dilakukan adalah
menjepit benda yang diukur di antara landasan dan sekrup. Landasan ini tetap tidak bergerak,
yang bergerak adalah sekrup. Saat memutar timbal searah skala timbal (dari 0 – 50) maka sekrup
ini akan bergerak menjauhi landasan. Setelah itu kemudian dibaca hasil pengukurannya. Cara
membaca hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer sekrup adalah dengan menentukan
skala utama terlebih dahulu, kemudian melihat skala nonius. Skala utama ditentukan dari angka
terakhir yang terlihat. Garis yang menghadap ke atas menunjukkan setiap satu milimeter,
sedangkan garis ke bawah menunjukkan setiap setengah milimeter. Gambar ‎1.7 menunjukkan
bahwa skala utama terakhir yang terlihat adalah 4 pada garis ke atas, tapi masih ada lebih. Itu
artinya hasil pengukuran harusnya 4 mm lebih tetapi kurang dari 4,5 mm. Lalu berapa lebihnya?
Lebihnya ini dapat dilihat dari skala noniusnya. Skala nonius yang dilihat adalah garis skala
nonius yang berimpit dengan garis horizontal pada skala utama. Terlihat pada Gambar ‎1.7, garis
skala nonius yang berimpit dengan garis horizontal skala utama adalah skala ke 30. Berapa nilai
skala 30 ini?
Skala terkecil dari skala utama pada mikrometer sekrup ini adalah 0,5 mm sedangkan skala
nonius jumlahnya adalah 50 skala. Ini artinya setiap 0,5 mm dibagi ke 50 skala nonius, sehingga
untuk satu skala nonius mewakili 0,01 mm. Maka, bila pada skala nonius yang berimpit adalah
skala ke-30 sehingga lebihnya adalah 0,3 mm. sehingga hasil pengukurannya adalah 4,3 mm.

3.4.4. Neraca
Neraca atau dalam bahasa sehari-hari biasa disebut timbangan adalah salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur massa. Neraca ini banyak sekali jenisnya. ada neraca dua lengan ada
pula neraca satu lengan yang ditunjukkan oleh Gambar ‎1.8, atau bahkan tidak berlengan seperti
neraca digital. Neraca-neraca ini memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda bergantung pada
spesifikasinya. Salah satu neraca yang sering digunakan di laboratorium adalah neraca tiga
lengan.

Gambar ‎1.8. Neraca Tiga Lengan


Gambar ‎1.9. Bagian-bagian Neraca tiga lengan.

Bagian-bagian neraca tiga lengan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar ‎1.9 terdiri dari
piringan wadah beban untuk meletakkan bahan yang akan diukur, sekrup/knop kalibrasi ini
digunakan untuk mengatur kalibrasi titik nol, beban geser digunakan untuk menyeimbangkan
sekaligus menunjukkan hasil pengukuran, tiga lengan merupakan skala-skala pengukuran, dan
titik nol merupakan penunjuk kalibrasi neraca tiga lengan. Sebelum melakukan pengukuran
menggunakan neraca tiga lengan maka pengguna perlu melakukan kalibrasi terlebih dahulu.
Kalibrasi dilakukan dengan mengatur titik nol sehingga garis putih mendatar dari tiga lengan
berimpit dengan garis nol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar ‎1.10.

Gambar ‎1.10. Neraca tiga lengan yang terkalibrasi

Prosedur melakukan kalibrasi neraca tiga lengan ini dilakukan mulai dari menggeser beban
geser sehingga ketiganya menunjuk pada skala nol, kemudian melihat pada titik nol apakah
kedua garis horizontal sudah berimpit. Apabila sudah berimpit maka neraca siap digunakan,
tetapi bila belum berimpit maka perlu mengatur sekrup/knop kalibrasi dengan cara memutarnya
sehingga kedua garis putih horizontal berimpit seperti yang ditunjukkan oleh Gambar ‎1.10.

Gambar ‎1.11. Hasil pengukuran menggunakan neraca tiga lengan

Setelah melakukan kalibrasi maka neraca tiga lengan siap digunakan. Pertama letakkan
bahan yang akan diukur pada piringan wadah beban kemudian seimbangkan tiga lengan dengan
menggeser-geser beban geser sehingga garis horizontal putih di titik nol berimpit, setelah itu
bacalah hasil pengukuran. Misalnya hasil pengukuran diperoleh seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar ‎1.11, maka hasil pengukurannya adalah:

3.4.5. Multimeter
Salah satu alat ukur yang sering digunakan adalah multimeter seperti yang ditunjukkan
Gambar ‎1.12. Multimeter ini merupakan alat ukur besaran-besaran listrik yang dapat digunakan
untuk mengukur tegangan AC maupun DC, mengukur arus, mengukur hambatan. Namun, setiap
multimeter mungkin dapat memiliki tambahan mode sehingga dapat digunakan untuk mengukur
besaran-besaran lainnya. Pada multimeter juga terdapat batas ukur. Batas ukur ini merupakan
nilai maksimal yang dapat diukur menggunakan multimeter yang dipakai, artinya multimeter
tersebut tidak dapat mengukur nilai besaran yang lebih besar dari batas ukurnya. Bila dipaksakan
dapat merusak alat. Batas ukur biasanya tidak hanya satu, sehingga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan pengukuran.
Gambar ‎1.12. Multimeter

Sebelum menggunakan multimeter untuk mengukur, multimeter ini perlu dikalibrasi


terlebih dahulu. Cara mengalibrasi multimeter adalah dengan memutar selektor sehingga
memilih mode pengukuran hambatan. Kemudian hubungkan probe merah dan hitam, pada saat
ini seharusnya jarum menunjuk angka nol. Bila jarum tidak menunjuk angka nol, putar pengatur
jarum penunjuk sampai jarum menunjuk angka nol. Bila kedua probe bersentuhan dan jarum
telah menunjuk angka nol, maka multimeter telah terkalibrasi dan siap digunakan.
Setelah multimeter siap digunakan, maka tentukan dulu multimeter ini akan digunakan
untuk mengukur besaran apa. Kemudian putar selektor pada mode pengukuran besaran yang
sesuai dan pilih batas ukur yang paling besar. Bila rentang nilai pengukuran sudah diketahui,
batas ukur tidak perlu dimulai dari yang paling besar. Semakin besar batas ukur, maka
ketelitiannya semakin berkurang. Bayangkan misalnya pada multimeter terdapat 10 skala. Bila
kita memilih batas ukur 1 volt maka kita dapat mengukur tegangan sampai 0,1 volt. Sedangkan
bila kita memilih batas ukur 100 artinya tegangan terkecil yang dapat kita ukur adalah 10 volt.
Oleh karena itu menaikkan batas ukur artinya mengurangi ketelitian. Sehingga penting untuk
menggunakan batas ukur yang tepat agar alat mampu mengukur dengan baik dan sesuai.
Setelah menentukan batas ukur yang sesuai dengan kebutuhan pengukuran, maka kita
dapat segera melakukan pengukuran. Pada saat melakukan pengukuran, untuk multimeter analog
maka kita perlu mengetahui bagaimana cara menentukan hasil pengukuran. Misalnya kita
melakukan pengukuran tegangan, maka besarnya tegangan yang terukur sesuai dengan
persamaan (‎1.1):
(‎1.1)

Persamaan (‎1.1) berlaku untuk pengukuran besaran-besaran listrik lainnya menggunakan


multimeter analog. Selain multimeter analog, terdapat multimeter digital. Cara menggunakan
multimeter digital sama seperti menggunakan multimeter analog, hanya untuk multimeter digital
tidak perlu menggunakan persamaan (‎1.1) untuk menentukan hasil pengukuran karena nilai hasil
pengukuran sudah langsung ditampilkan pada layar.
Setelah mengenal alat-alat ukur dan cara menggunakannya maka diharapkan teman-teman
dapat menggunakan alat-alat ukur tersebut untuk melakukan pengukuran. Dalam melakukan
pengukuran biasanya ada keadaan-keadaan yang menimbulkan keraguan terhadap hasil
pengukurannya. Keadaan ini digolongkan dalam dua kategori yaitu kesalahan acak dan
kesalahan sistematis.
3.5. Ralat dan Ketidakpastian
3.5.1. Kesalahan acak (rambang)
Kesalahan acak pada umumnya disebabkan oleh adanya hal yang tidak tepat yang halus
selama melakukan pengukuran. Hal yang tidak tepat ini tidak dapat diketahui secara pasti,
misalnya karena adanya faktor pengganggu. Faktor-faktor pengganggu ini biasanya bersumber
dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan karena pengganggu ini berlangsung sangat cepat
dan periodenya tidak teratur. Beberapa contoh faktor pengganggu antara lain fluktuasi tegangan
jarum listrik, getaran yang periodenya tidak teratur, atau bising yang biasanya mengganggu alat
elektronik.
3.5.2. Kesalahan sistematis
Sedangkan kesalahan sistematis merupakan kesalahan yang terjadi secara konsisten.
Kesalahan sistematis ini biasanya dapat diketahui penyebabnya dan dapat diperhitungkan atau
ditentukan. Contoh kesalahan sistematis misalnya kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, atau
kesalahan arah pandang dalam membaca skala (paralak) seperti pada Gambar ‎1.13 dan
Gambar ‎1.14. Kesalahan sistematis ini dapat dikurangi dengan mengalibrasi ulang alat ukur,
mengatur ulang titik nol.
Pengukuran yang dilakukan ternyata memiliki banyak kemungkinan untuk mengalami
kesalahan. Oleh karena itu biasanya pengukuran tidak hanya dilakukan satu kali untuk
meyakinkan dan agar diperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat. Namun, terkadang
pengulangan pengukuran tidak dapat dilakukan. Maka akan kita bahas bagaimana menentukan
ketidakpastian dari pengukuran tunggal dan pengukuran berulang.

Gambar ‎1.13. Paralak

Gambar ‎1.14. Kesalahan dalam melakukan pengukuran menggunakan jangka sorong

3.5.3. Ketidakpastian Pengukuran Tunggal


Pengukuran tunggal artinya pengukuran hanya dilakukan satu kali. Ada beberapa hal yang
menyebabkan pengukuran hanya dilakukan satu kali, misalnya dalam pengukuran curah hujan
tentunya tidak dapat dilakukan pengulangan karena sulit untuk mengatur agar hujan yang sama
terjadi berulang, atau misalnya mengukur tebal buku menggunakan mistar maka biasanya akan
diperoleh nilai yang sama meskipun dilakukan berulang-ulang karena alat ukur yang digunakan
ketelitiannya kurang. Maka untuk menyatakan ketidakpastian pengukuran tunggal digunakan
nilai setengah skala terkecil dari alat ukur yang dipakai untuk mengukur seperti persamaan (‎1.2).

(‎1.2)

Misalnya dilakukan pengukuran menggunakan mistar yang skala terkecilnya adalah 0,1 cm
maka ketidakpastian pengukuran tunggal untuk mistar adalah 0,05 cm.
3.5.4. Ketidakpastian Pengukuran Berulang
Pengukuran berulang adalah pengukuran besaran yang sama pada satu obyek yang sama
menggunakan alat ukur yang sama namun dilakukan lebih dari satu kali. Dalam pengukuran
biasanya hasil yang diperoleh tidak selalu sama. Pengukuran pertama menghasilkan nilai
kemudian pengukuran kedua menghasilkan nilai dst. sampai pengukuran selesai. Untuk
pengukuran berulang ini dihasilkan nilai yang mungkin berbeda, lalu berapa nilai hasil
pengukurannya? Hasil mana yang harus digunakan untuk menyatakan hasil pengukuran? Nilai
hasil pengukuran ditentukan dengan persamaan (‎1.3) berikut.

(‎1.3)

Sedangkan nilai ketidakpastian pengukuran berulang ini mengikuti persamaan (‎1.4)


berikut:

(‎1.4)

3.6. Angka Penting


Setelah melakukan pengukuran dan menghitung nilai ketidakpastiannya, maka selanjutnya
adalah bagaimana cara melaporkan hasil pengukurannya. Untuk pengukuran tunggal hasil
pengukuran dapat dinyatakan sebagai dan untuk pengukuran berulang dinyatakan
sebagai . Nilai dari hasil perhitungan dapat mengandung banyak angka akibat dari
perhitungan rata-rata. Misalnya telah dilakukan 10 kali pengukuran panjang dan diperoleh nilai
rata-rata hasil pengukuran sebesar 3,159056284. Nilai rata-rata ini tentunya kurang informatif
dan sulit untuk diterima sebagai hasil pengukuran yang tepat, oleh karena itu perlu dipelajari
tentang aturan notasi ilmiah dan angka penting untuk melaporkan hasil pengukuran sehingga
dapat memberikan informasi yang lebih mudah diterima dan diyakini kebenarannya.
3.6.1. Notasi Ilmiah
Dalam bidang Fisika, ada banyak sekali hal yang diukur. Hasil pengukurannya pun sangat
beragam mulai dari hasil pengukuran yang sangat kecil misalnya massa atom sampai hasil
pengukuran yang sangat besar misalnya massa bumi. Penyajian hasil pengukuran yang sangat
besar atau sangat kecil ini biasanya terdiri dari deretan angka yang banyak sehingga sering
menyebabkan kesalahan dalam penulisannya, oleh karena itu diberikan aturan notasi ilmiah
untuk menyatakan hasil-hasil pengukuran ini. Notasi ilmiah berbentuk a x 10n dengan a adalah
angka penting.

Pada penulisan massa elektron, indeks n bernilai negatif karena elektron massanya kurang
dari satu. Selain itu penggeseran koma dari kiri ke kanan menghasilkan indeks n bernilai negatif.

Pada penulisan massa bumi, indeks n bernilai positif karena bumi massanya lebih dari satu.
Selain itu penggeseran koma dari kanan ke kiri menghasilkan indeks n bernilai positif.
3.6.2. Angka Penting
Angka penting merupakan angka hasil pengamatan atau angka-angka yang diperoleh dari
hasil pengukuran. Untuk menentukan apakah suatu angka merupakan angka penting atau bukan,
perhatikan aturan-aturan angka penting berikut ini:
1. Semua angka bukan nol adalah angka penting.
2. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol adalah angka penting.
3. Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang ditulis di belakang
koma desimal termasuk angka penting.
4. Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal adalah bukan angka
penting.
5. Bilangan-bilangan puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya yang memiliki angka-angka nol
pada deretan akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah agar jelas apakah angka-angka nol
tersebut termasuk angka penting atau bukan.

3.6.3. Penjumlahan dan Pengurangan Angka Penting


Dalam penjumlahan dan pengurangan angka penting hanya boleh mengandung satu angka
taksiran. Oleh karena itu bila dalam hasil operasi perhitungan terdapat lebih dari satu angka
taksiran, dalam penyajiannya perlu dilakukan pembulatan sehingga hanya mengandung satu
angka taksiran. Seperti contoh-contoh berikut:

Contoh merupakan operasi pengurangan antara suatu hasil pengukuran yaitu 123,46 dan 6
merupakan angka taksiran dikurangi dengan suatu hasil pengukuran 88 dan 8 sebagai angka
taksiran. Hasil pengurangan yaitu 35,46. Angka 5 merupakan angka taksiran karena 8 adalah
angka taksiran dan 6 juga angka taksiran. Hasil ini memperlihatkan ada dua angka taksiran. Bila
angka 5 sudah merupakan angka taksiran maka angka-angka di belakangnya merupakan angka
yang tidak pasti sehingga hasil pengurangannya harus dinyatakan sebagai 35, dengan angka 5
adalah angka taksiran. Untuk lebih memahami, perhatikan contoh berikutnya.
Contoh ini merupakan contoh perhitungan hasil penjumlahan dari tiga hasil pengukuran
dan diperoleh nilai penjumlahan dari ketiganya mengandung tiga angka taksiran. Aturan dari
penjumlahan angka penting hanya boleh mengandung satu angka taksiran. Bila angka 7
merupakan angka taksiran maka angka 6 di sebelah kanannya merupakan angka-angka yang
semakin tidak pasti sehingga hasil perhitungannya dapat dinyatakan 279,7. Nilai ini hanya
mengandung satu angka taksiran yaitu angka 7 di belakang koma.
3.6.4. Perkalian dan Pembagian Angka Penting
Dalam perkalian dan pembagian angka penting, hanya boleh mengandung sebanyak angka
penting paling sedikit dari semua bilangan yang terlibat dalam operasi perkalian atau pembagian.

Perhatikan contoh, dari kedua contoh terlihat bahwa operasi ini terdiri dari perkalian antara
empat angka penting dengan dua angka penting sehingga hasil operasinya nanti harus
mengandung angka penting paling sedikit yakni dua angka penting. Untuk operasi pembagian
hasilnya adalah 6,0 sedangkan untuk operasi perkalian hasilnya adalah 16.
Contoh 1:
Suatu hari siswa A diminta untuk melakukan pengukuran massa jenis air. Untuk
mengukur massa jenis mereka mengukur volume air dan massa air, sehingga diperoleh
data sebagai berikut.
No. Volume air (ml) Massa air (gram) Massa jenis ρ2
(gr/cm3)
1 50 49 0,98 0,9604
2 100 100 1 1
3 150 155 1,03 1,0609
4 200 190 0,95 0,9025
5 250 257 1,028 1,056784
Jumlah 4,988 4,980584
Dari tabel hasil pengukuran terlihat ada lima hasil pengukuran massa jenis, lalu
mana yang harus dipilih? Berapa sebenarnya nilai massa jenis dari air yang diukur?
Untuk menentukan massa jenis air, perlu dirata-rata nilai hasil perhitungan massa
jenisnya:

Setelah kita mendapatkan rata-rata nilai massa jenis, maka kita kemudian perlu
menghitung nilai ketidakpastiannya.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai ketidakpastian maka perlu dilakukan


pembulatan sehingga nilai ketidakpastiannya dapat dinyatakan:

Maka penulisan hasil pengukurannya adalah:


3.7. Besaran Vektor
Salah satu ukuran yang dipergunakan untuk mengukur pertumbuhan anak adalah tinggi
badan. Setiap bulan anak balita diukur tingginya dan dicatat. Data tersebut sangat penting karena
menjadi indikator apakah anak tersebut bertumbuh secara normal atau tidak. Perhatikan bahwa
data tinggi badan cukup dinyatakan dengan angka dan satuan.
Marilah kita bayangkan keadaan lain yaitu ketika kita secara kebetulan ditanyai oleh
seseorang tentang lokasi suatu tempat yang sudah diketahui. Jawaban yang kita berikan hanya
akan membantu penanya apabila berisi jarak dan arah, misalnya: “Silakan lurus ke sana (sambil
menunjuk arah) sampai pertigaan kemudian belok ke kiri sekitar 100 meter”. Perhatian bahwa
informasi yang kita berikan tidak hanya berisi angka dan satuan tetapi juga memuat informasi
arah.
Di dalam ilmu fisika, besaran yang hanya memiliki nilai seperti tinggi badan, disebut
besaran skalar, sedangkan besaran yang memiliki nilai dan arah disebut besaran vektor. Jadi
dapat dirumuskan bahwa besaran vektor adalah besaran yang memiliki besar dan arah. Contoh
yang diberikan di atas adalah contoh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan contoh vektor
dalam fisika adalah: perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan gaya.
3.7.1. Penggambaran (presentasi) dan penulisan (Notasi) Vektor
Sebuah vektor digambarkan dengan sebuah anak panah. Terdapat empat aspek penting
yang perlu diperhatikan dalam menggambarkan vektor, yaitu: titik pangkal atau dikenal pula titik
tangkap, titik ujung, panjang anak panah, dan arah anak panah.
Titik pangkal atau titik tangkap adalah titik tempat besaran yang diwakili oleh vektor
tersebut bermula. Apabila vektor yang digambarkan mewakili gaya maka titik pangkal
menyatakan titik tempat bekerjanya gaya, namun apabila vektor yang digambarkan menyatakan
perpindahan maka titik pangkal vektor perpindahan itu mewakili titik dimulainya perpindahan.
Titik ujung vektor tidak memiliki makna khusus, titik ujung digambar setelah diketahui
titik pangkal, panjang dan arah vektor.Panjang anak panah mewakili nilai vektor. Vektor yang
lebih panjang memiliki nilai lebih besar. Apabila panjang suatu vektor dua kali panjang vektor
yang lain maka nilai vektor tersebut dua kali nilai vektor yang lainnya. Arah anak panah
mewakili arah vektor.
Gambar ‎1.15. Gambar sebuah vektor

Titik A: Titik pangkal/titik tangkap/titik awal


Titik B: Titik ujung/titik akhir
Panjang vektor =
Gambar ‎1.15 menunjukkan sebuah vektor yang berpangkal di titik A dan berujung dititik
B. Pada gambar tersebut ditunjukkan pula bahwa arah vektor adalah ke kanan.

3.7.2. Cara penulisan/notasi vektor


Cara penulisan atau notasi sebuah vektor dapat dilakukan dengan beberapa cara di
antaranya:
1. Dengan huruf tebal : R
2. Dengan tanda panah di atasnya:
3. Dengan huruf miring: R
4. Dengan huruf kecil dengan panah di atasnya:
Karena terdapat berbagai cara penulisan, maka penting agar konsisten dalam pemakaian
yaitu setiap kali menulis vektor ditulis dengan cara yang sama. Di dalam modul ini, vektor
ditulis dengan notasi huruf kecil dengan tanda panah di atasnya, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar ‎1.15.
Dua buah vektor dikatakan sama apabila panjang serta arahnya sama, seperti ditunjukkan
pada Gambar ‎1.16.

Gambar ‎1.16. Vektor sama dengan vektor

Dua buah vektor dikatakan berlawanan apabila nilainya sama tetapi arahnya berlawanan
seperti yang ditunjukkan Gambar ‎1.17.
Gambar ‎1.17. Vektor berlawanan dengan vektor

Vektor berlawanan dengan vektor , maka dapat ditulis


atau
3.7.3. Penjumlahan Vektor
Selain memiliki nilai Vektor juga memiliki arah, penjumlahan vektor dan penerapan
operasi-operasi aljabar lainya memiliki aturan tertentu. Pada bagian ini dibahas aturan
penjumlahan vektor. Penjumlahan vektor dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
1) Metode jajaran genjang
2) Metode segitiga
3) Metode poligon (segi banyak)
4) Metode uraian/analitis
Untuk melihat bagaimana cara menjumlahkan vektor dengan berbagai cara, silakan simak
slide presentasi berikut ini.

Slide Presentasi Modul 1 KB 1- Penjumlahan Vektor


Setelah belajar cara menjumlahkan vektor dengan berbagai cara, silakan coba kerjakan soal
latihan berikut ini.
Contoh 1:
Sebuah perahu menyeberangi sungai yang lebarnya 50 m dan kecepatan airnya 4 m/s.
Bila perahu bergerak tegak lurus terhadap arah kecepatan air dengan kecepatan 3 m/s.
Tentukan panjang lintasan yang ditempuh oleh perahu dan seberapa jauh perahu
menyimpang diukur dari garis tepi sungai?
Jawab:
Diketahui:
vperahu = 3 m/s
varus = 4 m/s

(sumber: avinurul-wordpress.com)

Langkah pertama kita tentukan terlebih dahulu resultan vektor kecepatannya.

Untuk menentukan besarnya jarak tempuh maka kita gunakan perbandingan sisi
segitiga.

Untuk menentukan arah gerak perahu kita gunakan persamaan:

Jadi perahu menempuh jarak 83,3 m dan membentuk sudut 36,9° untuk dapat
menyeberang sungai.
3.7.4. Perkalian Vektor
Selain dapat dijumlahkan, vektor juga dapat dikalikan. Terdapat dua macam operasi
perkalian vektor yaitu :
1. Perkalian skalar dengan vektor
Jika sebuah vektor dikalikan dengan sebuah bilangan (skalar) k maka hasil dari perkalian
tersebut adalah vektor baru yang panjangnya k kali vektor semula dan arahnya serah dengan
vektor semula bila k bernilai positif dan arahnya berlawanan dengan vektor semula bila k
bernilai negatif.

2. Perkalian vektor dengan vektor.


Terdapat dua jenis perkalian antara vektor dengan vektor. Pertama perkalian titik (dot
product) yang menghasilkan besaran skalar dan kedua perkalian silang (cross product) yang
menghasilkan besaran vektor.
a. Perkalian titik (dot product)
Perkalian titik (dot product) antara dua buah vektor dan menghasilkan r, didefinisikan
secara matematis sebagai berikut:

dan vektor; sedangkan r besaran skalar. Besar r didefinisikan sebagai persamaan (‎1.5):
(‎1.5)

θ = sudut antara vektor dan


b. Perkalian silang (cross product)
Perkalian silang (cross product) antara dua buah vektor dan menghasilkan ,
didefinisikan persamaan (‎1.6) berikut:
(‎1.6)

Nilai didefinisikan sebagai persamaan (‎1.7).


(‎1.7)

3.7.5. Vektor Satuan


Vektor satuan adalah sebuah vektor yang didefinisikan sebagai satu satuan vektor. Jika
digunakan sistem koordinat Cartesian (koordinat tegak) seperti pada Gambar ‎1.18 tiga
dimensi, yaitu sumbu x dan sumbu y dan sumbu z, vektor satuan pada sumbu x adalah i,
vektor satuan pada sumbu y adalah j dan pada sumbu z adalah k. Nilai dari satuan vektor-
vektor tersebut besarnya adalah satu satuan .

k
j Y

i
X

Gambar ‎1.18. vektor satuan

Sifat-sifat perkalian titik vektor satuan


i.i=j.j =k.k=1
i.j=j.k=i.k=0
Sifat-sifat perkalian silang vektor satuan
ixi =jxj =kxk=0
ixj =k
kxi=j
jxk=i
j x i = -k
i x k = -j
k x j = -i

Anda mungkin juga menyukai