Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM

MODUL 4, 5, dan 6

Kelompok F1:
Desma Anindita Fitriani -10060319169
Dara Azalea Wahdah -10060319170
Difani Armandita Kh.- 10060319171
Syarah Nurhidayah G. - 10060319172
Aulia Tazki - 10060319173

PERCOBAAN 4
PEMERIKSAAN
KADAR BILIRUBIN
PENDAHULUAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengukuran kadar bilirubin, tujuan
dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar bilirubin direct dalam serum
darah, menentukan metode yang digunakan untuk penentuan kadar bilirubin, dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar bilirubin terhadap patofisiologis organ
hati.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan eksresi bilirubin. Langkah oksidase pertama adalah
biliverdin yang dibentuk dari heme, oleh enzim heme oksigenase (enzim dalam sel hati
dan organ lain). Biliverdin yang larut dalam air akan direduksi menjadi bilirubin oleh
enzim biliverdin reduktase. Bilirubin besifat lipofilik, dan terikat dengan hidrogen, serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Bilirubin yang terikat pada alumin bersifat
nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma
hepatosit, albumin akan terikat ke resptor permukaan sel. Kemudian bilirubin
ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y).
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi, akan
berpengaruh terhada pembentukan ikterus fisiologis (Lubis, et al., 2013).
PENDAHULUAN

Pemeriksaan bilirubin digunakan sebagai parameter pemeriksaan fungsi hati


karena, bilirubin merupakan hasil degradasi hemoglobin, dimana bagian
globinnya digunakan kembali sedangkan hemenya diuraikan dengan bantuan
enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase sehingga dihasilkan bilirubin
glukoronat yang larut dalam air (bilirubin direk) yang nantinya diekskresikan ke
empedu untuk mengemulsi lemak di usus.
Apabila fungsi hati mengalami gangguan/kerusakan, akan ditandai dengan
banyakanya jumlah bilirubin indirek di dalam darah hasil dari pemecahan heme,
sedangkan jumlah bilirubin direk akan terbentuk sedikit. Kadar bilirubin indirek
tinggi disebabkan karena disfungsi hati, dimana hati tidak mampu mengubah
bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi. Sedangkan jika kadar
bilirubin direk tinggi akan mengalami pemecahan eritrosit (Supriyati, 2015).
Jenis pemeriksaan bilirubin terdiri dari pemeriksaan bilirubin terkonjugasi
(direk), pemeriksaan bilirubin tak terkonjugasi (indirek), dan pemeriksaan bilirubin
total. Untuk pemeriksaan bilirubin indirek perlu dilakukan pemecahan antara
bilirubin-albumin menjadi bilirubin bebas dan albumin menggunakan akselelator.
PROSEDUR
Supernatan diambil

Ambil sampel
Sentrifuga darah vena

yang telah diambil


dan dimasukkan ke

darah dari
tabung reaksi

menggunakan

pembuluh vena sentrifigasi (Sampel)




Isi tabung dicampur kan

Tabung 1 (sampel) : 900µL


Tabung 2(blanko) :
didiamkan selama 5 menit (suhu

asam sulfanilat (reagen 1)


900µL asam sulfanilat
kamar) lalu dibaca absorbansi

dan 30 µL natrium nitrit


(reagen 1) dan 60µL
nya pada panjang gelombang

(reagen 2) kemudian 60µL


sampel 550 nm menggunakan

sampel spektrofotometer UV Vis


Single Beam.
Setelah diperoleh tiga data blanko sampel dan tiga

data sampel, selanjutnya dilakukan perhitungan kadar

bilirubin direct dan juga simpangan baku relative nya

untuk mengetahui presisi pekerjaan yang dilakukan.


PERHITUNGAN
Pengukuran sampel
berupa larutan blanko
yang terdiri dari 900μL
asam sulfanilat (blanko
1) dan 60μL serum
darah dan juga larutan
uji yang terdiri dari
900μL asam sulfanilat
(reagen 1) dan 30μL
natrium nitrit (reagen
2) dan 60μL sampel
serum darah dilakukan
pengukuran serapan
pada panjang
gelombang 550 nm
(λ azobilirubin).

PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
PEMBAHASAN
Metode yang digunakan adalah metode kolorimetri. Prinsip dari metode ini yaitu berdasarkan
pengukuran serapan senyawa berwarna. Digunakan metode kolorimetri dikarenakan bilirubin yang
diperiksa yaitu bilirubin direct yang larut air, dimana pada direct bilirubin langsung dilakukan tanpa
adanya proses pemecahan bilirubin-albumin menjadi bilirubin bebas dan albumin karena bilirubin yang
diguankan adalah bilirubin terkonjugasi, dengan prinsip reaksi :

Asam Sulfanilat + Natrium Nitrit P-Diazobenzensulfonat

P-Diazobenzensulfonat + Bilirubin Azobirilubin
Serum darah yang sudah disentrifugasi digunakan sebagai sampel, digunakan serum karena
serum tidak mengandung fibrinogen sehingga ketika dianalisis akan menghasilkan nilai absorbansi
yang akurat. Kemudian disiapkan 3 buah tabung, tabung 1 berisi blanko reagen 1 (HCL + Asam
sulfanilat) dan reagen 2 (natrium nitrit) yang berfungsi untuk mengkalibrasi spektrofotmeter, tabung 2
berisi reagen 1 (HCl + Asam sulfanilat) dan sampel berfungsi untuk mengkonfirmasi hasil sehingga
pengujian yang dihasilkan menjadi lebih spesifik, dan tabung 3 berisi reagen 1, reagen 2, dan sampel.
Kemudian diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis single beam pada panjang gelombang 550
nm yang merupakan panjang gelombang maksimum azobilirubin. Azobilirubin dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometer karena memiliki gugus kromofor.
PEMBAHASAN
Reaksi yang terjadi adalah ketika reagen 1 (HCl + Asam sulfanilat) dan reagen 2 (natrium nitrit),
maka natrium nitrit dan HCl akan membentuk NaCl dan asam nitrit. Lalu, gugus NH2 dari asam sulfanilat
ketika di dalam air akan berubah menjadi NH3+. Produk hasil reaksi asam sulfanilat dan produk hasil
reaksi natrium nitrit dan HCl akan bereaksi membentuk ion diazo atau p-diazobenzensulfonat. Pada
percobaan ini asam sulfanilat berfungsi sebagai pembentuk suasana asam dan kompleks pembentuk
warna (Kosasih & Kosasih, 2015). Sedangkan natrium nitrit berfungsi sebagai dapar pH pada reaksi
diazotasi yang akan menghasilkan pdiazobenzensulfonat, yang mana senyawa tersebut merupakan zat
kromogen yang akan direaksikan dengan bilirubin terkonjugasi membentuk senyawa berwarna yaitu
diazobilirubin. Diazobilirubin kemudian diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 550 nm.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai rata-rata kadar direct bilirubin sebesar 0,5922 mg/dL.
Nilai tersebut tidak normal karena menurut (Kemenkes RI, 2011) kadar normal bilirubin direct sebesar ≤
0,4 mg/dL. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti makan malam yang mengandung tinggi
lemak sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan, sampel darah yang terpapar sinar matahari atau
terang lampu yang mengakibatkan pigmen empedunya menurun. Mengonsumsi obat-obatan tertentu
yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin, sampel lisis, waktu inkubasi yang tidak
sesuai, volume sampel atau reagen yang tidak tepat atau kuvet yang digunakan terkontaminasi.
PEMBAHASAN

Untuk meihat seberapa presisi metode yang digunakan untuk mengukur kadar direct bilirubin
dapat dilakukan perhitungan nilai SBR, nilai SBR yang diperoleh adalah 0%. Dapat dikatakan metode
yang digunakan memiliki tingkat presisi yang sangat baik. Jika dikaitkan dengan kondisi penyakit
berlebihnya kadar bilirubin menunjukkan adanya kondisi hiperbilirubinemia. Hiperbilrubinemia adalah
kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang dapat disebabkan oleh pembentukan
bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal atau disebabkan oleh kegagalan hati untuk
mengeksresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah yang normal (Chen, et al., 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Chen, H. L. et al., 2018. Aundice Revisited: Recent Advances in the


Diagnosis and Treatment of Inherited Cholestatic Liver Diseases.
Journal of Biomedical Science, p. 75.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman
Pemeriksaan Kimia Klinik. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.
Kosasih, E. N. & Kosasih, A. S., 2015. Tafsiran Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Klinik Edisi 2. Tangerang: Karisma Publishing.
Lubis, B. M. et al., 2013. Rasio Bilirubin Albumin Pada Nenatus Dengan
Hiperbilirubinemia. Sari Pediatri, 14(5), pp. 292-297.
Supriyati, 2015. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total dan Direk
Pada Serum Ikterik Dengan dan Tanpa Pengenceran, Semarang:
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
PERCOBAAN 5
PEMERIKSAAN KADAR
GLUTAMAT PIRUVAT
TRANSAMINASE
pendahuluan
Pada modul kali ini dilakukan pemeriksaan kadar glutamate piruvat transminai yang bertujuan
untuk melakukan pemeriksaan kadar glutamate piruvat transaminase dalam seerum (SGPT) yang dapat
menjadi parameter spesifik untuk menunjukkan adanya penyakit pada hati, dan menginterpretasikan
hasil dari pengukuran yang telah dilakukan. Hati merupakan salah satu organ vital dalam tubuh
manusia. Hati berfungsi untuk metabolisme kabohidrat, lemak, protein, sebagai tempat penyimpanan
zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah, dan berfungsi untuk mengeksresikan obat-obatan,
hormon, dan zat lainnya (Guyton & J.E., 2008). Organ hati dapat mengalami beberapa kelainan seperti
sirosis hati dan hepatitis. Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun dengan adanya perkembangan
histologi dari nodul-nodul regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang berakibat terjadinya
hipertensi portal dan penyakit hati tahap akhir (Suchuppan & Afdhal, 2008). Hepatitis merupakan
peradangan hati akut atau kronis yang disebabkan oleh virus (Mustofa & Kurniawaty, 2013)
Terdapat beberapa enzim yang dapat ditemukan di dalam hati, diantaranya GPT (Glutamat Piruvat
Transminase) yang merupakan enzim yang lebih banyak ditemukan di hepar sehingga lebih spesifik.
GPT berfungsi sebagai pengiriman karbon dan nitrogen dari otot ke hati. Kemudian GOT (Glutamat
Oksaloasetat Transaminase) yang merupakan enzim yang banyak ditemukan pada organ hepar
terutama pada sitosol, GOT diperlukan untuk mengurangi kelebihan amonia.
pendahuluan
Dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kelainan fungsi hati digunakan SGOT (Serum
Glutamic Oksaloasetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase). Dalam keadaan
normal kadar SGPT di dalam hati tinggi. Jika terjadi peningkatan yang dominan dari kadar enzim ini, maka ada
kemungkinan terjadi suatu proses yang menggangu sel hati. Jika terjadi kerusakan pada sel hati, enzim GPT
akan dilepas ke dalam darah sehingga kadar GPT di dalam darah meningkat. Pada SGOT jika kadar GSOT
meningkat diduga ada kelainan pada hati. Namun, dari segi sensitifitas, SGPT lebih sensitif dibandingkan
dengan SGOT (Popper & Scaffner, 1990).
Terdapat dua metode pemeriksaan SGPT, metode pertama adalah metode kinetik enzimatik. Prinsip
metode ini adalah ALT (Alnine aminotransferase) mengkatalis transaminase dari L-Alanine dan 2-
oxoglutarate membentuk L-Glutamate dan piruvat kemudian direduksi menjadi D-Lactate oleh enzim lactic
dehydrogenase (LDH) dan NADH teroksidase menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidase berbanding
langsung dengan aktivitas ALT dan diukur menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 340
nm dan suhu 37 derajat celcius. Metode kedua adalah metode automatik yang prinsip kerjanya berupa
pemipetan serum dan reagen dikerjakan secara otomatis dan reaksinya berlangsung dalam rotor.
Kemudian alat secara otomatis membaca absorban dari larutan menggunakan lampu halogen sebagai
sumber cahaya dan dibaca oleh photo diode. Nilai absorban tersebut dikonversikan menggunakan rumus
yang sudah ditentukan untuk setiap parameternya dengan menggunakan faktor. Hasil akan ditampilkan
pada layar monitor (Ibrahim et al., 2006).
PROSEDUR
Serum diambil dan
Ambil sampel
Sentrifuga darah vena

yang telah diambil


dimasukkan ke tabung
darah dari
reaksi (Sampel)
menggunakan

pembuluh vena sentrifigasi

Isi 2 tabung dicampur kan


perbandingan 5:1. Siapkan
Tabung 2 : Tabung 1 (sampel) : +
aquadest sebagai blanko, Lalu
ditambahkan 2- asam Buffer + L-Alanin +
pereaksi dimasukkan ke tabung
Oksoglutarat + LDH/ Laktat
lar. uji sebanyak 1000 mcL + Serum
NADH (reagen 1) Dehidrogenase (reagen
100 mcL. Dikocok dan dibiarkan
1)
pada suhu 30 C selama 1 menit
PROSEDUR
Masukan larutan kerja
Blanko dimasukan Dilanjutkan
kedalam kuvet
kuvet diukur pada pengukuran
kemudian tutup alat,
panjang gel. 340 absorbansi larutan
dan tekan tombol
nm kerja dan larutan uji read

Pembacaan absorbansi dilakukan


Kemudian pada
triplo dengan jarak 1 menit untuk
pengukuran tiap larutan larutan uji
selanjutnya. Selanjutnya dilakukan dilakukan hal yang
perhitungan rata-rata kadar sama
glutamate piruvat transaminase
permenit ( ∆A/menit).
DATA PENGAMATAN
Pengukuran sampel
berupa 100 μl serum
dan larutan blanko
yang terdiri dari 1000
μl larutan pereaksi
reagen 1 (Alanin, LDH,
dan Buffer) dan reagen
2 (2-oksoglutarat dan
NADH), sampel serum
darah dilakukan
pengukuran serapan
pada panjang
gelombang 330 nm
(λ NADH).

PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
PEMBAHASAN
SGPT dan SGOT menjadi parameter untuk mendiagnosa adanya gangguan hati,
karena tingginya kadar SGPT di dalam darah yang menyebabkan rusaknya sel tersebut
dan keluarnya kompartemen di dalam sel tersebut termasuk SGPT. Tingginya tingkat
aktivitas enzim SGPT dalam darah dapat mencerminkan terjadinya kebocoran dari sel-
sel akibat cedera seluler, serta berhubungan dengan terjadinya perubahan
permeabilitas pembuluh darah hepatik. Parameter kerusakan hati, pemeriksaan kadar
SGPT lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan kadar SGOT, karena dapat
ditemukan di hati, jantung (otot jantung), otot rangka, ginjal, otak, dan sel-sel darah
merah, sedangkan SGPT lebih banyak ditemukan di hati (Reza & Rachmawati, 2017).
Prinsip dari pengukuran aktivitas SGPT dan SGOT adalah mengukur laju berkurangnya
jumlah NADH menjadi NAD+ pada reaksi enzim dan substrat yang dapat diukur pada
panjang gelombang 340 nm (Sujamitko, et al., 2021).
PEMBAHASAN
Pengujian metode enzimatis terdapat 2 rangkaian reaksi, yaitu reaksi transaminasi
dan reaksi indikasi. Reaksi transaminasi dilakukan untuk menghilangkan nitrogen dari
alanin, nitrogen dapat dihilangkan dengan cara ditransfer ke dalam α-ketoglutarat
sehingga dapat terbentuk glutamat. Pada reaksi sebagai katalisator digunakan enzim
alanin aminotransferase dan pada reaksi indikasi digunakan enzim LDH. LDH
mengkatalisa pemindahan suatu gugus amino dari alanin ke α-ketoglutarat untuk
menghasilkan glutamat dan piruvat (Daniel, 2010).
Piruvat yang merupakan hasil reaksi transaminasi tersebut direduksi menjadi laktat
oleh enzim LDH serta NADH akan teroksidasi menjadi NAD+ Penurunan laju NADH
secara langsung seimbang dengan laju pembentukan piruvat, kemudian diukur dengan
fotometer pada panjang gelombang 340 nm (Isselbacher, et al., 2014). NADH dapat
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis karena memiliki gugus krmofor. Gugus
kromofor adalah gugus yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (Sari & Hastuti,
2020).
PEMBAHASAN
Berikut adalah reaksi enzimatis yang terjadi:

NADH ditambahkan sebagai senyawa yang akan diukur absorbansinya, pendapar berfungsi
sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi pemeriksaan agar menjaga kestabilan
aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif terhadap perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai
asam amino yang akan diubah menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate
Transaminase (GPT) (Isselbacher, et al., 2014). Banyaknya NADH yang dioksidasi menjadi NAD+
sebanding dengan banyaknya enzim GPT. NADH menjadi parameter yang penting dalam pengujian
kadar SGPT karena berkurangnya laju jumlah NADH dapat menengetahui reaksi sudah berjalan
dengan sempurna atau belum yang dapat dilihat dari nilai absorbansi yang menurun, dimana
semakin nilai absorbansi menuju 0 menandakan reaksi NADH menjadi NAD sudah sempurna.
PEMBAHASAN
Hasil dari pengukuran kesatu sampai keenam berturut-turut didapatkan sebesar 5,489
IU/L; 14,0291 IU/L; 3,660 IU/L; 7,929 IU/L; 4,880 IU/L; dan 7,319 IU/L. Sehingga, didaptkan
nilai aktivitas GPT yang diperoleh sebesar 7,218 IU/L. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah
laki-laki 0 - 50 U/L dan perempuan 0 - 35 U/L pada suhu 30 ℃ (Rosida, 2016). Menurut
(Bishop, et al., 2010) rentang normal kadar ALT/SGPT dalam darah adalah 7-55 U/L. Dilihat
dari hasil data yang didapat dengan nilai rujukan yang diperoleh, kadar ALT dalam darah
yang diperoleh pada percobaan kali ini berada pada rentang normal.
Pada percobaan kali ini dilakukan juga perhitungan nilai standar deviasi pada sampel dan
diperoleh hasil sebesar 3,688 yang artinya bahwa perbedaan nilai sampel tersebut terhitung
sebesar 3,688 dimana nilai ini menunjukan keakuratan data yang digunakan dalam
pengukuran (Gandjar & Rohman, 2007). Nilai SBR yang diperoleh pada percobaan kali ini
diperoleh sebesar 51,094%. Nilai SBR jauh dari nilai dalam ketentuan yang artinya metode
analisis tidak cukup akurat dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
faktor praanalitik, faktor analitik, dan faktor pasca analitik (Guyton & J E Hall, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Bishop, Michael L., 2010. Clinical Chemistry:Tecniques, Principles,


Correlations. United State:Wolter Kluwer Health.
Daniel, S., 2010. Liver Chemistry and Function Test. Philadelphia :
Saunders Elsevier.
Gandjar, I. B. & Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Guyton, A. & J.E, H., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 ed. Jakarta:
EGC.
Ibrahim, N., Aprianti, S. & Hardjoeno, M. A., 2006. Patologi Klinik Indonesia
dan Laboratorium
Isselbacher, K., Braunwald, E. & Wilson, J. D., 2014. Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 13 Vol. 4. Jakarta : EGC.
Mustofa, S. & Kurniawaty, E., 2013. Manajemen Gangguan Saluran Serna :
Panduan Bagi Dokter Umum. Bandar Lampung: Aura Printing &
Publishing.
DAFTAR PUSTAKA

Popper, H. & Scaffner, F., 1990. Progress In Liver Disease. 5 (Grunne ana
Strattum.).
Reza, A. & Rachmawati, B., 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT Atara
Subyek Dengan dan Tanpa Diabetes Melitus. Jurnal Kedokteran
Diponegoro , 6(2), pp. 159-166.
Rosida, Azma, 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati, Berkala
Kedokteran, Volume 12 No. 1, Februari 2016, hal 123-131.
Sari, D. K. & Hastuti, S., 2020. Analisis Flavonoid Total Ekstrak Etanol
Daun Seligi (Phyllanthus Buxifolius Muell. Arg) Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis. Indonesian Journal on Medical Science , 7(1),
pp. 55-62.
Suchuppan, D. & Afdhal, N., 2008. Liver Cirrhosis. National Institute of
Health, pp. 371 (9615): 838-851.
Sujamitko, B., W. & Prayitno, D. I., 2021. Aktivitas Hepatoprotektor Dari
Ekstrak Etanol Kerang Ale-Ale (Meretrix sp.). Jurnal Laut Khatuliswa ,
5(1), pp. 50-55.
PERCOBAAN 6
PEMERIKSAAN
KADAR KREATININ
pendahuluan
Pada percobaan Pemeriksaan Kadar Kreatinin ini bertujuan untuk menentukan kadar kreatinin
dalam serum darah menggunakan metode Jaffee, tujuan dari pemeriksaan kadar kreatinin ini adalah
untuk mengetahui fungsi ginjal, sebab hanya kreatinin yang spesifik di eksresikan melalui ginjal selain
zat-zat metabolit lainnya. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah menjadi salah satu parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal dikarenakan konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya
pada urin dalam 24 jam relatif konstan. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi
dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar
dari nilai normal yang mengisyaratkan adanya gangguan ginjal (Alfarisi, et al., 2012).
Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi
ginjal antara lain, pengatur volume dan komposisi darah, pembentukan sel darah merah, membantu
mempertahankan keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan darah, pengeluaran komponen asing
(obat, pestisida dan zat berbahaya lainnya) serta pengaturan jumlah konsentrasi elektrolit pada cairan
ekstra sel (Tarwoto & Wartonah, 2011).
pendahuluan
Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat. Kreatinin
plasma disintesis di hati dan dapat ditemukan di otot rangka sehingga kadarnya bergantung pada
massa otot rangka dan berat badan (Sutedjo, 2010). Biosintesis kreatinin berlangsung di ginjal
sehingga akan diekskresikan melalui urin dan prosesnya melibatkan asam amino, arginin dan glisin.
Kreatin otot diubah menjadi kreatinin sebanyak 1,1% per- hari (Alfonso, 2016). Peningkatan kadar
kreatinin serum sebanyak dua kali lipat menandakan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%,
demikian juga peningkatan kadar kreatinin sebanyak tiga kali lipat menandakan adanya penurunan
fungsi ginjal sebanyak 75%. Parameter pemeriksaan kadar kreatinin merupakan salah satu kriteria
dalam diagnosis fungsi ginjal. Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan
kreatinin fosfat (Guyton & Hall, 2012).
Untuk pengukuran kreatinin dapat menggunakan metode jaffe dan metode enzimatik. Metode Jaffe
merupakan metode yang sederhana dan mudah berdasarkan pengembangan metode colorimetric/one
point. Prinsip pemeriksaan berupa reaksi antara kreatinin ditambahkan dengan asam pikrat dalam
suasana basa membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna kuning (Dewi & Sunarsih, 2011).
Absorbansi dapat diukur pada panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer (Dewi &
Sunarsih, 2011). Pada pemeriksaan kreatinin darah metode Jaffe pada fhotometer terdiri dari metode
one point dan two point.
PROSEDUR
Supernatan diambil

Ambil sampel
Sentrifuga darah vena

yang telah diambil


dan dimasukkan ke

darah dari
tabung reaksi

menggunakan

pembuluh vena sentrifigasi (3000


(Sampel)

rpm,15 menit)

Isi tabung dicampur dan

Tabung 1 (standar) : 200 µL


Tabung 2 (uji) : 200 µL

didiamkan selama 10 menit


asam pikrat yang
asam pikrat yang

(suhu kamar) lalu dibaca

ditambahkan 1000 µL
ditambahkan 1000 µL

absorbansi nya pada panjang

NaOH dan 60 µL larutan


NaOH dan 60 µL

gelombang 510 nm

standar sampel (serum darah)


menggunakan spektrofotometer

UV Vis Single Beam.


data absorbansi didapatkan dilakukan perhitungan
selisih absorbansi yaitu ∆A/menit = abs1-abs2.
Kemudian dilakukan perhitungan kadar kreatinin
PERHITUNGAN
Pengukuran sampel
berupa larutan standar
yang terdiri dari 200 μL
asam pikrat + 1000 μL
NaOH + 60 μL kreatinin
standar. Serta larutan
uji yang terdiri dari 200
μL asam pikrat + 1000
μL NaOH + 60 μL
sampel serum darah.
Kemudian dilakukan
pengukuran serapan
pada panjang
gelombang 510 nm
(λ kreatinin).
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini digunakan untuk menilai fungsi ginjal karena kreatinin diekskresikan
oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam
plasma dari hari ke hari, spesifik di eksresikan melalui ginjal selain zat-zat metabolit lainya,
jika kadar yang lebih besar dari nilai normal yang mengisyaratkan adanya gangguan ginjal.
Percobaan ini menggunakan metode Jaffee yang merupakan pengembangan metode
colorimetric/one point. Prinsip pemeriksaan berupa reaksi antara kreatinin ditambahkan
dengan asam pikrat dalam suasana basa membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna
kuning. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar kreatinin dalam sampel dan
konsentrasi ditentukan dengan ketepatan waktu pembacaan, kemudian absorbansi dapat
diukur pada panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer (Adrian, 2015).
Metode Jaffe adalah metode one point yang dilakukan dengan pembacaan pada waktu
tertentu, yaitu satu kali pembacaan yang dilakukan pada saat reaksi telah terhenti.
Metode one point memiliki kestabilan warna sampai dengan 10 – 60 menit dengan
melakukan inkubasi diluar alat dengan melihat kepekatan warna saat mealukan inkubasi.
Proses pengukuran dilakukan saat reaksi reagen dengan sampel sedang berlangsung
(kecepatan reaksi enzim dapat berubah per satuan waktu) (Kurniawan, 2015).
PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan berupa darah yang sudah disentrifugasi dengan tujuan memisahan
bagian darah terutama antara serum darah yang akan diukur dengan plasma darah, dimana
sentrifugasi ini didasarkan pada perbedaan bobot jenis antara plasma, serum, serta keping darah
dimana serum darah yang menjadi sampel akan berada diatas karena lebih ringan daripada
plasma darah. Sampel yang digunakan adalah serum darah, karena serum sudah tidak
mengandung fibrinogen atau faktor pembekuan darah sehingga ketika dianalisis akan
menghasilkan nilai absorbansi yang akurat, karena dengan adanya fibrinogen ini bisa
meningkatkan nilai absorbansi 3-5% dalam plasma darah saat dianalisis (Nugraha, 2015).
Setelah serum diperoleh kemudian disiapkan 2 buah tabung reaksi dan dimasukkan standar
yang berisi kreatinin standar, larutan NaOH dan asam pikrat untuk tabung 1, dan untuk tabung 2
berisi sampel serum darah yang akan diukur kadarnya, larutan NaOH dan asam pikrat. Tabung
larutan standar ini digunakan untuk membandingkan hasil absorbansi antara larutan uji yang
mengandung sampel sudah sesuai/sebanding dengan kadar standar kreatinin normal atau tidak.
Tujuan penambahan asam untuk mereaksikan kreatinin agar terbentuk kompleks berwarna
kuning. Hal ini sesuai dengan prinsip dari test kreatinin, yaitu berdasarkan reaksi antara kreatinin
dengan asam pikrat yang membentuk larutan kuning. Kemudian tabung reaksi diaduk hingga
homogen dan diamkan pada suhu kamar selama 1 menit yang bertujuan agar memberikan waktu
terjadinya reaksi pada larutan yang terdapat pada tabung reaksi tersebut. Tujuan penambahan
larutan NaOH untuk membuat suasana menjadi basa, sesuai dengan prinsip reaksi Jaffe, dimana
reaksi akan berjalan jika suasana nya basa/alkali (Hadijjah & Sitti, 2018).
PEMBAHASAN
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 510 nm.
Setelah mendapatkan hasil pengukuran absorbansi, dihitung kadar kreatinin dalam
darah, SD dan SBR-nya. Dari hasil percobaan didapatkan hasil perhitungan rata-rata
kadar kreatinin absorbansi diakumulasikan dengan data dari kelompok sebesar 6,25
mg/dL. Hasil tersebut menunjukan kadar kreatinin dalam sampel adalah tidak normal
karena nilai normal kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7- 1,3 mg/dL sedangkan
pada wanita 0,6-1,1 mg/dL (Dugdale, 2013).
Kemudian dilakukan perhitungan nilai SD (Standar Deviasi), nilai SD yang diperoleh
digunakan untuk menghitung nilai Simpang Baku Relatif (SBR). Nilai SBR dihitung untuk
mengetahui akurasi dari alat pengujian yang digunakan. Nilai SBR yang baik adalah
semakin kecil nilai SBR maka semakin presisi hasil yang diperoleh. Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh nilai standar deviasi sebesar 2,106 dan nilai SBR yang diperoleh
adalah 91,32%. Besarnya nilai SBR menunjukkan bahwa simpangan data pada
percobaan pengukuran kadar kreatinin dalam serum tidak baik. Besarnya simpangan
data tersebut dapat disebabkan karena saat tahap penyiapan sampel, sampel
terkontaminasi dengan pengotor. Selain itu, reaksi kolorimetri pada percobaan ini
dipengaruhi oleh suhu sehingga apabila suhu pada percbaan tidak optimal akan
menghasilkan hasil yang tidak optimal.
daftar pustaka
Adrian, A., 2015. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pada Pasien GGK
di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe KotaGorontalo. Jurnal Keperawatan.
Alfarisi, S., Wiranto, B. & Tiwuk, S., 2012. Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung Tahun 2012. MAJORITY, Volume 1, pp. 1-7.
Alfonso, A. A. (2016). Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 5 Non Dialisis. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado
Dugdale, C.D. 2013. Creatinin Blood Test. Di dalam Alfonso, A.A., Mongan, E.A., Memah, F.M.
2016. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 non
Dialisis. Jurnal e-Biomedik 4(1).
Dewi, V. N. L. & Sunarsih, T., 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Selemba Medika.
Guyton dan Arthur C,. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi V. EGC, Jakarta.
Hadijjah & Sitti, 2018. Analisis Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kreatinin Darah dengan
Deproteinisasi dan Nondeproteinisasi Metode Jaffe Reaction. Jurnal Media Analis Kesehatan,
Volume 1.
Kurniawan, F. B., 2015. Kimia Klinik. Jakarta: EGC Publisher.
daftar pustaka
Nugraha, G., 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.Jakarta: CV. Trans
Info Media.
Sutedjo, A. Y. (2010). Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta: Amara Books
Tarwoto, & Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai