Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan diktat ini.
Hanya kepada-Nya kami memohon petunjuk dan pertolongan. Tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan
diktat ini. Walaupun masih banyak kekurangan pada buku ini, kami berharap
diktat kuliah ini dapat berguna bagi mahasiswa yang membacanya.
Diktat kuliah dengan judul Penukar Kalor ini disusun sebagai referensi
tambahan bagi mahasiswa Teknik Mesin yang mengambil mata kuliah Peralatan
Mesin dalam Industri Proses (MS ). Diktat ini berisi tentang penukar kalor, mulai
dari macam-macamnya, teori dasar perancangannya, kerusakan yang mungkin
timbul, dan perawatan yang perlu dilakukan. Mengait dengan bidang konversi
energi, diktat ini juga membahas aspek termodinamika dan perpindahan panas
pada penukar kalor.
Harapan kami sebagai penulis, sebagai calon seorang sarjana Teknik
Mesin, buku ini dapat menambah cakrawala berpikir dan pengetahuan
mahasiswa khususnya dalam bidang industri proses. Bagi para pembaca yang
bukan mahasiswa kami juga berharap bahwa buku ini dapat menambah
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Sebagai manusia yang sadar akan kemampuannya, kami percaya bahwa
diktat ini masih belum sempurna. Kekurangan adalah milik kami, karena itu
sampaikan kekurangan itu agar kami dapat memperbaiki. Kekhilafan adalah milik
kami, karena itu kami mohon maaf. Kritik dan saran sangat kami harapkan agar
diktat ini menjadi lebih baik. Selamat membaca.
Agustus 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I JENIS DAN PRINSIP DASAR PENUKAR KALOR
Pendahuluan 1
Fungsi Penukar Kalor 3
Jenis penukar kalor berdasarkan tingkat kekompakan permukaan 5
pemindah panas
Jenis penukar kalor berdasarkan frofil konstruksi permukaan 6
Klasifikasi penukar kalor berdasarkan susunan aliran fluida 11
Jenis penukar kalor berdasarkan jumlah fluida yang saling dipertukarkan 12
energinya
Klasifikasi penukar kalor berdasarkan mekanisme perpindahan panas 12
yang dominan
Pendahuluan 14
Teori dasar perpindahan panas secara umum 14
Konduksi 14
Konveksi 15
Radiasi 17
Perpindahan Panas di Dalam Penukar Kalor 18
Parameter Kinerja Penukar Kalor 23
Perancangan Termal Penukar Kalor 26
Pengujian Penukar Kalor 31
Pendahuluan 34
Jenis-jenis alat penukar kalor yang akan dirawat 34
Jenis-jenis kerusakan pada alat penukar kalor dan penyebabnya 38
Cara-cara perbaikan penukar kalor yang mengalami kerusakan 40
Perbaikan kerusakan yang terjadi pada tube bundle 44
Pemeliharaan tube bundle 47
Transpotasi tube bundle 48
Tube expansion/rolling 49
Perencanaan dan penjadwalan program perawatan 49
BAB I
JENIS DAN PRINSIP DASAR PENUKAR KALOR
Pendahuluan
Penukar kalor banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan di industri.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari kita sering mempergunakan peralatan masak
memasak yang semuanya sebenarnya merupakan alat penukar kalor. Di dalam mobil
maupun alat transport lainnya banyak dijumpai radiator maupun alat pengkondisi udara
kabin, yang keduanya juga merupakan penukar kalor. Di industri, banyak sekali peralatan
penukar kalor seperti ketel uap (boiler), pemanas lanjut (super heater), pendingin oli pelumas
(oil cooler), kondenser (condenser), dan lain-lain. Khusus untuk industri semen, sebenarnya
peralatan utama produksi seperti suspension preheater, calciner, kiln, dan cooler
sebenarnya juga merupakan alat penukar kalor. Selain itu masih banyak penukar kalor untuk
fungsi lainnya yang dipergunakan dalam industri semen seperti pendingin minyak pelumas,
pendingin udara untuk kebutuhan jet pulse filter, dan lain sebagainya. Jika ditinjau dari
fungsinya, semua penukar kalor sebenarnya sama fungsinya yaitu menukarkan energi yang
dimiliki oleh suatu fluida atau zat ke fluida atau zat lainnya. Perlu dicatat di sini bahwa fluida
atau zat yang saling ditukarkan energinya tersebut dapat merupakan fluida atau zat yang
sama namun berbeda temperaturnya. Sebagai contoh dalam hal penukar kalor yang
berfungsi untuk mendinginkan minyak pelumas gearbox dengan pendingin air, ini berarti
bahwa penukar kalor tersebut berfungsi memindahkan energi yang dimiliki oleh minyak
pelumas ke air pendinginnya, sehingga air tersebut menerima energi dari minyak pelumas
yang ditandai dengan kenaikan temperaturnya. Sedangkan bagi minyak pelumas yang
memberikan energinya ke air akan mengalami penurunan temperaturnya sehingga
kekentalannya dan sifat melumasinya akan menjadi lebih baik dan dapat dipergunakan untuk
melumasi kembali. Dalam kasus seperti ini seolah-olah penukar kalor hanyalah merupakan
tempat berlangsungnya transfer energi dari minyak pelumas menuju air pendingin. Namun
apabila kita gali lebih jauh tentunya masih banyak hal yang perlu kita diskusikan antara lain:
a. Bagaimana transfer energi dapat terjadi dalam penukar kalor tersebut dan
seberapa cepat energi dapat ditransfer untuk ukuran dimensi penukar kalor yang
tertentu.
b. Apabila ukuran penukar kalor berubah, bagaimana perubahan sifat-sifat masing-
masing fluida, apakah sama atau tidak?
c. Apakah ukuran dimensi penukar kalor sudah cukup memenuhi agar dicapai
temperatur dan sifat-sifat minyak pelumas yang sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh manufacturer gearbox? Kalau belum, tindakan apa yang perlu
kita lakukan?
1
d. Dengan berjalannya waktu pemakaian, apakah kemampuan mentransfer energi
dari penukar kalor akan menurun? Bila iya bagaimana cara mengurangi laju
penurunan kemampuan tersebut?
e. Barangkali masih banyak lagi pertanyaan dibenak kita masing-masing untuk kasus
penukar kalor seperti ini misalnya:
1. Berapa umur teknis penukar kalor?
2. Bagaimana kinerjanya bila salah satu fluida mengalami perubahan jumlah
masa yang mengalir?
3. Jika kondisi lingkungan berubah apakah pengaruhnya terhadap kinerja
penukar kalor kita?
4. dan lain-lain dan seterusnya.
Untuk mendiskusikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tentunnya banyak hal
yang harus kita pelajari agar pendalaman kita tentang bagaimana mengoperasikan,
merawat, dan manganalisis kinerja penukar kalor menjadi lebih baik. Namun demikian
barangkali ada diantara para pembaca yang bertanya-tanya, kenapa yang dipertukarkan
adalah energi zat dan bukan panas/kalor dari zat? Untuk menjelaskan hal ini perlu kita ulang
sedikit beberapa konsep penting dalam ilmu termodinamika yang merupakan dasar dari
persoalan operasi penukar kalor tersebut yang antara lain:
1. Energi adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh setiap zat termasuk fluida (cair dan
gas), karena fluida merupakan sebagian dari zat. Energi ini merupakan sifat dari zat
yang menunjukkan kemampuan zat tersebut melakukan kerja (perubahan energi)
baik makroskopik artinya kerja yang dapat dilihat oleh mata kepala kita maupun kerja
mikroskopik yang tak terlihat oleh mata kita namun terasakan gejala adanya
perpindahan energi.
2. Contoh kerja makroskopik ini adalah benda yang sedang berpindah tempat dari satu
posisi ke posisi lain atau dari suatu tempat ke tempat lain (misalnya benda sedang
jatuh, benda sedang berjalan dengan kecepatan tertentu di atas bidang, sepeda
motor berjalan dan lain-lain). Benda-benda tersebut hanya pindah posisi namun tidak
mengalami perubahan temperatur atau suhu. Sedangkan contoh kerja mikroskopik
antara lain adalah kopi yang mendingin (kopinya tetap pada tempatnya tetapi
temperatur atau suhunya turun), air kita panaskan dengan api naik temperaturnya
walaupun airnya tetap berada di wadahnya, dan lain sebagainya. Dalam hal kerja
mikroskopik, dari contoh-contoh tersebut nampak bahwa yang terjadi justru
perubahan suhu tanpa disertai dengan perubahan posisi. Namun perlu dicatat bahwa
kadang-kadang terjadi suatu peristiwa kerja makroskopik dan mikroskopik terjadi
secara simultan seperti saat air yang kita panaskan tadi mendidih dan wadahnya
2
tidak kita tutup sehingga memungkinkan uap yang terjadi selama proses pendidihan
pindah ke udara di atas wadah.
3. Jadi jelaslah bahwa yang saling tertransfer atau berpindah dari suatu zat ke zat lain
adalah energi yang dimiliki oleh zat tersebut. Sedangkan kerja mikroskopik tersebut
adalah salah satu mekanisme pindahnya energi yang sering disebut dengan panas
(heat dalam bahasa inggris), sehingga sebenarnya yang terjadi adalah proses
perpindahan energi secara mikroskopik dalam bentuk panas dan disingkat dengan
“perpindahan panas”. Alat tempat terjadinya proses perpindahan energi dalam
bentuk panas tersebut disebut dengan penukar panas atau penukar kalor (heat
exchanger). Dengan demikian panas atau heat adalah energi yang sedang
perpindah, bukanlah merupakan sifat yang dimiliki zat namun lebih ke peristiwa
pindahnya sifat yang disebut energi tadi secara mikroskopik.
4. Proses perpindahan energi akan terus berjalan secara mikroskopik selama antara
kedua zat saling bersentuhan atau terpisahkan oleh permukaan/ dinding padatan dan
keduanya memiliki temperatur yang berbeda, karena penyebab utama pindahnya
energi dalam bentuk panas adalah adanya perbedaan temperatur/suhu.
Setelah kita paham dan ingat kembali mengenai beberapa konsep yang mendasari proses
pertukaran energi dalam bentuk panas ini, marilah pada pasal berikut ini kita bahas tentang
jenis-jenis penukar kalor, karena banyak sekali jenis yang telah diciptakan dan dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari maupun di industri walaupun secara prinsip fungsinya sama
yaitu menukarkan energi zat satu ke zat lainnya.
3
Jenis-jenis Penukar Kalor
Sebelum kita membahas tentang berbagai jenis penukar kalor, sebaiknya diperkenalkan
terlebih dahulu “code dan standard” yang banyak dipergunakan dalam masalah penukar
kalor ini yaitu TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) yaitu suatu asosiasi para
pembuat penukar kalor di Amerika dan ASME (American Society of Mechanical Engineers).
TEMA lebih banyak membahas mengenai jenis penukar kalor, metode perhitungan kinerja
dan kekuatannya (proses perancangan), istilah bagian-bagian dari penukar kalor (parts), dan
dasar pemilihan dalam aplikasi penukar kalor dalam kehidupan sehari-hari khususnya di
industri. Sedangkan ASME lebih memuat masalah prosedur dasar bagaimana membuat
penukar kalor serta standard bahan yang akan atau biasa dipergunakan. Kedua aturan atau
prosedur tersebut tidak lain bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya
kerusakan, kegagalan operasi, serta kemana dan dengan lasan apa apabila kita melakukan
“complaint” terhadap masalah yang kita hadapi. Hal ini dapat dimengerti karena pada
umumnya penukar kalor bekerja pada temperatur dan tekanan yang tinggi serta kadang-
kadang menggunakan fluida yang bersifat kurang ramah terhadap kehidupan kita.
Berdasarkan TEMA secara garis besar jenis penukar kalor dibagi menjadi dua kelompok
besar berdasarkan pemakaiannya di industri yaitu:
1. Kelas R : untuk pemakaian dengan kondisi kerja yang berat misalnya untuk
industri minyak dan industri kimia berat.
2. Kelas C : yaitu yang dibuat untuk pemakaian umum (general purpose) yang
dasar produksinya lebih memperhatikan aspek ekonomi dengan
ukuran dan kapasitas pemindahan panas yang kecil. Kelas ini
dipergunakan untuk pemakaian umum di industri.
Namun demikian di dalam pembicaraan di kalangan akademisi, klasifikasi penukar kalor ini
menjadi lebih luas karena dapat digolong-golongkan berdasarkan berbagai aspek, antara
lain:
1. Proses perpindahan panas yang terjadi
2. Tingkat kekompakan permukaan pemindah panas
3. Profil konstruksi permukaan
4. Susunan aliran fluida
5. Jumlah atau banyaknya fluida yang dipertukarkan energinya
6. Mekanisme perpindahan panas yang dominan
Untuk lebih memperjelas bagaimana perbedaan antara klasifikasi satu dan lainnya, berikut
ini marilah kita bahas satu persatu ciri-ciri dari masing-masing jenis penukar kalor.
4
Jenis penukar kalor berdasarkan proses perpindahan panas yang terjadi.
Berdasarkan proses perpindahan panas yang terjadi, penukar kalor dapat dibedakan
menjadi dua golongan yaitu:
a. Tipe kontak langsung, dimana antara dua zat yang dipertukarkan energinya dicampur
atau dikontakkan secara langsung. Contohnya adalah clinker cooler dimana antara clinker
yang panas dengan udara pendingin berkontak langsung. Contoh yang lain adalah
cooling tower untuk mendinginkan air pendingin kondenser pada instalasi mesin
pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang didinginkan oleh udara
sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur. Dengan demikian cirri khas dari
penukar kalor seperti ini (kontak langsung) adalah bahwa kedua zat yang dipertukarkan
energinya saling berkontak secara langsung (bercampur) dan biasanya kapasitas energi
yang dipertukarkan relatif kecil. Contoh-contoh lain adalah desuper-heater tempat
mencampur uap panas lanjut dengan air agar temperatur uap turun, pemanas air umpan
ketel uap (boiler) dengan memanfaatkan uap yang diekstraksi dari turbin uap. Alat yang
terakhir ini sering disebut feed water heater.
b. Tipe tidak kontak langsung, maksudnya antara kedua zat yang dipertukarkan energinya
dipisahkan oleh permukaan bidang padatan seperti dinding pipa, pelat, dan lain
sebagainya sehingga antara kedua zat tidak tercampur. Dengan demikian mekanisme
perpindahan panas dimulai dari zat yang lebih tinggi temperaturnya mula-mula
mentransfer energinya ke permukaan pemisah untuk kemudian diteruskan ke zat yang
berfungsi sebagai pendingin atau penerima energi. Untuk meningkatkan efektivitas
pertukeran energi, biasanya bahan permukaan pemisah dipilih dari bahan-bahan yang
memiliki konduktivitas termal yang tinggi seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari
penukar kalor seperti ini sering kita jumpai antara lain radiator mobil, evaporator AC,
pendingin oli gearbox dengan air, dan lain-lain. Dengan bahan pemisah yang memiliki
konduktivitas termal yang tinggi diharapkan tahanan termal bahan tersebut akan rendah
sehingga seolah-olah antara kedua zat yang saling dipertukarkan energinya seperti
kontak lansung. Bedanya dengan yang kontak langsung adalah masalah luas permukaan
transfer energi. Pada jenis kontak langsung luas permukaan perpindahan panas sangat
tergantung pada luas kontak antara kedua zat, sedangkan pada tipe tidak kontak
langsung luas permukaan sama dengan luas permukaan yang memisahkan kedua zat.
5
ruang dalam m3. Jadi dimensi kekompakan penukar kalor adalah [m2/m3]. Apabila ditinjau
dari kekompakan luas permukaan perpindahan panas ini, suatu penukar kalor dikategorikan
sebagai penukar kalor kompak bila luas permukaan perpindahan panas per volumenya lebih
besar dari 700 [m2/m3]. Sedangkan yang nilainya kurang dari nilai tersebu disebut penukar
kalor tidak atau kurang kompak. Radiator mobil dan kondenser AC split merupakan dua
contoh penukar kalor kompak.
6
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Penukar kalor tipa tabung dan pipa (shell and tube)
Nomenklatur dari gambar1:
7
16. Bafel penahan semprotan (impingement baffle) 22. Lobang tempat untuk mengangkat (lifting lugs)
17. Partisi laluan (pass partition) 23. Pipa-pipa (tubes)
18. Penghubung pengeluaran gas (vent connection) 24. Weir
19. Penghubung tempat pembuangan (drain 25. Penyambung alat untuk melihat ketinggian cairan
connection) (liquid level connection)
20. Tempat alat ukur (instrument connection)
21. Tempat penopang (support saddles)
Selain jenis seperti yang diperlihatkan pada gambar 1, untuk tipe tabung dan pipa masih ada
jenis lain yang banyak pula dipergunakan di industri yaitu tipe pipa U (U tube type) seperti
diperlihatkan pada gambar 2 dan tipe dua pipa (double pipe type) seperti diperlihatkan pada
gambar 3. Pada jenis yang terakhir ini setiap tabung berisi berkas pipa masing-masing.
Fluida yang dipertukarkan energinya dalam penukar kalor tipe tabung dan pipa ini dapat
berujud cair dan cair atau cair dan gas, atau cair dan cair dalam proses perubahan fasa
menjadi gas.
Gambar 3. Penukar kalor tabung dan pipa tipe dua pipa (double pipe)[1]
8
2. Tipe pipa bersirip (Fins and tube)
Salah satu contoh penukar kalor tipe pipa bersirip ini diperlihatkan pada gambar 4. Contoh
yang lain banyak kita jumpai di lapangan antara lain radiator mobil, kondensor dan
evaporator mesin pendingin dan masih banyak lagi yang lain. Pada umumnya penukar kalor
jenis pipa bersirip ini dipergunakan untuk fluida cair dan gas dimana fluida gas dilalukan di
luar pipa, yaitu bagian yang bersirip. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
transfer energi karena biasanya pada sisi gas koefisien perpindahan panas memiliki nilai
yang kecil sehingga untuk kompensasi agar laju transfer energinya meningkat diperlukan
luas permukaan perpindahan panas yang relatif tinggi. Namun demikian pada kenyataannya
dengan peningkatan luas permukaan sirip bukan berarti laju transfer energi meningkat
secara proporsional terhadap peningkatan luas tersebut karena adanya efektivitas
penggunaan sirip. Secara umum tentunya di dalam sirip juga terjadi mekanisme perpindahan
panas, sementara itu sirip juga memiliki tahanan termal sehingga temperatur sirip akan
bervariasi dengan nilai yang selalu berbeda dengan temperatur fluida yang berada di dalam
pipa. Oleh karena laju transfer energi sangat tergantung pada beda temperatur antara kedua
fluida sedangkan dengan adanya sirip akan menambah tahanan termal proses dan bagi
suatu tempat di sirip yang lokasinya jauh dari fluida yang berada di dalam pipa akan
bertemperatur sedemikian rupa sehingga bedanya dengan fluida yang berada di luar pipa
akan mengecil, maka efektivitas laju transfer energi akan mengecil. Penukar kalor tipe pipa
bersirip juga bermacam-macam konstruksinya, antara lain penampang pipanya tidak selalu
lingkaran, artinya banyak sekali pipa jenis pipih, oval, dan persegi yang dilengkapi dengan
sirip. Penukar kalor pipa bersirip ini termasuk golongan penukar kalor kompak karena
kebanyakan memiliki luas permukaan perpindahan panas per volume lebih besar dari 700
m2/m3.
9
3. Tipe pelat (plate Heat Exchanger)
Penukar kalor tipe pelat merupakan penukar kalor yang sangat kompak karena memiliki
kekompakan yang sangat tinggi. Penukar kalor jenis ini terdiri dari pelat-pelat yang sudah
dibentuk dan ditumpuk-tumpuk sedemikian rupa sehingga alur aliran untuk suatu fluida
akan terpisahkan oleh pelat itu sendiri terhadap aliran fluida satunya serta dipisahkan
dengan gasket. Jadi kedua fluida yang saling dipertukarkan energinya tidak saling
bercampur. Salah satu contoh penukar kalor tipe pelat ini diperlihatkan pada gambar 5.
10
Gambar 6. Penukar kalor tipe spiral[1].
11
yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari efektivitas
pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di atas. Dalam
kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir
sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh panas dengan laju
yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi setelah
meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir seragam.
Sedangkan untuk multi laluan, terbagi ke dalam beberapa tipe sesuai dengan arah aliran
kedua fluida yang saling bertukaran energinya, antara lain:
a. Tipe gabungan antara aliran berlawanan dan bersilangan, misalnya pada tipe tabung
dan pipa.
b. Tipe gabungan antara aliran sejajar dan bersilangan,
c. Tipe gabungan antara aliran berlawanan, sejajar dan bersilangan,
d. Tipe aliran fluida terbagi dan fluida bercampur, misalnya pada kondenser AC
Jenis penukar kalor berdasarkan jumlah fluida yang saling dipertukarkan energinya.
Pada umumnya penukar kalor beroperasi dengan dua fluida (keduanya dapat
merupakan zat yang sama). Namun demikian ada pula penukar kalor yang dirancang untuk
beroperasi dengan tiga jenis fluida misalnya yang sering digunakan pada instalasi proses
pemisahan udara (yaitu antara refrijeran, oksigen, dan nitrogen), pada unit pemisah antara
helium dan udara yang terdiri dari oksigen dan nitrogen, serta penukar kalor yang
dipergunakan dalam proses sintesa gas ammonia pada pabrik pupuk. Dengan demikian
berdasarkan jumlah fluida yang dipergunakan, terdapat dua kategori penukar kalor yaitu
penukar kalor dengan dua fluida dan penukar kalor dengan lebih dari dua fluida kerja.
12
akan diuapkan mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan api atau gas hasil pembakaran
yang dipergunakan untuk memanaskan air berada di luar pipa-pipa tersebut.
13
BAB II
TEORI DASAR PERPINDAHAN PANAS, KINERJA DAN PENGUJIAN
PENUKAR KALOR
Pendahuluan
Penukar kalor merupakan alat penukar energi secara mikroskopik dalam bentuk panas
atau disingkat alat penukar panas. Oleh sebab itu teori yang mendasari prinsip kerja maupun
kinerja penukar kalor tentunya adalah teori perpindahan panas. Untuk dapat menjalankan
atau mengoperasikan penukar kalor secara baik diperlukan penguasaan kaidah perpindahan
panas secara baik pula. Demikian pula dalam merawat peralatan ini, teori dasar tentang
mekanisme perpindahan panas juga sangat membantu. Dalam hal merancang atau memilih
peralatan dengan cara menentukan spesifikasi teknis peralatan yang sesuai dengan tujuan
proses yang telah didefinisikan juga memerlukan pengetahuan dasar teori yang kuat.
Dengan berlandaskan pada hal-hal tersebut, barangkali akan sangat penting apabila dalam
modul ini dibahas tentang teori dasar mengenai perpindahan panas secara umum,
perpindahan panas di dalam penukar kalor, kinerja penukar kalor dan bagaimana mengukur
serta mengevaluasi kinerjanya. Berikut ini akan dibahas secara singkat satu persatu
mengenai hal tersebut.
Konduksi.
Jika pada suatu benda terdapat gradien temperatur, maka akan terjadi
perpindahan energi dari tempat yang bertemperatur tinggi ke tempat-tempat yang
bertemperatur rendah. Kita katakan bahwa energi berpindah secara konduksi
(conduction) atau hantaran apabila cara atau mekanisme perpindahan tersebut
berjalan secara antar molekul atau atom dari zat (sejenis khususnya) tanpa disertai
dengan perubahan posisi dari molekul atau atom zat tersebut. Laju perpindahan
panas konduksi per satuan luas permukaan perpindahan panas berbanding lurus
14
dengan gradien temperatur normal, atau dalam bahasa matematik dapat ditulis
sebagai:
qcond ∂T
≈ (1)
A cond ∂X
Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas atau tetapan kesebandingan, diperoleh:
∂T
qcond = − k.A cond . (2)
∂x
dimana : ∂T/∂x adalah gradien temperatur ke arah perpindahan panas antara
dua tempat.
k adalah konduktivitas termal (thermal conductivity) zat.
Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa
energi mengalir dari tempat bertemperatur tinggi ke tempat bertemperatur rendah.
Konduksi dapat berlangsung pada setiap zat baik dalam wujud padat, cair, maupun
gas asal tetap dipenuhi definisinya yaitu tidak disertai dengan perubahan posisi
molekul atau atom zat dan energi pindah dari atom atau molekul ke atom atau
molekul tetangganya dari zat tersebut. Bahkan di lapisan perbatasan antara
permukaan padat dan cair atau gas konduksi dapat berlangsung dengan cara
perpindahan energi dari molekul atau atom permukaan padatan dengan atom atau
molekul fluida yang menempel atau bersinggungan dengannya atau sebaliknya. Laju
perpindahan konduksi meningkat pula dalam material atau zat dengan nilai
konduktivitas termal yang lebih tinggi. Zat yang memiliki konduktivitas tinggi
(biasanya dari golongan logam) sering disebut dengan zat konduktor. Sedang zat
dari golongan non logam pada umumnya memiliki konduktivitas termal yang rendah.
Golongan zat ini sering diklasifikasikan dalam zat isolator. Karena alas an sifat
konduktivitas termal inilah kebanyakan penukar kalor terbuat dari logam selain alas
an yang berkaitan dengan kekuatan bahan terhadap tekanan kerja.
Konveksi
Pelat logam panas (bertemperatur tinggi) akan mendingin lebih cepat bila ditaruh
di dalam udara yang mengalir dibandingkan bila ditempatkan di udara tenang. Kita
katakan bahwa panas dikonveksikan ke udara sekitar dan proses ini dinamakan
perpindahan panas secara konveksi. Tetapi gambaran ini masih harus
dikembangkan agar kita dapat memakai fenomena seperti ini dengan memadai serta
15
bermanfaat bagi perbaikan masalah yang berkaitan dengan perpindahan panas dari
permukaan ke fluida.
Perhatikan gambar 3. Oleh karena kecepatan lapisan fluida pada dinding
adalah nol akibat aksi viskositas dan kondisi tidak slip, maka panas hanya dapat
berpindah pada daerah ini dengan cara konduksi. Hal ini telah pula diterangkan saat
membahas konduksi. Namun apabila diperhatikan secara saksama, fluida yang
sedikit agak jauh dari permukaan biasanya ikatan kohesi dan adhesinya melemah,
sehingga akan lebih mudah berpindah posisi (mengalir) sebagai akibat gaya dari luar
atau perbedaan massa jenis akibat adanya perbedaan temperatur. Pada daerah
dimana fluida mulai bergerak ini, mekanisme perpindahan panas konduksi tadi akan
dipercepat dengan adanya efek percampuran antar molekul atau atom fluida karena
adanya gerakan relatif antara satu atom/molekul terhadap lainnya atau terhadap
dinding. Mekanisme konduksi yang disertai dengan pergerakan atom/molekul fluida
ini disebut dengan konveksi. Jadi konveksi hanya terjadi antara permukaan padat
dengan fluida di sekitarnya. Gradien atau perubahan temperatur fluida akibat
perubahan jarak dari dinding permukaan sangat bergantung pada laju fluida
pembawa panas. Kecepatan aliran yang tinggi akan menyebabkan gradien
temperatur menjadi tinggi pula. Jadi gradien temperatur pada dinding bergantung
pada distribusi kecepatan, sehingga perpindahan panas konveksi dipengaruhi pula
oleh distribusi kecepatan fluida tersebut. Namun perlu diingat bahwa mekanisme
perpindahan panas yang dominan pada dinding atau fluida di dekat sekali dengan
dinding itu adalah konduksi. Untuk menyatakan mekanisme konveksi dalam bahasa
matematis, kita gunakan hukum Newton tentang pendinginan, yaitu :
T∞
Tw
16
Besaran hc disebut dengan koefisien perpindahan panas konduksi yang nilainya
bergantung beberapa parameter antara lain kecepatan aliran fluida, sifat-sifat fluida
(viskositas, massa jenis, difusifitas termal, panas spesifik pada tekanan tetap, dan
lain-lain), kekasaran permukaan dan intensitas turbulensi aliran. Sedangkan Aconv
adalah luas permukaan perpindahan panas. (Tw - T∞) merupakan perbedaan
temperatur atara permukaan dinding perpindahan panas dengan temperatur fluida
yang jaraknya jauh dari permukaan tersebut. Pada umumnya konveksi digolongkan
ke dalam dua hal yaitu konveksi natural dan konveksi paksa. Konveksi natural terjadi
bila pergerakan partikel fluida di sekitar permukaan diakibatkan oleh perbedaan
massa jenis fluida karena adanya gradien temperatur. Artinya gaya penyebab aliran
adalah gaya apung. Sedangkan konveksi paksa terjadi bila gerakan partikel fluida
diakibatkan oleh adanya gaya mekanik dari luar seperti pompa, blower, fan,
hembusan, dan lain-lain. Dari pembahasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
perpindahan panas konveksi bergantung kepada koefisien perpindahan panas
konveksi yang nilainya sangat bergantung pada sifat fluida dan sifat aliran.
Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan
panas terjadi melalui bahan antara, panas juga dapat berpindah melalui daerah
hampa, atau melalui fluida ke permukaan lain dengan cara pemancaran gelombang
elektromagnetik dan disebut radiasi. Pembahasan termodinamika menunjukkan
bahwa radiator ideal atau benda hitam (black body) memancarkan energi dengan
laju yang sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolut benda itu dan
berbanding langsung dengan luas permukaan. Secara matematis dapat ditulis
sebagai :
Qpancaran ≈ σ0 . Arad . T4 (4)
Persamaan ini hanya berlaku untuk benda hitam dan radiasi termal saja. Sedangkan
untuk radiasi elektromagnetik lain tidak sesederhana itu.
Pertukaran radiasi netto antara dua permukaan berbanding dengan
perbedaan temperatur absolut pangkat empat dan faktor pandang antara dua
permukaan dan emisivitas masing-masing permukaan, artinya :
Qpertukaran netto/Arad ≈ F . ε . σo . (T14 – T24) (5)
17
dimana F: Adalah faktor pandang atau factor bentuk interaksi antara dua
permukaan yang saling bertukar energinya
ε: Adalah emisivitas permukaan
σo: Adalah konstanta Stefan Boltzman yang nilainya 5,67x10-8 W/m2.K4
T1
T2
Gambar 2. Dua fluida mengalir dan berbeda temperatur dipisahkan oleh pelat logam
Selama perjalanannya, fluida yang di atas akan turun temperaturnya, sedangkan fluida yang
di bawah pelat akan meningkat temperaturnya. Perpindahan panas berlangsung dari atas
ke bawah melalui beberapa tahapan yaitu:
a. Dari fluida di atas pelat ke permukaan atas pelat secara konveksi paksa
b. Di dalam pelat itu sendiri dari permukaan atas ke permukaan bawah secara konduksi
18
c. Dari permukaan pelat bagian bawah ke fluida yang bawah secara konveksi.
Dari ketiga tahapan perpindahan panas tersebut tentunya masing-masing memiliki sifat
masing-masing yang sering disebut dengan tahanan termal atau kebalikan dari koefisien
perpindahan panas dalam hal konveksi. Tahanan termal yang tinggi berarti makin susah
panas ditransfer sehingga laju perpindahan energi yang dapat dipindahkan makin kecil.
Dengan demikian dari fluida di atas pelat hingga fluida di bawah, energi ditransfer melalui
tiga tahanan termal, yaitu tahanan termal konveksi di atas pelat, konduksi di pelat dan
konveksi di bawah pelat. Bagi penukar kalor, justru yang penting adalah koefisien
perpindahan panas gabungan antara ketiga fenomena tersebut dan kebalikan nilai tersebut
merupakan nilai tahanan termal global. Koefisien perpindahan panas global U dari kasus ini
dirumuskan sebagai berikut:
1
U= (6)
1/ h a + t p / k p + 1/ h b
dimana ha, tp, kp, dan hb berturut turut adalah koefisien perpindahan panas konveksi di
permukaan pelat bagian atas, tebal pelat, konduktivitas termal pelat, dan koefisien
perpindahan panas konveksi di permukaan pelat bagian bawah. Sedangkan tahanan termal
permukaan pelat bagian atas adalah 1/ha, tahanan termal konduksi di pelat adalah tp/kp, dan
tahanan termal konveksi permukaan pelat bagian bawah adalah 1/hb. Nilai U dapat ditaksir
dengan dua cara yaitu dengan mengevaluasi nilai ha dan hb memakai formulasi-formulasi
perpindahan panas dan melihat nilai kp di tabel-tabel termodinamik serta mengukur tebal
pelat tp atau dengan cara menguji penukar kalor secara langsung untuk mengetahui laju
perpindahan panas yang terjadi serta mengukur temperatur-temperatur di masing-masing
sisi masuk dan keluar fluida untuk mengetahui nilai LMTD seperti ditunjukkan pada
persamaan (8). Untuk cara yang kedua ini nilai luas permukaan perpindahan panas A harus
sudah diketahui terlebih dahulu.
Dengan diketahuinya tahanan termal masing-masing bagian dalam proses perpindahan
panas, tahanan termal global Rttot dapat dirumuskan sebagai:
1 1 tp 1
R ttot = = + + (7)
U ha k p hb
Dengan adanya koefisien perpindahan panas global tersebut, maka laju perpindahan panas
dapat ditulis sebagai:
Q = U × A × F × LMTD (8)
19
F adalah faktor koreksi LMTD yang bergantung pada jenis penukar kalor. Nilai
F sama dengan 1 (satu) untuk jenis aliran lawan dan paralel, serta mempunyai
nilai kurang dari satu (<1) untuk jenis aliran menyilang maupun aliran
gabungan.
LMTD adalah perbedaan temperatur logaritmik yang didefinisikan seperti di bawah ini.
Perbedaan temperatur logaritmik dirumuskan berbeda-beda tergantung pada jenis penukar
kalor. Oleh sebab itu sebagai ilustrasi akan diberikan gambar 3 hingga gambar 5 berbagai
tipe arah aliran dalam penukar kalor.
Gambar 3. Penukar kalor jenis aliran paralel (a) dan aliran lawan (b).
Gambar 4. Penukar kalor jenis aliran menyilang pipa bersirip (a) dan pipa tak bersirip (b)[2].
Gambar 5. Penukar kalor jenis aliran gabungan (pada tipe shell & tube)[2]
20
Tipe penukar kalor seperti tersebut pada gambar 3 hingga gambar 5 memiliki karakteristik
yang berbeda dalam hal keefektifan atau efektivitas energi yang dipindahkan selama fluida
berada di dalam penukar kalor. Efektivitas pertukaran energi di dalam penukar akan
diterangkan tersendiri di dalam pasal kinerja penukar kalor.
Dari ketiga jenis penukar kalor di atas, terdapat kesamaan penting yang akan
dipergunakan dalam perhitungan LMTD yaitu bahwa di setiap jenis penukar kalor terdapat
sisi masuk dan sisi keluar untuk setiap fluida. Bila temperatur pada sisi masuk fluida pertama
yang kebetulan adalah fluida yang memberikan energinya (atau disebut fluida panas / hot)
diberi simbol Thin dan temperatur pada sisi keluarnya adalah Thout, sedangkan untuk fluida
yang satunya yaitu fluida kedua yang menerima panas (fluida dingin / cold) pada sisi masuk
diberi simbol Tcin dan Tcout untuk temperatur pada sisi keluar, maka rumusan LMTD untuk
setiap jenis penukar kalor adalah sebagai berikut:
(Thout − Tcout ) − (Thin − Tcin )
LMTD = (9)
(T − Tcout )
ln hout
(Thin − Tcin )
Gambar 6. Grafik faktor LMTD untuk aliran silang kedua fluida masing-masing
tidak tercampur[2]
Untuk kasus aliran menyilang dan aliran gabungan, perhitungan nilai LMTD seperti kasus
aliran lawan, namun harus dikalikan dengan faktor LMTD yang nilainya dapat dicari secara
grafis menggunakan grafik (chart) seperti yang ditunjukkan pada gambar 6 dan gambar 7
untuk kasus aliran menyilang serta gambar 8 dan gambar 9 untuk kasus aliran gabungan.
21
Grafik-grafik sejenis ini untuk tipe penukar kalor lain dapat diperoleh pada textbook-textbook
penukar kalor.
Gambar 7. Grafik faktor LMTD untuk aliran silang satu fluida tercampur dan fluida
yang lain tidak tercampur[2].
Gambar 8. Grafik faktor LMTD untuk penukar kalor tipe shell & tube dengan
dua laluan pipa U[2].
22
Gambar 9. Grafik faktor LMTD untuk penukar kalor tipe shell & tube dengan
dua shell masing-masing dua laluan pipa U[2].
23
Q h = m h × Cp h × (Thin − Thout ) = C h × (Thin − Thout ) (11)
- Untuk fluida yang dipanaskan atau yang menerima energi:
Q c = m c × Cp c × (Tcout − Tcin ) = C c × (Tcout − Tcin ) (12)
dimana,
mh dan mc adalah laju aliran massa fluida yang memanaskan atau yang
memberikan panas dan yang dipanaskan atau yang menerima kalor dalam
satuan [kg/s]. Kadangkala di lapangan tidak ditemukan alat ukur yang dapat
mengetahui langsung nilai mh dan mc, tetapi yang ada adalah alat ukur debit
aliran {VA} dalam [m3/s] seperti meteran air misalnya. Oleh karena itu nilai mh dan
mc harus dievaluasi berdasarkan pengukuran {VA} ini dengan mengalikannya
dengan massa jenis fluida ρf, sehingga mh = {VA}h x ρfh dan mc = {VA}c x ρfc.
Cph dan Cpc adalah panas spesifik fluida pada tekanan konstan dalam satuan
[J/kg.K] atau [kJ/kg.K] yang nilainya untuk masing-masing fluida dapat diperoleh
pada tabel-tabel termodinamika mengenai sifat zat.
Ch dan Cc adalah perkalian antara Cp dengan m yaitu Ch = mh x Cph untuk fluida
yang memanaskan dan Cc = mc x Cpc untuk fluida yang menerima energi dalam
bentuk panas. Dalam perhitungan maupun pengukuran kinerja penukar kalor,
biasanya nilai Cc dan Ch ini dibandingkan terlebih dulu dan kemudian yang
nilainya lebih kecil diberi simbol Cmin dan yang lainnya diberi simbol Cmax karena
nilainya lebih besar. Jadi adakalanya Cc menjadi Cmin atau sebaliknya Ch menjadi
Cmin tergantung setiap kasus. Notasi ini akan dipergunakan dalam evaluasi
efektivitas penukar kalor.
(Tcout – Tcin) dan (Thin – Thout) adalah selisih temperatur fluida antara sisi masuk
dan sisi keluar penukar kalor atau sebaliknya untuk masing-masing fluida.
24
Jadi dalam hal ini nilai ε selalu lebih kecil dari 1 (satu). Apabila nilai efektivitas penukar
kalor ε ini bersama nilai temperatur fluida saat memasuki penukar kalor Thi dan Tci
diketahui, laju perpindahan panas aktual dari sebuah penukar kalor langsung dapat
diketahui berdasarkan persamaan berikut:
Q = ε × C min × (Thin − Tcin ) (15)
Untuk beberapa tipe penukar kalor, dapat ditunjukkan bahwa nilai parameter ε
bergantung pada nilai [Cmin/Cmax] dan [UA/Cmin]. Parameter yang kedua ini sering disebut
sebagai Number of Transfer Unit atau NTU, sehingga diperoleh :
UA
NTU = (16)
C min
dan
⎛ C ⎞
ε = f ⎜⎜ NTU, min ⎟⎟ (17)
⎝ C max ⎠
Korelasi dalam persamaan (17) akan dikembangkan untuk beberapa jenis penukar kalor
pada pasal tersendiri karena parameter-parameter yang terkait dengan NTU dan ε ini
sangat penting dan dapat dipergunakan sebagai cara analisis dan perancangan penukar
kalor bersama-sama dengan korelasi-korelasi yang sebelumnya diutarakan antara lain
LMTD.
Q c m c × Cp c × (Tcout − Tcin )
η= = × 100%
Q h m h × Cp h × (Thin − Thout )
atau
Q h m h × Cp h × (Thin − Thout )
η= = × 100% (18)
Q c m c × Cp c × (Tcout − Tcin )
25
Efisiensi ini hanya dipakai sebagai petunjuk seberapa besar perbedaan antara nilai
energi yang diberikan dengan yang diterima sehingga dapat diketahui besarnya energi
yang pindah ke lingkungan atau sebaliknya justru yang diperoleh dari lingkungan karena
salah satu fluida yang dipertukarkan energinya bekerja pada temperatur lebih rendah
dari temperatur lingkungan.
d. Penurunan tekanan fluida selama mengalir di dalam penukar kalor untuk kedua
jenis fluida (∆ph dan ∆pc).
Penurunan tekanan fluida merupakan petunjuk berapa besar energi dan daya dari
peralatan untuk mengalirkan fluida yang dibutuhkan selama fluida tersebut melintasi
penukar kalor. Artinya semakin besar nilai penurunan tekanan yang terjadi, maka
semakin besar pula energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida. Hal ini sangat
penting untuk diketahui karena erat kaitannya dengan biaya operasi. Banyak sekali
formulasi yang dipergunakan untuk menaksir besarnya nilai penurunan tekanan fluida di
dalam penukar kalor, karena nilai ini sangat bermanfaat khususnya bagi para perancang
penukar kalor. Namun bagi pengguna yang lebih penting barangkali adalah mengetahui
nilai tersebut dengan cara mengukurnya dan mengamati kecenderungannya dengan
berjalannya jam operasi agar dapat diketahui saat kapan diperlukan perbaikan dalam
rangka mengembalikan atau meningkatkan efisiensi biaya operasi penukar kalor.
26
NTU × C min
A= (20)
U
Metode LMTD akan lebih mudah dipergunakan apabila seluruh temperatur masuk
dan keluar penukar kalor yang dirancang telah diketahui terlebih dahulu atau
ditetapkan. Sedangkan metode NTU-ε dapat digunakan dengan mudah apabila
temperatur masuk saja dari kedua fluida sudah diketahui terlebih dahulu. Namun nilai NTU
harus dapat ditentukan dalam perancangan metode kedua ini. Oleh karena itu korelasi ε
sebagai fungsi dari NTU dan [Cmin/Cmax] menjadi penting untuk diketahui.
Penentuan nilai luas permukaan perpindahan panas A dengan kedua metode di atas
harus menghasilkan nilai yang sama atau paling tidak hampir sama sehingga perancang
merasa yakin dengan hasil rancangannya. Namun demikian dalam setiap tahapan
perancangan selalu disertai ketidakpastian selain seharusnya hasil rancangan dapat berupa
solusi yang jumlahnya banyak. Artinya dengan nilai A hasil rancangan berdasarkan kedua
metode tersebut masih banyak kemungkinan yang dapat kita lakukan dalam memilih dimensi
penukar kalor yang akan kita buat. Sebagai contoh dengan suatu nilai A tertentu, perancang
masih memiliki beberapa kebebasan antara lain dalam memilih jenis penukar kalor, dan
untuk suatu jenis yang dipilihpun (misalnya U-tube untuk tipe shell&tube HE) perancang
masih bebas pula menentukan diameter pipa, panjang pipa, serta jumlah pipa yang akan
dipergunakan. Ketidakpastian hasil perhitungan akibat kekurangyakinan nilai data dan sifat-
sifat fluida serta jenis penukar panas yang dipilih biasanya membawa kepada perancang
untuk memberikan suatu faktor keamanan hasil rancangan dengan cara memperbesar nilai
A dengan suatu faktor “keamanan rancangan”. Berdasarkan pengalaman penukar kalor yang
biasa dipakai dalam industri, nilai A yang terpasang dapat sebesar 1,2 hingga 1,5 kali dari
nilai A hasil perhitungan. Ini berarti bahwa faktor keamanan berkisar 20% hingga 50%
bahkan lebih tergantung dari keyakinan perancang. Semakin lama pengalaman perancang
mendalami masalah penukar kalor baik dari sisi teori dan praktis akan semakin memiliki
perasaan keinsinyuran yang tajam sehingga dapat menentukan faktor keamanan rancangan
yang semakin kecil. Sebaliknya bagi perancang dan praktisi pemula, disarankan untuk
mengambil faktor keamanan rancangan yang cukup tinggi, walaupun faktor meningkatnya
biaya material dan produksi tetap harus dipertimbangkan dalam menentukan nilai faktor
keamanan rancangan ini.
Korelasi NTU - ε
Dalam menentukan korelasi antara NTU dan ε, biasanya agar dimulai dari yang
paling sederhana, dipergunakan andaian untuk jenis penukar kalor paralel yaitu jika Cmin = Ch
sehingga persamaan () menjadi:
27
ε=
(Thin − Thout ) (21)
(Thin − Tcin )
Sedangkan untuk [Cmin/Cmax] dapat ditulis sebagai:
C min m h × Cp h
=
(T − Tci )
= cout (22)
C max m c × Cp c (Thin − Thout )
Pernyataan lain untuk penukar panas jenis paralel ini adalah bahwa:
ln
(Thout − Tcout ) = −UA⎛⎜ 1 +
1 ⎞
⎟⎟ = −
UA ⎛ C
⎜⎜1 + min
⎞
⎟⎟ (23)
(Thin − Tcin ) ⎜C Cc C min
⎝ h ⎠ ⎝ C max ⎠
atau
Pernyataan di ruas kiri dari persamaan (24) dapat diubah menjadi pernyataan berikut:
(Thout − Tcout ) = (Thout − Thin + Thin − Tcout ) (25)
(Thin − Tcin ) (Thin − Tcin )
Persamaan (22) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (25) ini sehingga menjadi:
⎛ ⎞
(Thout − Thin ) + (Thin − Tcin ) − ⎜⎜ Cmin ⎟⎟(Thin − Thout )
(Thout − Tcout ) = ⎝ C max ⎠ (26)
(Thin − Tcin ) (Thin − Tcin )
atau persamaan terakhir ini dapat disederhanakan menjadi:
dan apabila persamaan (27) disubstitusikan ke dalam persamaan (24) akan diperoleh:
⎛ C ⎞ ⎡ ⎛ C ⎞⎤
1 − ε⎜⎜1 + min ⎟⎟ = exp⎢− NTU⎜⎜1 + min ⎟⎟⎥
⎝ C max ⎠ ⎣ ⎝ C max ⎠⎦
atau
⎡ ⎛ C ⎞⎤
1 − exp⎢− NTU⎜⎜1 + min ⎟⎟⎥
⎣ ⎝ C max ⎠⎦
ε= (28)
⎛ C ⎞
⎜⎜1 + min ⎟⎟
⎝ C max ⎠
⎛ C min ⎞
Persamaan (28) merupakan persamaan yang menyatakan ε = f ⎜⎜ NTU, ⎟⎟ dari penukar
⎝ C max ⎠
kalor tipe aliran paralel. Persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam bentuk grafik
untuk memudahkan para perancang dalam menentukan nilai NTU sebagai fungsi dari ε dan
[Cmin/Cmax] seperti diperlihatkan dalam gambar 10.
28
Gambar 10 Pernyataan grafis dari persamaan (28) untuk penukar kalor aliran paralel
Untuk penukar kalor jenis lain selain aliran paralel representasi grafis dari korelasi
NTU – ε – [Cmin/Cmax] berturut-turut diberikan dalam gambar 11, gambar 12 dan
gambar 13.
29
Gambar 12 Pernyataan grafis korelasi NTU – ε – [Cmin/Cmax] untuk penukar kalor
jenis shell & tube dengan satu shell dan pipa multi laluan
30
Pengujian penukar kalor
Dalam pembahasan ini pengujian dibatasi pada pengujian kinerja termal dan pengujian
kekuatan tekan penukar kalor.
Perlu dicatat bahwa setiap alat ukur yang terpasang harus selalu dikalibrasi secara periodik
sehingga penunjukkan yang dihasilkan dapat kita percaya dan hasil perhitungan dapat
dipakai sebagai acuan dalam mengoperasikan dan merawat penukar kalor kita. Apabila
seluruh data dan alat ukur sudah disiapkan, pengujian dapat mulai dilakukan dengan
pengambilan data parameter operasi seperti laju aliran, temperatur, massa jenis, kapasitas
panas dan lain-lain. Kemudian perhitungan dapat dilakukan dengan memanfaatkan formulasi
yang telah diterangkan sebelumnya untuk mengetahui kinerja termal penukar kalor antara
lain laju perpindahan panas yang dapat ditransfer untuk masing-masing sisi fluida, efektivitas
penukar kalor, efisiensi konversi energi yang terjadi, dan penurunan tekanan yang terjadi di
31
masing-masing sisi aliran fluida. Sebaiknya pengukuran data dan perhitungan dilakukan
beberapa kali agar keyakinan kita bertambah.
Pengujian ini sekaligus menguji sambungan rol, shell, tube terutama sebelah dalam,
sambungan nozzle, gasket antara tube sheet dengan channel.
Penguiian tube side dilaksanakan seperti diperlihatkan pada gambar 15:
32
Pengujian ini sekaligus memeriksa sambungan tutup channel, kondisi tube dan
sambungan floating heat cover. Sewaktu pengisian air penguji, diyakinkan bahwa peralatan
benar-benar penuh air dengan membuka kerangan ventilasi hingga air keluar. Pengujian
peralatan baru dipakai ketentuan 1 1/2 x tekanan desain.
Pengujian peralatan yang telah dioperasikan = 1 1/2 x tekanan kerja maksimum yang
dibolehkan. Tekanan desain = tekanan yang dihitung dengan stress value pada suhu desain.
Tekanan kerja maksimum = tekanan kerja yang dihitung dengan stress valuenya pada suhu
operasi. Menurut ketentuan MIGAS, waktu penahan tekanan (holding time) selama 2 jam,
tanpa kecuali apakah ada atau tidak ada perbaikan. Pada waktu holding time, inspektor
melaksanakan pemeriksaan dan disaksikan oleh pihak instansi yang rnengeluarkar ijin
(DEPNAKER, MIGAS, dan lain-lain). Menurut ketentuan MIGAS, uji hydrostatis harus dicatat
(recorded) dengan pressure-time chart. Kebocoran sewaktu hydrotest harus diperbaiki,
perbaikan besar memerlukan uji hidrostatis diulang.
33
BAB III
PEMELIHARAAN ALAT PENUKAR KALOR
(HEAT EXCHANGER MAINTENANCE)
Pendahuluan
Hampir di setiap industri yang mengolah bahan mentah atau setengah jadi menjadi produk
akhir yang siap dikonsumsi, peralatan penukar kalor dipakai untuk maksud-maksud :
Sebagai media yang dipakai untuk pertukaran kalor tersebut adalah produk itu sendiri.
Sebagai contoh antara lain air pendingin, uap air, udara biasa maupun udara panas, nyala
api, gas bekas pembakaran, dan lain- lain. Penukaran kalor terjadi antara media yang satu
melalui dinding perantara ke media yang lain. Penukaran kalor dapat terjadi sewaktu kedua
media sedang mengalir. Pada pasal selanjutnya akan menyajikan secara singkat tentang
cara-cara pemeliharaan peralatan ini yang lazim dilaksanakan di industri.
34
Tipe ini, seperti diperlihatkan pada gambar 1, di dalam standard TEMA (Tubular
Exchanger Manufacturers Association = Asosiasi pembuat peralatan penukar kalor),
adalah tipe A dan B untuk tutup alur (channel) dan tipe P, S, T dan W untuk tutup apung.
Gambar 3. Penukar kalor shell & Tube tipe hair pin atau cattle[1]
35
Plate heat exchanger
Alat penukar kalor tipe ini, seperti diperlihatkan pada gambar 5, pada umumnya
terbuat dari bahan nonferrous yakni bahan aluminium. Hal ini disebabkan oleh daya rambat
panasnya yang sangat tinggi.
Pelat
Sirip
Penguat
36
Selanjutnya pendinginan dengan udara dapat ditiupkan atau dihisap, tergantung kebutuhan :
Keefektifan pendinginan tergantung pada kondisi sirip/fins (rusak, kotor oleh sampah dari
udara), suhu udara pendingin, putaran dan sudut baling-baling kipas.
Masih terdapat tipe-tipe alat penukar kalor yang lain, seperti misalnya cooling tower,
dimana fluida yang didinginkan disalurkan melalui pipa-pipa, sedang diluarnva
dipercikkan/disiramkan air pendingin keatas pipa tersebut.
37
Gambar 6. Penukar kalor double pipe (dua pipa konsentrik)[1]
38
1. Asam naphthanic yang berada dalam hydrocarbon itu sendiri
2. Asam chlorida (Hcl) yang berasal dan proses hidrolisa garam amonium chlorida
dan hasil senyawa antara injeksi gas NH3 dengan garam Nacl didalam minyak
mentah yang terurai dan bersenyawa dengan uap air menjadi asam chlonida
(Hcl) sewaktu proses penyulingan.
3. Asam hidrogen sulfida (H2S, yang berasal dan kandungan sulfur didalam minyak
mentah dari timur tengah.
4. Kandungan 02 di dalam air pendingin
5. Kandungan C02 di dalam kondensat
6. Kandungan garam di dalam air pndingin (karat air laut)
7. Kondisi galvanis antara bahan-bahan pernbuat yang berbeda (bemetallic
corrosion/galvanic corrosion).
8. Kandungan mercury pada gas alam yang merusak bahan aluminium pada plate
exchanger.
9. Pembusukan biota laut yang menempel pada dinding shell sebelah dalam.
10. Kandungan H2 didalam produk yang meresap ke dalam baja dinding shell
(hydrogen blistering)
11. Retak tegangan akibat karat (stress corrosion cracking) pada bahan austenitic
stainless steel akibat chlorine di dalam air yang melebihi 50 ppm.
39
menimbulkan kebocoran sehingga menyebabkan kontaminasi pada salah satu fluida dan
fluida yang lain, atau bahkan dapat menirnbuikan kebakaran.
Kerusakan dapat ditanggulangi dengan mencabut alat tersebut dari operasinya
kemudian memperbaiki kerusakannya tanpa rnengganggu operasi keseluruhan. Untuk itu
diperlukan sarana pengkucilan seperti kerangan kucil (isolation valve), sorokan (blind) dan
sejenisnya. Jika peralatan tersebut tidak dilengkapi dengan sarana kucil, maka terpaksa
untuk keperluan perbaikannya harus menghentikan seluruh kegiatan operasi. Hal ini
tentunya sangat tidak praktis dan merugikan.
a. Kerusakan ringan
Kerusakan ringan seperti goresan dalam (+ 1,5 mm), kink (takik) sedalam maximum 1,5
mm, fold atau lap sedalam maksimum 1 mm, inklusi oksida permukaan sedalam maximum
1 mm, gumpil sedalam maximum 1,5 mm, dapat langsung digerinda hilang untuk pelat
dinding shell setebal 6 mm ke atas.
40
dahulu menggerindanya dan memerikasanya kembali dengan cara non destructive test
(NDT) guna meyakinkan hahwa kerusakan seperti fold atau lap telah benar-benar
tergerinda habis.
Overlay welding harus di laksanakan berdasarkan WPS (welding procedure
specification), yang dibuat berdasarkan WPS sewaktu fabrikasi peralatan tersebut (jika
masih tersimpan), atau yang disetujui pihak inspeksi.
1. Singgung nyala
Singgung nyala diselidiki dengan pertama-tama diadakan uji kekerasan permukaan
sekitarnya dengan Portable Pauldi Hammer atau Brinell Hardness Tester yang lain. Jika
kekerasan pelat baja di sekitar singgung nyala tersebut melebihi 225 BHN, maka diadakan
PT atau MT. Jika terdapat gejala retak, maka daerah tersebut digerinda hingga keretakan
hilang. Kemudian diweld overlay dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak inspeksi
misalnya untuk pelat tebai diatas ¾ hingga 1,25 inci cukup dilaksanakan preheating
sebelum dilas dan untuk pelat di atas ketebalan tersebut disamping perlu preheating juga
diperlukan pemeliharaan suhu interpass (tidak kurang dan 3000 F) serta kemudian diadakan
stres reliefing (perlakuan panas pasca las).
41
2. Kerasukan tembaga (copper burnt)
Jika terdapat kerusakan seperti ini segera diadakan PT (pressure test) atau MT
(mechanic test) untuk mengetahui apakah telah terjadi keretakan. Jika telah terjadi
perbaikan dilaksanakan dengan memotong bagian tersebut dan menambal dinding
peralatan dengan pelat yang sejenis dan mengelasnya sesuai dengan WPS fabrikasi (jika
rnasih tersimpan), atau dengan prosedur las yang disarankan inspeksi.
Jika belum ada keretakan, tetap bagian yang kerasukan tembaga digerinda habis
dan diisi las dengan prosedur pengelasan seperti tersebut di atas. Pembuangan tembaga
harus benar-benar diyakini bahwa tidak ada lagi bekasnya (memakai kaca pembesar)
3. Local Overheating
Jika terdapat tanda-tanda local overheating, yakni dengan terbakarnya cat
pelindung dan terjadinya oksidasi berlebihan setempat, maka perlu diadakan penyelidikan
micro structure dengan memakai micro analyzer yang portable (sistim replika).
Replika akan menunjukkan apakah telah terjadi overheating dan quenching atau tidak. Jika
telah terjadi maka pihak metallurgist akan dihubungi untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan yang benar.
4. Laminasi
Laminasi biasanya diketemukan melalui ultrasonic testing. Jika terjadi hal
sedemikian, maka penyelidikan lebih jauh perlu diadakan. Diperlukan keputusan seorang
akhli metalurgi dan seorang akhli desain. Dengan dikembangkannya pengetahuan tentang
fracture mechanics, kemungkinan suatu laminasi atau retak tertentu dapat dipelajari
kemungkinannya untuk berkembang (propagasi).
Jika ternyata tidak akan berkembang, kerusakan sedemikian dapat dibiarkan untuk
beberapa waktu lamanya sambil dipantau terus menerus, sementara perbaikan atau
penggantian dipersiapkan. Namun jika ternyata laminasi tersebut kemungkinan
42
berkembang, maka langkah-langkah perbaikan perlu segera dilaksanakan.
6. Hydrogen Blister
Hydrogen blister terjadi pada operasi pengolahan hydrocarbon yang banyak
mengandung gas H2 pada suhu tidak tinggi (maksimum 1000C). Blister berupa benjolan
pada dinding shell, namun jika dilihat disebaliknya kondisi dinding tidak ada kelainan
apapun. Blister disebabkan peresapan (impregnasi) gas H2 kedalam metal baja pada
kedalaman sub surface (dekat permukaan). Gas tersebut mengumpul pada inclusi atau
cacat lain didalam metal baja, kemudian setelah akumulasi cukup banyak gas tersebut
mendesak ke arah yang lemah (yakni bagian sebelah permukaan), sehingga bagian
tersebut menggelembung, seperti diperlihatkan pada gambar 9.
Hidrogen Hidrogen Hidrogen Blister
Inklusi
Jenis kerusakan ini biasanya dekat permukaan (± 1 mm) sehingga perbaikannya tidaklah
sulit, yakni cukup dengan penggerindaan. Penyelidikan dengan ultra sonic (UT) scanning
perlu mengetahui sampai berapa jauh pengembangannya.
7. Hydrogen Attack
Hampir sama prosesnya dengan hydrogen blister, namun terjadinya lebih dalam,
oleh karenanya juga lebih berbahaya akibatnya. Karena suhu tinggi (± hingga 400 0C), gas
H2 mengurai menjadi atom atau hydrogen. Atom-atom hidrogen tersebut merasuk kedalam
43
baja hingga jauh ke tengah dan jika di dalam pelat terdapat segregasi maka atom H2
tersebut terhenti di sana dan bereaksi dengan carbon menjadi hidrocarbon. Gas-gas
hidrocarbon ini terus terbentuk dan mendesak ke bagian yang lemah. Desakan tersebut
sedemikian hebat sehingga sanggup menggembangkan lapisan yang cukup tebal, seperti
ditunjukkan pada gambar 11.
44
Jika dudukan tube rusak ringan dan tidak ada tube end (ujung tube) yang rusak maka
tidak perlu perbaikan, paling-paling hanya meratakan kink atau dent yang terjadi. Namun
jika ujung tube rusak, maka tube tersebut dapat menjadi bocor sewaktu pengujian
hydrostatis. Jika demikian halnya dan jumlah tube yang bocor dibawah 10%, maka tube
bocor tersebut cukup disumbat saja, atau kalau memungkinkan direrol hingga
bocorannya hilang.
d. Dudukan tube rusak berat
Jika dudukan tube rusak berat, maka tube bundle dikirim ke bengkel untuk ditotal retube
guna mempermudah perbaikan dudukan tube kalau dudukan tube tidak dapat diperbaiki
lagi, maka tube bundle direject.
2. Jika ternyata jumlah tube yang berkarat berat lebih dan 10% jumlah seluruh
tube, maka tube bundle direject untuk total retubing apabila tube, shell dan
baffle platenya masih baik.
3. Perbaikan pada expansion bellow
Expansion bellow (khususnya untuk exchanger vertikal) , biasanya terbuat dari
austenitic stainlesteel, Aisi 304, 316, 321, sewaktu test hidrostatis, jenis exchanger ini,
harus diperhatikan kandungan chlorine di dalam air uji agar tidak boleh melebihi 50 ppm.
Jika kadar chlorine pada air uji melebihi 50 ppm, maka dapat terjadi stress corrosion
cracking pada expansion bellow tersebut lama atau baru saja diganti. Jika hal ini terjadi
maka tidak ada pilihan lain kecuali merejectnya. Repair keretakan tersebut dengan
pengelasan T.I.G tidak akan efektif, karena keretakan tersebut yang pada hakekatnya tak
tampak nyata, sebenarnya adalah menyeluruh dan trans crystalin (antar kristal logam).
45
Kerusakan mekanis biasanya sering terjadi pada kipas anginnya (air fan),
khususnya pada bearing dan elektromotor. Kerusakan meliputi keausan, overheating
karena kurang lubrikasi, belt putus, motor terbakar dan lain-lain. Perbaikan dilaksanakan
sebagaimana laiknya rotating equipment.
Kerusakan mekanis pada fin tube biasanya terdapat pada finnya karena gepeng
tertekan benda berat, sehingga heat transfernya tidak efektif. Fin yang gepeng tersebut
sebenarnya masih dapat dibetulkan dengan menegakkannya kembali. Namun hal ini
diperlukan ketelitian dan memakan waktu. Kerusakan fin tidak menyebabkan retubing.
Kerusakan pada fan blade biasanya disebabkan oleh impingement (tumbukan
partikel-partikel yang terbawa udara), blade tidak akan berkarat karena terbuat dan fibre
glass. Perbaikan pada blade memerlukan ketelitian karena nantinya harus dapat dibalans.
Perbaikan dapat berupa penambahan kembali dengan fibre glass atau pengikisan dengan
kikir dan ampelas lubang-lubang impingement tersebut.
Kerusakan sebelah dalam pada umumnya disebabkan oleh pengkaratan. Jika fin
tube telah sangat tipis, sehingga apabila bocor dapat berbahaya karena akan memancar ke
udara terbuka dan dapat menimbulkan kebakaran, maka sebaiknya seluruh fin tube diganti.
Penggantian dapat dilaksanakan di tempat oleh regu pengganti fin tube yang telah
berpengalaman, apabila peralatan dapat dikucilkan dari operasi. Jika tidak dapat
dilaksanakan retubing di tempat, air fin cooler dapat dicabut keluar. Retubing dilaksanakan
ditempat lain yang terlebih dahulu disiapkan untuk maksud tersebut.
46
menimbulkan kebocoran, perbaikan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak fabnikator
karena peralatannya patent. Cara pencegahan hal ini adalah agar desain plate
exchanger tersebut sedemikian rupa sehingga tempat untuk berakumulasinya Hg tidak
ada lagi (free flowing), antara lain misalnya semua lipatan dihaluskan, backing ring pada
las-lasan dibuang, dan lain-lain.
47
uap tekanan rendahseperti diperlihatkan pada gambar 12. Hal ini perlu dilaksanakan
berhubung scale, oxida, dan sampah luar pipa tersebut sangat keras dan sulit
terlepas, apalagi access untuk mernbersihkan juga terbatas.
b. Pembersihan sebelah luar secara kimia. Untuk keperluan tersebut, bundle direndam
didalam bak yang berisi bahan larutan kimia yang lazim disebut okite dengan maksud
melunakkan kerak, oxida dan sampah operasi (sludge). Perendaman dilaksanakan
beberapa lamanya dalam suhu yang cukup tinggi sehingga kerak kerak tersebut
terlepas. Selanjutnya bundle diangkat dan disemprot dengan uap tekanan sedang atau
air bertekanan tinggi guna menuntaskan pembersihan. Ada kalanya sludge yang berasal
dan minyak yang berkadar lilin tinggi atau yang berkadar asphalt, mengeras dan
menggumpal diantara tube sehingga sangat sulit dibersihkan dengan kedua cara itu.
Untuk keadaan tersebut biasanya dipakai water jet dengan tekanan sangat tinggi (100 -
150 kg/cm2). Dengan cara ini gumpalan tersebut dapat dibersihkan, kendalannya adalah
water jet tersebut harus dihasilkan oleh peralatan khusus yang sangat mahal.
48
keperluan keduanya harus dibuatkan rakitan khusus yang dapat memberi perlindungan
sekaligus yang dapat diangkat dan diletakkan ditempat datar. Kerusakan fatal bukan hanya
sangat merugikan mengingat harganya yang sangat mahal, namun juga akibatnya
mengacaukan operasi yang berarti menghambat produksi.
Tube expansion/rolling
Jika suatu pipa bundle diganti atau jika pipa baru dimasukkan dudukannya di dalam
tube sheet, maka agar kedudukan tersebut kencang dan tidak bocor, tube tersebut
dikembangkan merapat kedinding lubang dudukan dengan cara yang disebut tube
expanding atau tube rolling.Jika pipa baru dan tube-sheet baru seyogyanya tingkat
pengerolan cukup pada pendahuluan dengan kerapatan minimal (asalkan tidak bocor),
sebab jika sewaktu pengujian tidak bocor maka pengerolan cukup sampai disitu.
Hal ini perlu untuk persediaan andaikata pada suatu saat dalam masa operasi,
sambungan rol tersebut bocor, maka pengerolan masih dapat ditingkatkan ketahap
berikutnya. Namun jika pengerolan langsung pada tingkat akhir, maka alokasi pengerolan
berikutnya tidak ada lagi, kalau dipaksakan akan menyebabkan over expansion dan
merusak tube. Tanda-tanda over expansion adalah keluarnya serpihan bahan tube berupa
kumparan (spiralling). Agar dapat dijamin hasil pengerolannya, maka sebaiknya diadakan
simulasi untuk mengetahui kerapatan minimum yang dihasilkan oleh berapa majunya
madril-travel.(jarak bergerak majunya poros expander setelah pengerolan). Jika jarak
tersebut diketahui dengan kerapatan yang memadai, maka untuk pengerolan sebenarnya
dipergunakan jarak tersebut sebagai patokan tingkat kerapatan yang memadai .
Kelonggaran
Tube Sheet
Flare
Mandrel (perbesaran
Lintasan ujung pipa)
Tube di masukkan ke Tube di ekspasi hingga merapat mandrel
dalam Tube Sheet dinding dudukan pada tube sheet
Tube selesai di expansi,
Lihat flarenya
49
tujuan memperlancar jalannya proses produksi dengan kendala sekecil mungkin dan cara
yang seefisien mungkin, maka perlu diadakan langkah-langkah perencanaan yang rapi dan
penjadwalan yang sistematis. Langkah ini tidak mungkin terlaksana jika tidak ada
keterpaduan antara berbagai pihak yang terlibat seperti antara pihak tehnik pemeliharaan
termasuk bengkel engineering, tehnik perencanaan, logistik, bagian operasi, bagian tehnik
inspeksi, dan tidak kalah pentingnya bagian keuangan. Yang bertanggung jawab menyusun
rencana permeliharaan adalah bagian tehnik perencanaan berdasarkan laporan pihak
inspeksi dan operasi. Seluruh peralatan penukar kalor didaftar. Untuk memudahkan
pendaftaran masing-masing peralatan diberi nomor (nomor peralatan dan nomor instalasi
dan kode jenis peralatan) misalnya 51-E-05B yang berarti 51 adalah kode lokasi utilities, E
berarti exchanger dan 05B adalah nomor exchanger itu sendiri. Selanjutnya dicantumkan
tanggal perbaikan, atau penggantian terakhir, dan rencana pemeliharaan berikutnya.
Dengan demikian akan diperoleh kemudahan menelusuri sejarah peralatan maupun
komponennya sejak instalasi pertama kali hingga perawatan terakhir yang telah dilakukan.
Selain itu akan memudahkan pula rencana pemeliharaan berikutnya tanpa menunggu siapa
pelaksananya.
Adapun contoh penjadwalan pemeliharaan diberikan dalam gambar 17.
50
Gambar 17. Contoh penjadwalan perawatan dan minimum stock.
51
mengimbangi lajunya perkembangan teknologi dengan tujuan agar maintenance dapat
dilaksanakan :
- Sejarang mungkin jaraknya
- Sesedikit mungkin jumlahnya
- Secepat mungkin penyelesaiannva
- Seteliti mungkin pelaksanaannya
- Seaman mungkin
- dan seekonomis mungkin harganya.
Disamping itu satu segi perlu dicapai pula yakni terlaksananya standardisasi di segala
bidang, serta tercapainya profesionlisme. Perkembangan metode perawatan saat ini
barangkali sudah mulai bergeser dari preventif ke prediktif untuk selanjutnya menuju ke
productive maintenance.
52