Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE SUPPLY


CHAIN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pengukuran
kinerja
Yang diampuh oleh
Ir. Refiza, MT

DISUSUN OLEH :
WAN BOBBY ARIFIN (16205021)
DEA ULINA BR GINTING (16205036)
FAHMI TRIAWAN LUBIS (16205084)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelaku industri mulai sadar bahwa guna menyediakan produk yang murah, cepat
serta berkualitas, diperlukan adanya perbaikan internal dalam sebuah perusahaan yang
tidak cukup mudah. Kesadaran mengenai pentingnya peran semua pihak dalam
menciptakan hingga menyalurkan produk sesuai dengan supply chain management
merupakan metode, alat serta pendekatan pengelolaanya. Maka dari itu diperlukannya
pengukuran mengenai kinerja manajemen rantai pasok guna mengetahui semua aktivitas
mengenai pemenuhan permintaan konsumen secara kuantitatif.
Manajemen rantai pasok merupakan faktor kunci untuk mencapai tujuan suatu
perusahaan yaitu memenangkan persaingan, meningkatkan pelayanan serta keuntungan.
Fungsi dari manajemen rantai pasok adalah untuk mengkoordinasikan aliran bahan,
informasi dan uang antara semua perusahaan terkait seperti perusahaan pemasok dan
perusahaan lainnya yang terkait dengan pasokan bahan, perusahaan manufaktur yang
melakukan pengolahan bahan yang dipasok, perusahaan distributor dan perusahaan
retailer.
PT. Monier merupakan suatu perusahaan yang berproduksi dalam pembuatan
produk kripik apel. PT. Monier berada di Kota Batu, Jawa Timu. Kota Batu memiliki
banyak industri kecil yang mengolah apel menjadi produk olahan baru yang mempunyai
nilai tambah serta harga jual yang lebih tinggi dan memanfaatkan buah apel sebagai
bahan baku dari produk olahan buah apel. PT. Monier mengirimkan barangnya ke
beberapa kota melalui distributor dan langsung dipasarkan ke pengecer. PT. Monier
selama setahun terakhir belum melakukan pengukuran performasi terhadap SCM-nya
sebelumnya. Permasalahan yang sering menjadi hambatan pada PT. Monier adalah
mengenai buah apel yang kualitas nya kadang tidak bagus atau rusak. Oleh karena itu
dengan adanya supply chain management, akan sangat membantu perusahaan
bagaimana dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan dapat berjalan efisien untuk
mencapai tujuan perusahaan dalam mencapai laba yang diinginkan. Adanya kinerja
rantai pasok yang baik, maka kinerja industri akan semakin terarah dan memberikan
keuntungan baik untuk pihak agroindustri, pemasok, pengecer, maupun konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Supply Chain Management

Pendapat yang termutakhir mendefinisikan Supply Chain Management sebagai


suatu pengelolaan jaringan hubungan dalam perusahaan dan antara interdependen
organisasi dan unit bisnis yang terdiri dari pemasok bahan, pembelian, fasilitas
produksi, logistik, pemasaran, dan sistem terkait yang memfasilitasi arus bahan secara
forward and reverse, pelayanan, keuangan dan informasi dari produsen untuk pelanggan
akhir dengan manfaat yaitu memberi nilai tambah, memaksimalkan keuntungan melalui
efisiensi, dan mencapai kepuasan pelanggan.
Indrajit dan Djokopranoto dalam Qolbi Isnanto (2009:3) mengungkapkan
Supply chain management (SCM) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan
barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan
jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang
sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau barang tersebut, istilah
supply chain meliputi juga proses perubahan barang tersebut, misalnya dari barang
mentah menjadi barang jadi.
Sedangkan Menurut Council of Logistic Management (Pujawan 2005,
p7), Supply chain Management adalah koordinasi sistematis dan strategis akan
fungsi-fungsi bisnis tradisional dalam dan lintas perusahaan dalam sebuah rantai
persediaan untuk mengembangkan kinerja jangka panjang perusahaan dan
keseluruhan rantai persediaan.
Menurut Kalakota (2001, p275) , terdapat tiga aliran utama dalam
supply chain management :

1. Aliran Material
Aliran material melibatkan produk fisik yang mengalir dari supplier ke
pelanggan, dan juga arus balik material, seperti produk retur, produk rusak, dan
produk daur ulang
2. Aliran informasi
Aliran informasi melibatkan peramalan permintaan, pengiriman
pesanan pelanggan, dan status pengiriman barang.
3. Aliran keuangan
Aliran keuangan melibatkan informasi kartu kredit, jadwal
pembayaran, penagihan, dan lainnya.

2.2. Tuiuan Supply Chain Management


Secara umum permasalahan dalam SCM adalah ketidakseimbangan antara
pasokan dan permintaan, yang disebabkan adanya perbedaan waktu, jarak, dan
perbedaan yang disebabkan sumber-sumber ketidakpastian dari ketersediaannya
pasokan dan ketidakpastiannya permintaan. Namun demikian, tujuan SCM sama seperti
tujuan manajemen klasik umumnya yakni mengendalikan dan mengembangkan
organisasi melalui prinsip dan proses manajemen, yaitu menerapkan kegiatan Planning
(perencanaan), Organizing (mengorganisasikan), Directing (mengarahkan), Executing
(melaksanakan), dan Controling (mengendalikan); (PODEC), sehingga dalam
mengelola proses supply chain dapat menghasilkan produk yang efisien (murah) dan
efektif (cepat dan tepat sasaran).
David Jacoby (2009) menyarankan adanya empat prinsip yang mendasari SCM:

1. Efisiensi: apa yang dikerjakan oleh manajemen, harus berdasarkan prinsip


biaya rendah dan waktu minimum. Salah satu strategi yang cocok dengan
prinsip ini adalah lean supply chain (lihat pada subbab pembahasan
“Konsep Lean" pada ilmu supply chain, di mana inventori yang rendah
hanyalah indikator, namun bukan jaminan secara sistem akan berbiaya
rendah).
2. Reliabilitas: apa yang dikerjakan oleh manajemen haruslah andal, jika
diterjemahkan sehari-hari, apa yang dihasilkan selalu konsisten, baik dari
segi produk maupun kualitas pelayanan.
3. Fleksibilitas: apa yang dikerjakan oleh manajemen haruslah ada kelenturan
baik dalam aturan maupun dalam kemampuan mengikuti irama permintaan
pelanggan.
4. Inovasi: dengan berjalannya waktu, meskipun SCM sudah dijalankan
dengan prinsip-prinsip eflsiensi, reliabilitas dan fleksibel, tentu pesaing
tidaklah tinggal diam saja, mereka iuga akan terus berusaha lebih baik,
sehingga keadaan tidaklah selalu stabil. Untuk itu diperlukan juga prinsip
Inovasi dalam mengelola SCM. Inovasi dalam segala bidang, bisa produk
baru, Iayanan baru , harga baru, dan sebagainya.

2.3. Resiko Tersembunyi Dalam Penerapan Supply Chain Management


Meskipun banyak praktisi mengakui keuntungannya setelah menerapkan konsep
SCM dalam bisnisnya, tetapi seperti pepatah mengatakan “Tidak ada gading yang tidak
retak”, konsep SCM ini tidak lepas dari jebakan yang tidak menguntungkan. Meskipun
juga bukan berarti jebakan tersebut tidak bisa dihindari. Berikut beberpa perkiraan
jebakan dalam konsep SCM.
1. Risiko perilaku menjadi oportunis. Semakin pelaku memahami konsep
SCM, maka akan semakin terbuka aliran informasi dan hampir tidak ada
rahasa lagi di antara para pelaku dalam rantai pasokan. Sering kali terjadi
terlihat ada kesempatan ’berkhianat’ dan merasa bisa melakukan
kesempatan bisnis yang lebih luas jika keluar dari kesatuan rantai pasok dan
berdiri sendiri berbisnis. Jebakan seolah-olah merasa gampang dan bisa
dilakukan sendiri. Bahkan bisa pula merasa ada kesempatan ‘menjual’
informasi dari sistem pada pesaingnya perusahaan.
2. Risiko terikat dengan partner yang salah. Dengan berjalannya waktu, sering
kali salah satu pelaku akan sangat bergantung dengan pelaku lainnya dalam
ke satuan rantai pasok, sering terlalu besarnya volume bisnis membuat
perusahaan harus memang 'menikah seumur hidup" dengan supplier-nya.
Hal yang lebih parah jika ternyata pelaku bisnis yang menjadi partner. baik
supplier maupun pelanggan ternyata me mang tidak memegang teguh etika
bisnis dan selalu ingin menang sendiri bahkan cenderung “mengerjai'
partnernya, karena melihat kekuatan tawar-menawar bargainingposition
yang timpang dalam hubungan kerja. atau telanjur mengandalkan format
kontrak kerja sama dalam jangka waktu lama yang tidak bisa dihentikan.
Sehingga bukannya mendapatkan partner yang saling menguntungkan, akan
tertapi malapetaka her partner dengan benalu. Perusahaan bisa jadi terus-
menerus jadi sapi perahan partner, sementara untuk bercerai biayanya sangat
mahal.
3. Risiko mengukur kinerja kerja sama. Mengingat SCM merupakan satu
kesatuan sistem kerja. terjadi kewlitan mengukur kinerja masing-masing
pelaku. Namun agak mudah jika mengukur kinerjanya pada bagian hilir
yaitu tercermin dari kinerja penjualannya. Kesalahan mengukur kinerja bisa
menimbulkan suasana saling menyalahkan jika terjadi kegagalan.

2.4. Jaringan Supply Chain Management


Jaringan supply chain management merupakan satu kegiatan penting yang harus
dilakukan pada supply chain management. Implementasi strategi supply chain hanya
berlangsung secara efektif apabila supply chain memiliki jaringan dengan konfigurasi
yang sesuai (Punjawan.I.N.,2005) karena konfigurasi jaringan bisa menentukan apakah
suatu supply chain akan bisa menjadi responsif atau efisien. Pada dasarnya jaringan
supply chain merupakan hasil dari beberapa keputusan srategis. Pertama keputusan
tentang lokasi fasilitas produksi, fasilitas gudang dan keputusan tentang pembelian.
Kedua adalah keputusan mengenai outsourcing, yakni akan mengerjakan sendiri suatu
kegiatan tertentu atau di subkontrakkan kepada pihak lain. Ketiga adalah keputusan
akan aliran barang pada fasilitas-fasilitas fisik tersebut. Masing masing keputusan
mestinya didasari oleh banyak pertimbangan seperti kondisi ekonomi, sosial, keamanan,
politik, budaya, dan lingkungan.

2.5. Pengukuran Kinerja Supply Chain Berdasarkan Proses


Aspek fundamental dalam supply chain management adalah manajemen kinerja
dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya sistem pengukuran yang
mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik, yang diperlukan
untuk :melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi
ke fungsi-fungsi pada supply chain, mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif
terhadap pesaing, dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan
bersaing. Untuk merancang sistem pengukuran kinerja berdasar proses, Chan & Li
(2003) menyarankan tujuh langkah sebagai berikut :
1. Indentifikasi dan hubungkan semua proses yang terlibat baik yang terjadi di
dalam maupun di luar organisasi.
2. Definisikan dan batasi proses inti, karena tidak semua proses yang ada
dalam supply chain membutuhkan perhatian yang sama dari manajemen.
Pada tahap ini perlu didefinisikan proses- proses inti serta batasan sampai
mana proses-proses tersebut akan dianalisis.
3. Tentukan misi, tanggung jawab, dan fungsi dari proses inti. Langkah ini
perlu dilakakukan sebagai acuhan untuk menentukan mana aktivitas atau
proses yang tidak memberikan value-added sehingga bisa dieliminasi.
4. Uraikan dan identifikasi sub-proses karena biasanya setiap proses inti
biasanya merupakan agregasi dari sejumlah sub-proses.
5. Tentukan tanggung jawab dan fungsi sub-proses dan definisikan dengan
jelas.
6. Uraikan lebih lanjut sup-proses menjadi aktivitas. Langkah ini tidak selalu
dilakukan, namun biasanya bisa bermanfaat karena sub-proses bisa jadi
masih terlalu umum dan sulit diukur.
7. Hubungkan target antar hirarki mulai dari proses sampai ke aktivitas, karena
manajemen puncak biasanya memiliki target yang umum.

2.6. Supplier
Supplier adalah pihak yg ditunjuk oleh Perusahaan dan atau dengan
kemauannya sendiri menjual barang atau jasa. Pengelolaan Supplier
membutuhkan negosiasi yang khusus, karena mereka bukan bagian dari
organisasi, maka dari itu diperlukan hubungan yang baik dengan pemasok.
Hubungan baik tersebut dikenal dengan Supplier Relationship Management.
Menurut Mettler and Rohner (2009), Supplier Relationship Management
atau Supply Management adalah sebuah pendekatan yang komprehensif untuk
mengelola interaksi antara organisasi dengan perusahaan yang memasok produk
dan jasa yang memasok produk dan jasa yang digunakan oleh organisasi.
Supplier merupakan sumber pemenuhan bahan produksi yang secara langsung
dapat memepengaruhi kelangsungan hidup produksi, karena tanpa adanya
supplier maka pemenuhan bahan baku untuk produksi tidak dapat dilakukan dan
mengakibatkan berhentinya kegiatan produksi. Oleh karena itu didalam
mencukupi kebutuhan bahan baku perusahaan membutuhkan hubungan supplier
yang mencakup keterlibatan sejak awal dalam keputusan, kesungguhan
mengadakan kerja sama dan saling percaya. Dengan adanya hal tersebut akan
terjalin hubungan yang baik antara supplier, dengan pihak perusahaan
(Fernandez, 1995). Dalam pemenuhan atau pengadaan bahan baku perusahaan
dapat menentukan darimana atau dari siapa dia harus membeli. Disini
perusahaan dapat memilih supplier bahan baku yang sesuai dengan kriteria yang
diharapkan (Sulastiningsih, 1999).

2.7. Pemilihan Supplier


Seleksi supplier merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam
kriteria harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusan nya. Analisis
mengenai kriteria untuk memilih dan mengukur kinerja supplier telah menjadi
fokus perhatian banyak ilmuan dan praktisi pengadaan sejak 1960-an. Dickson
(1996) pertama kali melakukan studi ekstensif mengidentifikasi, menentukan dan
menganalisis kriteria apa yang digunakan dalam memilih suatu perusahaan
sebagai supplier. Sebanyak lebih dari 23 kriteria dipertimbangkan dalm studinya,
dimana responden diminta untuk memberikan nilai kepentingan bagi setiap
kriteria.
Pemilihan supplier bertujuan untuk mendapatkan sumber material dengan
kualitas, kuantitas, waktu, harga, dan pelayanan yang diinginkan serta bantuan
teknis yang dibutuhkan. Pemilihan supplier menjadi salah satu faktor penting
dalam supply chain karena merupakan salah satu strategi perusahaan untuk dapat
bersaing dengan perusahaan lain dalam hal kepuasan konsumen dan juga untuk
meningkatkan atau mempertahankan service level perusahaan tersebut dalam
memenuhi permintaan konsumen (Dobler et al, 1990).
BAB 3

ANALISA

Supply Chain adalah mengkordinir segala kegiatan produksi dari hulu sampai ke
hilir yang artinya mengontrol atau mengelola kegiatan mulai dari bahan mentah hingga
produk tersebut sampai ke supplier atau konsumen. Berdasarkan pemahaman kami
mengenai permasalahan terhadap apa yang dialami oleh PT Monier mengenai buah apel
yang kualitasnya kadang buruk yaitu mungkin karena adanya kesalahan penanganan
oleh pihak yang bertanggung jawab, seharusnya pihak manajamen harus melakukan
komunikasi dan kerja sama dengan pihak pihak terkait seperti pemerintah yang bisa
memberikan benih yang bagus kepada petani setempat karena apabila hal itu tidak
ditanggulangi maka itu dapat mengganggu aliran proses produk itu sendiri karena
kurangnya pasokan buah yang layak. Jika produk tersebut tidak berkualitas maka
pelanggan pun tidak akan terpuaskan dengan produk yang dijual. Keterlibatan
pemerintah membuat kerjasama antar pihak yang terkait terjalin dengan baik, sehingga
dapat memudahkan Supply Chain Management berjalan dengan baik dan optimal
BAB 4

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil berdasarkan permasalahan adalah PT Monier


belom bisa mengaaplikasikan Supply chain dengan optimal kedalam aktifitas
produksinya karena masih ditemukan permasalahan yang seharusnya perusahaan bisa
memberikan solusi terhadap permasalahannya, karena apabila Supply Chain sudah
berjalan dengan baik, maka kinerja industri akan semakin terarah dan memberikan
keuntungan baik untuk pihak perusahaan, pemasok, pengecer, maupun konsumennya.
DAFTAR PUSTAKA
Dannis Tanaka dan Nyoman Nurcaya, 2018. Analisis Kinerja Supply Chain
Management Berbasis Balanced Scorecard Pada PT. ALOVE BALI IND. Bali:
Universitas Udayana Bali.

Haryo Bambang Prihatmanto,2018. Supply Chain Manajemen, Strategi dan Praktik.


Jakarta. Alex Media Komputindo.

Ramdani. 2016. Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Pendekatan Supply Chain
Operation References (SCOR). Bandung : Universitas Widyatama.

Sidarto, 2008. Konsep Pengukuran Kinerja Supply Chain Management Pada System
Manufacturing Dengan Model Performance Of Activity dan Supply Chain
Operations Reference. Yogyakarta: Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai