Era globalisasi telah merubah para pelaku industri bisnis dalam mengelola suatu informasi.
Dimana bisnis dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat. Teknologi informasi dapat
membantu segala jenis bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis,
pengambilan keputusan, kerjasama kelompok kerja, hingga dapat memperkuat posisi kompetitif
dalam pasar yang cepat dan mudah berubah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan eksistensi
perusahaan dalam industrinya. Seiring dengan pasar yang semakin meng-global dan munculnya
teknologi informasi, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Pelaku industri mulai sadarbahwa
untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, cepat dan dapat mengelola pembelian atau
pengadaan barang, mengelola pemasok dan mengelola hubungan dengan pelanggan, dan
perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Oleh karena itu, untuk
mengatasi masalah tersebut, diperlukan sebuah sistem yang lebih baik yang dapat membantu
perusahaan dalam menyelesaikan masalah dan siap dalam menghadapi tantangan bisnis.
Kegiatan peusahaan manufaktur antara lain terdiri dari pengelolaan persediaan, supply chain,
kegiatan produksi, hingga pengiriman produk yang berkualitas bagi konsumen. Seluruh
rangkaian proses mulai dari penerimaan bahan baku hingga pengiriman produk jadi diatur dalam
sebuah sistem yang biasa dikenal dengan supply chain management.
Lambert (1998) menyatakan bahwa supply chain management merupakan integrasi proses-
proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang menyediakan produk, jasa, dan
informasi yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Roger (2004), manajemen rantai
pasokan/ supply chain management adalah perencanaan desain dan kontrol aliran informasi dan
material di sepanjang rantai pasokan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan secara
efisien sekarang dan di masa depan. Menurut Shapiro (2001), supply chain management
memiliki tujuan untuk meminimalkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses supply chain
dalam rangka memenuhi permintaan konsumen. Perusahaan yang menerapkan supply chain
management harus mengetahui beberapa faktor agar penerapannya dapat berjalan dengan lancar
dan menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan dari sebuah sistem itu
sendiri. Penerapan sistem informasi dalam proses bisnis yang telah diterapkan oleh perusahaan
diharapkan berhasil atau sukses dalam pelaksanaannya. Pengukuran kesuksesan sistem
informasi sangat diperlukan bagi manajemen untuk mengetahui nilai tambah bagi perusahaan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasikan faktor faktor yang
menyebabkan kesuksesan sistem teknologi informasi. Salah satu penelitian yang terkenal adalah
yang dilakukan oleh DeLone dan McLean (1992) dengan merefleksi hubungan dari enam
pengukuran kesuksesan sistem informasi, yakni: kualitas informasi (information quality),
kualitas sistem (system quality), kepuasan pengguna (user satisfaction), penggunaan (use),
dampak individual (individual impact), dan dampak organisasional (organizational impact).
Namun, berkat kontribusi- kontribusi penelitian-penelitian sebelumnya dan akibat perubahan-
perubahan dari peran dan penanganan sistem informasi yang telah berkembang, DeLone dan
McLean memperbarui modelnya dan menyebutnya sebagai Model Kesuksesan Sistem Informasi
DeLone dan McLean yang diperbarui (updated D&M IS Success model) dengan menambah
kualitas layanan (service quality), minat untuk menggunakan (intention to use), dan
menggabungkan dampak individu dan dampak organisasi menjadi manfaat bersih
(net benefits).
Secara mendasar variabel dari kesuksesan sebuah implementasi sistem informasi terdiri dari 3
bagian yaitu sistem itu sendiri, penggunaan dari sistem dan kemudian dampak yang dihasilkan
dari penggunaan dan kepuasan pengguna. Information quality yang digunakan untuk mengukur
kualitas keluaran dari sistem informasi. System quality yang digunakan untuk mengukur kualitas
sistem teknologi informasinya sendiri. Sevice quality merupakan layanan yang diberikan oleh
suatu sistem kepada pengguna.User satisfaction adalah respon pemakai terhadap penggunaan
keluaran sistem informasi. Use digunakan untuk mengukur suatu sistem, jika keberadaan sistem
tersebut tidak memaksakan user untuk menggunakannya. Sedangkan net benefit berfokus pada
manfaat yang didapatkan oleh pengguna saat atau setelah menggunakan suatu sistem. Pada
dasarnya sistem informasi yang telah diimplementasikan di banyak perusahaan dengan biaya
yang besar, namun masalah yang timbul adalah penggunaan yang masih rendah terhadap SI
secara kontinus. Rendahnya penggunaan SI diidentifikasikan sebagai penyebab utama yang
mendasari terjadinya productivity paradox yaitu investasi yang mahal di bidang sistem tetapi
menghasilkan return yang rendah (Venkatesh dan Davis 2000).
Informasi yang berasal dari lingkungan internal didapat dengan melakukan pemrosesan terhadap
dokumen-dokumen yang digunakan sebagai pencatatan dan bukti transaksi yang terjadi. Menurut
Chuck Williams dalam bukunya yang berjudul Manajemen, informasi akan bermanfaat jika
akurat, lengkap, relevan, dan tepat waktu. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari
informasi yang berasal dari lingkungan internal dibutuhkan suatu mekanisme pemrosesan yang
memenuhi komponen tersebut. Solusi yang tepat untuk masalah ini adalah dengan menggunakan
sistem informasi yang tepat (Widiyono, 2013).
Kompetisi antar perusahaan akhir - akhir ini tidak hanya sangat ketat sekali tetapi juga terjadi
antar banyak perusahaan dari banyak negara. Apalagi sebagai akibat dari globalisasi dan
„pemaksaan‟ ekonomi pasar bebas yang dilakukan oleh organisasi - organisasi seperti WTO
(World Trade Organization),AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia-Pacific Economic
Cooperation) dan sebagainya dimana hal - hal yang menghalangi kompetisi pasar bebas harus
dihapuskan seperti bea masuk, proteksi dan subsidi pemerintah, baik yang dilakukan secara
terang -terangan maupun yang terselubung. Untuk itu, perusahaan - perusahaan menempuh
langkah - langkah seperti „continunous improvement process‟ bahkan banyak yang menempuh
„business process reengineering‟ (BPR). Pendek kata, perusahaan - perusahaan berlomba -
lomba mencari akal dan cara agar tetap dapat hidup (survive) dan berkembang (growth) dan
tetap mempertahankan pangsa pasar mereka (market share) (Investopedia, 2018).
Disamping itu, perusahaan berlomba - lomba memenuhi kehendak para konsumen karena
memang the name of the gameharuslah „customers oriented‟, yaitu dalam 3 hal pokok :
1. Harga
2. Mutu
3. Layanan (kecepatan, kemudahan dan sebagainya)
(Investopedia, 2018).
Dari segi harga misalnya semua berlomba-lomba untuk mencari cara terus menerus untuk
mendapatkan harga yang kompetitif. Satu-satunya cara ialah mencari cara-cara memproduksi
barang yang lebih efisien. Banyak perusahaan yang dalam menjalankan BPR (business process
reengineering) telah melakukan downsizing maka mungkin sudah tidak mungkin mengurangi
lagi resources-nya. Untuk mengatasi hal ini dapat ditempuh strategi „supply chain management‟
ataupun „supply chain optimization‟ yaitu memecah perbatasan-perbatasan antar perusahaan
yang secara tradisional memisah-misahkan pelaku pengadaan barang atau jasa dan memecah-
mecah pula daya kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi. Dengan cara mengadakan
analisis dari keseluruhan proses, dari „initial supply‟ sampai kepada „ultimate consumption‟
keuntungan-keuntungan dari supply chain sebagai berikut dapat diperoleh :
inventory merupakan bagian paling besar dari aset perusahaan, yang berkisar antara 30%-
40%
sedangkan biaya penyimpanan barang (inventory carrying cost) berkisar antara 20%-40%
dari nilai barang yang disimpan
oleh karena itu, usaha dan cara harus dikembangkan untuk sedikit mungkin menimbun
barang ini dalam gudang agar biaya dapat ditekan menjadi sesedikit mungkin
Menjamin mutu
mutu barang jadi (finished product) ditentukan tidak hanya oleh proses produksi barang
tersebut tetapi juga oleh mutu bahan mentahnya dan mutu keamanan dalam
pengirimannya
jaminan mutu ini juga merupakan serangkaian mata rantai panjang (chain) yang harus
dikelola dengan baik
(Investopedia, 2018).
Semua perusahaan memerlukan sesuatu yang sangat ekonomis guna melakukan kegiatan
memproduksi untuk memperoleh keuntungan. Untuk mencapai keinginan tersebut, kelancaran
arus material yang diperlukan pasti melibatkan lebih dari satu rantai pasokan. Faktor kritis dalam
rantai pasokan yang efisien adalah pembelian, karena tugas pembeliaan untuk menyeleksi
pemasok (berikut materialnya) dan kemudian memba- ngun hubungan yang saling
menguntungkan. Tanpa pemasok yang baik dan tanpa pembelian yang memadai, rantai pasokan
tidak akan memiliki peran untuk kondisi pasar pada masa seperti sekarang ini. Supply Chain
Management diperlukan oleh perusahaan yang sudah meng- arah pada pengelolaan dengan
sistem just in ti- me, karena konsep just in time sangat menekan- kan ketepatan waktu
kedatangan material dari pemasok sampai ke tangan konsumen sesuai dengan yang ditetapkan.
Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh mata rantai harus benar- benar dilaksanakan, karena
sistem just in time tidak menekankan pada persediaan atau zero inventory. Sehingga apabila
terjadi penyim- pangan pada salah satu mata rantai saja, maka akan mengganggu pasokan
material secara ke- seluruhan dan menghambat kelancaran tugas dari mata rantai yang lain,
karena tidak adanya persediaan. Untuk kondisi di Indonesia sistem just in time akan berhasil
kalau mata rantai ter- kait berada dalam satu cluster (Dan & Perusahaan, 2012).
Bagi perusahaan yang masih memen-tingkan persediaan karena karakteristik material (misalnya
faktor musiman) atau sebagai langkah antisipatif untuk menyiasati lingkungan industri yang
tidak stabil, Supply Chain Management ju- ga diperlukan. Peran Supply Chain Management
untuk jenis perusahaan ini adalah menekan biaya persediaan, karena persediaan yang tidak opti-
mal akan menimbulkan dampak biaya penyim- panan, biaya pemesanan, dan biaya backorder
(apabila terjadi stockout) (Dan & Perusahaan, 2012).
Baik perusahaan yang menerapkan system just in time maupun yang masih mementingkan
persediaan, Supply Chain Management yang dilaksankan akan lebih optimal apabila diterap- kan
secara terintegrasi oleh seluruh mata rantai pasokan yang terkait. Menerapkan konsep Sup- ply
Chain Management secara menyeluruh dan terintegrasi tentu bukan merupakan hal yang mudah
dilakukan perusahaan. Kesulitan akan banyak dialami dalam kaitan dengan lingkungan eksternal
yaitu hubungan dengan supplier dan distributor serta konsumen akhir. Hal ini dapat terjadi
karena lingkungan eksternal relatif berada di luar kendali perusahaan, sehingga perlu upaya
kedua belah pihak untuk mencapai komitmen menjadi mata rantai yang saling berkoordinasi
untuk menyalurkan seluruh kebutuhan material sesuai yang dibutuhkan (Dan & Perusahaan,
2012).
Kesimpulan
Supply Chain Management secara fisik dapat berperan mengkonversi bahan baku menjadi
produk jadi dan mengantarkannya kepada konsumen akhir. Manfaat ini menekankan pada fungsi
produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan penggunaan dari
seluruh sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses transformasi yang terkendali, untuk
memberikan nilai pada produk yang dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan
mendistribusikannya kepada konsumen yang dibidik (Korban & Seksual, 2012).
Supply Chain Management berperan juga sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang
dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen akhir tersebut.
Dalam hal ini fungsi pemasaran yang akan berperan. Melalui pelaksanaan Supply Chain
Management, pemasaran dapat mengidentifikasi produk dengan karakteristik yang diminati
konsumen. Selanjutnya fungsi ini harus mampu mengidentifikasi seluruh atribut produk yang
diharapkan konsumen tersebut dan mengkomunikasikan kepada perancang produk. Apabila
seleksi rancangan produk sudah dilakukan dan dilakukan pengujian maka produk dapat
diproduksi. Sehingga Supply Chain Management akan berperan dalam memberikan manfaat
seperti point 1 tersebut.
Sumber
https://sis.binus.ac.id/2019/07/25/supply-chain-management-scm-3/
https://sis.binus.ac.id/2018/01/30/supply-chain-management-scm/
https://onlinelearning.binus.ac.id/2020/04/10/seminar-online-supply-chain-4-0/
Anatan, L. (2012). Peran Implementasi Manajemen Rantai Pasokan dalam Perekonomian Era
Global ( Studi pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia ), 122–131.
Dan, P., & Perusahaan, O. (2012). Peran Supply Chain Management Dalam Sistem, 16, 91–98.
Investopedia. (2018). Supply Chain, 1–247. Retrieved from
https://www.investopedia.com/terms/s/supplychain.asp
Korban, T. A., & Seksual, K. (2012). 1,2 1), 2), 13, 20–31.
Widiyono. (2013). Peranan Teknologi Informasi Dalam Bisnis. Bijak, X, 1–33.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2