Anda di halaman 1dari 20

Telah kita ketahui bahwa setiap individu itu unik yaitu tidak ada dua individu yang sama

persisi
baik dari sifat, karakter, maupun lainnya. Tiap masing-masing individu berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, baik itu dalam kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa hingga lansia.
Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis kepribadian dan sifat- sifatnya.

Dalam psikologi lintas-budaya, penting membedakan antara akulturasi pada tingkat kelompok
dan tingkat individu. Terdapat dua alasan dalam membedakan fenomena tersebut, yang pertama
pada tingkat populasi perubahan dalam struktur sosial, landasan ekonomi, dan organisasi politik
yang kadang terjadi. Sementara pada tingkat individual, perubahan- perubahan terjadi pada
fenomena semacam jati diri, nilai, dan sikap.

Alasan kedua, tidak setiap individu yang beraktualisasi berpartisipasi dalam perubahan-
perubahan kolektif yang sedang berlangsung untuk banyak hal atau dalam cara yang sama. Jadi,
jika kita suatu ketika ingin memahami hubungan antara kontak budaya dan keluaran psikologis
untuk individu- individu, kita perlu menaksir (dengan menggunakan pengukuran terpisah)
perubahan pada tingkat populasi dan partisipasi individu dalam perubahan- perubahan ini,
kemudian menghubungkan dua pengukuran itu ke konsekuensi-konsekuensi psikologis untuk
indvidu.

Lihat Daftar Inti Pelajaran :

Pengertian Akulturasi Menurut Para Ahli


Istilah akulturasi berasal dari bahasa Latin yaitu “acculturate” yang artinya  “tumbuh dan
berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) merupakan suatu
perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur
asli dalam budaya tersebut. Misalnya, sebuah proses percampuran dua budaya atau lebih yang
saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga dapat saling memengaruhi.

Sedangkan, menurut Koentjaraningrat, akulturasi ialah suatu proses sosial yang terjadi jika
kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.
Syarat terjadinya suatu proses akulturasi yaitu adanya persenyawaan (affinity) yakni penerimaan
kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru
yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.

Akulturasi bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam, antara lain
sebagai berikut.

 Kontak sosial pada semua lapisan masyarakat, sebagian masyarakat, atau bahkan antar
individu dalam dua masyarakat.
 Kontak budaya dalam situasi bersahabat atau situasi bermusuhan.
 Kontak budaya antara kelompok yang menguasai dan dikuasai dalam seluruh unsur
budaya, baik dalam ekonomi, bahasa. teknologi. kemasyarakatan. agama, kesenian,
maupun ilmu pengetahuan.
 Kontak budaya antara masyarakat yang jumlah warganya banyak atau sedikit.
 Kontak budaya baik antara sistem budaya, sistem sosial, maupun unsur budaya fisik.

Menurut Herskovitz (1939) akulturasi dipahami sebagai fenomena yang akan terjadi tatkala
kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat dalam kontak yang terjadi
secara langsung, disertai perubahan terus-menerus, sejalan pola-pola budaya asal dari kelompok
itu atau dari kedua kelompok itu. 3 Akulturasi dibedakan dari perubahan budaya yang hanya
merupakan salah satu aspeknya, dan asimilasi yang pada saat tertentu merupaka suatu fase
akulturasi.

Akulturasi juga dibedakan dari difusi yang pada saat sama berlangsung dalam semua contoh
akulturasi, tidak hanya sebagai suatu fenomena yang kadang mengambil tempat tanpa tipe
kontak antara orang yang dikhususkan dalam definisi di atas, tetapi juga membangun hanya satu
aspek proses akulturasi.

 Masalah yang Timbul dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu :
1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu
proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2. masalah mengenai  unsur-unsur  kebudayaan  asing  apa   yang  mudah diterima, dan
unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima.
3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan
unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan
asing
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu-
individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing;5. masalah
mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat
akulturasi.

Proses Akulturasi Islam dan Kebudayaan Asal

 Seni Bangunan

Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni
bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta
makam.

 Masjid dan Menara

Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam
dengan kebudayaan praIslam yang telah ada sebelumnya. Beberapa contoh seni bangunan Islam
yang menonjol adalah masjid yang berfungsi sebagai tempat beribadah bagi orang Islam.

Akulturasi Islam dalam seni bangunan

Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


 Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari
tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya
ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut
dengan Mustaka.

 Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar
Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk
menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli
Indonesia.
 Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan
didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.

 Makam

Makam-makam yang lokasinya di dataran dekat masjid agung, bekas kota pusat kesultanan
antara lain makam sultan-sultan Demak di samping Masjid Agung Demak, makam raja-raja
Mataram-Islam Kota Gede (D.I. Yogyakarta), makam sultan-sultan Palembang, makam sultan-
sultan di daerah Nanggroe Aceh, yaitu kompleks makam di Samudera Pasai, makam Sultan
Ternate di Ternate, makam sultan-sultan Goa di Tamalate, dan kompleks makam raja-raja di
Jeneponto dan kompleks makam di Watan Lamuru (Sulawesi Selatan), makam-makam di
berbagai daerah lainnya di Sulawesi Selatan, serta kompleks makam Selaparang di Nusa
Tenggara dan masih banyak yang lainnya.

Di beberapa tempat terdapat makam-makam yang penempatannya berada di daerah dataran


tinggi. Seperti makam Sunan Bonang di Tuban, makam Sunan Derajat (Lamongan), makam
Sunan Kalijaga di Kadilangu (Demak), makam Sunan Kudus di Kudus, makam Maulana Malik
Ibrahim dan makam Leran di Gresik (Jawa Timur), makam Datuk Ri Bkalianng di Takalar
(Sulawesi Selatan), makam Syaikh Burhanuddin (Pariaman), makam Syaikh Kuala atau
Nuruddin ar-Raniri (Aceh) dan masih banyak para dai lainnya di tanah air yang dimakamkan di
dataran.

Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:

 Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang tinggi.


 Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya
juga terbuat dari batu.
 Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau
kubba.
 Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan
makam atau kelompok-kelompok makam.
 Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur di Tuban.

Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi menunjukkan kesinambungan tradisi yang


merupakan pengejawantahan pendirian punden-punden berundak pada masa Megalitik. Tradisi
tersebut dilanjutkan pada masa Hindu-Buddha dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut
candi. Antara lain Candi Dieng yang berketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut, Candi
Gedongsanga, Candi Borobudur. Percandian Prambanan, dan lain-lain.

Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha mengalami keruntuhan unsur seni bangunan


keagamaan masih diteruskan. Beberapa contoh akulturasi bangunan keagamaan antara lain
sebagai berikut.

 Makam-makam yang lokasinya di atas bukit, makam yang paling atas adalah yang
dianggap paling dihormati misalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah di
Gunung Sembung, di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri ialah makam Sultan
Agung Hanyokrokusumo. Kompleks makam yang mengambil tempat datar misalnya di
Kota Gede, orang yang paling dihormati ditempatkan di bagian tengah.

 Makam walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam bangunan yang
disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga dalam bangunan yang sudah
diperbaharui. Cungkup-cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan
Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati.

Di samping bangunan makam, terdapat tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari
ajaran Islam. Misalnya, jenazah dimasukkan ke dalam peti. Pada zaman kuno ada peti batu,
kubur batu dan lainnya. Sering pula di atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari ke-3, ke-7,
ke40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan 1000 hari diadakan selamatan. Saji-sajian dan selamatan
adalah unsur pengaruh kebudayaan pra-Islam, tetapi doa-doanya secara Islam.

 Seni Ukir

Pada masa perkembangan Islam di zaman madya, berkembang ajaran bahwa seni ukir, patung,
dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia
ajaran tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman madya, kurang
berkembang. Padahal pada masa sebelumnya seni patung sangat berkembang, baik patung-
patung bentuk manusia maupun binatang. Akan tetapi, sesudah zaman madya, seni patung
berkembang seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini.

Walaupun seni patung untuk menggambarkan makhluk hidup secara nyata tidak diperbolehkan.
Akan tetapi, seni pahat atau seni ukir terus berkembang. Para seniman tidak ragu-ragu
mengembangkan seni hias dan seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti
yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian juga ditambah seni hias dengan huruf Arab
(kaligrafi). Bahkan muncul kreasi baru, yaitu kalau terpaksa ingin melukiskan makluk hidup,
akan disamar dengan berbagai hiasan, sehingga tidak lagi jelas-jelas berwujud binatang atau
manusia.

Banyak sekali bangunan-bangunan Islam yang dihiasi dengan berbagai motif ukir-ukiran.
Misalnya, ukir-ukiran pada pintu atau tiang pada bangunan keraton ataupun masjid, pada gapura
atau pintu gerbang. Dikembangkan juga seni hias atau seni ukir dengan bentuk tulisan Arab yang
dicampur dengan ragam hias yang lain. Bahkan ada seni kaligrafi yang membentuk orang,
binatang, atau wayang.

 Aksara dan Seni Sastra

Tersebarnya Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan. Abjad
atau huruf-huruf Arab sebagai abjad yang digunakan untuk menulis bahasa Arab mulai
digunakan di Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan di bidang seni ukir. Berkaitan dengan itu
berkembang seni kaligrafi. Di samping pengaruh sastra Islam dan Persia, perkembangan sastra di
zaman madya tidak terlepas dari pengaruh unsur sastra sebelumnya.

Dengan demikian terjadilah akulturasi antara sastra Islam dengan sastra yang berkembang di
zaman praIslam. Seni sastra di zaman Islam terutama berkembang di Melayu dan Jawa. Dilihat
dan corak dan isinya, ada beberapa jenis seni sastra seperti berikut.

 Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng. Dalam hikayat
banyak ditulis berbagai peristiwa yang menarik, keajaiban, atau hal-hal yang tidak masuk
akal. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Hikayat-hikayat
yang terkenal, misalnya Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat
Khaidir, Hikayat si Miskin, Hikayat 1001 Malam, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat
Amir Hamzah.
 Babad mirip dengan hikayat. Penulisan babad seperti tulisan sejarah, tetapi isinya tidak
selalu berdasarkan fakta.Jadi, isinya carapuran antara fakta sejarah, mitos, dan
kepercayaan.Di tanah Melayu terkenal dengan sebutan tambo atau salasilah. Contoh
babad adalah Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, dan Babad Surakarta.

 Syair berasal dari perkataan Arab untuk menamakan karya sastra berupa sajak-sajak yang
terdiri atas empat baris setiap baitnya. Contoh syair sangat tua adalah syair yang tertulis
pada batu nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.
 Suluk merupakan karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan soal-soal
tasawufnya. Contoh suluk yaitu Suluk Sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk Malang
Sumirang.

 Bidang Kesenian

Di Indonesia, Islam menghasilkan kesenian bernapas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan
ajaran Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut :

 Permainan debus, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda
tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-
ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau.

 Seudati, sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya
permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan. Tarian ini
aslinya dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain menyanyikan lagu yang isinya
antara lain salawat nabi.

 Wayang, termasuk wayang kulit, Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman
Hindu, akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan Kemudian berdasarkan cerita
Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.

 Pemerintahan

Pada zaman awal, budaya yang kental adalah budaya kerajaan dimana rakyat menghormati raja.
Kemudian masuk beberapa agama seperti hindu dan budha, sehingga rakyat juga menghormati
brahmana dan juga biksu. Juga menganggap raja adalah titisan atau reinkarnasi dewa. Sehingga
harus diakamkan di candi atau pura. Selanjutnya muncul ajaran agama islam, yang juga
mempengaruhi budaya kerajaan. Dimana raja dan para pejabat kerajaan tidak boleh disembah,
hanya boleh di hormati saja.

Ketika meninggal maka dikubur berdasarkan cara islam. Kemudian zaman kerajaan runtuh,
digantikan oleh sistem pemerintahan republik. Dimana pemimpinnya adalah presiden, hal ini
terjadi setelah adanya pengaruh budaya eropa setelah masa penjajahan.

 Kalender

Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi
kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar
menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita
mengenal tahun Hijriyah. Sistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti
perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang
diciptakan oleh Sultan Agung.

Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya bulan
Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai
tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura
tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633).

 Cara Berpakaian dan Kebiasaan

Dalam pergaulan akulturasi budaya sangat kental terasa, baik dari kebiasaan maupun cara
berpakaian. Misalkan saja pada zaman dulu, pakaian Jawa masih banyak dipakai, baik oleh
kalangan bawah, menengah, maupun atas. Seiring dengan masuknya islam, pakaian berubah dari
budaya jawa menjadi budaya islam. Sehingga muncullah jubah dan gamis.

Kemudian jawa islam mengakulturasi budaya cina, maka muncullah baju koko atau baju takwa.
Selain itu kebiasaan-kebiasannya juga berbah. Salah satu contohnya adalah kalimat salam
“Assalamualaikum” yang digunakan saat bertamu, berkomunikasi, maupun saling menyapa.
Masih terdapat beberapa bentuk lain dan akulturasi antara kebudayaan pra-Islam dengan
kebudayaan Islam. Misalnya upacara kelahiran perkawinan dan kematian. Masyarakat Jawa juga
mengenal berbagai kegiatan selamatan dengan bentuk kenduri. Selamatan diadakan pada waktu
tertentu. Misalnya, selamatan atau kenduri pada 10 Muharam untuk memperingati Hasan-Husen
(putra Ali bin Abu Thalib), Maulid Nabi (untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad),
Ruwahan (Nyadran) untuk menghormati para leluhur atau sanak keluarga yang sudah meninggal.

Contoh Akulturasi Kebudayaan Lokal Indonesia dengan Budaya Hindu-Budha

Masuk dan berkembangnya budaya India ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar
yang menyebabkan interaksi sehingga menciptakan berbagai jenis kebudayaan yang merupakan
perpaduan antara budaya India dengan Indonesia diantaranya adalah:

 Seni Bangunan

Munculnya budaya Hindu-Budha di Indonesia sangat besar terhadap bangunan terutama pada
bangunan candi. Pada dasarnya bangunan candi merupakan pembangunan bangsa Indonesia pada
zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak yang mendapat pengaruh dari Hindu-
Budha sehingga berwujud sebuah candi.

 Seni Ukir/Seni Rupa

Unsur seni rupa India telah masuk ke Indonesia terbukti dengan ditemukannya patung Budha
berlanggam gandaran di kota bangun dan juga dapat ditemukan di candi borobudur berupa relief
yang menceritakan Budha Gautama serta direlief ini dilukis rumah panggung, perahu bercadik
dan hiasan burung merpati yang merupakan lukisan asli Indonesia. Selain candi borobudur di
candi lain di Indonesia juga terdapat seni ukir/seni rupa perpaduan antara budaya India dengan
budaya Indonesia.

 Seni Sastra

Seni sastra India turut memberi warna dalam seni sastra di Indonesia. Bahasa Sansekerta sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia, terbukti dengan banyak
ditemukannya prasasti-prasasti di Indonesia yang menggunakan bahasa sansekerta dan hurup
pallawa. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia dewasa ini mendapat pengaruh bahasa
sansekerta dan sangat dominan terutama dalam istilah pemerintahan serta dalam kitab-kitab kuno
juga menggunakan bahasa sansekerta.

 Sosial

Dalam bidang sosial, terjadi bentuk perubahan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat,
misalnya dalam Hindu diperkenalkan adanya sistem kasta.
 Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, tidak begitu besar pengaruhnya dan tidak begitu banyak terjadi
perubahan, karena masyarakat Indonesia telah mengenal aktivitas perekonomian melalui
pelayaran dan perdagangan jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha.

 Kalender

Wujud akulturasi kebudayaan Hindu ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah dengan
diadopsinya sistem penanggalan India yang menggunakan tahun saka, telah diapakai dalam
sistem penanggalan, disamping itu, ditemukan “candrasangakala” / kronogram, dalam usaha
memperingati peristiwa dengan kalender saka.

 Filsafat

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal dan
memiliki kepercayaan yaitu animisme dan dinamisme, kemudian masuknya pengaruh Hindu-
Budha ke Indonesia mengakibatkan terjadinya percampuran antara kedua kepercayaan itu namun
tidak meninggalkan kepercayaan asli Indonesia, terutama dilihat dari segi pemujaan roh nenek
moyang dan pemujaan terhadap dewa-dewa alam.

 Pemerintahan

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia sistim pemerintahan berlaku di


Indonesia adalah kepala suku dimana salah seorang kepala suku merupakan pimpinan yang
dipilih dari kelompok sukunya karena memiliki kelebihan dibanding anggota lain dan
berlangsung secara demokrasi, akan tetapi setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, tata
pemerintahan sesuai dengan pemerintahan di India yaitu seorang raja bukan seorang kepala suku,
dan pemerintahan raja memerintah secara turun temurun.

Contoh Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Kebudayaan Islam

Budaya Islam di Indonesia telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia,
namun dalam perkembangannya, pola dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap
kuat, sehingga terdapat suatu bentuk perpaduan kebudayaan itu disebut dengan akulturasi
kebudayaan.

 Seni bangunan

Perpaduan antara seni budaya Indonesia dan budaya Islam dalam bangunan dapat dilihat melalui
bangunan masjid, makam dan bangunan yang lainnya.

 Masjid
Dapat dilihat dari sudut arsitekturnya, masjid-masjid yang terdapat di Indonesia terutama pada
masjid-masjid kuno berbeda dengan masjid di negara lain. Khususnya gaya arsitektur ini terlihat
dari bentuk atapnya yang bertingkat, denahnya bujur sangkar dan biasanya ditambah dengan
bangunan serambi di depan maupun di samping, pondasinya sangat kuat dan agak tinggi di
bagian depan / samping terdapat kolam.

 Makam

Kuburan atau makam biasanya diabadikan atau diperkuat dengan bangunan dari sebuah batu
yang disebut jirat/kijing dan dan diatasnya biasanya didirikan sebuah rumah yang disebut dengan
cangkup yang sebenarnya bertentangan ajaran agama Islam karena di dalam Islam terdapat
larangan untuk menembok kuburan apalagi membuat rumah di atasnya, tapi cangkup didirikan
untuk mengenang orang-orang penting.

Gugusan makam ini dibagi lagi dalam berbagai halaman menurut kelompok, keluarga masing-
masing gugus dipisahkan oleh tembok-tembok tapi dihubungkan oleh gapura-gapura dan pada
umumnya makamnya terletak di lereng gunung.

 Aksara dan Seni Rupa

Penulisan aksara-aksara arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf arab yang ditulis sangat indah yang disebut seni kaligrafi.
Seperti juga jenis seni rupa Islam lainnya perkembangan seni kaligrafi arab di Indonesia kurang
begitu pesat dibanding dengan negara lain. Seni kaligrafi biasanya digunakan untuk hiasan
masjid, motif hiasan batik, batu nisan dll. Sampai saat ini seni kaligrafi terus berkembang di
Indonesia, terutama dalam seni ukir sebagaimana dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara.

 Seni Sastra

Perkembangan seni sastra Indonesia pada zaman Islam berkisar sekitar Selat Malaka dan di
Jawa. Dibandingkan dengan seni sastra zaman hindu, hasil-hasil seni sastra zaman Islam tidak
terlalu banyak yang sampai pada kita disebabkan seni sastra daerah belum sebagai tempat
menyimpan dan meneruskan hasil karangan sastra Islam kepada kita.

Sebagian besar seni sastra zaman Islam yang berkembang di Indonesia mendapat pengaruh dari
Persia.

 Filsafat dan Ajaran Islam

Dalam perjalanannya, Islam sebagai agama mengalami banyak perkembangan dalam alam pikir
yang pada hakikatnya untuk mengimbangi perkembangan jiwa masyarakat pendukungnya, dalam
abad ke-8 M tersusun dasar-dasar ilmu fiqih, ilmu kalam dan ilmu tasawuf, ketiga ilmu itulah
yang mendasar pada filsafat dan pegangan umat Islam.

 Sistem Pemerintahan

Sejalan dengan melemahnya kekuasaan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, pedagang-pedagang


Islam dan para mubaligh menggunakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dagang dan
politik. Mereka juga mendukung munculnya daerah-daerah yang menyatakan diri sebagai
kerajaan bercorak Islam. Dalam perkembangan selanjutnya di daerah-daerah lain mulai
bermunculan sistim pemerintahan bercorak Islam dan pada abad 10 M Islam sudah hampir
tersebar di seluruh Indonesia.

 Gubahan Seni Sastra Zaman Hindu

Seni sastra zaman Hindu tidak kurang peranannya dalam perkembangan sastra Islam di Jawa.
Seni sastra yang muncul pun pada zaman Hindu disesuaikan dengan perkembangan keadaan
zaman Islam. Disamping seni sastra juga terdapat kitab suluk (primbon). Kitab ini bercorak
megis dan berisi ramalan-ramalan dan penentuan hari baik dan buruk serta pemberian makna
pada suatu kejadian.

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya suatu proses akulturasi,


diantaranya:

1. Faktor Internal (dalam), antara lain:

a. Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)


b. Adanya penemuan baru:

1) Discovery: penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada.
2) Invention: penyempurnaan penemuan baru dan
3) Innovation / Inovasi: pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan
masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru
didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli
atau anggota masyarakat, diantaranya adalah:

a) Konflik yang terjadi dalam masyarakat.

b) Pemberontakan atau revolusi

Faktor Ekstern (luar), antara lain:

a. Perubahan alam
b. Peperangan

c. Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi (pembaruan


antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembaruan antar
budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru dan batas budaya lama tidak tampak
lagi).

Beberapa faktor pendorong perubahan sosial:

1. Sikap menghargai hasil karya orang lain


2. Keinginan untuk maju
3. Sistem pendidikan yang maju
4. Toleransi terhadap perubahan
5. Sistem pelapisan yang terbuka
6. Penduduk yang heterogen
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
8. Orientasi ke masa depan
9. Sikap mudah menerima hal baru Daur perubahan yang terjadi dari akulturasi sangat labil dan
tergantung pada banyak karakteristik kelompok dominan dan nirdominan. Untuk kedua
kelompok, penting mengetahui tujuan, lama, dan menetapnya kontak serta kebijakan-kebijakan
yang diterapkan. Ciri-ciri psikologis dan budaya dua populasi dapat juga berakibat pada keluaran
proses akulturasi.

Wujud Contoh Akulturasi budaya meliputi :

Bahasa

Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sansekerta
yang dapat kita temui sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan
bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu tertulis)
peninggalan kerajaan Hindu-Budha pada abad 5-7 M, contohnya prasasti Yupa dan Kutai,
prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara.

Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta digantikan oleh bahasa Melayu Kuno
seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7-13 M. Untuk aksara,
dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa
Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui prasasti Dinoyo
(Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
Religi/ Kepercayaan

Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke


Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme.

Dengan masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/


mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia
sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata
lain mengalami Sinkritisme.

Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang
berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia,
berbeada dengan agama Hindu-Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaan-perbedaan
tersebut dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada
di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, uapacara
terseut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.

Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi
politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh
India.

Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang
berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun-
temurun.

Pemerintahan raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun- temurun seperti di India dan
ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama
apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit,
pada waktu pengangkatan Wikramawardana. Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem
pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat
berdasarkan sistem kasta.

Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta
Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra
(golongan rakyat jelata).

Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama
persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan di seluruh
aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya
diterapkan untuk upacara keagamaan.

Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan
kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka
sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun. Sebagai
contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M.

Peralatan Hidup dan Teknologi

Salah stu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan
Candi. Seni bangunan candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan
candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di
Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang
tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk
untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

Kesenian

Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan.
Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi, gambar
timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah / cerita yang berhubungan
dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.[1]

Alfia Nazwa, Budaya Indonesia hasil Akulturasi Budaya Hindu-Budha dan Islam, (Jakarta: PT
[1]

Raja Grafindo, 2008) Hal. 20-22

Sikap Terhadap Akulturasi

Tiga pendekatan berbeda yang dianut selama kontak budaya yang tampak dalam literatur yaitu
relasi antar kelompok, modernitas psikologis, dan sikap akulturasi. Sikap individu yang
berakulturasi terhadap masyarakat dominan akan mamiliki beberapa kaitan dengan cara ia masuk
ke dalam proses akulturasi. Jika sikap-sikap kelompok sendiri sangat positif dan sikap kelompok
luar sngat negatif, maka pengaruh akulturasi mungkin sudah terasing, tertahan, tertolak atau apa
saja yang dapat ditafsirkan sebagai kurang efektif.

Dipihak lain, jika pola sikap yang berlawanan cocok di antara individu-individu yang mengalami
akulturasi maka pengaruh-pengaruh akulturasi mungkin lebih dapat diterima.
Cara-cara individu atau kelompok yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan
masyarakat dominan diistilahkan dengan strategi-strategi akulturasi. Strategi-strategi itu secara
konseptual merupakan hasil suatu interaksi antara gagasan yang diturunkan dari literatur tentang
hubungan antarkelompok.

Ketika seorang individu yang mengalami akulturasi tidak memelihara budaya dan jati diri dan
melakukan interaki sehari-hari dengan masyarakat dominan, maka jalur atau strategi asimilasi
didefinisikan. Kalau ada suatu nilai yang ditempatkan pada pengukuran budaya asal seseorang
dan suatu keinginan menghindari interaksi dengan orang lain, maka alternatif separasi
didefinisikan. Kalau ada suatu minat dalam kedua-duanya baik memelihara budaya asal dan
melakukan interaksi dengan orang lain, integrasi opsinya.

Perubahan Sosial dan Perilaku

Kebudayaan tidak hanya menerima pengaruh dari perugahan teknologi, akan tetapi kebudayaan
dapat pula mempengaruhi arah dan sifatnya. Kebudayaan merupakan kondisi dasar dari
perubahan sosial, dan juga senantiasa ada hubungan tertentu antara perubahan-perubahan sosial
dengan perubahan sikap, kepercayaan dan aktivitas kebudayaan.

Para psikolog dan sosiolog perhan mencoba untuk mengukur sikap- sikap manusia. Dalam hal
ini, maka ada perbedaan apabila ingin dilakukan pengukuran terhadap sikap kelompok.
Perubahan sikap terwujud dalam berbagai prilaku, melalui efeknya terhadap kebiasaan, adat
istiadat, cara atau daya hidup, maupun ekspresinya dalam kesenian, hiburan maupun bahan
pustaka. Hal itu dapat dijadikan indikator terjadinya perubahan kebudayaan.

Contoh Contoh Akulturasi

1. Seni Bangunan

Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi adalah suatu bentuk perwujudan akulturasi budaya
bangsa Indonesia dengan India. Candi adalah hasil bangunan zaman megalitikum
yakni bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.

Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang ikut dikubur
yang disebut dengan bekal kubur sehingga candi juga mempunyai fungsi sebagai makam bukan
semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan pada candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan
dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.

2. Seni Tarian

Tari Betawi. Sejak dulu orang Betawi tinggal di berbagai wilayah Jakarta. Ada yang tinggal di
pesisir, di tengah kota dan pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal mengakibatkan perbedaan
kebiasaan dan karakter. Selain itu interaksi dengan suku bangsa lain memberi ciri khas bagi
orang Betawi. Tari yang diciptakanpun berbeda. Interaksi orang Betawi dengan bangsa Cina
tercipta tari cokek, lenong, dan gambang kromong.

3. Seni Berpakaian

Pakaian Adat Betawi, orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam pakaian. Tapi
yang lazim dikenakan yaitu pakaian adat berupa tutup kepala (destar) dengan baju jas yang
menutup leher (jas tutup) yang dipakai untuk stelan celana panjang Melengkapi pakaian adat pria
Betawi ini, selembar kain batik dilingkari pada bagian pinggang dan sebilah belati diselipkan di
depan perut. Para wanita biasanya memakai baju kebaya, selendang panjang yamg menutup
kepala serta kain batik.

Pada pakaian pengantin, terlihat hasil proses asimilasi dart berbagai kelompok etnis pembentuk
masyarakat Betawi. Pakaian yang dipakai pengantin pria, yang terdiri dari: sorban, jubah panjang
dan celana panjang banyak dipengaruhi oleh suatu kebudayaan Arab. Sedangkan pada pakaian
pengantin wanita yang memakai syangko (penutup muka), baju model encim dan rok panjang
memperlihatkan adanya pengaruh kebudayaan Cina Uniknya, terompah (alas kaki) yang
dikenakan oleh pengantin pria dan wanita dipengaruhi oleh kebudayaan Arab.

4. Adat Kebiasaan

Tradisi membagi rezeki saat hari raya sebenarnya terjadi karena proses akulturasi budaya
Tionghoa dengan Islam. Memberi dengan ketulusan hati adalah bagian luhur dari menjalankan
kewajiban sebagai manusia. Dan lebih indah lagi bila segala kebajikan dilakukan di hari raya.
Menjalankan tradisi tentu adalah bagian dari kebajikan. Tradisi yang diwariskan leluhur sejatinya
tetap dilaksanakan karena mengandung nilai-nilai moral yang bertujuan baik. Salah satu tradisi
Lebaran yang tak kalah populer adalah berbagi rezeki.

5. Kereta Singo Barong (Cirebon)

Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan
Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang
digabung menjadi satu, gajah dengan  belalainya,  bermahkotakan  naga  dan  bertubuh  hewan
burak. Belalai  gajah  merupakan  persahabatan  dengan  India  yang  beragama Hindu,  kepala 
naga  melambangkan  persahabatan  dengan  Cina  yang beragama  Buddha,  dan  badan  burak 
lengkap  dengan  sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.

Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek kereta Panembahan Losari dan pemahatnya Ki Notoguna
dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga
negara  sahabat  itu,  pahatan wadasan dan  megamendung mencirikan  khas  Cirebon, warna-
warna  ukiran  yang merah-hijau mencitrakan khas Cina. Dalam kereta itu, tiga budaya (Buddha,
Hindu, dan Islam)  digambarkan  menjadi satu dalam trisula di belalai gajah.

6. Keraton Kasepuhan Cirebon

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam


pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya,
yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen  atau unsur budaya di atas  melebur pada bangunan
Keraton Kasepuhan tersebut. Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani.
Arsitektur gaya Eropa  lainnya  berupa  lengkungan  ambang  pintu  berbentuk  setengah
lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan). Pengaruh  gaya  Eropa 
lainnya  adalah  pilaster  pada  dinding-dinding  bangunan, yang membuat dindingnya lebih
menarik tidak datar.

Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada bangunan  bangsal 
Pringgondani,  berukuran  lebar  dan  tinggi  serta penggunaan  jalusi sebagai ventilasi
udara.Bangsal  Prabayasa berfungsi  sebagai tempat menerima tamu-tamu agung. Bangunan
tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi hiasan motif tumpal yang
berasal dari Jawa. Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang jelas menonjol adalah bangunan Siti
Hinggil yang terletak di bagian paling depan kompleks keraton. Seluruh bangunannya terbuat
dari konstruksi batu bata seperti lazimnya bangunan candi Hindu.

Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat terutama pada pintu masuk menuju kompleks tersebut,
yaitu berupa gapura berukuran sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan seolah
dibelah. Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan porselen  dari 
Belanda berukuran kecil 110 x 10 cm berwarna biru (blauwe delft) dan berwarna merah
kecoklatan.  Pada  bagian tengahnya diberi tempelan piring  porselen  Cina berwarna  biru.
Lukisan pada  piring  tersebut melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang
bertingkat. Secara keseluruhan, warna keraton tersebut didominasi warna hijau yang identik
dengan simbol Islami. Warna emas yang digunakan pada beberapa ornamen melambangkan
kemewahan dan keagungan dan warna merah melambangkan  kehidupan  ataupun  surgawi. 
Bangunan  Keraton Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis
maupun  budaya  lokal  dan  luar.  Mencerminkan  kemajemukan  gaya maupun kekayaan
budaya bangsa Indonesia.

7. Barongsai

Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan Tionghoa, kini telah berakulturasi
dengan kesenian lokal.

Kesimpulan

Akulturasi berasal dari istilah bahasa latin “Aculturate”, yang berarti “tumbuh dan berkembang
bersama-sama”. Bila diartikan secara umum dapat didefinisikan bahwa Akulturasi (aculturation,
dalam bahasa inggris) merupakan perpaduan dua atau lebih kebudayaan, sehingga muncul
budaya baru tetapi tidak menghilangkan budaya lama. Biasasnya proses akulturasi terjadi dalam
kurun waktu yang lama. Sehingga antara satu budaya dan budaya lainnya saling memiliki
pengaruh kuat. Kemudian budaya baru yang tercipta akan disepakati bersama sebagai budaya
baru suatu kelompok.

Contoh Proses  Akulturasi  dan Perkembangan Budaya Islam

 Seni Bangunan : Masjid dan Menara, Makam


 Seni Ukir : ukir-ukiran pada pintu atau tiang pada bangunan keraton ataupun masjid, pada
gapura atau pintu gerbang.
 Aksara dan Seni Sastra : Seni sastra di zaman Islam terutama berkembang di Melayu dan
Jawa
 Bidang Kesenian : Islam menghasilkan kesenian bernapas Islam yang bertujuan untuk
menyebarkan ajaran Islam.

 Pemerintahan : Pada zaman awal, budaya yang kental adalah budaya kerajaan dimana
rakyat menghormati raja. menganggap raja adalah titisan atau reinkarnasi dewa.
Selanjutnya muncul ajaran agama islam, yang juga mempengaruhi budaya kerajaan.
Dimana raja dan para pejabat kerajaan tidak boleh disembah, hanya boleh di hormati saja.
Ketika meninggal maka dikubur berdasarkan cara islam.
 Kalender : Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan
Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan
Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa

 Cara Berpakaian dan Kebiasaan : Dalam pergaulan akulturasi budaya sangat kental
terasa: Kemudian jawa islam mengakulturasi budaya cina, maka muncullah baju koko
atau baju takwa. baik dari kebiasaan maupun cara berpakaian. Misalkan saja pada zaman
dulu, pakaian Jawa masih banyak dipakai, baik oleh kalangan bawah, menengah, maupun
atas. Seiring dengan masuknya islam, pakaian berubah dari budaya jawa menjadi budaya
islam. Sehingga muncullah jubah dan gamis.

Anda mungkin juga menyukai