Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL TESIS

PENGARUH SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, DAN


LOCUS OF CONTROL TERHADAP KINERJA PEGAWAI
RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL DENGAN
KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABLE MEDIASI

Oleh:
ANINDITA
NPM. 7120800023

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
KOTA TEGAL
TAHUN 2022

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Institusi didirikan sebagai wadah pencapaian satu atau lebih tujuan, dimana

wadah tersebut perlu dikelola dengan baik karena menampung berbagai kegiatan dalam

mengejar tujuan organisasi. Pelaksana rangkaian kegiatan dalam suatu institusi adalah

sekelompok orang dengan perilaku yang berbeda-beda. Setiap institusi membutuhkan

orang-orang yang mampu berpikir, bertindak, dan pandai menghadapi persaingan,

termasuk institusi bisnis (institusi).

Institusi perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam

rangka pengembangan kinerja sekaligus menyerahkan kontribusi bagi perkembangan

institusi. Menghadapi persaingan ketatnya persaingan, diperlukan perbaikan kondisi

intern yang mampu meningkatkan ketahanan. Sumber daya manusia khususnya

memegang peran krusial dalam mencapai efektifitas dan efisiensi suatu institusi. Hal ini

dikarenakan SDM memilikikompetensi untuk mengendalikan seluruh elemen institusi,

sehingga institusi perlu memiliki SDM yang berkinerja tinggi untuk mencapai hasil

yang telah ditetapkan (Wibowo, 2017).

Ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku institusi menggunakan

beberapa istilah untuk mendeskripsikan konsep kinerja dari perspektif yang berbeda,

namun pada intinya mengandung makna yang sama bahwa kinerja adalah penrisalah

hasil fungsi dan waktu dari suatu pekerjaan atau kegiatan. Sebagai contoh Bernandine
3

dan Russell (2018) menjelaskan bahwa prestasi atau kinerja adalah risalah hasil yang

diperoleh dari fungsi tugas atau aktivitas tertentu selama periode waktu tertentu.

Kinerja seseorang ditentukan oleh kepuasan kerja, dan kepuasan kerja

seseorang juga ditentukan oleh factor intern dan eksternal. Kepuasan kerja seseorang

secara intern menyangkut komitmennya terhadap pekerjaan, termasuk komitmen

organisasional dan komitmen profesional. Secara eksternal, kepuasan kerja ditentukan

oleh lingkungan kerja, termasuk atasan, bawahan, dan rekan kerja. Staf pada intinya

mampu bekerja dengan nyaman dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai staf dengan sebaik-baiknya. Sinambela (2019) berpendapat bahwa kepuasan

kerja adalah perasaan seseorang terhadap suatu pekerjaan, yang disebabkan oleh usaha

sendiri swerta didukung oleh factor eksternal, kondisi kerja, hasil kerja, dan pekerjaan

itu sendiri.

Kepuasan kerja pada intinya adalah masalah pribadi, dan setiap orang memiliki

derajat kepuasan kerja yang berlainan berdasar pada aspirasi dan system nilai mereka

sendiri. Makin banyak aspek pekerjaan yang selaras dengan aspirasi dan system nilai

seseorang, makin tinggi kepuasannya. Sebaliknya, makin banyak aspek pekerjaan

yang tidak sesuai dengan keinginan dan nilai Anda, makin sedikit kepuasan yang akan

Anda dapatkan. Kepuasan kerja adalah kondisi emosional yang membuat staf merasa

puas dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja mendeskrisikan bagaimana perasaan

seseorang pada pekerjaan, yang mampu dilihat dari sikapnya pada pekerjaan dan segala

sesuatu yang ada di lingkungan kerja. Staf yang puas dalam melaksanakan tugasnya

mampu mengharapkan kinerja yang tinggi.


4

Tingginya kinerja seorang staf tidak terlepas dari sesuatu yang berkaitan

dengan sikap, kepercayaan diri dan perilaku staf tersebut atau yang disebut dengan

harga diri dalam bekerja. Harga diri adalah keyakinan akan nilai diri sendiri, sehingga

makin tinggi harga diri seorang karyawan, makin baik kinerjanya. Perasaan dihargai

membuat staf bekerja lebih keras sehingga kinerjanya akan meningkat. Di sisi lain, jika

seorang staf memiliki harga diri yang rendah, kinerjanya akan menurun karena

ketidakmampuan untuk memenuhi harapan institusi dan beradaptasi dengan

lingkungan kerja.

Tingginya kinerja yang dicapai staf juga didukung oleh factor lain, seperti self-

efficacy, yaitu keyakinan akankompetensi diri sendiri dan peluang berhasil

merampungkan tugas-tugas tertentu. Self-efficacy mendorong seseorang untuk lebih

bersemangat untuk mendapatkan yang terbaik dari kinerjanya. Orang dengan efikasi

diri yang tinggi berusaha keras untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketika

dihadapkan pada situasi yang sulit, orang dengan efikasi diri yang rendah mengarah

malas untuk mencoba dan tidak menyukai kerjasama (Indrawati, 2018).

Staf membutuhkan kondisi mental yang dimulai dengan proses

kognitif,kompetensi staf untuk menganalisis dan mengungkapkan ide untuk mencapai

tujuan yang diinginkan dalam rangka menciptakan rasa efikasi diri yang berdampak.

Selanjutnya adalah proses motivasi, yaitu kondisi dimana staf sanggup merampungkan

tugas sesuai dengan perilaku yang direncanakan dan menerima konsekwensi dari

melaksanakan rencana tersebut. Lalu ada proses emosional, proses dimana staf mampu

mengontrol emosi dan ancaman mereka yang melemahkan keyakinan mereka bahwa

mereka mampu merampungkan tugas-tugas tertentu. Proses terakhir adalah


5

seleksi,kompetensi staf untuk memilih perilaku dan lingkungan yang tepat untuk

mencapai tujuan yang diinginkan (Sebayang dan Sembiring, 2017).

Kreitner dan Kinicki (2019) menjelaskan bahwa titik kendali seseorang dalam

suatu institusi terdiri dari struktur intern dan eksternal. Titik kendali intern muncul

ketika seseorang percaya bahwa segala sesuatu selalu berada di bawah kendalinya dan

bahwa ia selalu berperan dan bertanggung jawab atas setiap keputusan. Yang lain

percaya bahwa peristiwa dalam hidupnya berada di luar kendalinya, termasuk titik

kendali eksternal. Titik kendali mengacu pada keyakinan bahwa seseorang mampu

mengendalikan peristiwa kehidupan sendiri. Dengan kata lain, titik kendali dimaknai

sebagai gagasan seseorang bahwa suatu potensi atau kekuasaan di luar kendalinya

sendiri sangat berpengaruh dalam situasi positif atau negatif yang terjadi dalam

hidupnya (Sarddogan, 2016).

Selain variablekompetensi pribadi lainnya, titik kendali merupakan salah satu

penentu kinerja pribadi. Institusi membutuhkan staf yang mau bekerja keras untuk

kepentingan institusi dan yang mau mencurahkan atensi penuhnya pada

ikhtiarmencapai tujuan institusi dan bertahan hidup. Ini adalah cara bagi staf untuk

merampungkan pekerjaannya tanpa gangguan, karena setiap orang yang merasa

mampu mengendalikan diri akan memiliki kontrol lebih besar atas konsekwensi yang

terjadi di lingkungan, sehingga dia lebih puas dengan apa yang dibuatnya.

Tujuan rumah sakit sebagai suatu institusi adalah menyerahkan pelayanan

kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan melibatkan

seluruh bagian organisasi. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Suradadi Kab. Tegal

berdiri sejak tahun 2010. Didirikan berdasar pada Keputusan Bupati Tegal No.
6

445/672/2009 mengenai Pengembangan Pasien Rawat Inap di Puskesmas Suradadi

menjadi RS Tipe D Kab. Tegal. dan SK Bupati Tegal No. 445/268/2010 mengenai

Pemberian Izin Operasional Sementara Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kab.

Tegal.

Berdasar pada hasil wawancara dengan staf di bidang pengembangan sumber

daya manusia, diketahui bahwa beberapa staf di RSUD Suradadi Kab. Tegal

mengalami masalah kinerja yang rendah. Beberapa pegawai rumah sakit bekerja

setelah pukul 08.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Selain itu, pada saat istirahat,

beberapa staf mengambil istirahat lebih awal dan kembali bekerja setelah pukul 13.00

WIB. Bahkan, beberapa staf pulang lebih awal. Selanjutnya karena kurangnya

kerjasama yang baik antar karyawan, beberapa staf sering terlambat kecuali beberapa

pekerjaan yang tidak selesai, sehingga mengganggu kinerja individu dan institusi secara

keseluruhan. Berikut data tahun 2021 derajat keterlambatan staf di RSUD Suradadi

Kab. Tegal.

Gambar 1.1.
Data Keterlambatan Masuk Kerja Pegawai RSUD Suradadi Kab. Tegal
Tahun 2021

Sumber: RSUD Suradadi Kab. Tegal (2022).


7

Angka keterlambatan kerja staf RSUD Suradadi Kab. Tegal terlihat fluktuatif

sepanjang tahun 2021. Padahal, rumah sakit sebagai institusi yang melayani

masyarakat sangat mengharapkan kinerja yang tinggi dari seluruh pegawainya.

Kedatangan staf yang terlambat mendeskrisikan derajat disiplin yang rendah, yang

mampu menyebabkan kinerja yang rendah.

Berdasar pada hasil wawancara dengan pegawai yang membidangi

pengembangan sumber daya manusia, biasanya pegawai berpindah shift tanpa

memberitahu atasannya. Selain itu, ada pegawai yang kurang empati pada pasien.

Yang lain lagi tidak disiplin, mengalami kesulitan bekerja dengan tim, kurang

komunikasi, dan kurang patuh kepada atasan mereka. Diketahui beberapa perawat

gagal mematuhi system sebelum dan sesudah melakukan pelayanan karena berbagai

alasan, seperti terlambat atau ada kepentingan yang mendesak.

Hasil observasi langsung memperlihatkan bahwa terdapat pegawai yang

memiliki rasa percaya diri yang rendah. Misalnya perawat tidak tenang melakukan

perilaku pada pasien berupa infus, sehingga perilaku keperawatan harus diulang.

Ditemukan juga bahwa beberapa staf merasa tidak puas dengan hasil pekerjaan

mereka karena mereka merasa tidak mampu merampungkan beberapa tugas yang

kompleks pada saat yang bersamaan.

Beberapa peneliti telah mempelajari harga diri, efikasi diri, dan titik kendali,

tetapi kesimpulannya tidak konsisten. Sebagai contoh, Lai dan Chen (2017), Efriany

(2017) dan Yeti Indrawati (2017) sanggup memperlihatkan bahwa efikasi diri

berpengaruh positif signifikan pada kinerja. Sedangkan Noviawati (2017), Alvian, Al

Musadieq, dan Aulia (2018) dan Iska Maulina (2017) mendapatkan temuan yang
8

berbeda bahwa efikasi diri tidak berpengaruh pada kinerja karyawan. Selanjutnya

Maulina (2017) dan Indrawati (2014) menyimpulkan bahwa efikasi diri berpengaruh

signifikan pada kepuasan karyawan. Temuan ini berbeda dengan temuan penelitian

Wiyanto (2017) bahwa efikasi diri tidak berpengaruh pada kepuasan karyawan.

Dalam penelitian lain, Wuryaningsih dan Kuswanti (2017), Gurendrawati dkk (2017),

Appiah dan Addai (2017), Wahyuni dkk (2016), Saputra (2017) mampu

memperlihatkan bahwa locus of control berpengaruh signifikan pada pengaruh

kinerja. Sementara itu, temuan Khushk (2019) dan Al Azhar (2017) menyimpulkan

bahwa locus of control tidak berpengaruh pada kinerja.

Berdasar pada fenomena dan pertanyaan di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Self-Esteem, Self-Efficacy, dan Locus of

control Terhadap Kinerja Pegawai RSUD Suradadi Kabupaten Tegal Dengan

Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi”.

B. Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi manajemen RSUD Suradadi Kab. Tegal adalah

fluktuasi tingkat absensi pegawai dalam kurun waktu satu tahun, yang berdampak

pada naik turunnya kinerja pegawai. Dari fakta tersebut, berikut beberapa pertanyaan

yang akan dijawab melalui penelitian ini.

1. Apakah terdapat pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap

kinerja pegawai RSUD Suradadi Kabupaten Tegal?

2. Apakah terdapat pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap

kepuasan kerja RSUD Suradadi Kabupaten Tegal?


9

3. Apakah terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai RSUD

Suradadi Kabupaten Tegal?

4. Apakah terdapat pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap

kinerja pegawai RSUD Suradadi Kabupaten Tegal dengan kepuasan kerja sebagai

variabel mediasi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap

kinerja pegawai RSUD Suradadi Kabupaten Tegal;

2. Mengetahui pengaruh self-efficacy, self-efficacy dan locus of control terhadap

kepuasan kerja RSUD Suradadi Kabupaten Tegal;

3. Mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai RSUD Suradadi

Kabupaten Tegal;

4. Mengetahui pengaruh self-esteem, self-efficacy dan locus of control terhadap

kinerja pegawai RSUD Suradadi Kabupaten Tegal dengan kepuasan kerja

sebagai variabel mediasi.

D. Manfaat Penelitian

Kajian ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Kajian ini diharapkan menyerahkan kontribusi empiris bagi pengembangan ilmu

manajemen SDM, khususnya yang berkaitan dengan pembuktian pengaruh self-

esteem, self-efficacy, dan kepuasan kerja pada kinerja karyawan. Selain itu,
10

penelitian ini juga mampu menjadi referensi bagi peneliti yang selanjutnya akan

melakukan penelitian di bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis

Hasil kajian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi manajemen RSUD

Suradadi Kab. Tegal untuk memperbaiki factor-factor yang diketahui berpengaruh

signifikan pada pengembangan kinerja staf.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kinerja Pegawai

Institusi dengan tujuan yang telah ditentukan harus memiliki sumber daya

manusia yang aktif menjalankan perannya sebagai anggota institusi dalam

ikhtiarmencapai maksud tersebut. Mengingat kinerja institusi tergantung pada

kinerja karyawannya, maka tujuan tersebut mampu tercapai apabila para anggota

institusi berusaha untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan menyerahkan

kontribusi yang positif melalui kinerja yang baik. Simamora (2018) menjelaskan

bahwa kinerja staf adalah derajat di mana staf memenuhi prasyarat kewajiban.

Kinerja adalah perbandingan tugas yang dilakukan oleh seorang pegawai pada

standar yang telah ditentukan (Guritno dan Waridin, 2017). Sedangkan menurut

Handoko (2017), kinerja diartikan sebagai ukuran akhir kesuksesan staf dalam

bertugas. Kinerja adalah hasil dari kapasitas dan kuantitas pekerjaan yang dicapai

seseorang ketika melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

Mangkunegara (2019) dan Gomes (2018) mendefinisikan kinerja sebagai risalah

yang dihasilkan oleh fungsi pekerjaan atau aktivitas tertentu selama periode waktu

tertentu.

Dapat disarikan bahwa kinerja yang diterapkan dalam suatu institusi

merupakan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta tata kerja yang dilakukan

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kinerja dianggap optimal jika suatu institusi

11
12

sanggup mengembangkan dan melaksanakan rencana berdasar pada prasyarat

yang harus dipenuhi dalam pekerjaannya, serta sanggup mengatasi hambatan dan

factor yang memengaruhi kinerja.

Hampir semua institusi mengambil langkah-langkah informal atau formal

untuk menilai kinerja karyawan. Penilaian kinerja mengacu pada ulasan kinerja

menurut standar tertentu. Dessler (2019) berpendapat bahwa penilaian kinerja

adalah cara mengulasan kinerja pekerjaan pada tolok ukur objektif, terkait

langsung dengan tanggung jawab individu, dan dilakukan secara teratur. Penilaian

prestasi kerja memiliki beberapa manfaat (Samsudin, 2018).

a. Pengembangan kinerja, yaitu adanya umpan balik tugas akan memungkinkan

staf untuk meningkatkan aktivitas dan kinerja.

b. Penyesuaian kompensasi, yaitu tinjauan kinerja, akan membantu pimpinan

memastikan kenaikan gaji, bonus, dan tunjangan.

c. Keputusan penempatan, promosi, transfer, dan demosi sering kali didasarkan

pada kinerja pekerjaan di masa lalu atau yang diharapkan.

d. Kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan, karena prestasi kerja yang

rendah memperlihatkan perlunya pelatihan, kinerja yang sama baiknya mampu

mendeskrisikan potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut.

e. Rencana dan pengembangan karir, umpan balik kinerja mampu memengaruhi

keputusan karir.

f. Penyimpangan dalam proses kepegawaian tercermin dalam kapasitas prosedur

kepegawaian departemen personalia.


13

g. Informasi yang tidak akurat dan kinerja pekerjaan yang rendah mampu

menandakan kelalaian dalam informasi analisis pekerjaan, rencana sumber

daya manusia, atau elemen lain dari system informasi manajemen personalia.

h. Kinerja pekerjaan yang rendah mampu menjadi tanda design pekerjaan yang

rendah, dan tinjauan kinerja mampu membantu mendiagnosis kelalaian ini.

Sebuah generasi.

i. Peluang kerja yang adil, yaitu ulasan kinerja pekerjaan yang akurat, akan

memastikan bahwa keputusan penempatan intern dibuat atas dasar non-

diskriminatif.

j. Tantangan eksternal, dimana prestasi kerja ditentukan oleh factor-factor di

luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, situasi keuangan, atau

masalah pribadi, dan kebutuhan tersebut mampu diprediksi melalui penilaian

kinerja.

Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja mampu digunakan oleh

supervisor untuk mengelola kinerja karyawan, mengidentifikasi kelemahan

kinerja staf dan alasan keberhasilannya, yang kemudian mampu menjadi bahan

pertimbangan dalam memastikan tujuan dan selanjutnya meningkatkan langkah-

langkah untuk mencapainya.

Tolok ukur derajat kinerja menyerahkan penilaian yang objektif dan akurat

pada kinerja karyawan. Pengukuran ini berarti menyerahkan peluang kepada staf

untuk memahami derajat kinerja mereka dan meningkatkannya. Gomes (2018)

menjelaskan bahwa pengukuran kinerja mampu didasarkan pada perilaku tertentu


14

(judgmental performance evaluation), dengan delapan dimensi berikut yang harus

diperhatikan.

a. Kapasitas pekerjaan yang dicapai sesuai dengan prasyarat kesesuaian dan

kesiapan.

b. Kuantitas pekerjaan adalah kuantitas pekerjaan yang dilakukan dalam jangka

waktu tertentu.

c. Wawasan pekerjaan adalah luasnya wawasan mengenai pekerjaan dan

keterampilan.

d. Kreativitas adalah orisinalitas ide yang muncul dan perilaku untuk

memecahkan masalah yang muncul.

e. Kerjasama adalah pemahaman untuk bekerja sama dengan orang lain.

f. Inisiatif adalah kecerdikan ide yang diajukan sebagai rencana institusi masa

depan.

g. Keandalan adalah rasa mampu dipercaya dalam kehadiran dan deskripsi

pekerjaan.

h. Kapasitas pribadi, yang berkorelasi dengan kepribadian, kepemimpinan,

kompetensi, dan integritas pribadi.

Standar kerja mampu ditentukan dari isi pekerjaan dan mampu digunakan

sebagai dasar penilaian kinerja pegawai, sehingga harus ditakar dan dimengerti

secara jelas. Adapun dimensi dan indicator kinerja menurut Bangun (2019) adalah

sebagai berikut:
15

a. Kuantitas Kerja

Memperlihatkan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan oleh individu atau

kelompok sebagai prasyarat standar kerja. Setiap pekerjaan memiliki prasyarat

berbeda yang harus dipenuhi oleh karyawan, termasuk pengetahuan,

keterampilan, dankompetensi yang sesuai. Tidak semua pekerjaan mampu

dilakukan oleh satu orang, sehingga kinerja staf juga mampu dinilai

darikompetensi bekerjasama dengan rekan kerja lainnya.

b. Kualitas kerja

Setiap staf harus memenuhi prasyarat institusi untuk merampungkan pekerjaan

berkapasitas yang ditetapkan oleh institusi. Pekerjaan tertentu mengharuskan

staf untuk merampungkan pekerjaan dalam kerangka waktu yang ditentukan

oleh institusi. Staf yang efisien unggul karena pekerjaan mereka memenuhi

standar institusi.

2. Self-Esteem

Self-Esteem adalah keyakinan akan harga diri berdasar pada ulasan diri

secara keseluruhan. Orang dengan harga diri tinggi mencari pekerjaan dengan

status lebih tinggi, merasa lebih percaya diri bahwa mereka mampu mencapai

derajat pekerjaan yang lebih tinggi, dan mengalami kepuasan batin yang lebih

besar dengan pencapaian pekerjaan. Harga diri juga merupakan bagian dari

kepribadian seseorang dan sangat krusial dalam kehidupan sehari-hari. Lestari dan

Koentjoro (2018) mendeskripsikan harga diri sebagai hasil ulasan individu pada

diri sendiri, yang tercermin dari sikapnya pada diri sendiri. Penilaian ini

mengungkapkan sikap penerimaan atau penolakan, dan memperlihatkan


16

bagaimana kompeten, bermakna, sukses, dan berharga seorang individu

didasarkan pada standar dan nilai-nilai pribadi mereka.

Maslow memaknai definisi harga diri yang dikutip oleh Alwisol (2018)

sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi atau dipuaskan oleh manusia untuk

mencapai derajat yang lebih tinggi. Kebutuhan harga diri Maslow mampu dibagi

menjadi dua kategori, yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Sementara

itu, Hami (2017) mendefinisikan harga diri sebagai ulasan seseorang pada suatu

objek, diri sendiri, baik positif maupun negatif. Harga diri adalah sikap individu

untuk memahami diri sendiri, termasuk kepuasannya, sehingga ia mampu

menerima dan menghargai diri sendiri. Harga diri adalah penilaian dan ulasan

positif dan negatif individu pada objek tertentu (yaitu diri mereka sendiri). Harga

diri juga mampu diartikan sebagai cara individu mengulasan diri dan perilakunya.

Harga diri adalah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, dan merupakan

ulasan dan persepsi individu mengenai diri sendiri. Menurut Felker (2019), harga

diri individu terdiri dari tiga elemen.

a. Perasaan diterima ((felling of belonging)

Individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dan

diterima oleh anggota kelompok. Kelompok mampu berupa keluarga,

kelompok sebaya, atau kelompok apa pun.

b. Perasaan kompetensi (feeling of competence).

Perasaan dan keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk

mencapai hasil yang diinginkan, seperti bagaimana perasaan seseorang ketika

mereka mengalami kesuksesan atau kegagalan.


17

c. Perasaan berharga (feeling worth).

Rasa harga diri seseorang sebagian besar ditentukan oleh pengalaman

masa lalu. Perasaan yang dimiliki individu seringkali datang dari pernyataan

pribadi, seperti bersikap cerdas, sopan, dan baik hati.

Aspek harga diri merupakan penilaian individu mengenai bagaimana individu

mempersepsikan, menerima, dan menghargai diri sendiri. Aspek-aspek yang

dibahas berkaitan dengan sikap individu pada diri sendiri sebagai seorang yang

berkompeten, berpenampilan menarik dan orang lain. Menurut Rosenberg (2017),

tiga dimensi berikut merupakan indicator self-esteem.

a. Physical self-esteem.

berkorelasi dengan kondisi fisik individu.kompetensi individu untuk menerima

kondisi fisiknya sendiri atau beberapa bagian yang ingin diubah oleh individu.

b. Social self-esteem.

Hal ini berkaitan dengankompetensi individu untuk bersosialisasi dengan

lingkungan. Ini termasuk korelasi pribadi, baik dalam bentuk batasan sosial

pribadi (memilih teman) atau menerima berbagai orang sebagai teman.

Selanjutnya aspek ini juga mampu digunakan untuk melihatkompetensi

individu dalam berkomunikasi dengan orang lain di lingkungannya.

c. Performance self-esteem

Hal ini berkaitan dengankompetensi dan pencapaian individu yaitu puas atau

tidaknya individu, dan kepercayaan diri individu pada kemampuannya.

Coopersmith mengambil pandangan yang berbeda mengenai harga diri, yang

menurutnya mencakup empat dimensi berikut (Lestari dan Koentjoro, 2018).


18

a. kesuksesan diri.

Sukses memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Bagi sebagian orang,

kesuksesan diwakili oleh penghargaan materi dan popularitas. Dalam hal ini,

harga diri yang sukses mencakup tiga dimensi, yaitu potensi, makna, dan

kebaikan.

b. nilai dan aspirasi.

Penilaian atau ulasan diri seseorang ditentukan oleh bagaimana dia

mengulasan dan mengulasan keyakinannya mengenai orang lain. Mengulasan

kesuksesan atau ketidakberhasilanmelakukan sesuatu adalah bagian dari

identitas diri dan mampu membuat individu merasa berharga baik secara

pribadi maupun sosial.

c. pertahanan.

Pertahanan adalahkompetensi individu untuk mencoba memerangi perasaan

tidak berdaya. Orang dengan harga diri yang tinggi akan mempertahankan

daya saingnya. Pertahanan yang bermasalah tidak hanya membantu

mengatasi kecemasan, tetapi juga dalam memimpin orang lain dengan cara

yang positif dan percaya diri.

Orang dengan harga diri yang berbeda hidup di dunia yang berbeda. Orang

dengan penilaian diri yang rendah terhambat oleh derajat kecemasan,kompetensi

yang rendah untuk mengekspresikan perasaan, dan lebih sering menderita

gangguan psikosomatik dan perasaan depresi.

3. Self-Efficacy
19

Efikasi diri berasal dari kata “ego”, yang diartikan sebagai unsur struktur

kepribadian, sedangkan kata “efikasi” memperlihatkan penilaian diri,

kemungkinan mengambil perilaku yang baik atau rendah, benar atau salah, dan

perilaku yang mampu dilakukan. diambil. Gouvron, 2019). Efikasi diri

merupakan aspek wawasan diri atau self-knowledge yang memengaruhi

kehidupan manusia. Self-efficacy memengaruhi perilaku yang diputuskan

individu untuk dilakukan untuk mencapai tujuan, termasuk perkiraan berbagai

peristiwa yang akan dihadapinya (Yusuf, 2018).

Self-efficacy adalah istilah dalam psikologi yang merupakan penilaian

individu pada kemampuannya untuk mengatur dan melakukan banyak perilaku

yang konsisten dengan kinerja (Bandura, 2016). Menurut Woolfolk (2018), self-

efficacy adalah penilaian seseorang pada diri sendiri, atau derajat keyakinan

bahwa seseorang sanggup merampungkan suatu tugas untuk mencapai hasil

tertentu. Self-efficacy berkaitan dengan pengendalian diri, ketahanan dalam

menghadapi kegagalan, kinerja pemecahan masalah, dan ikhtiartugas (Chrian

dan Jolly, 2019).

Beberapa definisi ini mampu dipersempit menjadi self-efficacy,

keyakinan bahwa seorang individu memilikikompetensi untuk melakukan tugas

atau perilaku yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Orang dengan

efikasi diri yang tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk

mengubah hal-hal di sekitar mereka. Pada saat yang sama, orang dengan efikasi

diri rendah merasa pesimis bahwa mereka tidak mampu melakukan segala

sesuatu di sekitar mereka. Dalam situasi sulit, orang dengan efikasi diri rendah
20

mudah menyerah, sedangkan orang dengan efikasi diri tinggi bekerja lebih keras

untuk mengatasi tantangan.

Persepsi individu mengenai efikasi diri memastikan perilaku, pola pikir,

dan respons emosional individu. Individu bertindak sesuai dengan efikasi diri

mereka. Jika efikasi diri tinggi, maka individu tersebut akan terus meningkatkan

usahanya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Berikut ini adalah

fungsi efikasi diri menurut Bandura (2016).

a. Penentu pilihan perilaku.

Individu mengarah melakukan tugas-tugas tertentu yang dianggap sanggup

mereka selesaikan. Jika seseorang memiliki kepercayaan diri yang tinggi pada

kemampuannya untuk merampungkan suatu tugas, maka ia akan lebih

bersedia untuk merampungkan tugas tersebut daripada tugas-tugas lainnya.

b. Usaha dan keyakinan yang besar.

Orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau

bahkan menyerah. Pada saat yang sama, orang-orang dengan keyakinan yang

kuat bekerja lebih keras untuk mengatasi tantangan.

c. Kondisi pikiran dan respons emosional.

Orang dengan efikasi diri yang rendah selalu merasa tidak sanggup

menghadapi situasi yang dihadapinya.

d. Prediktor perilaku selanjutnya.


21

Orang dengan efikasi diri yang tinggi akan memiliki minat dan komitmen

yang tinggi pada lingkungan tempat mereka berada, serta tidak akan mudah

menyerah dan menyerah dalam mengatasi kesulitan.

Efikasi diri setiap orang berbeda dalam tiga elemen, yaitu besarnya,

intensitas, dan universalitas. Zimmerman (2016) menyatakan bahwa setiap

elemen memiliki pengaruh yang signifikan pada pencapaian kinerja individu.

a. Magnitude (derajat kesulitan tugas).

Menilaikompetensi individu untuk melakukan tugas. Dimensi ini mengacu

pada derajat kesulitan suatu pertanyaan yang mampu dipersepsikan oleh

setiap individu secara berbeda.

b. Generalitas (domain perilaku yang luas).

Universalitas mengacu pada penilaian efikasi individu berdasar pada

keseluruhan tugas yang dia lakukan. Universalitas, oleh karena itu, terkait

dengan perilaku individu dengan keyakinan padakompetensi mereka sendiri.

Individu mampu memiliki keyakinan padakompetensi mereka, tergantung

pada pemahaman mengenaikompetensi mereka, yang terbatas pada aktivitas

dan situasi tertentu, atau serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan

lebih beragam.

c. Potensi (derajat keyakinan atau harapan).

Potensi mengacu pada ketahanan dan keuletan seorang individu dalam

memecahkan masalah. Meskipun banyak kesulitan dan tantangan, orang

yang percaya padakompetensi mereka untuk memecahkan masalah akan

terus bertahan.
22

4. Locus of Control

Locus of control mengacu pada keyakinan bahwa seseorang mampu

mengendalikan peristiwa kehidupan menggunakankompetensi sendiri. Dengan

kata lain, locus of control bisa dimaknai sebagai salah satu pemikiran seseorang

bahwa suatu potensi atau potensi di luar kendalinya sendiri berpengaruh dalam

situasi positif atau negatif yang terjadi dalam hidupnya (Sarddogan, 2016).

Locus of control juga diartikan sebagai persepsi seseorang pada sumber nasibnya

(Robbins, 2018). Kreitner dan Kinicki (2018) berpendapat bahwa locus of

control merupakan salah satu variable kepribadian, yang dimaknai sebagai

keyakinan individu untuk sanggup mengendalikan nasibnya sendiri. Benang

merah yang mampu ditarik adalah bahwa titik kendali adalah sebuah konsep

yang memperlihatkan keyakinan individu mengenai peristiwa yang terjadi dalam

hidupnya. Termasuk di dalamnya keyakinan bahwa berhasil atau gagalnya

berbagai aktivitas dalam hidupnya disebabkan oleh kendalinya atau kendali

eksternalnya.

Menurut Rotter (2018), terdapat dua jenis titik kontrol, yaitu locus of

control intern dan locus of control eksternal. Kreitner dan Kinichi (2018) juga

mengungkapkan pandangan yang sama dan menyerahkan dua penjelasan

berikut.

a. Intern locus of control, keyakinan bahwa seseorang memiliki kendali atas

peristiwa dan konsekwensi yang memengaruhi hidupnya. Orang yang

memiliki pengendalian batin mengarah lebih pekerja keras dan mampu,

sehingga jika mengalami kegagalan, ia akan menyalahkan diri sendiri karena


23

tidak berusaha keras. Sebaliknya, jika Anda mengalami kesuksesan, orang-

orang dengan pengendalian intern bangga dengan apa yang telah dicapai dan

menghargai apa yang telah dicapai.

b. Eksternal locus of control meninggalkan hasil krusial dalam hidup ke factor

lingkungan, seperti keberuntungan atau nasib, dan ketika mereka mengalami

kegagalan, mereka mengarah menyalahkan lingkungan karena mereka

menganggap kesuksesan dan ketidakberhasilandisebabkan oleh factor-factor

selain diri mereka sendiri.

5. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah persepsi staf mengenai pekerjaan, penghargaan atau

gaji, rekan kerja, sikap superior, dan lingkungan kerja. Kepuasan kerja juga

merupakan perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dimiliki staf

ketika melihat pekerjaannya. Uhl-Bien (2018) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai sikap yang mendeskrisikan perasaan positif dan negatif seseorang

mengenai pekerjaan, rekan kerja, dan lingkungan kerja. Sutrisno (2019)

menyajikan perspektif lain mengenai kepuasan kerja, yang menyatakan bahwa

kepuasan kerja adalah masalah yang cukup menarik dan krusial karena telah

terbukti bermanfaat bagi individu, industri, dan masyarakat. Bagi individu,

meneliti penyebab dan sumber kepuasan kerja mampu membantu meningkatkan

kesejahteraan mereka dalam hidup. Untuk industri, penelitian kepuasan kerja

bertujuan untuk meningkatkan output dan biaya dampak dengan meningkatkan

sikap dan perilaku karyawan. Selain itu, masyarakat pasti mendapat manfaat dari
24

maksimalisasi produktivitas industri dan pengembangan nilai manusia di

lingkungan kerja.

Menurut Hasibuan (2018), kepuasan kerja merupakan kunci pendorong

semangat kerja, disiplin, dan kinerja karyawan, sehingga mendukung tercapainya

tujuan institusi. Sementara itu, Rivai (2019) mengemukakan bahwa kepuasan kerja

adalah ulasan yang mendeskripsikan sikap seseorang pada pekerjaan, kebahagiaan

atau ketidakbahagiaan, kepuasan atau ketidakpuasan. Robbins dan Judge (2018)

memperlihatkan bahwa orang pada umumnya lebih puas dengan pekerjaan secara

keseluruhan, pekerjaan itu sendiri, dan rekan kerja dan bos daripada gaji dan

peluang karir.

Jika kepuasan kerja staf tinggi, maka staf akan memperlihatkan sikap yang

positif. Sebaliknya jika kepuasan kerja staf rendah, maka staf akan

memperlihatkan sikap negatif pada pekerjaan tersebut. Sikap ini tercermin tidak

hanya dalam menangani pekerjaannya sendiri, tetapi juga dalam segala hal yang

dihadapinya di lingkungan kerja, seperti tidak peduli dan tidak mau terlibat dalam

masalah institusi. Kepuasan kerja yang dirasakan staf meningkatkan kepercayaan

diri dan membuat staf lebih termotivasi untuk bekerja keras merampungkan

pekerjaan selanjutnya, sehingga memungkinkan setiap staf mencapai tujuan

pekerjaannya dan meningkatkan kinerja organisasi.

Banyak factor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Factor-factor

yang menyerahkan kepuasan staf itu sendiri tergantung pada individualitas

masing-masing karyawan. Sutrisno (2018) mengusulkan factor-factor berikut,

yang menurutnya akan membuat staf puas.


25

a. Factor pribadi, termasuk usia, kesehatan, kepribadian dan harapan.

b. Factor sosial, termasuk ikatan keluarga, pandangan pekerja, kebebasan politik,

dan ikatan sosial.

c. Factor kunci dalam pekerjaan, termasuk upah, pengawasan, keamanan kerja,

kondisi kerja dan peluang untuk kemajuan.

Menurut Luthans (2018), ada beberapa dimensi yang mampu digunakan

untuk mengukur kepuasan kerja.

a. Pekerjaan itu sendiri, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menyerahkan tugas-

tugas yang menarik, peluang untuk belajar, dan peluang untuk tanggung jawab

pribadi.

b. Kompensasi (gaji), yaitu kuantitas kompensasi finansial dan sejauh mana

seorang individu menganggapnya adil atau proporsional dibandingkan dengan

apa yang diterima individu lain dalam organisasi.

c. Promosi adalah peluang untuk kemajuan dalam suatu organisasi.

d. Supervisor adalahkompetensi seorang atasan untuk menyerahkan bantuan dan

support teknis.

e. Kelompok kerja yang menyerahkan dukungan, ketenangan, nasehat dan

bantuan kepada individu-individu yang tergabung dalam kelompok tersebut.

f. Kondisi kerja, yaitu kondisi dan kondisi di mana seseorang bekerja.

Kepuasan kerja dalam suatu institusi akan menghasilkan kinerja yang baik

karena mampu meningkatkan produktivitas karyawan. Orang yang puas dengan

pekerjaannya akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Selain


26

meningkatkan produktivitas, kepuasan kerja juga mampu mengurangi

ketidakhadiran.

B. Penelitian Terdahulu

Di bawah ini adalah beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan riset ini

untuk referensi.

Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No Nama
Judul Penelitian Hasil Penelitian
. Peneliti
i i

1. Zulkarnaen The effects of self-esteem and


i i i i  Harga diri dan efikasi dirii i i i

(2020)
i self-efficacy on job satisfaction
i i i i memengaruhi kepuasan kerja.
i i i

and their impact on teacher


i i i i i
 Kepuasan kerja memengaruhi i i

performance
i
kinerja.
i

2. Budiyanto Pengaruh harga diri, self- i i i Harga diri, efikasi diri, kepuasan
i i i i

(2021)
i efficacy, kepuasan kerja dan i i i kerja, dan pengembangan karir
i i i i

pengembangan karir pada


i i i memengaruhi kinerja karyawan.
i i i

kinerja karyawan
i i

3. Saprudin Pengaruh harga diri dan efikasi i i i i Harga diri dan efikasi diri
i i i i

(2021)
i diri pada kepuasan kerja dan
i i i i i memengaruhi kepuasan kerja dan
i i i i

implikasinya pada kinerja guru


i i i i kinerja.
i

4. Fadilah The effect of self-efficacy


i i i Efikasi diri dan harga diri
i i i i

(2018)
i Self-esteem of PT Garuda Food i i i i memengaruhi kepuasan kerja.
i i i

Indonesia employees in terms


i i i i

of job satisfaction
i i i

5. Masruroh Pengaruh efikasi diri pada i i i  Self-efficacy memengaruhi i

(2021)
i kinerja karyawan
i i kepuasan dan kinerja
i i i

Kepuasan kerja sebagai i i karyawan.


i

variable mediasi
i i
 Kepuasan kerja berpengaruh i i

pada kinerja karyawan, dan


i i i i

kepuasan kerja merupakan


i i i

variable mediasi.
i i

6. Fauzan Ali i Pengaruh efikasi diri dengan i i i  Self-efficacy tidak i

(2021)
i kepuasan kerja sebagai variable
i i i i berpengaruh pada kinerja.
i i i

intervensi pada kinerja staf


i i i i i
 Self-efficacy memengaruhi i

(studi dilakukan pada PT


i i i i
kepuasan.
i

Ultrajaya Milk Industry, Tbk


i i i i
 Self-efficacy memengaruhi i

Departemen Pemasaran
i i
kinerja melalui kepuasan.
i i i

Surabaya)
i

7. Murti (2021)
i Pengaruh motivasi kerja, i i  Motivasi kerja berpengaruh i i

efikasi diri dan poin


i i i i positif pada kinerja pegawai.
i i i i

pengendalian intern pada


i i i
 Poin efikasi diri dan
i i i
27

No Nama
Judul Penelitian Hasil Penelitian
. Peneliti
i i

kinerja pegawai di lembaga


i i i i pengendalian intern tidak
i i i

perkreditan desa (BKD)


i i i berpengaruh pada kinerja
i i i

karyawan.
i

8. Setiawan Pengaruh Efikasi Diri dan i i i Self-efficacy dan motivasi i i

(2020)
i Motivasi Pada Kinerja Staf PT
i i i i i i memiliki pengaruh positif yang
i i i i

Adi Sarana Armada Tbk


i i i i signifikan pada kinerja.
i i i

Badung
i

9. Rafiditya Pengaruh harga diri dan efikasi i i i i Harga diri dan efikasi diri
i i i i

(2020)
i diri pada kinerja pegawai
i i i i berpengaruh signifikan pada
i i i

asuransi pegawai negeri sipil di


i i i i i kinerja karyawan.
i i

PT Dana Tabungan dan Kantor


i i i i i

Pusat Bandung
i i

10. Feriana Pengaruh harga diri, efikasi diri i i i i  Harga diri memengaruhi i i

(2021)
i dan disiplin kerja pada kinerja
i i i i i kinerja karyawan.
i i

staf PT Han Putra Jaya


i i i i i i
 Self-efficacy tidak berpengaruh i i

pada kinerja.
i i

 Disiplin kerja memengaruhi i i

kinerja.
i

11. Hasan (2020) Dampak efikasi diri dan harga


i i i i i  Self-efficacy tidak i

diri pada kinerja pegawai di


i i i i i berpengaruh pada kinerja.
i i i

lembaga penanggulangan
i i
 Harga diri memengaruhi i i

bencana
i
kinerja.
i

BPBD Wilayah Kota Palopo i i i

12. Sembiring Pengaruh insentif keuangan, i i  Insentif keuangan memiliki i i

(2021)
i komitmen karyawan, self-
i i i dampak yang signifikan pada
i i i i

efficacy dan harga diri pada i i i i kinerja.


i

kinerja di bawah kondisi yang


i i i i i
 Efikasi diri dan harga diri tidak i i i i i

adil
i
berpengaruh pada kinerja.
i i i

13. Sebayang Dampak Self-Esteem dan Self- i i i harga diri dan efikasi diri
i i i i

dan
i Efficacy Pada Kinerja Staf - i i i i i Bagian pelaksanaan berpengaruh
i i

Sembiring
i Studi Kasus PT Finnet
i i i i secara signifikan pada kinerja
i i i i

(2017)
i Indonesia
i pegawai.
i

14. Darmilisani Poin Kontrol Intern dan i i i Locus of control memengaruhi


i i i

(2021)
i Dampak Poin Kontrol
i i i kepuasan kerja.
i i

Kepuasan Kerja Eksternal di i i i

Kantor Direktur PT Socfin


i i i i

Indonesia Medan
i i

15. Indriyani Pengaruh harga diri dan efikasi i i i i harga diri dan efikasi diri
i i i i

(2020)
i diri pada kepuasan
i i i Terdapat pengaruh positif yang i i i

Pekerjaan Staf (Studi Kasus i i i signifikan pada kepuasan kerja.


i i i i

Staf Rumah Sakit Ciamis)


i i i i

16. Wardhana Peran Locus of Control i i i  Locus of control memengaruhi


i i i

(2021)
i terhadap Kinerja Karyawan
i i i kinerja karyawan.
i i

melalui Kepuasan Kerja pada


i i i i
 Locus of control memiliki i i i

Staf
i i
dampak negatif pada kepuasan
i i i i
28

No Nama
Judul Penelitian Hasil Penelitian
. Peneliti
i i

kerja karyawan.
i i

 Kepuasan kerja berpengaruh i i

positif signifikan pada kinerja


i i i i

karyawan.
i

 Locus of control berpengaruh i i i

signifikan dan positif pada


i i i i

kinerja staf melalui kepuasan


i i i i i

kerja.
i

17. Kurniawati Kepuasan kerja sebagai i i  Titik kendali dan kepuasan i i i

(2021)
i mediator efek kontrol
i i i kerja memengaruhi
i i

disiplin karyawan i kedisiplinan karyawan.


i i

 Locus of control berdampak i i i

pada kepuasan kerja


i i i

karyawan.
i

18. Sari (2018)


i Pengaruh titik kendali, i i Poin kontrol, motivasi dan
i i i

motivasi, dan kepuasan kerja


i i i i kepuasan kerja memengaruhi
i i i

Atas kinerja pegawai Bank


i i i kinerja karyawan.
i i

Nagari Cabang Simpang


i i i

empat teguk saman


i i

19. Hamzah Pengaruh Locus of control dan i i i i Locus of control berpengaruh


i i i

(2021)
i Budaya Institusi pada
i i i positif signifikan pada kepuasan
i i i i

Kepuasan dan Kinerja Guru


i i i i dan kinerja guru.
i i i

20. Pulungan Pengaruh locus of control dan i i i i Titik kendali dan efikasi diri
i i i i

(2021)
i efikasi diri pada kinerja
i i i i memengaruhi kinerja karyawan.
i i i

Staf PT Semen Padang


i i i i

menggunakan employee
i i

engagement sebagai variable


i i i

intervensi
i

C. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

Peran sumber daya manusia bagi suatu institusi tidak hanya tercermin dalam

efisiensi kerja, tetapi juga dalam kapasitas kerja. Oleh karena itu, kinerja staf

merupakan hal yang patut mendapat atensi institusi. Sumber daya manusia yang ada

perlu dikelola dan dibina agar puas dalam bekerja sehingga mampu menyerahkan

kontribusi bagi kinerja dan kemajuan institusi. Kinerja yang dicapai staf juga didukung

oleh self-esteem.
29

Self-esteem adalah keyakinan pada harga diri seseorang berdasar pada ulasan

diri secara keseluruhan. Perasaan harga diri sebenarnya dibentuk oleh lingkungan

seseorang dan bagaimana orang lain memperlakukannya. Seseorang dengan harga diri

yang tinggi akan menganggap diri berharga karena ia sanggup dan mampu diterima. Di

sisi lain, orang dengan harga diri rendah merasa rendah mengenai diri mereka sendiri.

Harga diri yang dimiliki seseorang membangun potensi untuk melakukan yang terbaik

dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.

H1 : Self-esteem berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Kinerja merupakan gambaran derajat pelaksanaan kegiatan yang dituangkan

melalui rencana strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja mampu

dimengerti dan ditakar jika seorang individu atau kelompok pegawai telah menjadikan

tolak ukur atau standar kesuksesan sebagai tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi.

Self-efficacy mendorong seseorang untuk lebih bersemangat mencapai kinerja puncak.

Self-efficacy mampu dilihat sebagai factor pribadi yang membedakan setiap orang.

Perubahan efikasi diri mampu menyebabkan perubahan perilaku, terutama dalam

merampungkan tugas. Orang dengan efikasi diri tinggi lebih sanggup mengatasi situasi

sulit dibandingkan dengan efikasi diri rendah.

H2 : Self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Manajemen kinerja di institusi modern saat ini perlu ditanggapi dengan serius.

Jika kinerja staf institusi tidak dikelola dengan baik maka mampu menjadi salah satu

penghambat tercapainya tujuan institusi. Untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik,

staf juga harus memiliki titik kendali yang baik. Locus of control adalah keyakinan

seseorang padakompetensi mereka untuk mengendalikan diri. Kinerja ditentukan oleh


30

tipe kepribadian individu. Orang dengan intern locus of control lebih fokus pada tugas,

yang akan meningkatkan kinerja, terlihat dari tingginya motivasi, menyukai persaingan,

suka bekerja keras, merasa terdesak waktu, dan selalu berusaha menjadi lebih baik dari

sebelumnya untuk mencapai hasil lebih tinggi.

H3: Locus of control berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Setiap orang memiliki derajat kepuasan yang berlainan, tergantung dari nilai-

nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi ulasan terhadap aktivitas yang sesuai

dengan keinginan seseorang, maka makin tinggi pula kepuasannya pada aktivitas

tersebut. Derajat kepuasan kerja mampu memiliki efek yang tidak setara. Staf yang

melihat diri mereka sebagai orang yang penting, efektif, berharga, dan berarti akan

menyatukan institusi dalam kehidupan mereka dan menjadikan tujuan dan system nilai

institusi sebagai bagian dari kehidupan mereka.

H4 : Self-esteem berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai.

Salah satu penentukompetensi seorang staf untuk melakukan tugas atau

perilaku tertentu dan tetap berusaha ketika menghadapi hambatan adalah efikasi diri.

Self-efficacy melibatkan pemrosesan skill kognitif dan perilaku untuk menghasilkan

serangkaian perilaku yang terpadu untuk mencapai berbagai tujuan. Pengaruh positif

terhadap komitmen akan memengaruhi sikap individu terhadap diri sendiri dan mampu

memotivasi perilakunya dalam organisasi, selain itu memengaruhi tindakan, aspirasi

dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Jika seorang staf merasa kompeten untuk

melakukan suatu pekerjaan, maka terjadi kepuasan kerja yang berdampak pada

semangat kerja karyawan.

H5 : Self-efficacy berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai.


31

Staf mungkin mengalami masalah dan kesulitan dalam menjalankan tugasnya.

Ketika staf tidak puas dengan pekerjaannya, hal ini berdampak pada kinerja mereka,

membuat institusi kurang produktif. Pengembangan prestasi kerja pegawai pada intinya

ditentukan oleh kondisi tertentu, yaitu kondisi dari luar individu yang disebut factor

situasional, antara lain kepemimpinan, prestasi kerja, korelasi sosial, lingkungan kerja,

dan budaya organisasi. Sedangkan kondisi dari dalam disebut factor individu, meliputi

jenis kelamin, kesehatan, pengalaman, dan sifat psikologis yang terdiri dari motivasi,

kepribadian, dan titik kendali.

Locus of control mendeskripsikan sejauh mana seorang individu percaya

bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Tujuan pengawasan adalah untuk

menyerahkan bimbingan teknis dan support sikap untuk memungkinkan locus of

control untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Pengembangan kepuasan kerja

staf juga mampu dicapai dengan menawarkan penugasan yang menarik dan

menyerahkan peluang untuk posisi, status dan keahlian yang lebih baik di institusi.

H6: Locus of control berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai.

Derajat kepuasan kerja staf biasanya berkaitan dengan efektifitas organisasi.

Staf yang puas dengan pekerjaannya umumnya bekerja lebih keras dan lebih baik

daripada mereka yang stres dan tidak puas dengan pekerjaannya. Staf yang merasa

nyaman, dihargai, dan memiliki peluang untuk mengembangkan diri secara otomatis

akan fokus pada pekerjaan yang mereka lakukan dan lakukan dengan baik. Kepuasan

dan sikap staf krusial dalam memastikan perilaku dan tanggapan terhadap pekerjaan

yang melaluinya institusi yang efektif mampu dicapai. Kinerja pegawai didasarkan

padakompetensi dan motivasi pegawai dalam melakukan pekerjaannya.


32

H7 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Harga diri merupakan factor yang mendukung tercapainya kepuasan kerja

staf karena didasarkan pada keyakinan harga diri yang dinilai secara keseluruhan

(Zulkarnaen, 2020). Harga diri yang tinggi menghasilkan kepercayaan diri, harga

diri, keyakinan akankompetensi seseorang, dan kebutuhan akan kehadirannya di

dunia. Orang dengan harga diri rendah mengarah takut untuk mencari tantangan

baru dalam hidup, lebih suka menghadapi apa yang diketahui, menikmati hal-hal

yang tidak diperlukan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain, dan

mengarah merasa tidak bahagia dalam hidupnya.

Orang yang memiliki harga diri tinggi dalam organisasinya merasa puas

dengan diri sendiri karena memiliki keyakinan pada nilai-nilai yang dimilikinya,

sehingga diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya karena memiliki keyakinan

yang tinggi dalam merampungkan pekerjaan. Harga diri yang kuat pada

karyawan, karena mereka adalah bagian dari organisasi, juga mengarah pada

kinerja yang tinggi. Staf yang menyadari nilainya dalam institusi mengarah

memiliki pemahaman yang baik mengenai tugas dan tanggung jawabnya,

sehingga mereka berusaha untuk melakukan semua pekerjaannya dengan baik.

H8 : Self-esteem berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja

sebagai variabel mediasi.

Self-efficacy mampu mendorong staf untuk menjelaskan ketidakberhasilanatau

kesuksesan mereka. Self-efficacy juga memengaruhi perilaku dan keputusan yang

diambil individu untuk mencapai tujuannya (Ary dan Sriathi, 2019). Perilaku dari

dalam adalah perilaku yang dianggap berada di bawah kendali individu. Seseorang
33

yang memiliki keyakinan dan keyakinan atas kesuksesan yang telah dicapainya akan

memiliki kepuasan kerja dan akan bekerja keras untuk mencapai hasil yang sebaik

mungkin. Oleh karena itu, efikasi diri yang tinggi mampu menyerahkan kepuasan

pribadi staf untuk meningkatkan kinerja (Sebayang dan Sembiring, 2017).

H9: Self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja

sebagai variabel mediasi.

Kinerja adalah tolok ukur di mana staf melakukan tugas yang ditargetkan.

Ikhtiaruntuk melakukan penilaian kinerja krusial dilakukan dengan memahami

ukuran kinerja yang benar. Titik kendali merupakan variable yang sering

dikaitkan dengan kinerja (Wardhana, 2021). Titik kendali menjadi krusial karena

kendali atas kinerja seseorang mampu ditakar darikompetensi seseorang dalam

menangkap peristiwa yang menimpanya. Menurut Mantis dan Roesleer (2017),

titik kendali intern adalah pandangan bahwa, tergantung padakompetensi

seseorang (yang mampu dikendalikan) atau factor internnya sendiri, hasil yang

baik atau rendah mampu diperoleh dari suatu tindakan. Sedangkan sudut kendali

eksternal adalah pandangan bahwa kesuksesan atau ketidakberhasilandisebabkan

oleh factor sendiri atau factor yang tidak mampu dikendalikan seperti

keberuntungan, kesempatan, kesempatan, nasib, dll. Adanya locus of control yang

terkelola dengan baik akan memungkinkan individu untuk tampil lebih baik.

H10: Locus of control berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan

kerja sebagai variabel mediasi.

Berdasar pada uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini mampu

diuraikan.
34

Self-Esteem H1

H4 H7

H5
Self-Efficacy Kepuasan Kinerja
Kerja Pegawai

H6

Locus of H3
Control

H2

Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Design penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini mampu diklasifikasikan sebagai penelitian asosiasi kausal.

Menurut Sugiyono (2016:55), penelitian asosiasi kausal merupakan riset yang bertujuan

mengetahui korelasi antara dua variable atau lebih. Melalui riset ini, akan dimungkinkan

untuk mengembangkan teori untuk menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan

gejala.

2. Lokasi dan Obyek Penelitian

Riset akan dilakukan di RS Suradadi, Kab. Tegal, Jl. Raya Tegal-Pemalang

KM 12, Kab. Tegal, Jawa Tengah.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi riset ini adalah seluruh pegawai medis RSUD Suradadi Kabupaten

Tegal yang berstatus ASN yang berjumlah 86 ASN.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Jika populasi besar dan

peneliti tidak dapat mempelajari semua yang ada dalam populasi karena

keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, dapat menggunakan sampel yang diambil

dari populasi tersebut. Pengambilan sampel jenuh adalah teknik pengambilan

sampel yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel. Hal ini

biasanya dilakukan ketika populasi relatif kecil, atau ketika penelitian ingin

menggeneralisasi dengan kelalaian yang sangat kecil. Riset ini menggunakan

35
36

teknik sampling jenuh dengan sample sejumlah 86 orang pegawai medis RSUD

Suradadi Kabupaten Tegal yang berstatus ASN.

4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri langsung dari

sumber pertama atau tempat subjek penelitian dilakukan (Siregar, 2019). Data

primer dalam riset ini adalah hasil quesioner yang diisi oleh staf RSUD

Suradadi Kab. Tegal yang menjadi subyek penelitian..

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh institusi non-

pemroses (Siregar, 2019). Dalam riset ini, sumber data sekunder adalah buku,

literatur, artikel, jurnal, dan website di internet yang relevan dengan penelitian

yang dilakukan..

5. Cara Pengumpulan Data

Maksud dari pengumpulan data adalah untuk mendapatkan data yang

relevan dengan riset. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

riset ini adalah quesioner. Quesioner adalah teknik pengumpulan data yang

dijawab dengan menyerahkan serangkaian pernyataan tertulis kepada responden

(Sugiyono, 2018). Dalam riset ini, peneliti menyebarkan quesioner tertutup

kepada responden. Pilihan jawaban yang diberikan mengikuti skala Likert pada

skala 1-5.
37

Tabel 3.2.
Skala Likert pada PertanyaanTertutup
Pilihan Jawaban Skor
Sangat tidak setuju 1
Tidak setuju 2
Netral 3
Setuju 4
Sangat setuju 5

B. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

1. Definisi Konseptual

Definisi konsep adalah makna dari konsep yang digunakan, sehingga

memudahkan peneliti untuk memanipulasi konsep di lapangan. Berikut ini adalah

definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Kinerja pegawai merupakan perbandingan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang

pegawai pada standar yang telah ditentukan (Guritno dan Waridin, 2017).

b. Self Esteem merupakan hasil ulasan individu pada diri sendiri, yang tercermin dari

sikapnya pada diri sendiri (Mruk, 2018).

c. Self-efficacy adalah penilaian seseorang pada diri sendiri atau derajat

kepercayaan seberapa baik seseorang mampu merampungkan tugas untuk

mencapai hasil tertentu (Woolfolk, 2018).

d. Locus of control merupakan salah satu variable kepribadian yang dimaknai

sebagai keyakinan individu pada sanggup tidaknya memastikan nasib sendiri

(Kreitner dan Kinicki, 2018).


38

e. Kepuasan kerja adalah sikap yang mendeskrisikan emosi positif dan negatif

seseorang mengenai pekerjaan, rekan kerja, dan lingkungan kerja (Uhl-Bien,

2018).

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam variable penelitian adalah atribut atau sifat atau nilai

suatu objek atau aktivitas riset, ditentukan dan disimpulkan oleh peneliti yang sedang

dipelajari, dengan beberapa variabilitas. Tabel 3.1 menyerahkan definisi operasional

dari variable yang digunakan dalam kajian ini.

Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Indikator Skala Pengukuran
Kinerja Quality of work
Skala Interval
Job Knowledge
Self Esteem Physical self-esteem
Skala Interval
Social self-esteem
Self-efficacy Derajat kesulitan tugas
Skala Interval
Luas bidang perilaku
Locus of control Locus of control intern
Skala Interval
Locus of control eksternal
Kepuasan kerja The work it self
Skala Interval
Pay

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang peneliti pilih dan gunakan dalam

kegiatan pengumpulan untuk mensistematisasikan dan memfasilitasi kegiatan

tersebut. Instrumen yang baik harus valid dan dapat diandalkan.


39

Tabel 3.2.
Instrumen Penelitian
Variabel Indikator Pernyataan dalam quesioner
1. Kinerja 1. Quality of work 1. Saya mampu menyelesaikan
i i

ipekerjaan dengan kapasitas yang i i i

itelah ditetapkan oleh instansi


i i i

2. Saya mampu menyelesaikan


i i

ipekerjaan sesuai dengan i i

ideadline yang ditetapkan oleh i i i

iinstansi
2. Job knowledge 3. Saya memiliki pengetahuan
i i

iyang luas mengenai pekerjaan


i i i

iini. i

4. Saya mengembangkan i

ikreatifitas untuk mempercepat i i

iselesainya pekerjaan i

2. Self-esteem 1. Physical self-esteem 5. Saya menerima kondisi diri saya


i i i i

iapa adanya
i

6. Saya merasa bahwa diri Saya


i i i i

icukup berharga, setidaknya samai i i

idengan orang lain i i

2 Social self-esteem 7. Saya merasa dihargai dan bernilai


i i i i

isebagai karyawan yang baik di i i i i

iinstansi ini i

8. Saya mampu menghargai rekan


i i i

iatas hasil usaha kerja mereka


i i i i

iselama ini i

a. Self-efficacy 1. Derajat kesulitan 9. Saya memiliki rasa percaya diri


i i i i

tugas untuk mampu menyelesaikan


i i i

pekerjaan yang sulit


i i i i

10. Pekerjaan yang sulit dan rumit i i i i

membuat saya tertantang untuk


i i i i

mencobanya
i

2. Luas bidang perilaku 11. Saya memiliki usaha yang keras


i i i i

dalam menyelesaikan pekerjaan


i i i

12. Saya mampu bekerja di bawahi i i i

tekanan
i

b. Locus of control 1. Locus of control intern 13. Prestasi yang saya raih selama i i i i

ini, saya dapatkan dengan kerja


i i i i i

keras
i

14. Pekerjaan yang mampu i i

dikerjakan oleh orang lain, saya


i i i i i

pasti juga mampu untuk


i i i i

menyelesaikannya.
i

2 Locus of control 15. Untuk memperoleh suatu i i

eksternal pekerjaan yang diharapkan saya


i i i i

memerlukan suatu
i i

keberuntungan (Nasib Baik)


i i i

16. Karyawan yang melaksanakan i i


40

Variabel Indikator Pernyataan dalam quesioner


pekerjaan dengan baik akan
i i i i

mendapatkan imbalan yang


i i i

sesuai
i

c. Kepuasan kerja 1 The work itself 17. Saya puas bekerja di instansi ini
i i i i i

karena memiliki skill yang


i i i i

dipersyaratkan dalam pekerjaan


i i i

ini
i

18. Saya puas bekerja di instansi ini


i i i i i

karena pekerjaan ini tidak


i i i i

membosankan dan memiliki


i i i

tantangan tersendiri
i i

2 . Pay 19. Saya puas bekerja di instansi ini


i i i i i

karena imbalan yang Saya


i i i i

terima sesuai dengan pekerjaan


i i i i

yang dilakukan
i i

20. Saya merasa puas bekerja di


i i i i

instansi ini karena ada sistem


i i i i i

promosi dan jenjang karir yang


i i i i i

jelas
i

C. Cara Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas penelitian ini dilakukan dengan menggunakan korelasi product-

moment Pearson. Jika nilai rhitung > rtabel, maka mampu disimpulkan bahwa

pertanyaan/pernyataan dalam angket termasuk dalam kategori valid dan sebaliknya.

Reliabilitas artinya instrumen tersebut cukup reliabel untuk digunakan sebagai

alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah cukup baik. Alat yang baik

tidak akan bias, akan mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu.

Pengujian reliabilitas dengan konsistensi intern dilakukan dengan menguji instrumen

hanya sekali. Uji reliabilitas dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Cronbach's

Alpha. Suatu item pengukuran dikatakan reliabel jika nilai koefisien alphanya lebih

besar dari 0,7.


41

2. Statistik Deskriptif

Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran deskriptif tanggapan

responden pada variable yang digunakan. Hasil analisis statistik deskriptif mampu

disajikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi, range, dll.

3. Analisis Partial Least Square

Kajian ini menggunakan analisis data Partial Least Square (PLS). PLS
i i i i i i i i i i i

i adalah model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis


i i i i i i i i

i elemen atau varian. Menurut Ghozali (2016), PLS merupakan pendekatan


i i i i i i i i

i alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis
i i i i i i i i i

i varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan


i i i i i i i i

i PLS lebih bersifat predictive model. Adapun langkah-langkah metode Partial


i i i i i i i i

i Least Square yang dilakukan dalam kajian


i i i i i i i i ini mampu dijelaskan sebagai
i i i

i berikut:

a. Merancang Model Pengukuran i i i

Model pengukuran (outer model) adalah model yang menghubungkan


i i i i i i i

i variable laten dengan variable manifes.


i i i i

b. Merancang Model Struktural i i

Model struktural (inner model) pada kajian ini terdiri dari satu variable laten
i i i i i i i i i i i i i

i eksogen kinerja dan tiga variable laten endogen. Inner model yang kadang
i i i i i i i i i i

i disebut juga dengan inner relation structural model dan substantive theory,
i i i i i i i i i

i yaitu untuk melukiskan korelasi antar variable laten berdasar pada pada
i i i i i i i i i i i

i substantive theory. model persamaannya mampu ditulis seperti dibawah ini:


i i i i i i i i
42

Dimana βji dan γjb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor
i i i i i i i i i

i endogen dan variable laten eksogen ξ dan ε sepanjang range indeks i dan b dan
i i i i i i i i i i i i i i

i δj adalah inner residual variabel.


i i i i

c. Membangun Diagram Jalur i i

Diagram alur melukiskan korelasi antar konstruk dengan anak panah yang
i i i i i i i i i i

i digambarkan lurus menunjukkan korelasi kausal langsung dari suatu konstruk i i i i i i i i

i ke konstruk lainnya.
i i

d. Menjabarkan Diagram Alur ke Dalam Persamaan Matematis i i i i i i

Berdasar pada i i i konsep model kajian pada tahap dua di atas mampu i i i i i i i i

i diformulasikan dalam bentuk matematis. Persamaan yang dibangun dari i i i i i i i

i diagram alur yang konversi terdiri atas:


i i i i i

1) Persamaan inner model, menyatakan korelasi kausalitas untuk menguji i i i i i i i

i hipotesis. i

2) Persamaan outer model (model pengukuran), menyatakan korelasi i i i i i i

i kausalitas antara indicator dengan variable kajian (latent). i i i i i i i i i

Persamaan model pengukuran: i i

i Persamaan matematis dalam kajian ini yang telah dijelaskan pada diagram i i i i i i i i i i i

i jalur adalah : i i

Persamaan model struktural (inner model) i i i i i

η1 = γξ + ζ1 i i i i i

η2 = βη1 + ζ2 i i i i
43

e. Estimasi

Pada tahapan ini nilai γ dan λ yang terdapat pada langkah keempat diestimasi
i i i i i i i i i i i i

i menggunakan program SmartPLS. Dasar yang digunakan dalam estimasi i i i i i i i

i adalah resampling dengan Bootestrapping yang dikembangkan oleh Geisser


i i i i i i i

i & Stone (Ghozali, 2016). Tahap pertama dalam estimasi menghasilkan


i i i i i i i i

i penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan estimasi untuk


i i i i i i i i

i inner model dan outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan
i i i i i i i i i i

i parameter lokasi (konstanta). i i

f. Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit)


i i i i i

Uji kecocokan model pada structural equation modeling melalui pendekatan


i i i i i i i i

i partial least square terdiri dari dua jenis, yaitu uji kecocokan model
i i i i i i i i i i

i pengukuran dan uji kecocokkan model struktural. i i i i i

g. Uji Kecocokan Model Pengukuran (Outer Model)


i i i i i

Uji kecocokan model pengukuran (fit test of measurement model) adalah uji
i i i i i i i i i i

i kecocokan pada outer model dengan melihat validitas konvergen (convergent


i i i i i i i i

i validity) dan validitas diskriminan (discriminant validity). Validitas


i i i i i i

i konvergen (convergent validity) adalah nilai faktor loading pada laten dengan
i i i i i i i i i

i indicator-indicatornya. Faktor loading adalah koefisien jalur yang i i i i i i

i menghubungkan antara variable laten dengan indicatornya. i i i i i i

Validitas konvergen (convergent validity) diulasan dalam tiga tahap, yaitu


i i i i i i i i

1) Indicator validitas: dilihat dari nilai faktor loading dan t-statistic, yaitu
i i i i i i i i i

i Jika nilai faktor loading antara 0,5-0,6 maka dikatakan cukup,


i i i i i i i i
44

i sedangkan jika nilai faktor loading ≥ 0,7 maka dikatakan tinggi


i i i i i i i i i

i (Ghozali, 2016). i

2) Reliabilitas konstruk: dilihat dari nilai output Composite Reliability


i i i i i i i

i (CR). Kriteria dikatakan reliabel adalah nilai CR lebih besar dari 0,7
i i i i i i i i i i

3) Nilai Average Variance Extracted (AVE): nilai AVE yang diharapkan


i i i i i i i i

i adalah lebih besar dari 0,5.


i i i i

h. Uji Kecocokan Model Struktural (Inner Model)


i i i i i

Uji kecocokan model struktural (fit test of structural model) adalah uji
i i i i i i i i i i

i kecocokan pada inner model berkaitan dengan pengujian korelasi antar


i i i i i i i i

i variable yang sebelumnya dihipotesiskan.


i i i

Anda mungkin juga menyukai