RKUHP Dan Hak Asasi Manusia
RKUHP Dan Hak Asasi Manusia
RKUHP DAN
HAK ASASI MANUSIA
Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M.
Wakil Ketua Komnas HAM RI
Dr. Abdul Haris Semendawai S.H., LL.M
Penghargaan: Bintang Mahaputra Nararya oleh
Presiden Republik Indonesia pada Tahun 2018
• HAK • KEBUTUHAN
MARTABAT
MELEKAT
HAM
NEGARA, DIHORMATI,
HUKUM, DIJUNJUNG
PEMERINTAH TINGGI,
,SETIAP DILINDUNGI
ORANG
PRINSIP-PRINSIP HAM
UNIVERSAL
TAK DAPAT DIPINDAHKAN TAK DAPAT DIBAGI
PEMAHAMAN
YANG SAMA
Siklus Dinamika HAM
PENINDASAN
KONDISI KONDUSIF
PENEMUAN
PENEGAKAN PENGAKUAN
KODIFIKASI
Pelanggaran HAM
Pasal 1 Ayat 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
1. Subyek: individu atau kolektif baik penyelenggara negara maupun unsur masyarakat;
Individu Negara
Commission Omission
Instrumen HAM Internasional
Sejumlah hardlaw
Piagam PBB ICCPR
lainnya
1945 Instrumen Khusus
Hardlaw
(4) (5)
Penuntutan terhadap Tindak Pidana WNI di luar wilayah NKRI yang
dilakukan walaupun tersangka melakukan Tindak Pidana tidak dapat
menjadi WNI, setelah Tindak Pidana dijatuhi pidana mati jika Tindak
tersebut dilakukan sepanjang Pidana tersebut menurut hukum
perbuatan tersebut merupakan negara tempat Tindak Pidana
Tindak Pidana di negara tempat tersebut dilakukan tidak diancam
Tindak Pidana dilakukan. dengan pidana mati.
RKUHP dan Hak Asasi Manusia
BAB V Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum
Tindak Pidana atas Dasar Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 244: Setiap Orang yang melakukan pembedaan,
pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan
pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau
pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu
kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Tanggung-jawab Komando
Ditariknya Pelanggaran HAM
dan Tanggung-jawab Atasan
yang Berat di Pasal 7, 8 dan 9
yaitu Pasal 42 ayat 1, 2 dan 3,
UU 26/2000 ke dalam
mengacu ke Pelanggaran
RKUHP menjadi Pasal 598
HAM yang Berat di Pasal 7, 8 Terkait Pasal tentang
dan Pasal 599:
dan 9 serta ancaman Penyerangan Kehormatan
Ada kekhawatiran terkait Ancaman hukuman dalam
hukumannya mengacu pada atau Harkat dan Martabat
penggunaan asas tidak UU 26/2000 paling rendah 10
pasal 36 sd 40 UU 26 Tahun Presiden dan Wakil Presiden
mengenal daluarsa dan tahun, sedangkan dalam
2000. berpotensi besar melanggar
dapat menyimpangi asas RKUHP 5 Tahun.
Dikhawatirkan akan hak kebebasan berpendapat
non-retroaktif
mempersulit penerapan dan berekspresi.
Mayoritas kasus PHB
pasal 42 tsb krn pasal-
yang sdh diselidiki
pasal yang dijadikan
Komnas HAM, merupakan
acuan telah dihapuskan
kasus PHB Masa Lalu
oleh KUHP.
Catatan Komnas HAM atas Beberapa Pasal RKUHP
Pasal 612
Ketentuan mengenai Pasal 622 berlaku, dan (5) Dalam hal ketentuan pasal
permufakatan jahat, persiapan, ketentuan dalam Pasal 8, mengenai Tindak Pidana
percobaan, dan pembantuan Pasal 9, dan Pasal 36 sampai berat terhadap hak asasi
yang diatur dalam Undang- dengan Pasal 40 UU Nomor manusia sebagaimana sebagai berikut:
Undang mengenai Tindak 26 Tahun 2000 tentang dimaksud pada ayat (1) huruf a. Pasal 8 dan Pasal 36
Pidana berat terhadap hak Pengadilan Hak Asasi m diacu oleh ketentuan pasal pengacuannya diganti
asasi manusia, Tindak Pidana Manusia (Lembaran Negara UU yang bersangkutan, dengan Pasal 598; dan
terorisme, Tindak Pidana Republik Indonesia Tahun pengacuannya diganti b. Pasal 9 dan Pasal 37
korupsi, Tindak Pidana 2000 Nomor 208, Tambahan dengan pasal dalam Undang- sampai dengan Pasal 40
pencucian uang, dan Tindak Lembaran Negara Republik Undang ini dengan ketentuan pengacuannya diganti
Pidana narkotika berlaku Indonesia Nomor 4026),
dengan Pasal 599.
sesuai dengan ketentuan dicabut dan dinyatakan tidak
dalam Undang-Undang berlaku.
tersebut.
Penjelasan Atas Rancangan Undang-
undang Republik Indonesia Tentang Kitab
Undang-undang Hukum Pidana
1. Untuk menghasilkan Undang-Undang tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang bersifat kodifikasi
dan unifikasi, di samping dilakukan evaluasi dan seleksi
terhadap berbagai Tindak Pidana yang ada di dalam
Wetboek van Strafrecht sebagaimana ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana, apresiasi juga dilakukan
terhadap berbagai perkembangan Tindak Pidana yang
ada di luar Wetboek van Strafrecht, antara lain, Undang-
Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana pencucian uang,
pemberantasan Tindak Pidana terorisme,
pemberantasan Tindak Pidana korupsi, pemberantasan
Tindak Pidana perdagangan orang, dan pengadilan hak
asasi manusia.
Penjelasan Atas Rancangan Undang-
undang Republik Indonesia Tentang Kitab
Undang-undang Hukum Pidana
2. Dengan sistem perumusan Tindak Pidana di atas, untuk Tindak
Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme,
Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, Tindak
Pidana narkotika dikelompokan dalam 1 (satu) bab tersendiri yang
dinamai “Bab Tindak Pidana Khusus”. Penempatan dalam bab
tersendiri tersebut didasarkan pada karakteristik khusus, yaitu:
a. Dampak viktimisasinya (Korbannya) besar;
b. Sering bersifat transnasional terorganisasi (Trans-National
Organized Crime);
c. pengaturan acara pidananya bersifat khusus;
d. sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiel;
e. adanya lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat
dan memiliki kewenangan khusus (misalnya Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia);
f. didukung oleh berbagai konvensi internasional, baik yang
sudah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi; dan
g. merupakan perbuatan yang dianggap sangat jahat (super mala
per se) dan tercela dan sangat dikutuk oleh masyarakat (strong
people condemnation).
Dengan pengaturan “Bab Tindak Pidana
Khusus” tersebut, kewenangan yang telah ada
pada lembaga penegak hukum tidak berkurang
dan tetap berwenang menangani Tindak
Pidana berat terhadap Hak Asasi Manusia,
Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana
korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, dan
Tindak Pidana narkotika. Sejauhmana
kekuatan mengikat penjelasan dalam UU.
KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Untuk
pelanggaran hak asasi manusia yang berat
sebagaimana dimaksud dalam Undang -
undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai
kadaluarsa.
Catatan Komnas HAM atas Beberapa
Hukuman Mati
Meskipun Hukuman Mati belum sepenuhnya dihapuskan tetapi sudah ada perkembangan baru:
Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.
Meski Hukuman Mati bukan lagi merupakan hukuman pokok dalam perihal pemidanaan namun, esensi
pokoknya hukuman mati tidak sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia. Karena dalam Pasal 4 UU 39
tahun 1999, dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi sedikitpun
(non derogabel rights).
Pasal 4 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Jadi pelaksanaan pemidanaan hukuman mati senyatanya merupakan pelanggaran hak atas hidup.
Pasal yang berpotensi terjadinya diskriminasi dan pelanggaran HAM
Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
BAB VII Tindak Pidana Terhadap Agama, Kepercayaan, Dan Kehidupan Beragama Atau
Kepercayaan Pasal 300
Setiap Orang Di Muka Umum yang:
a. melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan;
b. menyatakan kebencian atau permusuhan; atau
c. menghasut untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama,
kepercayaan orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori
IV. Bagaimana ukurannya? Bisa multi tafsir, ini delik formal.
Analisa :
Menurut Pasal 18 ayat (5) UU 39 Tahun 1999 bahwa :
“Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang
sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap”
Adanya 2 sistem hukum, hukum adat dan juga hukum pidana menimbulkan
ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum di masyarakat. Hal ini tentu saja
menjadi pelanggaran atas Hak Memperoleh Keadilan.
Aku dilahirkan bebas dan setara. Aku berhak hidup
dengan bebas dan aman. Aku berhak menginginkan
orang lain memandangku tanpa mempedulikan ras,
warna kulit, suku, atau pilihan politik.
Terima kasih!