Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teori
2.1.1 Srikaya (Annona squamosa L.)
1. Definisi Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)

Sumber : Dokumentasi Pribadi


Gambar 2.1 Daun Srikaya

Tanaman srikaya merupakan salah satu tumbuhan yang


dimanfaatkan untuk obat tradisional dengan nama ilmiah Annona
squamosa L., salah satu dari family Annonaceae yang berasal dari
Amerika tropis yang sekarang banyak ditanam di Indonesia (Fitri,
2019). Annona squamosa merupakan tumbuhan kecil dengan tinggi
3-7 meter, kulit pohon tipis, percabangan tidak beraturan, kulit kayu
berwarna cokelat muda dengan lentisel dan kulit kayu bagian dalam
berwarna kuning cerah rasa sedikit pahit, daun tunggal, bertangkai
kaku dan letaknya berseling. Helai daun berbentuk lanset atau
lonjong lanset dengan panjang sekitar 6-17 x 3-6 cm, ujung dan
pangkal daun runcing, dasar lengkung, tepi rata, berwarna hijau
pucat pada kedua permukaannya, sedikit berambut, atau gundul.
Rasanya pahit serta sedikit dingin. Panjang tangkai sekitar 0,4-2,2
cm (Karunia, 2016).
Bunga bergerombol pendek menyamping dengan panjang
kira-kira 2,5 cm dengan jumlah 2-4 kuntum berwarna kuning
kehijauan yang saling berhadapan pada tangkai kecil panjang
berambut dengan panjang kurang lebih 2 cm, tumbuh pada ujung
tangkai atau ketiak daun. Daun bunga bagian luar berwarna hijau
atau ungu pada bagian bawah, membujur dengan panjang kira-kira
1,6-2,5 cm, lebar sekitar 0,6-0,75 cm, daun bunga bagian dalam
sedikit lebih kecil atau sama besar. Terdapat banyak serbuk sari,
bergerombol putih, panjang kurang dari 1,6 cm dan putik bunga
berwarna hijau muda. Tiap putik membentuk semacam benjolan,
panjang putik sekitar 1,3-1,9 cm dan lebar sekitar 0,6-1,3 cm yang
tumbuh menjadi kelompok-kelompok buah (Karunia, 2016).
Buah majemuk berbentuk bola atau kerucut menyerupai
jantung, permukaan berbenjol-benjol dan warna hijau berbintik
putih, penampang 5-10 cm, menggantung pada tangkai yang cukup
tebal. Jika masak, anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang
lain dan berwarna hijau kebiruan. Daging buah berwarna putih
kekuningan dan terasa manis. Biji membujur di setiap karpel,
berwarna coklat tua hingga hitam dengan panjang kira-kira 1,3-1,6
cm (Karunia, 2016).
2. Klasifikasi Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
Menurut (Taslimah, 2014), klasifikasi tanaman srikaya
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Ranunculales
Suku : Annonaceae
Marga : Annona
Jenis : Annona squamosa L.
3. Nama Daerah Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
Nama daerah dari tumbuhan srikaya adalah sebagai berikut:
Delima bintang, serba bintang, serikaya (Sumatera), sarikaya,
srikaya, serkaya, surikaya, srikawis, sarkaja, serajaka, sirijaka
(Jawa), sarikaya (Kalimantan), atis sore walanda, sirikaya, delima
srikaya, srikaya, perse, atis, sirikaja (Sulawesi), atisi, hirikaya, atis
(Maluku), sirkaya, srikaya, garoso, ata (Nusa Tenggara) (Karim,
2014).
4. Morfologi Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
a. Batang
Tanaman srikaya (Annona squamosa) merupakan tumbuhan
yang memiliki batang dengan tinggi mencapai 3-7 meter berkayu
berbentuk bulat (teres), permukaan batang memperlihatkan
banyak lenti sel dan berwarna coklat muda. Pertumbuhan batang
mengarah tegak lurus serta termasuk tumbuhan menahun yang
biasa disebut tumbuhan keras. Batang berbentuk gilik,
percabangan simpodial, ujung rebah dan kulit batang berwarna
coklat muda (Fitri, 2019).
b. Bunga
Bunga pada tanaman srikaya bergerombol pendek
menyamping dengan panjang kurang lebih 2,5 cm berjumlah 2
hingga 4 kuntum berwarna kuning kehijauan yang saling
berhadapan pada tangkai kecil panjang berambut dengan panjang
sekitar 2 cm. Beberapa daun bunga berwarna hijau pada bagian
luar serta memiliki warna ungu pada bagian bawah. Terdapat
banyak serbuk sari bergerombol putih, putik berwarna hijau muda
dan panjang putik sekitar 1,3 sampai 1,9 cm dan mempunyai lebar
sekitar 0,6 sampai 1,3 cm yang tumbuh menjadi kelompok
kelompok buah (Taslimah, 2014).
c. Buah
Buah srikaya termasuk dalam buah majemuk berbentuk bola
atau kerucut menyerupai jantung, permukaan berbenjol-benjol,
warna hijau berbintik putih, penampang 5 cm sampai 10 cm, dan
menggantung pada tangkai yang cukup tebal. Jika buah masak,
anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang lain dan
berwarna hijau kebiruan. Daging buah srikaya berwarna putih
kekuningan serta terasa manis. Memiliki biji membujur disetiap
karpek, berwarna coklat tua hingga menghitam dengan panjang
biji sekitar 1,3 cm sampai 1,6 cm (Fitri, 2019).
d. Biji
Biji buah srikaya berbentuk membujur disetiap karpel,
berbentuk allipsoid dan berwarna coklat tua hingga hitam dengan
panajang kira-kira 1,3 cm sampai 1,6 cm. Satu buah dari buah
srikaya mengandung 10 hingga 50 biji dan dalam satu biji buah
srikaya memiliki berat 5-18 gram (Fitri, 2019).
e. Daun
Bentuk daun srikaya sangat karakteristik mirip panah,
panjang daunnya 2-3 kali lebarnya, serta ujung daun runcing
sekali. Warna daun hijau tua dan umumnya letak daun agak
melengkung ke bawah. Urat daun menonjol jelas dan baunya
spesifik, tetapi tidak sebau daun sirsak (Karim, 2014). Sedikit
berambut atau gundul, rasanya pahit serta sedikit dingin. Panjang
tangkai antara 0,4 cm hingga 2,2 cm (Taslimah, 2014).
5. Kandungan Kimia Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
Srikaya mengandung borneol, camphor, terpen, serta alkaloid
anonain pada akar dan kulit. Sementara bijinya kaya akan minyak
lemak dan resin. Kandungan alkaloid dari srikaya membuktikan
dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan. Sedangkan pada daun
srikaya mengandung senyawa flavonoid, tanin, fitosterol, kalsium
oksalat dan alkaloid murisin. Melalui senyawa flavonoidnya yang
memiliki daya anti inflamasi, daun srikaya juga berkhasiat untuk
memperkecil pembengkakan sedangkan senyawa tanin dalam daun
srikaya mampu menghentikan pengeluaran asam urat (Karim, 2014).
Tanaman srikaya mengandung squamosin, asimisin,
aterospermidin, lanuginosin, alkaloid tipe asporfin (anonain) dan
bisbenziltetrahidroisokinolin (retikulin). Selain itu, pada organ-
organ tumbuhan terdapat senyawa sianogen. Akarnya mengandung
senyawa flavonoid, borneol, kamfer, terpen, alkaloid anonain,
saponin, tannin, serta polifenol. Kulit kayu mengandung flavonoid,
borneol, kamfer, terpen serta alkaloid anonain (Taslimah, 2014).
Buah mentah, biji, daun dan akar srikaya ini menyimpan
senyawa kimia annonain di dalamnya yang mampu berperan sebagai
insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent) dan anti-feedant
yakni dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut.
Srikaya ini mengandung senyawa bioaktif yakni borneol, camphor,
terpen dan alkaloid pada akar dan kulit. Sedangkan pada bagian
bijinya kaya akan minyak lemak, resin dan bahan beracun (irritant).
Komposisi asam lemak penyusun minyak lemak biji srikaya terdiri
dari metil palmitat, metil stearate serta metil linoleat (Fitri, 2019).
6. Kegunaan Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
Tanaman ini secara tradisional digunakan untuk terapi
epilepsi, disentri, gangguan jantung, konstipasi, pendarahan,
penyakit otot, tumor, dan juga keguguran. Bagian tanaman yang
dapat digunakan sebagai obat yaitu daun, akar, buah, kulit kayu, dan
bijinya. Daun digunakan untuk mengatasi batuk, demam, rematik,
menurunkan kadar asam urat dalam darah yang tinggi, diare,
disentri, luka, bisul, kudis, dan ekzema. Biji digunakan untuk
mengatasi pencernaan lemah, cacingan, dan mematikan kutu kepala
dan serangga. Buah muda digunakan untuk mengobati diare, disentri
akut, dan gangguan pencernaan (atonik dispepsia). Akar digunakan
untuk mengobati sembelit, disentri akut, depresi mental, dan nyeri
tulang punggung. Kulit kayu digunakan untuk mengobati diare,
disentri dan luka berdarah (Karim, 2014).
2.2.2 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terkandung
dalam suatu organisme yang tidak terlibat secara langsung dalam proses
pertumbuhan, perkembangan atau reproduksi organisme. Tanpa
senyawa ini organisme akan mengalami kerusakan atau menurunnya
kemampuan bertahan hidup. Fungsi senyawa ini pada suatu organisme
diantaranya yaitu untuk bertahan hidup dari serangan predator,
kompetitor serta untuk mendukung proses reproduksi. Produk
metabolisme sekunder yaitu flavonoid yang ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinggi dan mikroorganisme yang berperan sebagai pigmen
(pembentuk warna) dan sebagai pertahanan diri dari hama dan penyakit
serta digunakan dalam industri makanan sebagai pewarna makanan.
Senyawa ini ditemukan pada semua bagian tumbuhan tingkat tinggi
termasuk daun, akar, kulit, kayu, bunga, buah dan biji. Flavonoid juga
merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang terkandung pada
tumbuhan (Karim, 2014). Kandungan senyawa metabolit sekunder pada
srikaya antara lain yaitu glikosida, alkaloid, saponin flavonoid, tanin,
karbohidrat, protein, senyawa fenolik, pitosterol, dan asam amino
(Werdiningsih, W dan Zahro, 2020).
2.2.3 Flavonoid

Sumber : (Pratiwi, 2020)


Gambar 2.2 Struktur Dasar Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang


ditemukan di alam. Flavonoid terdapat dalam semua tanaman hijau
sehingga bisa ditemukan pada setiap ekstrak tanaman. Flavonoid
merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya
dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun
muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Pratiwi, 2020).
Flavonoid mempunyai kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri dari
dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6 susunan ini dapat menghasilkan 3
jenis senyawa flavonoid yakni flavonoid atau 3-diarilpropana,
isoflavonoid atau 1,2-diaril propana dan neoflavonoid atau 1,1 diaril
propana (Ishak, 2018).

Sumber : (Kristiani, 2014)


Gambar 2.3 Jenis-Jenis Flavonoid

Flavonoid menjadi salah satu senyawa alam yang hadir hampir di


sebagian besar tanaman (Hikmawanti dan Fatmawati, 2019). Kerangka
flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B
serta cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan
bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan sebagai dasar pembagian
flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Pembagian senyawa yang
termasuk flavonoid (gambar 2.3) adalah antosianin, flavon, isoflavon,
flavanon, flavonol serta flavanol. Sedangkan yang termasuk non
flavonoid adalah kumarin, kuinin, morfin dan masih banyak lagi
(Kristiani, 2014).
2.2.4 Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang mempunyai sebuah cincin
aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Kelompok senyawa
fenolik dan polifenol yakni fenol sederhana, asam fenolat, kumarin,
tannin serta flavonoid. Standar yang digunakan pada analisis kandungan
fenolik adalah asam galat, hal ini karena asam galat bersifat stabil serta
memiliki sensitivitas yang tinggi dengan harga yang cukup terjangkau.
Kandungan fenolik dari standar asam galat ditentukan dengan
menggunakan metode Folin-Ciocalteau (Pratiwi, 2020).

Sumber : (Pratiwi, 2020)


Gambar 2.4 Struktur Fenolik

Senyawa fenolik merupakan kelompok senyawa terbesar yang


berperan sebagai antioksidan alami pada tumbuhan. Senyawa fenolik
mempunyai satu (fenol) atau lebih (polifenol) cincin fenol yakni gugus
hidroksi yang terikat pada cincin aromatis sehingga mudah teroksidasi
dengan menyumbangkan atom hidrogen pada radikal bebas (Chandra,
2022). Kelompok utama polifenol (fenolik) meliputi flavonoid, asam
fenolik, tanin (hidrolisis dan kondensasi), stilbena serta lignan.
Senyawa fenolik yang banyak ditemukan yaitu golongan flavonoid
(Kristiani, 2014).
2.2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi
bermaksud untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang
mengandung komponen-komponen aktif (Kasminah, 2016). Menurut
(Pratiwi, 2020), ekstrak yaitu sediaan kering, kental atau cair yang
dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar
pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi dapat dilakukan dengan
baberapa cara yaitu :
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi
berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna, umumnya dilakukan
pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat).
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam
jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
b. Digesti
Digesti merupakan maserasi dengan pengadukan kontinu
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu
pada 40-50℃.
c. Infus
Infus merupakan ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas
air mendidih dan temperatur terukur yakni 90℃) selama 15
menit.
d. Dekok
Dekok merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur 90℃ selama 30 menit.
e. Sokletasi
Sokletasi merupakan metode ekstraksi untuk bahan yang
tahan pemanasan dengan cara meletakkan bahan yang akan
diekstraksi ke dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) di
dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu.
(Nisa, 2019).
2.2.6 Pelarut
Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor terpenting dalam
proses ekstraksi. Proses ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada
sifat kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya
akan larut pada pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air.
Senyawa non-polar juga hanya akan larut pada pelarut non-polar seperti
eter, kloroform dan n-heksana. Kandungan senyawa yang terkandung di
dalam tanaman dapat ditarik oleh suatu pelarut saat proses ekstraksi.
Jenis dan juga mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan
proses ekstraksi (Kasminah, 2016).
Pada proses ekstraksi, pelarut berdifusi ke dalam sel dan
selanjutnya zat aktif akan larut kedalam pelarut sehingga akan dicapai
kesetimbangan antara solut dan solven. Pelarut yang digunakan dalam
proses pembuatan ekstrak yakni pelarut optimal yang dapat menyari
senyawa aktif atau berkhasiat sehingga senyawa tersebut dapat terpisah
dari bahan atau kandungan lainnya. Pelarut yang dipilih yaitu pelarut
yang bisa melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang
terkandung (Chandra, 2022).
2.2.7 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan metode yang dimanfaatkan untuk
mempelajari komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel yakni
mengenai struktur kimianya, biosintesisnya serta penyebarannya secara
alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi
senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman. Sampel tanaman yang
digunakan dalam uji fitokimia bisa berupa daun, batang, buah, bunga, umbi
dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan dimanfaatkan sebagai
bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obat-obatan
tradisional (Agustina, Ruslan, 2016).
1. Identifikasi Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa alam yang terdapat
hampir di sebagian besar tanaman (Hikmawanti dan Fatmawati, 2019).
Pembagian senyawa yang termasuk flavonoid yaitu antosianin, flavon,
isoflavon, flavanon, flavonol dan flavanol. Sedangkan yang termasuk
non flavonoid yaitu kumarin, kuinin, morfin dan masih banyak lagi
(Kristiani, 2014). Uji flavonoid dapat dilakukan dengan cara :
a. Uji Wilstater
Filtrat sebanyak 1 mL ditambahkan dengan serbuk magnesium
dan 2 tetes HCl pekat dan selanjutnya dikocok. Perubahan yang
nampak yakni terbentuk warna jingga yang menandakan adanya
senyawa flavon sedangkan jika terbentuk warna merah tua
menandakan adanya senyawa flavonol (Susiloningrum dan
Indrawati, 2020).
b. Uji Bate-Smith
Filtrat sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan HCl
pekat beberapa tetes, setelah itu dipanaskan diatas penangas air.
Perubahan warna yang terjadi pada sampel yaitu merah tua hingga
ungu. Terbentuknya warna merah tua hingga ungu menandakan
adanya flavonoid jenis antosianidin (Susiloningrum dan Indrawati,
2020).
c. Uji NaOH 10%
Filtrat sebanyak 1 mL ditambahkan dengan larutan NaOH 10%
beberapa tetes sampai terjadi perubahan warna. Perubahan warna
yang terjadi menandakan adanya senyawa fenol (Susiloningrum
dan Indrawati, 2020).
2. Identifikasi Fenol
Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditetesi
dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes. Diamati terjadinya perubahan warna
dan warna hijau biru menandakan adanya kandungan senyawa polifenol
di dalam daun srikaya (Alfian dan Susanti, 2012).
2.2.8 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis yaitu metode analisis fisika kimia yang
menggunakan sumber radiasi gelombang elektromagnetik ultraviolet (UV)
pada panjang gelombang 190 nm - 380 nm dan cahaya tampak (visible) pada
panjang gelombang 380 nm - 780 nm dengan menggunakan instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis berdasar pada hukum Lambert-
Beer, jika sinar monokromatik melintasi suatu senyawa maka sebagian sinar
akan diabsorbsi, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.
Cermin yang berputar pada bagian dalam spektrofotometer akan membagi
sinar dari sumber cahaya menjadi dua (Ahriani, 2021).
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan metode analisa yang cukup luas,
baik untuk analisa kualitatif maupun analisa kuantitatif. Untuk analisa
kuantitatif yang diperhatikan adalah :
a. Membandingkan ʎ maksimum
b. Mebandingkan serapan (A), daya serapan (a)
c. Membandingkan spektrum serapannya

Sumber : (Pratiwi, 2020)


Gambar 2.5 Skema Instrument Uv-Vis
Menurut (Pratiwi, 2020) terdapat 6 komponen spektrofotometri,
diantaranya yaitu :
1) Sumber Radiasi
Sumber radiasi monokromator kuvet detektor amplifier
rekorder 21 sumber cahaya berasal dari lampu Deuterium (H0)
untuk UV dengan panjang gelombang 180 nm – 400 nm dan
lampu tungsten (wolfram) dan VIS dengan panjang gelombang
400nm - 800 nm.
2) Monokromator
Monokromator bertugas sebagai penyeleksi cahaya dengan
panjang gelombang tertentu. Monokromator akan memisahkan
radiasi cahaya putih yang polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (mendekati monokromatis).
3) Kuvet
Pada umumnya spektrofotometri melibatkan larutan,
dengan demikian dibutuhkan wadah/sell untuk menempatkan
larutan yang disebut dengan kuvet.
4) Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah energi radiasi yang
jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang dapat diukur.
5) Amplifier
Amplifier berfugsi untuk memperkuat sinyal listrik.
6) Recorder
Recorder merupakan alat untuk mencatat dapat berupa
gambar atau angka-angka.
Jangkauan gelombang yang tersedia untuk pengukuran
membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke garis
infra merah. Untuk kemudahan pengacuan daerah spectrum secara garis
besar dibagi dalam :
a. Daerah Ultra Violet jauh : 100nm - 190nm
b. Daerah Ultra Violet dekat : 180nm - 380nm
c. Daerah Cahaya tampak : 380nm - 780nm
d. Daerah Inframerah dekat : 780nm - 3000nm
e. Daerah Inframerah : 2.5μm - 40μm atau 4000–250 cm-1
Spektrofotometer selain merupakan alat pengukur kualitatif juga
merupakan alat pengukur kuantitatif, karena jumlah sinar yang diserap
partikel di dalam larutan juga bergantung pada jenis dan jumlah partikel.
Prinsip dasar spektrofotometri yaitu pelewatan cahaya yang memiliki
panjang gelombang tertentu melalui sampel. Cahaya tersebut kemudian
diserap oleh sampel berwarna dan sebagian lagi diteruskan lalu
ditangkap oleh alat pendeteksi atau pengukur cahaya yang disebut
fotometer. Intensitas cahaya yang diukur oleh fotometer dikonversi
menjadi satuan serapan (absorbansi) dan kemudian digunakan untuk
menghitung konsentrasi sampel dengan persamaan lambert-beer
(Pratiwi, 2020).
Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis yaitu mengukur jumlah cahaya
yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam
larutan, ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui
larutan. Sebagai energi, cahaya tersebut akan diserap (diabsorbsi).
Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi
cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenalkan dengan istilah
absorbansi (A) yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan
berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke
suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi diukur dengan phototube (Pratiwi, 2020).
2.2 Hubungan Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.2.1 Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi penyebab perubahan. Variabel bebas dari penelitian ini adalah
perbedaan konsentrasi pelarut ekstrak daun srikaya (Annona squamosa
L.).
2.2.2 Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat dari variabel bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah
kadar flavonoid total dan kadar fenolik total dalam ekstrak daun srikaya
(Annona squamosa L.).
2..2.3 Variabel Terkontrol
Varibel terkontrol adalah variabel yang dapat dikendalikan
sehingga hubungan variabel bebas dan variabel terikat tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel terkotrol dari
penelitian ini adalah jenis tanaman dan konsentrasi pelarut.
2.3 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini disajikan dalam gambar 2.6

Pencarian senyawa dari bahan alam

Daun Srikaya (Annona squamosa L.)

Pembuatan Simplisia Determinasi Tanaman

Ekstraksi Maserasi

Pelarut Etanol

Pelarut Etanol Pelarut Etanol


70% 96%

Ekstrak Kental

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

Skrinning Fitokimia Spektrofotometri UV-Vis

Senyawa Senyawa Kadar Kadar Fenolik


Flavonoid Fenolik Flavonoid Total Total

Analisis Data
Gambar 2.6 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai